Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIK

PRAKTIK KEPERAWATAN 4 (PK 4)


KEPERAWATAN MATERNITAS
MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS GESTISIONAL

Disusun oleh :
Muhammad Arfian Nur Rizky Matnur Heldalina
NIM. P07220218016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA
TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Perceptee : Muhammad Arfian Nur Rizky M.H.


NIM : P07220218016
Tanggal Praktik : 8- 12 Januari 2021

A. Judul Kasus
Laporan Pendahuluan : Diabetes Mellitus Gestasional

B. Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Henderina, 2010).

Menurut PERKENI (2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila


mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria (buang air berlebih), polidipsi
(rasa haus) dan polifagi (peningkatan selera makan) disertai dengan kadar gula darah
sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl..

Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional,
merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari
kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain
yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa
lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil.
Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan
sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan
gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal

C. Etiologi
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya glikogenesis, dan konsentrasi
gula darah tinggi. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit
ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita.
Beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan jumlah. Misalnya hormon kortisol,
estrogen, dan human placental lactogen (HPL). Peningkatan jumlah semua hormon
tersebut saat hamil mempunyai pengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar
gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu kondisi yang kebal terhadap insulin yang
disebut sebagai "insulin resistance".
D.
E. Tanda & Gejala
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak buang air kecil.

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
F. Patofisiologi
Pada diabetes mellitus gestisional, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut,
akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi
sumber energi (Glukosa) dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar
insulin tetap tinggi). Melalui difusi dalam membran plasenta, dimana akan disirkulasikan
ke janin sebagai sumber energi. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami
gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia).

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
 Pemeriksaan glukosa darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu 70 – 130 mg/dl

2 Glukosa darah puasa >100 mg/dl

3 Glukosa darah 2 jam setelah makan >140 mg/dl


 Pemeriksaan fungsi tiroid
peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
 Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
 Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

H. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
a Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita Prinsip diet
DM, adalah:
 Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
 Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
 Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of relative
body weight ( BPR=berat badan normal) dengan rumus:

Keterangan :
 Kurus (underweight) : BPR<90%
 Normal (ideal) : BPR 90% -110%
 Gemuk (overweight) : BPR >110%
 Obesitas apabila : BPR> 120%
 Obesitas ringan : BPR 120% -130%
 Obesitas sedang : BPR 130% - 140%
 Obesitas berat : BPR 140 – 200%
 Morbid : BPR > 200%
b Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
c Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan pencegahannya.
Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter, mencari artikel
mengenai diabetes
d Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
e Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima pilar
diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.

2) Penatalaksanaan Medis
a Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda
dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk
terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik.
Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka
pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan
pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien
dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko
hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut
usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu
dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat
digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis
insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya
pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya,
kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia
setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya
sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan
insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan
fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga
kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian,
terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan
penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
b Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya
non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang
demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih
dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid
bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang
lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada
pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain merangsang
pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki tambahan efek
ekstrapankreatik.
b) Golongan Biguanid Metformi
Obat antidiabetes golongan Biguanide, yang bekerja dengan cara
menghambat produksi glukosa (glukoneogenesis) di hati. Penghambatan
tersebut mengakibatkan terjadinya penundaan absorbsi atau penyerapan
glukosa di usus, sehingga menurunkan glukosa plasma baik basal maupun
postprandial (setelah makan).
pada pasien lanjut usia yang tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada
pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat
badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu.
Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada
orangtua.
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbos
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu
enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial. Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19
ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga
bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan
terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah
klinis.
d) Thiazolidinediones
Pioglitazone adalah obat anti-diabetes (thiazolidinedione-type, juga
disebut “glitazones”) yang digunakan bersamaan dengan diet dan program
olahraga untuk mengontrol tingginya gula darah pada pasien dengan
diabetes tipe 2. Cara kerjanya dengan membantu mengembalikan respon
tubuh yang normal terhadap insulin, sehingga menurunkan gula darah.
memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah
terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan
hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

I. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes melitus akut bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu peningkatan dan
penurunan kadar gula darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan penanganan medis
segera. Jika terlambat ditangani, bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang, hingga
kematian.
Komplikasi diabetes melitus akut terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula darah secara
drastis akibat tingginya kadar insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengonsumsi
obat penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejalanya meliputi penglihatan kabur, jantung berdetak cepat, sakit kepala,
tubuh gemetar, keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu
rendah, bahkan bisa menyebabkan pingsan, kejang, dan koma.
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat peningkatan
kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi diabetes melitus yang
terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber
bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton
sebagai sumber energi.
Jika tidak segera mendapat penanganan medis, kondisi ini dapat
menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga
menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, atau bahkan kematian.
c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik (HHNK) disebut juga
hyperosmolar hyperglycemic syndrome adalah kondisi yang terjadi ketika kadar
gula darah di dalam tubuh penderita diabetes meningkat terlalu tinggi hingga
jauh melebihi batas normal.
Kadar gula darah yang meningkat drastis akibat sindrom HHNK akan
membuat tubuh penderitanya banyak membuang cairan melalui urine guna
mengeluarkan gula darah yang menumpuk. Meski demikian, banyaknya cairan
tubuh yang terbuang ini kemudian dapat meningkatkan risiko terjadinya
dehidrasi.

J. Proses Keperawatan (Sesuai Teori)


1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus
seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama
pasien,umur, keluhan utama
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Keluhan utama
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh
meningkat, sakit kepala.
c. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark miokard atau punya riwayat DM saat kehamilan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM. Riwayat diabetes
mellitus dalam keluarga.
e. Riwayat kehamilan
Diabetes mellitus gestasional, hipertensi karena kehamilan, infertilitas, bayi low
gestasional age, riwayat kematian janin, lahir mati tanpa sebab jelas, anomali
congenital, aborsi spontan, polihidramnion, makrosomia, pernah keracunan
selama kehamilan.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
kesadaran composmentis, lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
2) Sistem kardiovaskuler
adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
takikardia, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan.
3) Sistem respirasi
frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan
jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.
4) Sistem urogenital
Tinggi fundus uteri mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari normal
terhadap usia gestasi.perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare, urine pucat
kuning, bising usus lemah.
5) Sistem muskuloskeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai atau rasa gatal.
6) Sistem integumen
terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
7) Sistem pencernaan dan abdomen
Kebiasaan makan makanan berbasis glukosa atau karbohidrat, dapat terjadi
peningkatan maupun penurunan nafsu makan, merasa haus berlebih, tubuh
cenderung obesitas, Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,
bising usus lemah/menurun.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Diabetes mellitus
gestasional berdasarkan SDKI (2017), diantaranya :
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah : hiperglikemia (D.0027) b.d
Disfungsi Pankreas, Resistensi insulin, Gangguan toleransi glukosa darah,
Gangguan glukosa darah puasa
2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah : hipoglikemia (D.0027) b.d
hiperinsulinemia
3) Hipovolemia (D.0023) b.d kehilangan cairan secara aktif
4) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d Hiperglikemia, peningkatan
tekanan darah, kekurangan volume cairan
5) Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b.d Perubahan sirkulasi, faktor mekanis
(partus/partus caecarea)
6) Intoleransi aktifitas (D.0058) b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan
7) Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi
8) Gangguan citra tubuh (D.0083) b/d perubahan struktur/bentuk tubuh
9) Risiko infeksi (D.0142) b.d efek prosedur invasif, penyakit kronis (diabetes
mellitus), ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas
kulit)
10) Resiko hipovolemia (D.0034) d.d kehilangan cairan secara aktif
11) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) d.d Ketidakseimbangan
cairan, gangguan mekanisme regulasi, diare, muntah
12) Resiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) d.d Hiperglikemia,
peningkatan tekanan darah (hipertensi), kekurangan volume cairan
13) Resiko cedera pada ibu (D.0137) d.d besarnya ukuran janin, persalinan
lama, usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun), perubahan hormonal
14) Resikio cedera pada janin (D.0138) d.d besarnya ukuran janin, persalinan
lama, usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun)

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari tujuan dan kriteria hasil sesuai
SLKI (2019) dan intervensi keperawatan sesuai SIKI (2018), diantaranya :
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
No.
Keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Ketidakstabilan kadar Tujuan : Setelah dilakukan 1.1 Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah : intervensi selama 3 x 8 jam, (I.03115)
hiperglikemia maka status kestabilan
(D.0027) b.d Disfungsi kadar glukosa darah pasien Observasi
Pankreas, Resistensi meningkat. (L.05022)  Identifikasi kemungkinan
insulin, Gangguan penyebab hiperglikemia
toleransi glukosa darah, Kriteria hasil :
 Identifikasi situsai yang
Gangguan glukosa  Pusing pasien menurun menyebabka kebutuhan
darah puasa  Lelah/lesu pasien insulin meningkat
menurun  Monitor kadar glukosa darah,
 Rasa haus pasien jika perlu
menurun  Monitor tanda dan gejala
 Kadar glukosa dalam hiperglikemia (mis. Poliuria,
darah pasien membaik polidipsia, polifagia)
(GDS : 70 – 130 mg.dL)  Monitor cairan intake dan
 Kadar glukosa dalam output
urine (0 – 15 mg/dL)
Terapeutik
 Tes toleransi gula oral
(<140 mg/dL)  Berikan asupan oral adekuat
 Jumlah urin pasien  Konsultasi dengan medis
membaik (400 – 2000 jika tanda dan gejala
mL/hari) hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
 Fasilitas ambulansi jika ada
hipotensi ortostatik

Edukasi

 Anjurkan monitor kadar


glukosa darah secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
 Ajarkan indikasi pentingan
pengujian keton urin, jika
perlu
 Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis, pengguanaan
insulin, obat oral, monitor
asupan cairan dll)

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu

2 Ketidakstabilan kadar Tujuan : Setelah dilakukan 2.1 Manajemen Hipoglikemia


glukosa darah : intervensi selama 3 X 8 jam,
hipoglikemia (D.0027) maka status kestabilan Observasi
b.d hiperinsulinemia kadar glukosa darah pasien  Identifikasi tanda dan gejala
meningkat. (L.05022) hipoglikemia
Kriteria hasil :  Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
 Tingkat Kesadaran
pasien meningkat Terapeutik
(komposmentris)  Berikan kerbohidrat
 Rasa haus pasien sederhana, jika perlu
menurun  Berikan glukagon, jika perlu
 Lelah/lesu pasien  Pertahankan kepatenan jalan
menurun napas
 Kadar glukosa dalam  Pertahankan akses IV, jika
darah pasien membaik perlu
(GDS : 70 – 130 mg.dL)
Edukasi
 Kadar glukosa dalam
urine (0 – 15 mg/dL)  Anjurkan memakai identitas
 Tes toleransi gula oral darurat yang tepat
(<140 mg/dL)  Anjurkan monitor kadar
 Jumlah urin pasien glukosa darah
membaik (400 – 2000  Ajarkan pengelolaan
mL/hari) hipoglikemia (tanda dan
gejala, risiko, dan
pengobatan hipoglikemia)

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
glukagon, jika perlu

3 Hipovolemia (D.0023) Tujuan : Setelah dilakukan 3.1 Manajemen hipovolemia


b.d kehilangan cairan intervensi selama 1 X 8 jam, (I.03116)
secara aktif maka status cairan pasien
membaik. (L.03028) Observasi

Kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala


hipovolemia (mis.
 Frekuensi nadi pasien Frekuensi nadi meningkat,
membaik (60-100 nadi teraba lemah, tekanan
x/menit) darah menurun, tekanan
 Tekanan darah pasien nadi menyempit, tugor kulit
membaik (120-80 menururn, membran
mmHg) mukosa kering, volume urin
 Membran mukosa pasien menururn, hematokrit
membaik (lembab) meningkat, lemah)

 Monitor intake dan output


cairan

Terapeutik

 Hitung kebutuhan cairan


 Berikan posisi telendenburg

 Berikan asupan cairan oral

Edukasi
 Anjurkan memperbanyak
cairan oral

 Ajarkan menghindari
perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0.4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)

 Kolaborasi pemberian
produk darah

4 Perfusi perifer tidak Tujuan : Setelah dilakukan 4.1 Perawatan sirkulasi (I.02079)
efektif (D.0009) b.d intervensi selama 1 X 8 jam, dikolaborasikan dengan
Hiperglikemia, maka status perfusi perifer Perawatan emboli perifer
peningkatan tekanan pasien meningkat. (L.02011) (I.02074)
darah, kekurangan
volume cairan Kriteria Hasil: Observasi

 Denyut nadi perifer  Periksa sirkulasi perifer


pasien meningkat  Identifikasi faktor resiko
 Penyembuhan luka gangguan sirkulasi
pasien meningkat  Monitor panas, kemerahan,
 Edema perifer pasien nyeru atau benkak
menurun ekstermitas
 Pengisian kapiler  Monitor tanda penurunan
membaik (< 2 detik) sirkulasi vena
 Tugor kulit pasien  Monitor efek samping
membaik (< 1 detik) koagulan

Terapeutik

Hindari pemasangan infus, pengambilan


darah dan pengukuran tekanan pada
daerah keterbatasan perfusi
 Gunakan kaus kaki
kompresi elastis
 Lakukan rentang gerak aktif
dan pasif

Edukasi
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan untuk tidak duduk
menyilangkan kaki dan
mengantungkan kaki terlalu
lama

Kolaborasi

 Anjurkan menggunakan
obat (Antikoagulan)

5 Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan 5.1 Perawatan integritas Kulit


Integritas/kulit intervensi selama 3 x 8 jam, (I.11353)
(D.0129) b.d Perubahan maka status integritas kulit
sirkulasi, faktor dan jaringan pasien Observasi
mekanis (partus/partus meningkat. (L.14125)  Identifikasi penyebab
caecarea) gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :

 Kerusakan jaringan Terapeutik


menurun  Ubah posisi tiap 2 jam jika
 Nyeri menurun (skala 0) tirah baring
 Kemerahan menurun  Lakukan pemijatan pada
 Jeringan parut menurun area menonjolan tulang, jika
perlu
 Gunakan produk berbahan
pertolium atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan dan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
 Hindarkan produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering

Edukasi

 Anjurkan menggunankan
pelembab (mis. Lotion)
 Anjurkan minum yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan mandi dengan
sabun secukupnya
5.2 Perawatan luka (I.14564)
dikolaborasikan dengan
Perawatan area insisi
(I.14558)

Observasi

 Monitor karakteristik luka


(mis. Drainasi, warna,
ukuran, bau)
 Periksa lokasi insisi adanya
kemerahan, bengkak, dan
tanda-tanda dehisensi
 Monitor proses penyebuhan
area insisi
 Monitor tanda dan gejala
infeksi
 Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

 Lepaskan balutan dan


plester secara perlahan
 Cukur rambut disekitar
daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan
NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih
 Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai
dengan jenis luka
 Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawtan
luka
 Ganti balutan luka sesuai
jadwal
 Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
gr/kgBB/hari

Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi protein dan
kalori
 Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri

Kolaborasi

 Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
6 Intoleransi aktifitas Tujuan : Setelah dilakukan 6.1 Manajemen energi
(D.0058) b/d intervensi selama 1 x 8 jam,
ketidakseimbangan maka toleransi aktifitas Observasi:
antara suplai dan pasien meningkat. (L.05047) Identifikasi gangguan fungsi
kebutuhan oksigen, tubuh yang mengakibat-kan
kelemahan Kriteria hasil :
kelelahan
 Frekuensi nadi pasien
Monitor kelelahan fisik dan
membaik (60-100
emosional
x/menit)
 Saturasi oksigen pasien Monitor pola dan jam tidur
membaik (SpO2 : 90
-100 %) Terapeutik:
 Keluhan lelah menurun Sediakan lingkungan yang
 Perasaan lemah menurun nyamn dan rendah stimulus
 Dipsnea menurun
 Hemoglobin pasien Lakukan latihan ROM jika
dalam kondisi normal (12 perlu
– 14 g/dL)
Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur juka tidak dapat berjalan

Edukasi:

Anjurkan tirah baring

Anjurkan melakukan aktifitas


secara bertahap

Kolaborasi:

Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

6.2 Dukungan ambulansi


(I.06171)

Observasi
 Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulansi
 Monutor kondisi umum
selama melakukan
ambulansi

Terapeutik

 Fasilitasi aktivitas
ambulansi dengan alat
bantu (misal tongkat, kruk,
dll)
 Fasilitasi melakukan
mobilitas fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulansi

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur ambulansi
 Anjurkan melakukan
ambulansi dini
 Ajarkan ambulansi
sederhana

7 Defisit pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan 7.1 Edukasi kesehatan (I.12383)


(D.0111) b.d kurang intervensi selama 1 x 1 jam,
terpapar informasi maka status tingkat Observasi
pengetahuan pasien dan  Identifikasi kesiapan dan
keluarga membaik. kemampuan menerima
(L.12111) informasi
Kriteria hasil : Terapeutik
 Pola tidur pasien  Sediakan materi dan media
membaik pendidikan kesehatan
 Pasien dan keluarga tidak  Jadwalkan pendidikan
merasa kebingungan kesehatan sesuai
 Pasien dan keluarga tidak kesepakatan
merasa khawatir  Berikan kesempatan untuk
 Pasien dan keluarga tidak bertanya
merasa gelisah dan
tegang Edukasi

 Jelaskan faktor resiko yang


dapat mempengaruhi
kesehatan

8 Gangguan citra tubuh Tujuan : Setelah dilakukan 8.1 Promosi citra tubuh (I.09305)
(D.0083) b/d perubahan intervensi selama 1 x 1 jam, dikolaborasikan dengan
struktur/bentuk tubuh maka status citra tubuh promosi koping (I.09312)
pasien meningkat.
(L.09067) Observasi

Kriteria hasil :  Identifikasi harapan


citra tubuh berdasarkan
 Verbalisasi kecacatan tahap perkembangan
bagian tubuh menurun  Identifikasi perubahan
 Verbalisasi perasaan citra tubuh yang
negatif tentang mengakibatkan isolasi
perubahan tubuh sosial
menurun  Monitor frekuensi
 Verbalisasi pernyataan kritik
kekhawatiran pada terhadap diri sendiri
penolakan/reaksi orang
lain Terapeutik
 Respon nonverbal pada  Diskusikan perubahan
perubahan tubuh tubuh dan fungsinya
membaik  Diskusikan perbedaan
 Hubungan sosial penampian fisik
membaik terhadap harga diri
 Diskusikan cara
mengembangkan
harapan citra tubuh
secara realistis
 Diskusikan presepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan citra
tubuh

Edukasi

 Jelaskan kepada keluarga


tentang perawatan
perubahan citra tubuh
 Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri tentang citra
tubuh
 Latih pengungkapan
kemampuan diri kepada
orang lain maupun
kelompok
9 Risiko infeksi (D.0142) Tujuan : Setelah dilakukan 9.1 Pencegahan infeksi (I.14539)
d.d efek prosedur intervensi selama 1 X 8 jam,
invasif, penyakit kronis maka status tingkat infeksi Observasi
(diabetes mellitus), pasien menurun. (L.014137)
ketidakadekuatan  Monitor tanda dan gejala
pertahanan tubuh Kriteria hasil : infeksilokal dan sistemik
primer (kerusakan  Demam menurun (Suhu : Terapeutik
integritas kulit) 36,5 – 37,5 ᵒC)
 Kemerahan sekitar luka  Batasi jumblah pengunjung
menurun  Berikan perawatan kulit
 Nyeri menurun (skala 0)  Cuci tangan sebelum dan
 Bengkak sekitar luka sesudah kontak dengan
menurun pasien dan lingkungan
pasien
 Kadar sel darah putih
membaik (5 – 10 x 103  Pertahankan teknik aseptik
/µL) pada pasien beresiko tinggi

Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
 Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
9.2 Perawatan area insisi
(I.14558)

Observasi

 Periksa lokasi insisi adanya


kemerahan, bengkak, dan
tanda-tanda dehisensi
 Monitor proses penyebuhan
area insisi
 Monitor tanda dan gejala
infeksi

Terapeutik

 Bersihkan area insisi


dengan pembersih yang
tepat
 Usap area insisi dari area
yang bersih menuju area
yang kurang bersih
 Berikan salep antiseptik,
jika perlu
 Ganti balutan luka sesuai
jadwal

Edukasi

 Jelaskan prosedur kepada


pasien, dengan
menggunakan alat bantu
 Ajarkan meminimalkan
tekanan pada tempat insisi
 Ajarkan cara merawat area
insisi

10 Resiko hipovolemia Tujuan : Setelah dilakukan 10.1 Manajemen hipovolemia


(D.0034) d.d intervensi selama 1 X 8 jam, (I.03116)
kehilangan cairan maka status cairan pasien
secara aktif membaik. (L.03028) Observasi

Kriteria hasil :  Periksa tanda dan gejala


hipovolemia (mis.
 Frekuensi nadi pasien Frekuensi nadi meningkat,
membaik (60-100 nadi teraba lemah, tekanan
x/menit) darah menurun, tekanan
 Tekanan darah pasien nadi menyempit, tugor
membaik (120-80 kulit menururn, membran
mmHg) mukosa kering, volume
 Membran mukosa pasien urin menururn, hematokrit
membaik (lembab) meningkat, lemah)

 Monitor intake dan output


cairan

Terapeutik

 Hitung kebutuhan cairan


 Berikan posisi
telendenburg

 Berikan asupan cairan oral

Edukasi

 Anjurkan memperbanyak
cairan oral

 Ajarkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0.4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)

 Kolaborasi pemberian
produk darah

11 Resiko Tujuan : Setelah dilakukan 11.1 Manajemen elektrolit


ketidakseimbangan intervensi selama 1 X 8 jam, (I.03102)
elektrolit (D.0037) d.d maka status keseimbangan
Ketidakseimbangan elektrolit pasien meningkat. Observasi
cairan, gangguan (L.03021)  Identifikasi tanda dan
mekanisme regulasi, gejala ketidakseimbangan
diare, muntah Kriteria hasil :
kadar elektrolit
 Serum natrium pasien  Identifikasi penyebab
meningkat (135 – 145 ketidakseimbangan
mmol/L) elektrolit
 Serum kalium pasien  Identifikasi kehilangan
meningkat (3,5 – 5,0 elektrolit melalui cairan
mmol/L) (mis. Diare dan drainase)
 Serum klorida pasien  Monitor kadar elektrolit
meningkat (94 – 111
mmol/L)  Monitor efek samping
 Serum fosfor pasien pemberian suplemen
meningkat (15 – 69 U/L) elktrolit

Terapeutik

 Berikan cairan, jika perlu


 Berikan diet yang tepat
 Anjurkan pasien dan
kelurga untuk modifikasi
diet, jika perlu

 Pasang akses intravena,


juka perlu

Edukasi

 Jelaskan jenis, penyebab


dan penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit

12 Resiko perfusi perifer Tujuan : Setelah dilakukan 12.1 Perawatan sirkulasi (I.02079)
tidak efektif (D.0015) intervensi selama 1 X 8 jam, dikolaborasikan dengan
d.d Hiperglikemia, maka status perfusi perifer Perawatan emboli perifer
peningkatan tekanan pasien meningkat. (L.02011) (I.02074)
darah (hipertensi),
kekurangan volume Kriteria Hasil: Observasi
cairan  Denyut nadi perifer  Periksa sirkulasi perifer
pasien meningkat  Identifikasi faktor resiko
 Penyembuhan luka gangguan sirkulasi
pasien meningkat  Monitor panas, kemerahan,
 Edema perifer pasien nyeru atau benkak
menurun ekstermitas
 Pengisian kapiler  Monitor tanda penurunan
membaik (< 2 detik) sirkulasi vena
 Tugor kulit pasien  Monitor efek samping
membaik (< 1 detik) koagulan

Terapeutik

 Hindari pemasangan infus,


pengambilan darah dan
pengukuran tekanan pada
daerah keterbatasan perfusi
 Gunakan kaus kaki
kompresi elastis
 Lakukan rentang gerak
aktif dan pasif

Edukasi

 Anjurkan berolahraga rutin


 Anjurkan untuk tidak
duduk menyilangkan kaki
dan mengantungkan kaki
terlalu lama

Kolaborasi

 Anjurkan menggunakan
obat (Antikoagulan)

13 Resiko cedera pada Tujuan : Setelah dilakukan 13.1 Perawatan kehamilan risiko
ibu (D.0137) d.d intervensi selama 3 x 8 jam, tinggi (1.14560)
besarnya ukuran janin, maka status tinkat cedera dikolaborasikan dengan
persalinan lama, usia pasien menurun. (L.14136 ) pencegahan cedera (I.
ibu (<15 tahun atau >35
tahun), perubahan Kriteria hasil : Observasi
hormonal  Toleransi aktivitas  Identifikasi faktor risiko
meningkat kehamilan (diabetes,
 Kejadian cedera hipertensi, dll.)
luka/lecet menurun  Identifikasi riwayat obstertis
 Gangguan mobilitas  Identifikasi kebutuhan
menurun keselamatan (kondisi fisik
 Pola istirahat/tidur penglihatan dan intoleransi
membaik aktivitas)
 Monitor status fisik dan
psikososial selama
kehamilan

Terapeutik

 Dampingi ibu saat merasa


cemas
 Diskusikan
ketidaknyamanan saat hamil
 Diskusikan persiapanm
persalinan dan kelahiran

Edukasi

 Informasikan kemungkinan
intervensi selama proses
kehamilan (pemantauan
janin, dan pengecekan gula
darah rutin)
 Ajarkan ibu untuk
beraktivitas dan beristirahat
yang cukup
 Ajarkan aktivitas yang
aman selama hamil
 Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keuarga

13.2 Perawatan persalinan resiko


tinggi (I.07228)

Observasi

 Identifikasi kondisi umum


pasien
 Monitor tanda-tanda vital
pada ibu dan janin
 Monitor tanda persalinan
 Identifikasi posisi janin
dengan USG
 Identifikasi pendarahan
pascapersalinan

Terapeutik

 Dukung orang terdekat


 Gunakan tindakan
pencegahan universal
 Fasilitasi rotasi manual
kepala janin dan oksiput
posterior ke posisi anterior,
jika perlu
 Lakukan resusitasi neonatal,
jika perlu
 Dokumentasikan prosedur

Edukasi

 Jelaskan prosedur tindakan


yang dilakukan
 Jelaskan karakteristik bayi
baru lahir yang terkait
dengan kelahiran beresiko
tinggi

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
anestesi maternal, sesuai
kebutuhan

14 Resikio cedera pada Tujuan : Setelah dilakukan 14.1 Pemantauan denyut jantung
janin (D.0138) d.d intervensi selama 3 x 8 jam, janin (I.02056)
besarnya ukuran janin, maka status tinkat cedera dikolaborasikan dengan
persalinan lama, usia pasien menurun. (L.14136 ) persiapan pemeriksaan
ibu (<15 tahun atau ultrasonografi USG (I.14574)
>35 tahun) Kriteria hasil :
Observasi
 Tekanan darah membaik
(90/60 mmHg)  Identifikasi status obstertik
 Frekuensi nadi membaik  Identifikasi
(90-165 x/menit)  Indentifikasi riwayat
 Frekuensi napas obstertik
membaik (30-60  Identifikasi adanya
x/menit) penggunaan obat, diet dan
 Kejadian cedera merokok
luka/lecet menurun  Identifikasi pemeriksaan
kehamilan sebelumnya
 Periksa dan monutor denyut
jantung pasien selama 1
menit
 Monitor tanda-tanda vital
ibu
 Monitor hasil pemeriksaan

Terapeutik

 Siapkan peralatan
 Siapkan pasien secara fisik
dan emosional
 Atur posisi pasien
 Lakukan manuver leopold
untuk menentukan posisi
janin
 Diskusikan hasil
pemeriksaan dengan tim
medis
 Jadwalkan pemeriksaan
ulang atau prosedur
tambahan, jika perli

Edukasi

 Jelaskan tujuan prosedur


pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

14.2 pengukuran gerakan janin


(I.14554)

Observasi

 identifikasi pengetahuan
dan kemampuan ibu
menghitung pergerakan
janin
 monitor gerakan janin

Terapeutik

 hitung dan catat gerakan


janin dalam 12 jam/hari
 berikan oksigen 2-3 L/menit
jika gerakan janin belum
mencapai 10 x dalam 12
jam
Edukasi

 Jelaskan manfaat
menghitung gerakan janin
 Anjurkan ibu memenuhi
kebutuhan nutrisi sebelum
menghitung gerakan janin
 Anjurkan posisi miring kiri
saat menghitung gerakan
janin, agar janin dapat
memperoleh oksigen
dengan optimal dengan
meningkatkan sirkulasi
fetomaternal
 Anjurkan ibu segera
memberitahu perawat jika
gerakan janin tidak
mencapai 10 x dalam 12
jam
 Ajarkan ibu menghitung
gerakan janin

Kolaborasi

 Kolaborasi tim medis jika


ditemukan kegawatan janin
DAFTAR ISI

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.
Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi
Ozougwu, J.C. Obimba, K.C. Belonwu, C.D. Unakalamba, C.B. 2013. The pathogenesis
and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. J Physiol Pathophysiol.
Volume 4. Nomor: 4. Sep 2013: 46-57.
Soumya, D. Srilatha, B. 2011. Late Stage Complications of Diabetes and Insulin
Resistance. J Diabetes Metab. Volume 2. Nomor 9. 2011: 1-7.

Anda mungkin juga menyukai