LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS GESTISIONAL
Disusun oleh :
Muhammad Arfian Nur Rizky Matnur Heldalina
NIM. P07220218016
A. Judul Kasus
Laporan Pendahuluan : Diabetes Mellitus Gestasional
B. Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Henderina, 2010).
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional,
merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari
kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain
yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa
lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil.
Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan
sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan
gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal
C. Etiologi
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah, berkurangnya glikogenesis, dan konsentrasi
gula darah tinggi. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit
ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita.
Beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan jumlah. Misalnya hormon kortisol,
estrogen, dan human placental lactogen (HPL). Peningkatan jumlah semua hormon
tersebut saat hamil mempunyai pengaruh terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar
gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu kondisi yang kebal terhadap insulin yang
disebut sebagai "insulin resistance".
D.
E. Tanda & Gejala
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak buang air kecil.
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
F. Patofisiologi
Pada diabetes mellitus gestisional, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut,
akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi
sumber energi (Glukosa) dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar
insulin tetap tinggi). Melalui difusi dalam membran plasenta, dimana akan disirkulasikan
ke janin sebagai sumber energi. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami
gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
Pemeriksaan glukosa darah
No Pemeriksaan Normal
Pemeriksaan fungsi tiroid
peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
H. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
a Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita Prinsip diet
DM, adalah:
Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of relative
body weight ( BPR=berat badan normal) dengan rumus:
Keterangan :
Kurus (underweight) : BPR<90%
Normal (ideal) : BPR 90% -110%
Gemuk (overweight) : BPR >110%
Obesitas apabila : BPR> 120%
Obesitas ringan : BPR 120% -130%
Obesitas sedang : BPR 130% - 140%
Obesitas berat : BPR 140 – 200%
Morbid : BPR > 200%
b Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
c Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan pencegahannya.
Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter, mencari artikel
mengenai diabetes
d Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
e Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima pilar
diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
2) Penatalaksanaan Medis
a Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda
dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk
terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik.
Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka
pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan
pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien
dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko
hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut
usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu
dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat
digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis
insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya
pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya,
kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia
setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya
sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan
insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan
fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga
kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian,
terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan
penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
b Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya
non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang
demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih
dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid
bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang
lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada
pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain merangsang
pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki tambahan efek
ekstrapankreatik.
b) Golongan Biguanid Metformi
Obat antidiabetes golongan Biguanide, yang bekerja dengan cara
menghambat produksi glukosa (glukoneogenesis) di hati. Penghambatan
tersebut mengakibatkan terjadinya penundaan absorbsi atau penyerapan
glukosa di usus, sehingga menurunkan glukosa plasma baik basal maupun
postprandial (setelah makan).
pada pasien lanjut usia yang tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada
pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat
badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu.
Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada
orangtua.
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbos
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu
enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial. Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19
ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga
bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan
terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah
klinis.
d) Thiazolidinediones
Pioglitazone adalah obat anti-diabetes (thiazolidinedione-type, juga
disebut “glitazones”) yang digunakan bersamaan dengan diet dan program
olahraga untuk mengontrol tingginya gula darah pada pasien dengan
diabetes tipe 2. Cara kerjanya dengan membantu mengembalikan respon
tubuh yang normal terhadap insulin, sehingga menurunkan gula darah.
memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah
terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan
hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
I. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes melitus akut bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu peningkatan dan
penurunan kadar gula darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan penanganan medis
segera. Jika terlambat ditangani, bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang, hingga
kematian.
Komplikasi diabetes melitus akut terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula darah secara
drastis akibat tingginya kadar insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengonsumsi
obat penurun gula darah, atau terlambat makan.
Gejalanya meliputi penglihatan kabur, jantung berdetak cepat, sakit kepala,
tubuh gemetar, keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu
rendah, bahkan bisa menyebabkan pingsan, kejang, dan koma.
b. Ketosiadosis diabetik (KAD)
Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat peningkatan
kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi diabetes melitus yang
terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber
bahan bakar, sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton
sebagai sumber energi.
Jika tidak segera mendapat penanganan medis, kondisi ini dapat
menimbulkan penumpukan zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga
menyebabkan dehidrasi, koma, sesak napas, atau bahkan kematian.
c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik (HHNK) disebut juga
hyperosmolar hyperglycemic syndrome adalah kondisi yang terjadi ketika kadar
gula darah di dalam tubuh penderita diabetes meningkat terlalu tinggi hingga
jauh melebihi batas normal.
Kadar gula darah yang meningkat drastis akibat sindrom HHNK akan
membuat tubuh penderitanya banyak membuang cairan melalui urine guna
mengeluarkan gula darah yang menumpuk. Meski demikian, banyaknya cairan
tubuh yang terbuang ini kemudian dapat meningkatkan risiko terjadinya
dehidrasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Diabetes mellitus
gestasional berdasarkan SDKI (2017), diantaranya :
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah : hiperglikemia (D.0027) b.d
Disfungsi Pankreas, Resistensi insulin, Gangguan toleransi glukosa darah,
Gangguan glukosa darah puasa
2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah : hipoglikemia (D.0027) b.d
hiperinsulinemia
3) Hipovolemia (D.0023) b.d kehilangan cairan secara aktif
4) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d Hiperglikemia, peningkatan
tekanan darah, kekurangan volume cairan
5) Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b.d Perubahan sirkulasi, faktor mekanis
(partus/partus caecarea)
6) Intoleransi aktifitas (D.0058) b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan
7) Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi
8) Gangguan citra tubuh (D.0083) b/d perubahan struktur/bentuk tubuh
9) Risiko infeksi (D.0142) b.d efek prosedur invasif, penyakit kronis (diabetes
mellitus), ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas
kulit)
10) Resiko hipovolemia (D.0034) d.d kehilangan cairan secara aktif
11) Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) d.d Ketidakseimbangan
cairan, gangguan mekanisme regulasi, diare, muntah
12) Resiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) d.d Hiperglikemia,
peningkatan tekanan darah (hipertensi), kekurangan volume cairan
13) Resiko cedera pada ibu (D.0137) d.d besarnya ukuran janin, persalinan
lama, usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun), perubahan hormonal
14) Resikio cedera pada janin (D.0138) d.d besarnya ukuran janin, persalinan
lama, usia ibu (<15 tahun atau >35 tahun)
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
Kolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
Kolaborasi pemberian
glukagon, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
Anjurkan memperbanyak
cairan oral
Ajarkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
NaCl, RL)
Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0.4%)
Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian
produk darah
4 Perfusi perifer tidak Tujuan : Setelah dilakukan 4.1 Perawatan sirkulasi (I.02079)
efektif (D.0009) b.d intervensi selama 1 X 8 jam, dikolaborasikan dengan
Hiperglikemia, maka status perfusi perifer Perawatan emboli perifer
peningkatan tekanan pasien meningkat. (L.02011) (I.02074)
darah, kekurangan
volume cairan Kriteria Hasil: Observasi
Terapeutik
Edukasi
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan untuk tidak duduk
menyilangkan kaki dan
mengantungkan kaki terlalu
lama
Kolaborasi
Anjurkan menggunakan
obat (Antikoagulan)
Edukasi
Anjurkan menggunankan
pelembab (mis. Lotion)
Anjurkan minum yang
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
Anjurkan mandi dengan
sabun secukupnya
5.2 Perawatan luka (I.14564)
dikolaborasikan dengan
Perawatan area insisi
(I.14558)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
6 Intoleransi aktifitas Tujuan : Setelah dilakukan 6.1 Manajemen energi
(D.0058) b/d intervensi selama 1 x 8 jam,
ketidakseimbangan maka toleransi aktifitas Observasi:
antara suplai dan pasien meningkat. (L.05047) Identifikasi gangguan fungsi
kebutuhan oksigen, tubuh yang mengakibat-kan
kelemahan Kriteria hasil :
kelelahan
Frekuensi nadi pasien
Monitor kelelahan fisik dan
membaik (60-100
emosional
x/menit)
Saturasi oksigen pasien Monitor pola dan jam tidur
membaik (SpO2 : 90
-100 %) Terapeutik:
Keluhan lelah menurun Sediakan lingkungan yang
Perasaan lemah menurun nyamn dan rendah stimulus
Dipsnea menurun
Hemoglobin pasien Lakukan latihan ROM jika
dalam kondisi normal (12 perlu
– 14 g/dL)
Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur juka tidak dapat berjalan
Edukasi:
Kolaborasi:
Observasi
Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulansi
Monutor kondisi umum
selama melakukan
ambulansi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
ambulansi dengan alat
bantu (misal tongkat, kruk,
dll)
Fasilitasi melakukan
mobilitas fisik, jika perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulansi
Edukasi
8 Gangguan citra tubuh Tujuan : Setelah dilakukan 8.1 Promosi citra tubuh (I.09305)
(D.0083) b/d perubahan intervensi selama 1 x 1 jam, dikolaborasikan dengan
struktur/bentuk tubuh maka status citra tubuh promosi koping (I.09312)
pasien meningkat.
(L.09067) Observasi
Edukasi
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
9.2 Perawatan area insisi
(I.14558)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Anjurkan memperbanyak
cairan oral
Ajarkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis,
NaCl, RL)
Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, NaCl 0.4%)
Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian
produk darah
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit
12 Resiko perfusi perifer Tujuan : Setelah dilakukan 12.1 Perawatan sirkulasi (I.02079)
tidak efektif (D.0015) intervensi selama 1 X 8 jam, dikolaborasikan dengan
d.d Hiperglikemia, maka status perfusi perifer Perawatan emboli perifer
peningkatan tekanan pasien meningkat. (L.02011) (I.02074)
darah (hipertensi),
kekurangan volume Kriteria Hasil: Observasi
cairan Denyut nadi perifer Periksa sirkulasi perifer
pasien meningkat Identifikasi faktor resiko
Penyembuhan luka gangguan sirkulasi
pasien meningkat Monitor panas, kemerahan,
Edema perifer pasien nyeru atau benkak
menurun ekstermitas
Pengisian kapiler Monitor tanda penurunan
membaik (< 2 detik) sirkulasi vena
Tugor kulit pasien Monitor efek samping
membaik (< 1 detik) koagulan
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Anjurkan menggunakan
obat (Antikoagulan)
13 Resiko cedera pada Tujuan : Setelah dilakukan 13.1 Perawatan kehamilan risiko
ibu (D.0137) d.d intervensi selama 3 x 8 jam, tinggi (1.14560)
besarnya ukuran janin, maka status tinkat cedera dikolaborasikan dengan
persalinan lama, usia pasien menurun. (L.14136 ) pencegahan cedera (I.
ibu (<15 tahun atau >35
tahun), perubahan Kriteria hasil : Observasi
hormonal Toleransi aktivitas Identifikasi faktor risiko
meningkat kehamilan (diabetes,
Kejadian cedera hipertensi, dll.)
luka/lecet menurun Identifikasi riwayat obstertis
Gangguan mobilitas Identifikasi kebutuhan
menurun keselamatan (kondisi fisik
Pola istirahat/tidur penglihatan dan intoleransi
membaik aktivitas)
Monitor status fisik dan
psikososial selama
kehamilan
Terapeutik
Edukasi
Informasikan kemungkinan
intervensi selama proses
kehamilan (pemantauan
janin, dan pengecekan gula
darah rutin)
Ajarkan ibu untuk
beraktivitas dan beristirahat
yang cukup
Ajarkan aktivitas yang
aman selama hamil
Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keuarga
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
anestesi maternal, sesuai
kebutuhan
14 Resikio cedera pada Tujuan : Setelah dilakukan 14.1 Pemantauan denyut jantung
janin (D.0138) d.d intervensi selama 3 x 8 jam, janin (I.02056)
besarnya ukuran janin, maka status tinkat cedera dikolaborasikan dengan
persalinan lama, usia pasien menurun. (L.14136 ) persiapan pemeriksaan
ibu (<15 tahun atau ultrasonografi USG (I.14574)
>35 tahun) Kriteria hasil :
Observasi
Tekanan darah membaik
(90/60 mmHg) Identifikasi status obstertik
Frekuensi nadi membaik Identifikasi
(90-165 x/menit) Indentifikasi riwayat
Frekuensi napas obstertik
membaik (30-60 Identifikasi adanya
x/menit) penggunaan obat, diet dan
Kejadian cedera merokok
luka/lecet menurun Identifikasi pemeriksaan
kehamilan sebelumnya
Periksa dan monutor denyut
jantung pasien selama 1
menit
Monitor tanda-tanda vital
ibu
Monitor hasil pemeriksaan
Terapeutik
Siapkan peralatan
Siapkan pasien secara fisik
dan emosional
Atur posisi pasien
Lakukan manuver leopold
untuk menentukan posisi
janin
Diskusikan hasil
pemeriksaan dengan tim
medis
Jadwalkan pemeriksaan
ulang atau prosedur
tambahan, jika perli
Edukasi
Observasi
identifikasi pengetahuan
dan kemampuan ibu
menghitung pergerakan
janin
monitor gerakan janin
Terapeutik
Jelaskan manfaat
menghitung gerakan janin
Anjurkan ibu memenuhi
kebutuhan nutrisi sebelum
menghitung gerakan janin
Anjurkan posisi miring kiri
saat menghitung gerakan
janin, agar janin dapat
memperoleh oksigen
dengan optimal dengan
meningkatkan sirkulasi
fetomaternal
Anjurkan ibu segera
memberitahu perawat jika
gerakan janin tidak
mencapai 10 x dalam 12
jam
Ajarkan ibu menghitung
gerakan janin
Kolaborasi