Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

JUVENILLE DIABETIK PADA ANAK


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh:
Hanapi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan IMC Bintaro


Program Studi Profesi Ners
Tangerang Selatan
Tahun 2022
BAB I
Tinjauan Teori

A. Pengertian
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA,
Magge S. 2005) Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
atau glukosa dalam darah. Berbeda dari diabetes tipe 2 yang terjadi akibat resistensi
insulin atau karena sel tubuh menjadi kebal atau tidak responsif terhadap insulin, diabetes
tipe 1 terjadi ketika tubuh kurang atau sama sekali tidak memproduksi insulin. Akibatnya,
penderita diabetes tipe 1 memerlukan tambahan insulin dari luar. Diabetes mellitus adalah
sindrom kelainan metabolisme karbohidrat yang ditandai hiperglikemi kronik akibat
defek pada sekresi insulin dan atau inadekuatnya fungsi insulin. Diabetes mellitus tipe 2
adalah kelompok DM akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan
adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot,
jaringan adipose dan hepar terhadap insulin ini, selanjutnya di kenal dengan resistensi
insulin dengan atau tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara kelainan
genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan.

B. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan.
Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
a. Faktor Genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe
I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor Imunologi Adanya respons autotoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing,
yaitu auto antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

C. Patofisiologi
Patofisiologi Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
a. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel
pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini auto
antibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
b. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula
darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan
menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran
cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah
tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat
badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar
agar gula darah di-uptake kedalam sel.
c. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa
sel pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh
sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang
dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa
dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua
bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.

d. Periode ketergantungan insulin yang menetap


Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya

D. Manifestasi Klinik
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes
melitus juvenile ) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin
dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis
karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan
gambaran klinik yang klasik seperti:
a) Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl )
b) Polifagi
c) Poliuria
d) Polidipsi
e) Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
f) Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
g) Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h) Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urin
terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
i) Mata kabur, Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
j) Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
E. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa
pemberian insulin. Ada hal -hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam
tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka
pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines. 2009). Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
1. Insulin Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita
DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis
insulin, regimen yang digunakan, caramenyuntik serta penyesuaian dosis yang
diperlukan
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun
insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor- faktor yang ada,
baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen
konvensional/mixsplit regimen dapat berupa pemberian dua kali
suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif
berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis
basal maupun dosis bolus
d) Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang
baik dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
d. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung
dari beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga,
maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2
unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2. Diet pada upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu
pemberian diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30%
lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena
terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya.
Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada
beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25%
makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-
masing 10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga
memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien
harus mengetahui rasio insulin : karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin
3. Aktivitas fisik/exercise Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru
dengan berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal,
menurunkan berat badanapabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri.
Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan
sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga
dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula
darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di atas
250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga.
Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu
menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia
4. Edukasi Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c
yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik. Monitoring ini menjadi evaluasi apakah
tatalaksana yang diberikan sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik
akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan
gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping
itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.

f. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja,
tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori
(Schteingart, 2006):
1. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
a. Hipoglikemia Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah
kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional,
mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen
sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak.
Hipoglikemi disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan
dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena
latihan fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik. Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh
terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik
yang sering timbul adalah:
a). Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan
yang besar)
b). Minum banyak, kencing banyak Kemudian disusul rasa mual,
muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau
aseton
c). Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
2. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun
ke-5) berupa :
a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
b. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
3. Komplikasi lainnya :
a. Gangguan pertumbuhan dan pubertas Katarak Arterio sklerosis (sesudah
10-15tahun)
b. Hepatomegali
BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien,
tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa
lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a) Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat
atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
d) Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan
antibody
e) Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.  Tingkat pengetahuan
keluarga tentang penyakit diabetes melitus.  Pengalaman keluarga
dalam menangani penyakit diabetes melitus.  Kesiapan/kemauan
keluarga untuk belajar merawat anaknya.  Koping keluarga dan
tingkat kecemasan.
f) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
 Usia  Tingkat perkembangan  Toleransi / kemampuan
memahami tindakan  Koping  Pengalaman berpisah dari keluarga /
orang tua  Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
g) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat. Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan,
kram otot, tonus otot menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan
istrahat/daya aktivitas. Letargi / disorientasi, koma
b. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan
pada ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
c. Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya
infeksi / tidak)
d. Neurosensori, Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi :
mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala,
kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan,
gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo
dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang
berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati
f. Keamanan Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaphoresis
g. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ),
diare Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras,
bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretich)
j. Psikososial Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai
menghasilkan sesuatu Belajar bersaing dan koperatif dengan orang
lain
i)Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/Dl
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e. Elektrolit : ·Natrium : mungkin normal, meningkat, atau
menurun · Kalium : normal atau peningkatan semu
( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor :
lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ;
leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap
stress atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak
ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang
mengindikasikan penggunaannya berkembang insufisien
siinsulin (endogen/eksogen). Sekunder terhadap
/Resisten Gangguan insulin pembentukan dalam dapat
antibody.(autoantibody)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat. n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan
adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan
2. Pathway
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein,
lemak
b. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka, trauma
c. Resiko Infeksi ganguan penyembuhan luka berhubungan dengan penurunan
fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi
d. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
4. Intervensi Keperawatan
A. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein,
lemak.
Tujuan :
Kebutuhan Nutrisi Pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
a. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. R/ untuk
mengetahui peningkatan berat badan pasien.
b. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan
keadaan puasa sesuai dengan indikasi. R/ untuk mengetahui bising usus
dan perkembangan penyakit.
c. Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah. R / untuk mengetahui
gula darah pasien
d. Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. R / untuk mengobati pasien
e. Kolaborasi dengan ahli gizi R / memenuhi kebutuhan nutris tubuh
f. Kaji ttv R/: untuk mengetahui keadaan umum pasien
g. Catat intake dan output R/: memantau jumlah cairan masuk dan keluar

B. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka


( trauma luka )
Tujuan :
Gangguan integritas kulit menunjukan dapat berkurang atau penyembuhan
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
a. Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
R /memantau adanya tanda – tanda infeksi
b. Kaji tanda vital
R/: untuk mengetahui ke adaan umum pasien
c. Lakukan perawatan luka
R/ Membersihakan dan mempercepat peroses penyembuhan luka
d. Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
R/ mempercepat peroses penyembuhan
e. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/: obat-obatan sangat penting dalam proses penyembuhan
C. Resiko Infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
Kriteria hasil :
a. Luka sembuh
b. Tidak ada edema sekitar luka.
c. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi
R/: mengetahui adanya tanda – tanda infeksi
b. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasive
R/ untuk mencegah
c. Lakukan perubahan posisi.
d. \R/ agar tidak terjadi luka dekubitus
e. d. Kaji ttv
R/: untuk mengetahui keadaan bumum pasien
f. Kaloborasi pemberian antibiotic
R/: untuk mencegah infeksi menyebar luas ketempat lain
D. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan :
kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
R/ Untuk mengetahui keadaan umu pasien
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
R/ untuk mengetahui tanda tanda dehidrasi
c. Pantau masukan dan pengeluaran
R/ untuk mengetahui haluan cairan
d. Kaloborasi pemberian cairan·
R/ untuk menentukan cairan yang akan di berikan pasien
5. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun
kolaborasi dan rujukan.
1. Evaluasi Keperawatan
adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan Evaluasi yang diharapkan pada
pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses proseeur pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Argentina: ISPAD, h 20-21. Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in
children. Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 318.
Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161. ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf
Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161. ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1
Maret 2015)
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted.
Doenges,E.Marilynn dan MF. Moorhouse, 2009, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi
III), EGC, Jakarta.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Brink SJ, Lee WRW, Pillay K,
Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents, basic training manual for
healthcare professionals in developing countries, 1sted.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes
Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor.
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2010. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2009.

Anda mungkin juga menyukai