Anda di halaman 1dari 61

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan tentang Ilmu Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau bahasa inggris communication berasal dari kata latin

communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini

maksudnya adalah makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi akan terjadi

atau berlangsung selama ada persamaan makna mengenai apa yang dicakapkan.

Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan

kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti

makna yang diwariskan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat

dikatakan komunikatif apabila kedua-duannya,selain mengerti bahasa yang di gunakan,

juga mengerti makna dari bahasa yang dipercakapkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang di paparkan di atas sifatnya dasariah,

dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna

antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak

hanya informatife, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu

agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu

perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.


Menurut Carl I. Hovland, Ilmu komunikasi adalah: Upaya yang sistematis untuk

merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat

atau sikap. Definisi Hovland di atas menunjukan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu

komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat

umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial

dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya

secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri. Hovland mengatakan bahwa

komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain (communication is the process to

modify the behavior of other individualist).

Memurut Fisher (1986:17) ilmu komunikasi mencangkup semua dan bersifat

eklektif. Sedangkan menurut Berger dan Chaffe (1983:17) menerangkan bahwa ilmu

komunikasi adalah : “Communication science seeks to understand the production,

processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories

containing lawful generalization, that explain phenomena associated with production,

processing and effect.” (Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai

produksi, pemrosessan dan efek dari simbol serta sistem signal, dengan mengembangkan

pengujian teori-teori menurut hokum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang

berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya.)

Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi

atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communication yang berarti

pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum dan

bersama-sama. Sarah Trenholm dan Arthur Jensen (1996:4) mendifinisikan komunikasi

demikian : “A process by which a source transmits a message to a reciewer through some


chanel.” (Komunikasi adalah suatu proses di mana sumber mentransmisikan pesan

kepada penerima melalui beragam saluran.)

Hoveland (1969:371) mendifinisikan komunikasi, demikian : “The process by

which an individual (the communicator) transmit stimuli (usually verbal symbols) to

modify, the behavior of other individu”. (Komunikasi adalah proses di mana individu

mentransmisikan stimulus untuk mengubah prilaku individu yang lain.) Gode (1969:5)

member pengertian mengenai komunikasi berikut : “ It is a process that makes common

to or several what was the monopoly of one or some.” (Komunikasi adalah suatu proses

yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula monopoli oleh satu atau

beberapa orang.)

Sedangkan menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner (1964:527)

mendefinisikan komunikasi, sebagai berikut: “ Communication : the transmission of

information, ideas, emotions, skills, etc. by the uses of symbol…” (Komunikasi adalah

transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya. Tindakan atau proses

transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.)

2.1.2 Fungsi Komunikasi

Berdasarkan pengamatan yang mereka lakukan, para pakar komunikasi

mengemukakan fungsi-fungsi yang berbeda-beda, meskipun adakalanya terdapat

kesamaan dan tumpang tindih yang berbeda-beda, meskipun adakalanya terdapat

kesamaan dan tumpang tindih diantara berbagai pendapat tersebut. Thomas M. Scheidel

mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung

identitas-diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk
mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau berprilaku seperti yang kita

inginkan. Namun menurut Scheidel tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk

mengendalikan lingkunga fisik dan psikologi kita.

Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi.

Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan

orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan

keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat

tertentu, seperti : apa yang harus kita makan pagi hari, apakah kita kuliah atau tidak,

bagaimana belajar untuk menghadapi tes. Menurut Verderber

2.1.3 Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi di dalam dua perspektif yaitu :

2.1.3.1 Proses Komunikasi dalam Perspektif Psikologi

Proses komunikasi prespektif ini terjadi pada diri komunikator dan

komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan

kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses. Pesan komunikasi

terdiri dari dua aspek, yakni isi pesan dan lambing. Isi pesan umumnya adalah

pikiran, sedangkan lambing umumnya adalah bahasa. Walter Lippman menyebut

isi pesan itu “ picture in our head”, sedangkan Walter Hagemann menamakannya

“ das Bewustseininhalte”. Proses “mengemas” atau “ membungkus” pikiran

dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dalam bahasa komunikasi

dinamakan encoding. Hasil encoding berupa pesan itu kemudian ia transmisikan

atau operkan atau kirimkan kepada komunikan.


2.1.3.2 Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis

Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau

“melemparkan” dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai

ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator oleh komunikan

itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera

lainnya.

Proses komunikasi dalam prespektif ini kompleks atau rumit. Sebab

bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.

Adakalanya komunikannya seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti ini

dinamakan komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi.

2.1.4 Lingkup Komunikasi

Ilmu Komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan

meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang lingkup (scope)-

nya dan banyak dimensinya. Para mahasiswa acapkali mengklasifikasikan aspek-

aspek komunikasi ke dalam jenis-jenis yang satu sama lain berbeda konteksnya.

2.1.4.1 Bidang Komunikasi

Yang dimaksudkan dengan bidang di sini adalah bidang kehidupan

manusia, di mana diantara jenis kehidupan yang satu dengan jenis kehidupan yang

lain terdapat perbedaan yang khas; dan kekhasan ini menyangkut pula proses

komunikasi. Berdasarkan bidang komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut :


a. Komunikasi sosial (social communication)

b. Komunikasi organisasional / manajemen

(Organizational/Management communication)

c. Komunikasi bisnis (business communication)

d. Komunikasi politik (political communication)

e. Komunikasi internasional (internasional communication)

f. Komunikasi antarbudaya ( intercultural communication)

g. Komunikasi pembangunan (development communication)

h. Komunikasi tradisional (traditional communication)

2.1.4.2 Sifat Komunikasi

Ditinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Komunikasi verbal (verbal communication)

1.) Komunikasi lisan (verbal communication)

2.) Komunikasi tulisan (written communication)

b. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)

1.) Komunikasi kial (gestural/body communication)

2.) Komunikasi gambar (pictorial communication)

c. Komunikasi tatap muka ( face-to-face communication)

d. Komunikasi bermedia ( mediated communication)


2.1.4.3 Tujuan Komunikasi

a. Mengubah sikap ( to change the attitude)

b. Mengubah opini/pendapat pandangan ( to change the opinion)

c. Mengubah prilaku ( to change the behavior )

d. Mengubah masyarakat ( to change the society)

2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Lintas Budaya

Untuk memahami interaksi budaya, terlebih dahulu kita harus memahami

komunikasi manusia. Memahami manusia berarti memahami apa yang terjadi selama

komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, apa yang dapat terjadi, akibat-akibat dari

apa yang terjadi, dan akibatnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan

memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.

Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan

karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara

berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada

pada masing-masing budaya. Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita

dengan orang lain selalu mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar

budaya, karena kita akan selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain,

seberapa pun kecilnya perbedaan itu.

Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal,

setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak

nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu


banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini

dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antar

etnis.

Komunikasi antar budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu
budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. (Richard E.Porter
dan Larry A.Samover : 1982). Dengan kata lain, komunikasi antar budaya merupakan
komunikasi antar dua atau lebih budaya baik dalam satu negara maupun antar negara
lain1.

Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-

kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak

mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui prinsip-prinsip

komunikasi lintas budaya dan mempraktekkannya dalam berkomunikasi dengan orang

lain.

Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan

karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang

berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras,

suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota),latar belakang pendidikan, dan

sebagainya.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang

yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau

gabungan dari semua perbedaan ini.

1
http://www.scribd.com/doc/34790874/Komunikasi-Antar-Budaya-NEW
Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara
orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-
perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow

across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional

dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama

lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi

tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.

Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among


people of diverse culture

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi


antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok.

Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:

1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya

yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang

dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat

berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau

diperjuangkan Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram

namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita


2. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri

dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.

2.2.1 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

2.2.1.1 Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui

perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.

a. Menyatakan Identitas Sosial

Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku

komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial.

Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan

nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri

maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama,

maupun tingkat pendidikan seseorang.

b. Menyatakan Integrasi Sosial

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan

antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan

yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan

komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi

antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya


yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan,

maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama

dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya

memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda

dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator

dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.

c. Menambah Pengetahuan

Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah

pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar

Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan

diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan

komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan

hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai

perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku

komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di

antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris

dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya.

Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya


2.2.1.2 Fungsi Sosial

a. Pengawasan

Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi

antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan

berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya

fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan "perkembangan" tentang

lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang

menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar

kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang

berbeda.

b. Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang

dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas

perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui

pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan

perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama.

Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk

komunikasi massa.
c. Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan

memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat

lain.

d. Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi

antarbudaya. Misalnya menonton tarian jaipongan di daerah Jawa Barat.

Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

2.3 Tinjauan tentang Akulturasi

Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang di set

dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang autonom. Menghasilkan sebuah

peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.

Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam american

antropologist (1936) akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari

individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan

perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua

kelompok tersebut.

Dalam proses komunikasi pastinya mendasari proses akulturasi seorang imigran.

Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat

pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola

budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya
pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui

dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain.Dan itu dilakukannya lewat

komunikasi.Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan

menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa

asli masyarakat pribumi. Masalah-masalah komunikasi lainnya meliputi masalah

komunikasi nonverbal, seperti perbedaan-perbedaan dalam penggunaan dan pengaturan

ruang, jarak antar pribadi, ekspresi wajah, gerak mata,gerak tubuh lainnya,dan persepsi

tentang penting tidaknya prilaku nonverbal.

Bahkan bila seorang imigran dapat menggunakan pola-pola komunikasi verbal

dan nonverbal secara memuaskan, ia mungkin masih akan mengalami sedikit kesulitan

dalam mengenal dan merespons aturan-aturan komunikasi bersama dalam budaya yang ia

masuki itu. Imigran sering tidak sadar akan dimensi-dimensi budaya pribumi yang

tersembunyi yang mempengaruhi apa yang di persepsikan dan bagai mana mempersepsi,

bagaimana menafsirkan pesan-pesan yang diamati, dan bagaimana mengekspresikan

pikiran dan prasaan secara tepat dalam konteks relasional dan keadaan yang berlainan.

Perbedaan-perbedaan lintas budaya dalam aspek-aspek dasar komunikasi ini sulit

diidentifikasi dan jarang dibicarakan secara terbuka. Perbedaan-perbedaan tersebut sering

merintangi timbulnya saling pengertian antar para imigran dan anggota-anggota

masyarakat pribumi.

Bila kita memandang akulturasi sebagai proses pengembangan kecakapan

berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi, perlulah ditekankan fakta bahwa

kecakapan berkomunikasi sedemikian diperoleh melalui pengalaman-pengalaman

berkomunikasi. Orang belajar berkomunikasi dengan berkomunikasi. Melalui


pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang teruss menerus dan beraneka ragam,

seorang imigran secara bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan

untuk menghadapi lingkungannya. Keccakapan berkomunikasi yang telah diperoleh

imigran lebih lanjut menentukan seluruh akulturasinya.

Kecakapannya ini terutama terletak pada kemampuan imigran untuk mengontrol

perilakunya dan lingkungan pribumi. Kecakapanimigran dalam berkomunikasi akan

berfungsi sebagai seperangkat alat penyesuaian diri yang membantu imigran memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan kelangsungan hidup dan

kebutuhan akan “rasa memiliki” dan “harga diri” (maslow, 1970:47).

Oleh karena itu, proses akulturasi adalah suatu proses yang interaktif dan

berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran

dengan lingkungan sosio-budaya yang baru. Kecakapan komunikasi yang diperolehnya,

pada gilirannya menunjukkan derajat akulturasi imigran tersebut. Derajat akulturasi

imigran tidak hanya direfleksikan dalam, tapi juga di permudah oleh, derajat kesesuaian

antara pola-pola komunikasinya dan pola-pola komunikasi masyarakat pribumi yang

disetujui bersama. Ini tidak berarti bahwa setiap rincian prilakukomunikasi seorang

imigran dapat diamati untuk memahami akulturasinya, tidak pula berarti bahwa semua

aspek akulturasinya dapat dipahami melalui pola-pola komunikasinya. Namun, dengan

memusatkan perhatian pada beberapa variabel komunikasi yang penting dalam proses

akulturasi, kita dapat memperkirakan realiitas akulturasi pada suatu saat tertentu dan juga

meramalkan tahap akulturasi selanjutnya.


2.3.1 Variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi

Dalam menganalisis akulturasi seorang imigran dari perspektif komunikasi

terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi oleh Ruben (1975). Dalam perspektif

sistem, unsur dasar suatu sistem komunikasi manusia teramati ketika orang secara aktif

sedang berkomunikasi, berusaha untuk, dan mengharapkan berkomunikasi dengan

lingkungan. Sebagai suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan

lingkungan melalui dua proses yang saling berhubungan komunikasi persona dan

komunikasi sosial.

2.3.1.1 Komunikasi Persona

Komunikasi persona (atau intrapersona) mengacu kepada proses-

proses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam

dan dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara

melihat, mendengar, memahami, dan merespon lingkungan.”komunikasi

persona dapat dianggap sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku

terhadap objek-objek dan orang-orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah

proses yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya” (Ruben, 1975 : 168 – 169). Dalam konteks akulturasi,

komunikasi persona, seorang imigran dapat dianggap sebagai pengaturan

pengalaman-pengalaman akulturasi kedalam sejumlah pola respon

kognitif dan afektif yang dapat diidentifikasikan dan konsisten dengan

budaya pribumi atau yang secara potensial memudahkan aspek-aspek

akulturasi lainnya.
Salah satu variabel komunikasi persona terpenting dalam

akulturasi adalah kompleksitas struktur kognitif imigran dalam

mempersepsi lingkungan pribumi. Selama fase-fase awal akulturasi,

persepsi seorang imigran atas lingkungan pribuminya relatif sederhana;

persepsi imigran atas lingkungannya yang asing itu menunjukkan

stereotip-stereotip kasar. Namun, setelah imigran mengetahui budaya

pribumi lebih jauh, persepsinya menjadi lebih halus dan kompleks,

memungkinkannya menemukan banyak variasi dalam lingkungan

pribumi. Suatu variabel komunikasi persona lainnya dalam akulturasi

adalah citra diri (self image) imigran yang berkaitan dengan citra-citra

imigran tentang lingkungannya.

2.3.1.2 Komunikasi Sosial

Komunikasi persona berkaitan dengan komunikasi sosial ketika

dua atau lebih individu berinteraksi, sengaja atau tidak. “komunikasi

adalah suatu proses yang mendasari intersubjektivitas, suatu fenomena

yang menjadi sebagai akibat simbolisasi publik dan penggunaan serta

penyebaran simbol” (Ruben, 1975 : 171).melalui komunikasi sosial

individu-individu “menyetel” perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, dan

perilaku-perilaku antara yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi

sosial dapat dikategorikan lebih jauh kedalam komunikasi antarpersona

dan komunikasi masa.komunikasi antarpersona terjadi melalui hubungan-

hubungan antarpersona, sedangkan komunikasi masa adalah suatu proses

komunikasi sosial yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu


untuk berinteraksi dengan lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat

dalam hubungan-hubungan antarpersona dengan individu-individu

tertentu.

2.3.1.3 Lingkungan Komunikasi

Kondisi- kondisi lingkungan merupakan hal yang mungkin secara

signifikan mempengaruhi perkembangan sosio–budaya yang akan dicapai

imigran. Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada

komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di

daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran

sangat bergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan” komunitas

tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi

anggota-anggotanya (Taylor, 1979).

2.3.2 Potensi Akulturasi

Pola-pola akulturasi tidaklah seragam diantara individu-individu tetapi beraneka

ragam, bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum berimigrasi.

Kemiripan antar budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor

terpenting yang menunjang potensi akulturasi.

Diantara faktor-faktor karakteristik-karakteristik demografik,usia pada saat

berimigrasi dan latar belakang pendidikan terbukti berhubungan dengan potensi

akulturasi. Imigran yang lebih tua mengalami lebih banyak kesulitan dalam

menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka lebih lambat dalam
memperoleh pola-pola budaya baru (Kim, 1976). Latarbelakang pendidikan imigran

sebelum berimigrasimempermudah akulturasi (Kim, 1976, 1980).

Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi adalah faktor-faktor

kepribadian seperti suka berteman ,toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif,

keterbukaan dan sebagainya karakteristik-karakteristik kepribadian ini membantu

imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam

lingkungan yang baru. Disamping itu, pengetahuan imigran tentang budaya pribumi

sebelum berimigrasi yang siperoleh dari kunjungan yang sebelumnya, kontak-kontak

antarpesona, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akultrasi imigran.

2.3.3 Peran Komunikasi Dalam Mempermudah Akulturasi

Peran akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan, dan

menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan yang ada pada masyarakat

pribumi. Kecakapan komunikasi pribumi yang diperoleh pada gilirannya akan

mempermudah semua aspek penyesuain diri lainnya dalam masyarakat pribumi. Dan

informasi tentang komunikasi imigran memungkinkan kita meramalkan derajat dan pola

akulturasinya.

Potensi akulturasi seorang imigran sebelum berimigrasi dapat memepermudah

akulturasi ayang dialaminya dalam masyarakat pribumi. Adapun faktor-faktor yang

menentukan potensi akultrasi adalah sebagai berikut:


Proses akulturasi akan segera berlangsung saat seorang imigran memasuki

budaya pribumi. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan

kontak langsung dengam sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif-

komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi mungkin

tidak akan berjalan lurus dan mulus, tapi akan bergerak majumenuju asimilasi yang

secara hipotesis merupakan asimilasi yang sempurna.

Jika seorang imigran ingin mempertinggi kapasitas akulturatifnya dan secara

sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya

komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan

memiliki suatu kecakapan komunikasi dalam budaya pribumi, kecakapan kognitif,

afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.

Karena proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan menarik”

antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Maka imigran tak akan pernah

mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian. Tapi anggota-anggota masyarakat pribumi

dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli

imigran, dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung kepada

imigran, dan dengan menyediakan diri secara sabar untuk berkomunikasi antarbudaya

dengan imigran. masyarakat pribumi dapat lebih aktif membantu akulturasi imigran

dengan mengadakan program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program

latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh kecakapan komunikasi.


2.3.4 Komunikasi Antar Budaya dan Akulturasi

Jika seseorang memasuki alam kebudayaan baru, timbul memacam kegelisahan

dalam dirinya. Kecenderungan dalam menghadapi sesuatu yang baru ini bersifat alami

dan normal. Tetapi perasaan itu dapat mengarah pada rasa takut, tidak percaya diri,

tekanan dan frustasi. Apabila hal demikian terjadi pada seseorang, maka dikatakan ia

sedang mengalami “culture shock”, yakni masa khusus transisi serta perasaan-perasaan

unik yang timbul dalam diri orang setelah ia memasuki suatu kebudayaan baru.

Orang yang mengalami fenomena “culture shock” ini akan merasakan gejala-

gejala fisik seperti pusing, sakit perut, tidak bisa tidur, ketakutan yang berlebihan

terhadap hal yang kurang bersih dan kurang sehat, tidak berdaya dan menarik diri, takut

ditipu, dirampok, dilukai, melamun, kesepian, disorientasi dll.(Dodd, 1982:97-98).

Karena sifatnya yang cenderung disorientasi, “culture shock”, menghambat KAB yang

efektif.

2.4 Tinjauan tentang Nilai-Nilai Budaya

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam

suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu

kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang

dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang

akan terjadi atau sedang terjadi.2

Sedangkan menurut Anand Krisna nilai – nilai budaya adalah Perekat yang sangat
kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa. Hal ini disadari betul oleh para

2
http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai-nilai_budaya
founding fathers bangsa kita, maka mereka membangun negara diatas landasan
kebudayaan.3

Menurut Bapak Pangeran Djatikusumah pengertian Nilai-nilai budaya adalah


Nilai budaya bersifat abstrak, namun memiliki nilai spiritual berdasarkan Sang
Hyang Siksa Kanda’Ng Karesian (SSKK) nilai idealistic itu erat kaitannya dengan
pandangan kehidupan.

2.5 Tinjauan tentang Mahasiswa

Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan.

Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar.

Pengertian mahasiswa tidak bisa diartikan kata per kata. Mahasiswa juga bukanlah hanya

sekedar orang yang belajar di perguruan tinggi. Tapi pengertian mahasiswa lebih dari itu.

Mahasiswa adalah seorang “agent of change”. Seorang agen pembawa perubahan.

Menjadi seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh

bangsa ini.

Masyarakat awam melihat mahasiswa sebagai tempat dimana harapan

akan suatu perubahan mereka gantungkan. Secara garis besar, setidaknya ada 3

peranan mahasiwa, yaitu : peranan moral, sosial dan intelektual. Yang pertama

peranan moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan

bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung

jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk dapat

menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang

hidup dalam masyarakat. Kedua adalah peranan sosial.

3
http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-
budaya&catid=15&Itemid=56
Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan social,

yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk

dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Yang terakhir adalah peranan intelektual. Mahasiswa sebagai mahluk yang

digadang-gadang sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut

dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar

mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan

yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki.

Peranan mahasiwa dalam kaitannya untuk mewujudkan kehidupan bangsa

Indonesia yang lebih baik, bangsa ini tidak akan pernah mempunyai harapan bila

para pemudanya, khususnya mahasiswa, hanya pandai berbicara “Indonesia bisa

berubah”, “ Kami bisa merubah Indonesia”, atau “ Indonesia masih punya

harapan “, tanpa pernah melakukan tindakan nyata, tanpa pernah memberikan

kontribusi nyata untuk Indonesia yang lebih baik. Karena segala janji dan ikrar

takkan pernah berarti apa-apa tanpa diiringi dengan tindakan nyata. Untuk itu,

setiap mahasiswa harus bersinergi, berfikir kritis dan bertindak konkret, untuk

secara bersama-sama menjadi pelopor dalam pembaharuan kehidupan bangsa.

Seorang mahasiswa tidak pernah salah. Ketika apa yang ia bicarakan

benar maka berati ia hebat. Tetapi ketika apa yang ia bicarakan adalah maka itu

karena ia sedang belajar. Jadi penting bagi kita semua bahwa sebagai mahasiswa

kita tidak boleh takut untuk terus belajar. Belajar tidak hanya didapat di bangku
perkuliahan. Belajar berorganisasi dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya

dapat meningkatkan pemahaman kita tentang kehidupan yang sebenarnya.

Untuk mewujudkan semua itu, setidaknya ada 3 hal penting yang harus

diperhatikan bagi seorang mahasiswa yang menjadi seorang aktivis sosial, yaitu:

1. kita tidak boleh melupakan tugas utama kita sebagai mahasiswa yang harus

bertanggung jawab atas keilmuan dan kompetensi diri

2. kita juga tidak boleh melupakan tanggung jawab kita terhadap kedua orang

tua sebagai seorang anak dimana setiap orang tua pastilah menginginkan

anaknya untuk sukses dan dapat menjadi kebanggaan bagi mereka.

3. semua dilakukan secara seimbang, sesuai dengan porsinya masing-masing.

Artinya kita dapat menyeimbangkan semua kewajiban kita sebagai seorang

anak, seorang mahasiswa, seorang aktivis, dan lain sebagainya.

Demikianlah, dapat jelas terlihat bahwa peranan mahasiswa sebagai agen

perubahan bukanlah sekedar jargon bukan pula hanya sebuah slogan tetapi hal ini

harus dijadikan sebagai pemicu untuk dapat direalisasikan ke dalam kehidupan

nyata.
2.6 Tinjauan tentang Pendatang (Imigran)

Imigrasi adalah perpindahan orang dari suatu negara-bangsa (nation-state)

ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada

perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran4

Migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi

internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain,

migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah

(negara) ke daerah (negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan

terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan

yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang

diharapkan(expected income).5

2.6.1 Faktor Pendorong & Penarik Migrasi

Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan

seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor

penarik (pull factor). 6

4
http://id.wikipedia.org/wiki/Imigrasi
5
http://id.wikipedia.org/wiki/Migrasi_manusia
6
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/900/900/1/3/
Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

a. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung

lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan

bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari

pertanian.

b. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian

di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

c. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu

hak asasi penduduk di daerah asal.

d. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.

e. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau

panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:

Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.

a. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

b. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim,

perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

c. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat

kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di

kota besar.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu

dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di sekitarnya. Pada

kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri

dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah

perkembangan teknologi.

Seperti yang Young Yun Kim paparkan dalam buku Komunikasi Antarbudaya

karya Deddy Mulyana, Manusia adalah makluk sosio-budaya yang memperoleh

perilakunya lewat belajar. Apa yang kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh

kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi

merupakan aspek yang sangat penting dan paling mendasar. Kita belajar dari banyak hal

lewat respons-respons komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan. Kita harus

menyandi dan menyandi balik pesan-pesan dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut

akan dikenali, diterima, dan direspons oleh individu-individu yang berinteraksi berfungsi

sebagai alat untuk menafsirkan lingkungan fisik dan sosial kita.


Komunikasi merupakan alat utama kita untuk memanfaatkan berbagai sumber

daya lingkungan dalam pelayanan kemanusiaan. Lewat komunikasi kita menyesuaikan

diri dan hubungan dengan lingkungan kita, serta mendapatkan keanggotaan dan rasa

memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang mempengaruhi kita.

Komunikasi adalah pembawa proses sosial. Ia adalah alat yang manusia untuk
mengatur, menstabilkan, dan memodifikasi kehidupan sosialnya.... Proses sosial
bergantung pada penghimpunan, pertukaran, dan penyampaian pengetahuan. Pada
gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi (peterson, jensen, dan rivers,
1965: 16).
Dalam konteks yang luas ini, kita dapat merumuskan budaya sebagai paduan

pola-pola yang merefleksikan respons-respons komunikatif terhadap rangsangan dari

lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan elemen-elemen yang

sama dalam perilaku komunikasi individu yang dilakukan mereka yang lahir dan diasuh

dalam budaya itu. Le Vine (1973) menyatakan fikiran ini ketika mendefinisikan budaya

sebagai perangkat aturan terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan individu-

individu dalam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka berfikir

tentang diri mereka dan lingkungan mereka.

Kebiasaan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-

cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara

kita berasal dari daerah lain tentunya kita memerlukan proses penyesuaian terhadap

kebudayaan yang baru, dalam arti ini kita mempelajari kebudayaan yang baru tersebut

tanpa mengilangkan kebudayaan kita yang lama hal tersebut yang biasa di sebut dengan

akulturasi.
Menurut Young Yun Kim dalam buku Komunikasi Antar Budaya, Akulturasi
merupakan “ suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri
dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah pada
asimilasi”.(Mulyana dan Rachmat, 2006 : 139)

Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang imigran. Akulturasi

terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang

signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi

lewat komunikasi seorang imigran memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat

komunikasi seorang imigran. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui

dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Dan itu dilakukan lewat proses

komunikasi.

Thomas Glick (1997) akulturasi adalah proses pergantian budaya yang di set
dalam gerakan dari pertemuan sistem budaya yang autonom. Menghasilkan
sebuah peningkatan persamaan antara satu dengan yang lainnya.

Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam american


antropologist (1936) akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok
budaya dari individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari
keberlanjutan perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli
kebudayaan dari kedua kelompok tersebut.1

Dalam proses komunikasi pastinya mendasari proses akulturasi seorang imigran.

Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat

pribumi yang signifikan. Sebagaimana orang-orang pribumi memperoleh pola-pola

budaya pribumi lewat komunikasi seorang imigran pun memperoleh pola-pola budaya

pribumi lewat komunikasi. Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui

dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain.Dan itu dilakukannya lewat

komunikasi. Proses trial and error selama akulturasi sering mengecewakan dan

1
http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html
Diposkan oleh Blackfishboy [Muhadi] di Jumat, Desember 26, 2008
menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran sangat berbeda dengan bahasa

asli masyarakat pribumi.

Sebuah suasana yang baru serta tempat yang baru dapat menjadi faktor utama

yang memicu seorang imigran untuk melakukan sebuah proses akulturasi, dengan

karakteristik masyarakat yang baru seorang imigran dituntut untuk dapat menyesuaikan

diri dengan keadaan yang baru, yang di dalamnya terdapat sebuah peraturan di dalam

masyarakat tersebut selain itu juga seorang imigran harus bisa menyesuaikan dirinya

dengan sistem religi dan upacara keagamaan, bahasa, serta kesenian yang baru.

Sebuah akulturasi dapat berjalan dengan baik apabila faktor lingkungan di mana

seorang imigran berada dapat menuntun serta membuat seorang imigran tersebut

merasakan sebuah suasana kekeluargaan yang sangat kuat, karena dengan demikian

seseorang imigran dapat dengan mudah melakukan akulturasi dengan sebuah kebudayaan

yang baru. Sebuah sistim atau peraturan yang baru yang berada di dalam sebuah tempat

baru ditemukan oleh seseorang tidaklah mudah untuk diterima tanpa adanya sebuah

proses komunikasi yang baik.

Dengan komunikasi yang baik antara sesama manusia kita bisa dapat memahami

sebuah pesan yang akan di sampaikan kepada kita, Komunikasi Antar Budaya sangatlah

penting di lakukan oleh setiap orang karena dengan komunikasi antar budaya kita dapat

belajar tentang sejarah diri kita, seperti kenapa saya di lahirkan dengan dua kebudayaan

yang berbeda? kenapa saya memiliki warna kulit yang berbeda dengan rekan-rekan

saya? dan kenapa rambut saya berbeda? Tentu nya hal tersebut pernah terbesit di dalam

hati kita,akan tetapi semua perbedaan tersebut adalah kehendak Tuhan.


Tuhan mempunyai rancangan yang indah untuk setiap pribadi-pribadi yang mau

percaya kepada-Nya. Dengan perbedaan kebudayaan tersebut tugas kita adalah kita

mempunyai tanggung jawab untuk melestarikan kebudayaan yang telah di wariskan oleh

leluhur kita seperti “sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi

kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencarian hidup

serta sistem teknologi dan peralatan”.(Koentjaraningrat, 1985: 2) Ketujuh sistem tersebut

merupakan isi dari sebuah kebudayaan yang telah di wariskan oleh leluhur kepada kita

melalui cinta kasihnya.

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan,

untuk melakukan sebuah interaksi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang

lainnya tentunya memerlukan sebuah cara, cara tersebut dapat dilakukan dengan

berkomunikasi.

Menurut Stewart (1974) Komunikasi antar budaya adalah “komunikasi yang


terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma,
adat istiadat dan kebiasaan”.2

Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara

orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan

sosio ekonomi). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh

sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana

menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.

2
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari

berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. 3

Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi


tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.

Sedangkan menurut Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa dalam buku Dasar-
dasar Komunikasi Antar Budaya, mengatakan bahwa “komunikasi antarbudaya
adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing
perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai
kelompok”. (Liliweri, 2007 : 11 )

Kebudayaan adalah sesuatu yang sangat penting karena dengan kebudayaan kita

bisa mengenal jati diri kita sebagai bangsa Indonesia,seiring dengan perkembangan

zaman bangsa Indonesia di hadapkan dengan perkembangan arus globalisasi yang begitu

pesat,oleh karena itu kita memerlukan sebuah filter yang nanti nya filter tersebut dapat

menuntun kita untuk selalu mengingat Kebudayaan asli yang telah di wariskan leluhur

kita.

Menurut Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa “komunikasi antarbudaya


terjadi di antara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang
kebudayaannya berbeda”. (Samovar dan Porter,1976:4)

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki

keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan

di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak

dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang

menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.

3
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_antarbudaya
Menurut Bapak Pangeran Djatikusumah “ tidak ada satu masyarakat pun yang
tidak memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah sebuah karakteristik yang
mempunyai nilai-nilai tersendiri yang dimiliki oleh setiap bangsa atau suku
bangsa yang memiliki sebuah keunikan dalam hal ini tergantung dari pada
keadaan lingkungan, komunitas yang membina dan menempa komunitas tersebut
untuk berbuat sesuatu, menciptakan sesuatu yang diangap indah yang kemudian
di nilai ”.

Untuk memahami sebuah kebudayaan kita harus dapat mengerti serta memahai

sebuah pesan yang di sampaikan melalui sebuah proses komunikasi. Salah satu perspektif

komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah

mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Dalam kenyataan sosial di

sebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak

berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif

sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya.

Nilai – nilai kebudayaan sunda merupakan sebuah sistem yang mengatur setiap

masyarakat sunda untuk selalu berpegang teguh pada adat istiadatnya, karena dengan

Nilai – nilai kebudayaan itu masyarakat sunda dapat menunjukan jati dirinya

kepadakepada masyarakat dari daerah lain serta dapat mengenalkan tata cara adat

istiadatnya sebagai wujud pelestarian budaya sunda di Indonesia.

Memurut Bapak Pangeran Djatikusumah “inti dari Nilai – nilai kebudayaan Sunda
adalah Budaya Spiritual, karena dengan budaya spiritual akan lahir yang namanya
kesenian, bahasa, tata cara adat istiadat melalui sebuah proses penghayatan
kepada Tuhan yang Maha Esa”.

Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan

tercapai bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya mengambarkan upaya yang sadar dari

para peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan

komunikan,menciptakan dan mempengaruhi sebuah manajemen komunikasi yang efektif,


lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya mengurangi

konflik di dalam masyarakat.

Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan

terlihat pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang

kemudian mempunyai ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda

merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di

Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain.

Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki

baik dari segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.

Manusia adalah mahkluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat

belajar.apa yang kita pelajari pada umumnya di pengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial

dan budaya.dari semua aspek belajar manusia kita belajar banyak dari respon-respon

komunikasi terhadap rangsangan dari lingkungan.

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup, Manusia belajar berpikir, merasa,

mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa,

persahabatan, kebiasaan makan, praktik komuniukasi, kegiatan ekonomi dan politik

semua nya itu berdasarkan pola-pola budaya.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. secara formal budaya

didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,

makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-
objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi

melalui usaha individu dan kelompok.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh

sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari

banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,

merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi

dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,

membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,

dan luas.4 Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur

sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Budaya menampakan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk

kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan

penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam

suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan

teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.

Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya

menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi

pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisi untuk mengirim,
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita

sangat bergantung pada budaya tempat kita di besarkan. Konsekuensinya, budaya

merupakan landasan komunikasi. Bila komunikasi beraneka ragam, maka beraneka

ragam pula praktik-praktik komunikasi.

Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial

mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka.Kebiasaan-

kebiasaan,praktik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang di

wariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Hal

tersebut dapat dilakukan jikalau antar pribadi yang berbeda budaya tersebut mampu

melakukan proses komunikasi antar budaya dengan baik.

Menurut Andrea L Rich dan Dennis M Ogawa dalam buku Larry A.Samovar dan
Richard E Poters Intercultural Communication,A Reader-Komunikasi
Antarbudaya adalah “Komunikasi antara orang-orang yang berbeda
kebudayaan,misalnya antar suku bangsa,etnik dan ras,antar kelas sosial”.(Liliweri,
2007 : 10)

Komunikasi yang dilakukan oleh seorang imigran dengan masyarakat asli akan

berjalan dengan baik jika diawali dengan sebuah komunikasi yang efektif yang tentunya

kaum imigran harus bisa menyesuaikan diri dengan bahasa asli dari masyarakat setempat

dengan demikian dapat terjadi feedback atau umpan balik yang baik serta mengurangi

dampak noise atau gangguan dari sebuah proses penyampaian pesan.


Menurut Bapak Pangeran Djatikusumah pengertian Sunda terdiri dari 3 bagian
yaitu : Sunda Etnis, Sunda Filosofis dan Sunda Geografis. Sunda Etnis adalah
yang terdapat di pulau jawa bagian barat yang kemudian disebut dengan jawa
barat atau disebut juga dengan Pasundan karena disitulah tinggal etnis-etnis
sunda, sunda filosofis mempunyai arti indah, putih, cemerlang dan bersinar.
Bersinar disini mempunyai arti sebuah karaktersitik dari pengertian sunda
sementara sunda Geografis adalah Sunda besar dan Sunda kecil yaitu Indonesia.

Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang

menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas

Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita. Jalinan

hubungan antara individu- individu dalam masyarakat suku Sunda dalam kehidupan

sehari- hari berjalan relatif positif.

Menurut pangeran Djatisumah masyarakat Sunda mempunyai sifat someah hade

ka semah yang arti nya Ramah terhadap tamu. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak

pernah surut berada ke Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke tanah airnya.

Lebih jauh lagi, banyak sekali sektor kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang.

Ini juga sebuah fakta yang menunjukkan bahwa orang Sunda mempunyai sifat ramah dan

baik hati kepada kaum pendatang dan tamu. Di akui juga oleh etnik lainnya di negeri ini

bahwa sebagian besar masyarakat Sunda memang telah menjalin hubungan yang

harmonis dan bermakna dengan kaum pendatang dan mukimin. Hal ini ditandai oleh

hubungan mendalam penuh empati dan persahabatan Tidaklah mengherankan bahwa

persahabatan, saling pengertian, dan bahkan persaudaraan kerap terjadi dalam kehidupan

sehari-hari antara warga Sunda dan kaum pendatang.

Hubungan orang Sunda dengan kaum pendatang dari berbagai etnik dalam

konteks apa pun-keseharian, pendidikan, bisnis, politik, dan sebagainya-dilakukan


melalui komunikasi yang efektif.Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa

kesalahpahaman dan konflik antarbudaya antara masyarakat Sunda dan kaum pendatang

kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Yang menjadi penyebab utamanya adalah

komunikasi dari posisi-posisi yang terpolarisasikan, yakni ketidakmampuan untuk

memercayai atau secara serius menganggap pandangan sendiri salah dan pendapat orang

lainbenar.

Perkenalan pribadi, pembicaraan dari hati ke hati, gaya dan ragam bahasa

(termasuk logat bicara), cara bicara (paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara

menyapa, cara duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut memengaruhi

berhasil tidaknya komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda. Pada akhirnya, di balik

kearifan, sifat ramah, dan baik hati orang Sunda, sebenarnya masih sangat kental

sehingga hal ini menjadi penunjang di dalam terjalinnya sistem interaksi yang berjalan

harmonis.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang

Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda (Studi Deskriptif Tentang

Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya

Sunda)?”
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikasi masalah adalah langkah selanjutnya dalam penelitian untuk merinci

secara jelas dan tegas pertanyaan rumusan masalah yang masih bersifat umum sehingga

identifikasi masalah merupakan alur pikir untuk merinci rumusan masalah yang masih

luas dan umum agar menjadi bagian yang terdiri dari bagian-bagian yang spesifik dimana

selanjutnya penelitian bisa dilakukan secara nyata dan konkrit. Adapun identifikasi

masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai

Budaya Sunda?

2. Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya

Sunda?

3. Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai

Budaya Sunda?

4. Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya

Sunda?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang :

“Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda” dari

mulai pelaksanaan kegiatan, pesan apa saja yang di sampaikan dengan proses komunikasi yang

dilakukan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-

nilai Budaya Sunda.

2. Untuk Mengetahui Motivasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai

Budaya Sunda.

3. Untuk Mengetahui Lingkungan Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai

Budaya Sunda.

4. Untuk Mengetahui Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota Bandung Pada Nilai-nilai

Budaya Sunda.

1.4 KEGUNAAN TEORITIS

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Pada penelitian ini memiliki kegunaan diantaranya berguna secara teoritis,

semoga dapat memberikan dan bermanfaat sebagai bentuk upaya dalam pengembangan
ilmu yang diperoleh oleh peneliti secara teoritis selama dibangku akademik. khususnya

ilmu komunikasi secara umum yaitu, tentang “Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di

Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda (Studi Deskriptif tentang Mahasiswa

Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda)”

1.4.2 Kegunaan Praktis

Adapun hasil penelitian ini secara praktis, diharapkan bisa memberikan suatu

masukan atau referensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi pertimbangan.

dan kegunaan secara praktis pada penelitian ini sebagai berikut:

1.4.2.1 Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan referensi sebuah pengetahuan dan pengalaman serta

penerapan ilmu yang diperoleh selama studi yang diterima oleh peneliti adalah secara

teori. Dalam hal ini khususnya mengenai “Akulturasi Mahasiswa Pendatang Di Kota

Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda (Studi Deskriptif tentang Mahasiswa

Pendatang di Kota Bandung Pada Nilai-nilai Budaya Sunda)”

1.4.2.2 Bagi Akademik

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa UNIKOM secara

umum. yang dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi tambahan terutama bagi

peneliti selanjutnya, yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama..
1.4.2.3 Bagi Masyarakat (Mahasiswa Pendatang)

Semoga karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi serta saran bagi

setiap mahasiswa pendatang yang ingin menuntut ilmu di kota Bandung selain itu

diharapkan dapat dengan mudah dapat mengenal serta mempelajari nilai-nilai budaya

sunda serta dapat memotivasi masyarakat khususnya mahasiswa pendatang untuk tetap

melestarikan kebudayaan sebagai jati diri bangsa.

1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

1.5.1 Kerangka Teoritis

Penelitian ini mengunakan Akulturasi, dimana akulturasi merupakan sebuah

istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat)

kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu.5Menurut Andamari akulturasi

merupakan “proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu

kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing,

sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu”6

Robert Redfield, Ralph Linton dan Melville Herskovits dalam american

antropologist (1936) akulturasi merupakan sebuah hasil ketika dua kelompok budaya dari

individu-individu saling bertukar perbedaan budaya, timbul dari keberlanjutan

5
http://anthoine.multiply.com/journal/item/68/AKULTURASI
6
http://andamari.wordpress.com/2009/06/12/alkulturasi-dalam-arsitektur-aula-barat-itb/
perjumpaan pertama. Dimana terjadi perubahan dari pola asli kebudayaan dari kedua

kelompok tersebut.

Dengan adanya proses alkulturasi yang terjadi di dalam mahasiswa pendatang

diharapkan dapat membantu mereka menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kebudayaan

yang baru. Menurut Anand Krishna Nilai-Nilai Budaya adalah Perekat yang sangat kuat

untuk mempersatukan suatu Bangsa7.

Menurut Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat. 20068. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya Akulturasi di dalam diri seseorang, yaitu :

1. Kepribadian

Proses akulturasi merupakan kerangka dari konsep Sullivan

mengenai perkembangan kepribadian. Sullivan

mengemukakan suatu pandangan yang lebih bersifat

psikologi-sosial tentang perkembangan kepribadian yaitu

suatu pandangan dimana pengaruh-pengaruh yang unik dari

hubungan-hubungan manusia diberi peran yang semestinya,

yang menempatkan faktor sosial menentukan

perkembangan psikologis.

7
http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilai-
budaya&catid=15&Itemid=56
8
http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html

Diposkan oleh Blackfishboy [Muhadi] di Jumat, Desember 26, 2008


Sullivan tidak menolak faktor-faktor fisiologis sebagai hal

yang menentukan perkembangan kepribadian, sebab ia

berpendapat bahwa kadang-kadang pengaruh-pengaruh

sosial yang berlawanan dengan kebutuhan fisiologis

seseorang bisa menyebabkan pengaruh yang merugikan

kepribadiannya.

Tema sentral teori Sullivan berkisar pada ansietas dan

menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk

kepribadian. Sullivan mengemukakan bahwa setiap pribadi

membutuhkan adanya hubungan antar pribadi. Hubungan

antar pribadi ini merupakan sumber perkembangan pribadi.

Maka, salah satu ciri dari kepribadian yang sehat adalah

kemampuannya untuk menjalin hubungan antar pribadi.

Ciri lainnya yaitu kemampuan untuk mengadakan

personifikasi diri secara tepat yang dibangun atas dasar

relasi-relasi antar pribadi.9

Tingkah laku manusia dianalisis ke dalam tiga aspek atau

fungsi,yaitu:

Aspek Kognitif (pengetahuan), yaitu pemikiran, ingatan,

hayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan,

dan pengindraan. Fungsi aspek kognitif adalah

menunjukkan jalanAspek Afektif, yaitu kejiwaan yang


9
http://stikunsap.forumotion.net/t5-teori-perkembangan-kepribadian-sullivan
berhubungan dengan kehidupan alam perasaan atau emosi,

sedangkan hasrat, kehendak, kemauan, keinginan,

kebutuhan, dorongan, dan element motivasi lainnya disebut

aspek konatif atau psiko-motorik (kecenderungan atau niat

tindak) yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif.

Kedua aspek tersebut sering disebut aspek finalis yang

berfungsi sebagai energi atau tenaga mental yang

menyebabkan manusia bertingkah laku.

Aspek Motorik, yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah

laku manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmani

lainnya.

2. Motivasi

Menurut Herzberg dalam teori Motivasi “Model Dua

Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor

hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional

adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya

intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang,

sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau

pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik


yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan

perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.10

3. Lingkungan

Kondisi- kondisi lingkungan merupakan hal yang

mungkin secara signifikan mempengaruhi perkembangan

sosio–budaya yang akan dicapai imigran. Suatu kondisi

lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan

akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di

daerah setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas

perilaku imigran sangat bergantung pada derajat

“kelengkapan kelembagaan” komunitas tersebut dan

kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi

anggota-anggotanya (Taylor, 1979). 11

Di dalam bersosialisasi tentunya kita akan menemukan

beranekaragam lingkungan sosial yang nantinya di

lingkungan sosial yang baru tersebut kita di tuntut untuk

dapat sosialisasi dengan kebudayaan yang baru.

Lingkungan sosial adalah Lingkungan hidup dan

pembangunan secara konsep berbeda namun keduanya

saling mengkait dan memberikan makna penting bagi

10
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/
11
http://blackfishboy.blogspot.com/2008/12/akulturasi-dan-komunikasi.html
manusia.12 lingkungan antar manusia yang meliputi: pola-

pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang

berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang

ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola

hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di

dalamnya); dan oleh tingkat rasa integrasi mereka yang

berada di dalamnya.

Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri

dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan organisasi

sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan

perilakunya yang terdapat dalam lingkungan spasial

tertentu. Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti

keberadaan manusia di muka bumi. Ini berarti bahwa

lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk

manusia atau homo sapiens ini ada atau diciptakan.

Lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan

dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia

terhadap lingkungannya.13

Manusia lebih mengandalkan kemampuan adaptasi

kulturalnya dibandingkan dengan kemampuan adaptasi

biologis (fisiologis maupun morfologis) yang dimilikinya

12
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091013042925AAZixIl
13
http://www.scribd.com/doc/22738648/Lingkungan-Sosial-Budaya
seperti organisme lain dalam melakukan interaksi dengan

lingkungan hidup. Karena Lingkungan hidup yang

dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan

manusia, maka yang dimaksud dengan lingkungan hidup

adalah lingkungan hidup manusia.

1.5.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teoritis yang sudah dipaparkan diatas, maka

tergambar beberapa konsep yang akan dijadikan sebagai acuan peneliti dalam

mengaplikasikan penelitian ini.

Kebudayaan adalah simbol dari setiap bangsa. Di dalam kebudayaan kita

dapat menemukan akulturasi, Akulturasi dapat membantu setiap masyarakat

khususnya mahasiswa pendatang untuk dapat menyesuaikan diri dengan nilai-

nilai kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan kebudayaan asalnya.

Berdasarkan dari kerangka pemikiran teoritis, berikaut beberapa poin yang

peneliti anggap penting dalam penelitian ini:

1. Kepribadian

Kepribadian adalah faktor kunci seorang imigran di dalam proses

akulturasi, di dalam lingkungan yang baru masyarakat dapat menerima

kaum imigran apabila memiliki kepribadian yang baik seperti suka

berteman ,toleransi, mau mengambil resiko, keluesan kognitif,

keterbukaan dan sebagainya karakteristik-karakteristik kepribadian ini


membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya

yang memudahkan dalam lingkungan yang baru.

Di dalam hal aspek kognitif di dalam diri Mahasiswa Pendatang sangat

berperan penting karena dengan pengetahuan seorang mahasiswa

dapat dengan mudah menganal serta mempelajari sebuah ideologi

yang baru karena dengan aspek kognitif mahasiswa pendatang dapat

diarahkan serta mengendalikan tingkahlaku mereka di dalam sebuah

lingkungan yang baru.

Aspek afektif menjadi faktor pendorong seorang mahasiswa pendatang

di dalam mengendalikan perasaan atau emosi, dengan aspek tersebut

seorang mahasiswa pendatang dapat mengontrol mental mereka

terhadap sebuah tantangan untuk dapat mampu bersosialisasi di dalam

kehidupan yang baru.

Sedangkan Aspek Motorik, dapat membantu seorang mahasiswa di

dalam melaksana sebuah kegiatan yang bersifat jasmani di dalam

kehidupan sehari-hari di dalam mengenal kebudayaan sunda.

2. Motivasi

Motivasi yang kuat untuk terus maju dan berkembang yang

dimiliki oleh mahasiswa pendatang di kota Bandung dapat menjadikan

mahasiswa tersebut mengalami sebuah proses akulturasi yang sangat

cepat. Dengan motivasi yang kuat dapat menuntun seorang mahasiswa

pendatang mampu belajar untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan, Motivasi dari dalam diri mahasiswa pendatang dapat


membantu mereka mengenal nilai-nilai budaya sunda. Motivasi dari

dalam diri kaum imigran serta dari luar dapat merangsang seorang

kaum imigran untuk memacu dirinya untuk dapat tumbuh dan

berkembang di dalam sebuah daerah yang baru.

3. Lingkungan

Proses akulturasi adalah suatu proses interaktif ”mendorong dan

menarik” antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Maka

imigran tak akan pernah mendapatkan tujuan akulturatifnya sendirian.

Tapi anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah

akulturasi imigran dengan menerima pelaziman budaya asli imigran,

dengan memberikan situasi-situasi komunikasi yang mendukung

kepada imigran, dan dengan menyediakan diri secara sabar untuk

berkomunikasi antarbudaya dengan imigran. masyarakat pribumi dapat

lebih aktif membantu akulturasi imigran dengan mengadakan

program-program latihan komunikasi. Dan nantinya segala program

latihan tersebut harus membantu imigran dalam memperoleh

kecakapan komunikasi

Proses akulturasi membuat mahasiswa pendatang harus bisa

menyesuaikan dirinya dengan adat dan tata cara lingkungan sosial

orang Sunda, salah satu karakteristiknya yang terkenal adalah lembut,

tidak ngotot dan tidak keras. Karakteristik tersebut yang membuat

masyarakat imigran khususnya mahasiswa pendatang dapat dengan


mudah bersosialisai dengan masyarakat sunda, sikap lembut dan

bersahabat membuat rasa kekeluargaan yang sangat erat dan bisa

langsung di rasakan oleh seseorang yang baru saja tiba tanah Sunda.

1.6 PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan penelitian ini di ajukan sebagai upaya dalam perolehan informasi yang

lebih jelas, di dalam penelitian ini informan di bagi menjadi 2 bagian yaitu pertanyaan

yang di tujukan untuk informan kunci dan informan tambahan dan pertanyaan adalah:

1.6.1 pertanyaan penelitian untuk Informan Kunci sebagai berikut :

1. Bagaimana Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Bagaimana menurut pendapat anda tentang kepribadian mahasiswa

pendatang?

b. Bagaimanakah menurut anda cara pandang Masyarakat Sunda terhadap

Mahasiswa Imigran yang mau belajar Nilai-nilai Budaya Spiritual?

2. Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Menurut pendapat anda Motivasi seperti apakah yang mendorong masyarakat

sunda di dalam mengenalkan kebudayaannya kepada mahasiswa pendatang?

3. Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Bagaimanakah menurut Bapak lingkungan kebudayaan masyarakat sunda

terhadap mahasiswa pendatang?


4. Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

a. Bagaimanakah menurut pendapat anda tentang mahasiswa pendatang yang

mau mempelajari Nilai-nilai budaya sunda?

1.6.2 Pertanyaan penelitian untuk Informan tambahan, adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Kepribadian Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung.

1. Apakah yang anda amati saat pertama kali bertemu dengan masyarakat pribumi?

2. Bagaimana anda memperkenalkan diri anda di depan orang yang baru anda kenal?

3. Karakter seperti apa yang berusaha anda tunjukan di dalam kehidupan sehari-

hari?

4. Apakah yang menjadi hambatan anda di dalam membentuk kepribadiaan di

lingkungan saat ini?

b. Bagaimana Motivasi Mahasiswa Pendatang di kota Bandung.

1. Bagaimana anda memotivasi diri anda untuk dapat belajar nilai-nilai budaya

sunda?

2. Bagaimana solusi anda di dalam menghadapi hambatan-hambatan di dalam

mempelajari kebudayaan Sunda?

3. Apakah yang menjadi stimulus atau rangsangan anda di dalam belajar kebudayaan

sunda?

c. Bagaimana Lingkungan Mahasiswa Pendatang di kota Bandung.

1. Apakah suasana lingkungan di tempat tinggal anda dapat membantu anda di

dalam mengenal budaya sunda?

2. Bagaimanakah anda menyesuaikan diri dengan peraturan di lingkungan anda

berada?
3. Bagaimanakah Karakteristik masyarakat sunda yang anda temui di lingkungan

anda?

4. Bagaimanakah lingkungan anda mempengaruhi anda di dalam melakukan

sosialisasi?

d. Bagaimana Akulturasi Mahasiswa Pendatang di Kota Bandung

1. Bagaimana rasanya saat pertamakali anda merasakan kebudayaan sunda?

2. Apa saja yang anda peroleh dari kebudayaan sunda?

3. Sejauhmanakah anda dapat menerima kebudayaan sunda?

1.7 SUBJEK PENELITIAN DAN INFORMAN

1.7.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian atau responden adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai

sampel dalam sebuah penelitian. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan Subjek

penelitian di dalam penelitian ini terdiri dari mahasiswa pendatang dari berberapa

Universitas di kota bandung.

1.7.2 Informan Penelitian

Informan adalah seseorang yang mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi

latar penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian

(Moleong : 90).

Informan kunci penelitian ini berjumlah 1 orang yaitu seorang Pini sepuh Bpk

Pangeran Djatikusumah, beliau adalah seorang sesepuh Buhun Sunda Wiwitan Serta 4

orang diantaranya adalah informan tambahan yaitu Mahasiswa Pendatang di Kota

Bandung yang berdomisili diluar kota Bandung, dapat dilihat di tabel di bawah ini :
Tabel 1.1

Informan Kunci

No Nama Status Domisili

1. P.Djatikusumah Pini Sepuh Sunda Kuningan

Sumber : analisis penelitian, 2011

Tabel 1.2

Informan Tambahan

No Nama Status Domisili

1. Bambang Handoko Mahasiswa UNPAS Solo

2. Freon Alkapon Mahasiswa ITENAS Papua

3. Irvan Aji Pratama Mahasiswa ITB Riau

4. Rocky Duces Mahasiswa NURTANIO Jakarta

Sumber : analisis penelitian, 2011

Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dimana

informan dijadikan sumber informasi yang mengetahui tentang masalah penelitian yang

sedang diteliti oleh peneliti, dengan pertimbangan bahwa merekalah yang paling

mengetahui informasi yang akan diteliti. Selanjutnya guna mengatasi kemelencengan

dalam pengumpulan data maka dilakukan triangulasi informasi baik dari segi sumber data

maupun triangulasi metode.


Data yang dikumpulkan diperiksa kembali bersama-sama dengan informan.

Langkah ini memungkinkan dilihat kembali akan kebenaran informasi yang

dikumpulkan. Selain itu, juga dilakukan cross check data kepada narasumber lain yang

dianggap paham terhadap masalah yang diteliti.sedangkan triangulasi metode dilakukan

untuk mencocokan informasi yang diperoleh dari satu teknik pengumpulan data

(wawancara mendalam) dengan teknik yang lainnya (observasi partisipatif).

1.8 METODE PENELITIAN

Penelitian ini melakukan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, menurut

Bodgan dan Taylor (Moleong,2000:3) menyatakan bahwa pendekatan kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Paradigma ini juga memungkinkan untuk dilakukan interpretasi secara kualitatif

atas data-data penelitian yang telah di peroleh.sehingga pengertian umum mengenai

penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskriptifkan dan

menginterpretasikan sesuatu,misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang

berkembang, proses yang sedang berlangsung.akibat atau efek yang terjadi, atau tentang

kecenderungan yang tengah berlangsung.

Menurut Jalaludin Rachmat metode penelitian deskriptif seperti telah diuraikan di

muka-hanyalah memaparkan situasi dan peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau

menjelaskan hubungan,tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.


1.9 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Observasi

Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan

secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-

gejala dalam objek penelitian.14

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses

terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya.

Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek

selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap

relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.

Pada pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui salah satunya

dengan observasi dengan melihat dan mengamati individu-individu atau kelompok

yang menjadi informan pada penelitian ini. diantaranya melihat dan mengamati gaya

komunikasi yang mereka lakukan dengan lawan bicara yang berbeda.

2. Tinjauan Pustaka

Menurut J.Supranto studi pustaka adalah “Teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan materi data atau inforamasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku

referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia diperpustakaan”. (Supranto,

2004:31).

Dan pada penelitian ini, peneliti dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan

salah satunya mencari referensi dari jurnal ilmiah, buku-buku, serta bahan-bahan

lainnya guna menjadi pendukung pada penelitian ini.


14
http://morningcamp.com/?p=201
3. Dokumentasi

Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar

maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai),

dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu

dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau

melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan

dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.

4. Internet Searching

Internet Searching atau pencarian secara online adalah pencarian dengan

mengunakan computer yang dilakukan melalui internet dengan alat atau software

pencarian tertentu pada server-server yang tersambung dengan internet yang tersebar di

berbagai penjuru dunia. (Sarwono, 2005 : 229)

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan secara online dengan mencari

dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian yang sedang diteliti.

Diantaranya melalui alamat-alamat website seperti www. google.com, www. wikipedia

dan lain-lain.

1.10 TEKNIK ANALISA DATA

Patton menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar . Sedangkan
menurut Taylor, mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara

formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan

dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis. Jika dikaji, pada

dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data sedangkan yang

ke dua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data15

Teknik analisa yang dilakukan adalah analisis data yang deskriptif, dengan cara

menguraikan secara sistematis, dan disesuaikan dengan konsep penelitian yaitu dengan

daftar pertanyaan dan wawancara. Setelah melakukan wawancara, kemudian penulis

membuat transkip wawancara dari masing-masing responden. Setelah itu keterangan

yang sudah terkumpul di uraikan dan disusun sedemikian rupa untuk kepentingan dari

tujuan penelitian.

Pada peneiltian ini tahapan-tahapan dalam menganalisis data, akan dijabarkan sebagai

berikut :

1. Langkah awal melakukan pengumpulan, penyeleksian, pemeriksaan,

kelengkapan, kesempurnaan, serta kejelasan data. Kemudian,

2. Di klasifikasikan data tersebut, yaitu pengelompokan data dan memilah-milah

data sesuai jenisnya.

3. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data (data processing).

“Pengolahan data mencakup kegiatan mengedit (editing) data. Pengeditan data

merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang perlu dilakukan terhadap

data penelitian”. (Ruslan, 2000 :155) (dicarinya bukunya diperpus).

15
http://skripsimahasiswa.blogspot.com/2010/11/teknik-analisis-data.html
4. Pengeditan dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan yang ada pada seluruh

data yang peneliti dapatkan, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dan

memperoleh kejelasan makna dari data atau informasi yang peneliti peroleh.

5. Selanjutnya data yang telah diperoleh di analisa dan diberi penjelasan.

1.11 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

k.I Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua kota yaitu di Kota Bandung tepatnya di beberapa

Universitas di kota Bandung serta di Cigugur, Kuningan.

k.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan terhitung dari di terima nya judul

penelitihan oleh pihak jurusan, untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada tabel 1.2

sebagai berikut :
Tabel 1.2

Waktu Penelitian

Bulan

No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli

2011 2011 2011 2011 2011 2011

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan

Judul

2. ACC Judul

3. Penulisan

Bab I

Bimbingan

4. Seminar UP

5. Penulisan

Bab II

Bimbingan

6. Pengumpula

n Data

Lapangan

7. Penulisan

Bab III
Bimbingan

8. Penulisan

Bab IV

Bimbingan

9. Penulisan

Bab V

Bimbingan

10. Penyusunan

Skripsi

11. Sidang

kelulusan

12. Revisi

Skripsi

(Sumber : Arsip penulis, 2011)

Anda mungkin juga menyukai