Anda di halaman 1dari 29

ASKEP PENYAKIT

‘’DIABETES MELLITUS PADA IBU HAMIL’’

OLEH
SANTRYATI

UNIVERSITAS KARYA
PERSADA
MUNA
DIABETES MELLITUS PADA IBU HAMIL

1. PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010).
Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus
apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria (buang air
berlebih), polidipsi (rasa haus) dan polifagi (peningkatan selera makan) disertai
dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126
mg/dl.
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus
Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu yang sedang
hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala
utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri),
selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang
membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya
penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan
sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain
kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada
kehamilan normal.

2. ETIOLOGI
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara
insufisiensi atau berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya
glikogenesis, dan konsentrasi gula darah tinggi. Diabetes dalam kehamilan
menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita.
Beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan jumlah. Misalnya hormon
kortisol, estrogen, dan human placental lactogen (HPL). Peningkatan jumlah
semua hormon tersebut saat hamil mempunyai pengaruh terhadap fungsi
insulin dalam mengatur kadar gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu
kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai "insulin resistance".

3. TANDA DAN GEJALAH


Beberapa gejalah umum yang di timbulkan oleh penyakit dm diantaranya
a. Pengeluaran urin (polyuria)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak buang air kecil.
b. Timbul rasa haus (polydipsia)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum
c. Timbul rasa lapar (plifagia)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.

4. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus gestisional, selain perubahan-perubahan fisiologi
tersebut, akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi
insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi
terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi (Glukosa) dalam
plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi dalam membran plasenta, dimana akan disirkulasikan ke janin
sebagai sumber energi. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga
mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia).
5. PEMERIKSAAN DIAGOSIK
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
 Pemeriksaan glukosa darah

 Pemeriksaan fungsi tiroid

peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah


dan kebutuhan akan insulin.

 Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan


dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).

 Kulturpus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
a. Diet
Syarat diet endaknya dapat
- Memperbaiki kesehatan umum penderita
- Mengarahkan pada berat badan normal
- Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
- Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
Prinsip diet DM, adalah:
 Jumlah kalori yang diberikan harus habis,
jangan
dikurangi atau ditambah
 Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya

 Jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan jumlah


kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung
percentage of relative body weight( BPR=berat badan normal)
dengan rumus:

Keterangan :

• Kurus (underweight) :BPR<90%

• Normal (ideal) :BPR 90% -110%

• Gemuk (overweight) :BPR >110%

• Obesitas apabila :BPR> 120%

• Obesitas ringan :BPR 120% -130%


• Obesitas sedang :BPR 130% - 140%

• Obesitas berat :BPR 140 – 200%

Morbid :BPR > 200%

b. Olahraga

Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita


DM adalah:

a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2


jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah
jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin
dengan reseptornya

b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore

c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen

d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein

e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka


olahraga akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik

c. Edukasi

Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan


pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes

d. Pemberian obat obatan

Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara


(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
e. Pemantauan gula darah

Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin bertujuan untuk


mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan
lima pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.

2. Penatalaksanaan
a. Terapi dengan insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak
berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari
monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal
dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin
setiap harinya. Meskipun aturan

pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan


pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang
meningkatkan risiko. hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi
penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk
menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum
suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam
terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga
diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis
insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual.

Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja


sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat
untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak
mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri,
maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan
insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan
fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal
dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan.
Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan
sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati
kebutuhan fisiologis.
b. Obat antiiabetik oral

Sulfonylurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD
generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih
cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga
resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi
dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah.
Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan
18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid memiliki
sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif
yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi
terbaru sulfoniluera ini selain merangsang

 Golongan biguanid metformin


Obat antidiabetes golongan Biguanide, yang bekerja
dengan cara tersebut mengakibatkan terjadinya penundaan absorbsi
atau penyerapan glukosa di usus, sehingga menurunkan glukosa
plasma baik basal maupun postprandial (setelah makan). pada
pasien lanjut usia yang tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati
pada pasien lanjut
usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat
badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih
dahulu Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot
yang rendah pada orangtua.
 Penghambat alfa glukosidase/acorbos

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase,


suatu menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan
golongan obat yang lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada
pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan. Efek
samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga
bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan
terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi
masalah klinis.

 Thiazolidinediones
Pioglitazone adalah obat anti-diabetes (thiazolidinedione-type, juga
disebut “glitazones”) yang digunakan bersamaan dengan diet dan
program olahraga untuk mengontrol tingginya gula darah pada
pasien dengan diabetes tipe 2. Cara kerjanya dengan membantu
mengembalikan respon memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik
dan dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR
alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk
pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun,
harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes melitus akut bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu
peningkatan dan penurunan kadar gula darah yang drastis. Kondisi ini
memerlukan penanganan medis segera. Jika terlambat ditangani, bisa
menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang, hingga kematian.

Komplikasi diabetes melitus akut terbagi menjadi 3 macam, yaitu:


a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula darah
secara drastis akibat tingginya kadar insulin dalam tubuh, terlalu banyak
mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat makan.

Gejalanya meliputi penglihatan kabur, jantung berdetak cepat, sakit


kepala,tubuh gemetar, keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang
terlalu rendah, bahkan bisa menyebabkan pingsan, kejang, dan koma

b. Ketosidosis diabetic (kad)


Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat
peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi
diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula
atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak
dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi. Jika tidak segera
mendapat penanganan medis, kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan
zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga

menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, atau bahkan kematian. c.


Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik (HHNK) disebut
juga hyperosmolar hyperglycemic syndrome adalah kondisi yang terjadi
ketika kadar gula darah di dalam tubuh penderita diabetes meningkat terlalu
tinggi hingga jauh melebihi batas normal.
Kadar gula darah yang meningkat drastis akibat sindrom HHNK akan
membuat tubuh penderitanya banyak membuang cairan melalui urine guna
mengeluarkan gula darah yang menumpuk. Meski demikian, banyaknya
cairan tubuh yang terbuang ini kemudian dapat meningkatkan risiko
terjadinya Dehidrasi

8. PROSES KEPERAWATAN SESUAI TEORI 1.


Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapaat digunakan
dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama

1) Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

a. Keluhan utama
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak
kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti Infark miokard atau punya riwayat DM saat
kehamilan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.Riwayat diabetes mellitus dalam
keluarga.
d. Riwayat kehami
Diabetes mellitus gestasional, hipertensi karena
kehamilan, infertilitas, bayi low gestasional age,
riwayat kematian janin, lahir mati tanpa sebab jelas,
anomali congenital, aborsi spontan, polihidramnion,
makrosomia, pernah keracunan selama kehamilan.

e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
kesadaran composmentis, lemah, letih, sulit bergerak atau
berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat
dan tidur.
2) Sistem kardiovaskuler
adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama. takikardia, disritmia, krekels,
kulit panas, kering dan kemerahan.
3) Sistem respirasi
frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping
hidung, tidak ada ronchi, whezing, stridor.

4) Sistem urogenital

Tinggi fundus uteri mungkin lebih tinggi atau lebih rendah


dari normal terhadap usia gestasi.perubahan pola
berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar, kesulitan
berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare, urine pucat
kuning, bising usus lemah.
5) Sistem musculoskeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada
kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada
tungkai atau rasa gatal.
6) Sistem integument
terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
7) Sistem pencernaan dan abdomen
Kebiasaan makan makanan berbasis glukosa atau
karbohidrat, dapat terjadi peningkatan maupun penurunan
nafsu makan, merasa haus berlebih, tubuh
cenderungobesitas,Muntah,penurunanBB,
kekakuan/distensi abdomen, bising usus lemah/menurun.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Diabetes


mellitus gestasionalberdasarkan SDKI (2017), diantaranya
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah : hiperglikemia (D.0027) b.d
Disfungsi
2) Pankreas, Resistensi insulin, Gangguan toleransi glukosa darah,

Gangguan glukosa darah puasa Ketidakstabilan kadar glukosa


darah : hipoglikemia (D.0027) b.d hiperinsulinemia

3) Hipovolemia (D.0023) b.d kehilangan cairan secara aktif


4) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d Hiperglikemia,
peningkatan tekanan darah, kekurangan volume cairan
5) Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b.d Perubahan sirkulasi,
faktor mekanis (partus/partus caecarea)
6) Intoleransi aktifitas (D.0058) b/d ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan
7) Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi
8) Gangguan citra tubuh (D.0083) b/d perubahan struktur/bentuk tubuh

9) Risiko infeksi (D.0142) b.d efek prosedur invasif, penyakit kronis


(diabetes mellitus), ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit)
10) Resiko hipovolemia (D.0034) d.d kehilangan cairan secara aktif
11) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) d.d
Ketidakseimbangan cairan,gangguan mekanisme regulasi, diare,
muntah
12) Resiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) d.d Hiperglikemia,
peningkatan tekanan darah (hipertensi), kekurangan volume cairan

13) Resiko cedera pada ibu (D.0137) d.d besarnya ukuran janin,
persalinan lama, usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun), perubahan
hormonal
14) Resikio cedera pada janin (D.0138) d.d besarnya ukuran
janin, persalinan lama, usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun)

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tujuan dan kriteria hasil
sesuai SLKI (2019) dan intervensi keperawatan sesuai SIKI
(2018), diantaranya :
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)

Keperawatan (SLKI)

1 Ketidakstabilan Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)


kadar glukosa darah : intervensi selama 3 x 8 jam, maka Observasi
hiperglikemia status kestabilan kadar glukosa 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
(D.0027) darah pasien meningkat. (L.05022) hiperglikemia
b.d Disfungsi Kriteria hasil : 2. Identifikasi situsai yang menyebabka
Pankreas, Resistensi 1. Pusing pasien menurun kebutuhan insulin meningkat
insulin, Gangguan 2. Lelah/lesu pasien menurun 3. Monitor kadar glukosa darah, jika
toleransi glukosa 3. Rasa haus pasien menurun perlu
darah, Gangguan 4. Kadar glukosa dalam darah 4. Monitor tanda dan gejala
glukosa pasien membaik (GDS : 70 – hiperglikemia (mis. Poliuria,
darah puasa 130 mg.dL) polidipsia, polifagia)
5. Kadar glukosa dalam urine 5. Monitor cairan intake dan output
(0 – 15 mg/dL) Terapeutik

6. Testoleransi gula oral (<140 1. Berikan asupan oral adekuat

mg/dL) 2. Konsultasi dengan medis jika tanda


dan gejala hiperglikemia tetap ada
7. Jumlah urin pasien membaik
atau memburuk
(400 – 2000 mL/hari 3. Fasilitas ambulansi jika ada
hipotensi ortostatik Edukasi
4. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
5. Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
6. Ajarkan indikasi pentingan
pengujian keton urin, jika perlu
7. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis,
pengguanaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan dll)

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin,jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV,jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
kalium,jika perlu
2 Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Hipoglikemia
Ketidakstabilan
kadar glukosa intervensi selama 3 X 8 jam,
Observasi
darah : maka status kestabilan kadar
hipoglikemia glukosa darah pasien 1. Identifikasi tanda dan gejala
(D.0027) b.d meningkat. (L.05022) hipoglikemia
hiperinsulinemia
Kriteria hasil : 2. Identifikasi kemungkinan
1. Tingkat Kesadaran penyebab hipoglikemia
pasien meningkat
(komposmentris) Terapeutik
2. Rasa haus pasien 3. Berikan kerbohidrat sederhana,
menurun jika perlu Berikan glukagon,
jiperlu
3. Lelah/lesu pasien Edukasi
menurun 4. Anjurkan memakai identitas
4. Kadar glukosa darurat yang tepat
5. Anjurkan monitor kadar
dalam darah glukosa darah
pasien membaik 6. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia
(70-130 mg/dl) (tanda dan gejala, risiko, dan
pengobatan hipoglikemia)
5. Kadar glukosa
dalam urine 0-15
mg/dl
Kolaborasi
6. Tes toleransi gula
oral (<140 mg/dl) 7. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
7. Jumlah urine psien
membaik 400- 8. Kolaborasi pemberian
glukagon, jika perlu
2000 ml/hari

3 Hipovolemia Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia (I.03116)


Observasi
(D.0023) b.d intervensi selama 1 X 8 1. Periksa tanda dan gejala
kehilangan caira jam, hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
n
secara aktif meningkat, nadi teraba lemah,
maka status cairan tekanan darah menurun, tekanan
pasienmembaik. (L.03028) nadi menyempit, tugor kulit
Kriteria hasil : menururn, membran mukosa
1. Frekuensi nadi pasien kering, volume urin menururn,
membaik (60-100 hematokrit meningkat, lemah)
x/menit)
2. Monitor intake dan output cairan
2. Tekanan darah pasien
membaik (120-80
mmHg)
3. Membran mukosa pasien Terapeutik
membaik (lembab)
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Berikan posisi telendenburg
5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak cairan
oral
7. Ajarkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV
4 Perfusi perifer tidak Tujuan : Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi dikolaborasikan
efektif b.d intervensi sealam 1x8 jam, maka dengan perawatan emboli perifer
hiperglikemi, status perfusi perifer pasien Observasi
peningkatan tekanan meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer
darah, kekurangan 1. denyut nadi perifer pasien 2. Identifikasi factor resiko gangguan
volume cairan meningkat sirkulasi
2. Penyembuhan luka pasien 3. Monitor panas kemerahan, nyeri atau
meningkat bentuk eskremits
3. Edema perifer pasien menurun 4. Monitor tanda penurunan sirkulsi
4. Pengisian kapiler membaik < 2 vena
etik
5. Turgor kulit pasien membaik <1 5. Monitor efek saamping kogulan
detik terapeutik
6. Hindari pemasangan infus,
pengambilan darah dan pengukuran
tekanan pada daerah keterbatasa
perfusi
7. Gunakan kaus kaki kompresi elastis
8. Lakukan rentang gerak
9. Anjurkan berolahraga rutin
10. Anjurkan untuk tidak
dudukmenyilangkan kaki an
menguntungkan kaki terlalu lama
11. Anjurkan menggunakn obat anti
koagulasi
5 Gangguan integritas Tujuan : setelah dialkukan Identifikas penyebab gangguan integritas
kulit b.d perubahan intervensi selama 3x8 jam, maka kulit
sirkulasi factor status integritas kulit dan jaringan 1. Ubah posisi 2 jam jika tirah baring
mekanis partus/partus pasien meningkat 2. Lakukan pemijatan pada area
caecarea) Kriteria hasil : menonjolan tulang jika perlu
1. Kerusakan jaringan menurun 3. Gunakan produk berbahan pertolium
2. Nyeri menurun (skala 0) atau minyak pada kulit kering
3. Kemerahan menurun 4. Gunakan produk berbahan ingan dan
4. Jaringan parut menurun alami dan hipo alergi pada kulit
sensitive
5. Hindari produk berbahn dasar
alkoholpada kulit kering
6. Anjurkan menggunakan pelembab
7. Anjurkan minum yang cukup
8. Anjurkan meningkat asupan nutrisi
9. Anjurkan meningkat asupan buah dan
sayur
10. Anjurkan meningakt terpapar suhu
eskrim
11. Anjurkan mandi dengan sabun
secukupnya
12. Monitor karakteristik luka
13. Periksa lokasi insisi adanya
kemerahan, bengkak, dan tanda-tanda
dehisensi
14. Monitor proses penyembuhan area
insisi
15. Monitor tanda dan gejalah infeksi
16. Monitor tanda tanda infeksi
17. Lepaskan balutan dan plester secara
berlahan
18. Cukur rambut disekitar daerah luka
19. Ganti balutan luka sesuai jadwal
6 Intoleransi aktifitas b.d Tujuan : setelah dilakukan Manajemen energy
ketidak seimbangan intervensi selama 1xx8 jam, maka Observasi
antara suplay dan toleransi aktifitas pasien meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
kebutuhab oksigen, Kriteria hasil : yang mengakibat-kan kelelahan
kelemahan 1. Saturasi oksigen pasien 2. Monitor kelelahan fisik dan
membaik (SpO2 : 90-100 %) emosional
2. Frekuensi nadi pasien membaik 3. Monitor pola dan jam tidur
(60-100 x/menit Terapeutik:
3. Keluhan lelah menurun 4. Sediakan lingkungan yang
nyamn dan rendah stimulus
4. Perasaan lemah menurun
5. Lakukan latihan ROM jika perlu
5. Dipsnea menurun
6. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur
6. Hemoglobin pasien dalam juka tidak dapat berjalan Edukasi :
kondisi normal (12

7. Anjurkan tirah baring


8. Anjurkan melakukan aktifitas secara
bertahap
Kolaborasi:
9. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentangcara meningkatkan
asupan makanan
Observasi :
10. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
11. Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
12. Identifikasitoleransifisik
melakukan ambulansi
13. Monutor kondisi umum
selama melakukan ambulansi
Terapeutik
14. Fasilitasi aktivitas ambulansi
dengan alat bantu (misal
tongkat, kruk, dll)
15. Libatkan keluarga untuk
membant pasie dalam
u n
meningkatkan
ambulansi
Edukasi
16. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulans
i
17. Anjurkan melakukan
ambulansi dini
18. Ajarkan ambulansi sederhana
7 Defisit pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
b.d kurang terpapar intervensi selama 1 x 1 jam, maka Observasi
informasi status tingkat pengetahuan pasien 1. Identifikasi kesiapan
dan
dan keluarga membaik. Kriteria kemampuan menerima informasi
hasil :
Terapeutik
1. Pola tidur membaik
2. Pasien dan keluara tidak 2. Sediakan materi dan media
merasa kebingunan pendidikan kesehatan
3. Pasien dan keluarga tidak 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan
merasa khawatir sesuai kesepakatan
4. Pasien dan keluaraga tidak
merasa tegang dan geliah 4. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

5. Jelaskan faktor resiko yang dapat


mempengaruhi kesehatan
8 Gangguan citra tubuh Tujuan : Setelah dilakukan Promosi citra tubuh dikolaborasikan
b/d perubahan intervensi selama 1 x 1 jam, maka dengan promosi koping
struktur/bentuk tubuh
status citra tubuh pasienmeningkat. Observasi
Kriteria hasil : 1. Identifikasi harapan citra tubuh
1. Verbalisasi kectatan bagian berdasarkan tahap perkembangan
tubuh menurun 2. Identifikasi perubahan citra tubuh
2. Verbalisasi kekhawatiran pada yang mengakibatkan isolasi sosial
penolakan reaksi orang lain 3. Monitor frekuensi pernyataan
3. Respon non verbal pada krritis terhadap diri sendiri
perubahan tubuh membaik Terapeutik
4. Hubungan sosial membaik 4. Diskusikan perubahan tubuh dan
fungsinya

5. Diskusikan perbedaan penampilan


fisik terhadap harga diri
6. Diskusikan cra mengembangkan
harapan citra tubuh secara ealistik

7. Diskusikan presepsi pasiendan


keluarga tentang perubahan citra
tubuh
Eduksi

8. Jelaskan kepada keluarga tenntang


perawatan
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku


Pemeriksaan Fisik &Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.

Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta:


Adityamedi Ozougwu, J.C. Obimba, K.C. Belonwu, C.D. Unakalamba, C.B.
2013. The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes
mellitus. JPhysiol Pathophysiol. Volume 4. Nomor: 4. Sep 2013: 46-57.

Soumya, D. Srilatha, B. 2011. Late Stage Complications of Diabetes and


Insulin Resistance. J Diabetes Metab. Volume 2. Nomor 9. 2011: 1-7

Anda mungkin juga menyukai