BAB I
PENDAHULUAN
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow. Kekurangan oksigen dalam
hitungan menit saja dapat mengancam jiwa seseorang, oleh karena itu masalah kesehatan yang
berpengaruh terhadap system pernapasan (respiratori) menuntut asuhan keperawatan yang serius.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
“Harapan Kita”, 2001). Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, perlu mengetahui gejala-gejala dini
penyebab serta permasalahannya. Kita ketahui bahwa peran perawat yang paling utama adalah
melakukan promosi dan pencegahan terjadinya gangguan pada system pernapasan, sehingga dalam hal
ini masyarakat perlu diberikan pendidikan kesehatan yang efektif guna meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal nafas adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea
(peningkatan konsentrasi karbondioksida arteri), dan asidosis. (Arif Muttaqin, 2008)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
“Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
2.2 Etiologi
a. Depresi Sistem saraf pusat
Takar lajak obat, anastesi, opioid, cedera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia, dan
hiperkapnia mempunyai kemampuaan dalam menekan pusat pernafasan. Pada pasien ini pernafasan,
pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Henti nafas dapat terjadi pada kasus-kasus berat.
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui
saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan.
Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi. Sindrom Guillanial-
Barre, miastenia gravis, kerusakan pada segmen servikal medulla spinalis, lesi yang akut pada batang
otak dalam multiple sklerosis dan poliomyelitis adalah contoh-contoh penyakit seperti ini.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut
dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan
dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh
mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
• Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan
dada pada inspirasi
Gejala :
2.4 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing
mempunyai pengertian yang berbeda.
• Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
• Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya
paru-paru kembali kekeadaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri: pentinguntuk menentukan adanya asidosis respiratorik dan alkalosis
respiratorik, serta untuk mmengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolic, alkalosis metabolic
atau keduanya.
Hipoksemia:
• Ringan : PaO2 < 80 mmHg • Sedang : PaO2 < 60 mmHg • Berat : PaO2 < 40 mmHg b. Pemeriksaan
rontgen dada: Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui’ c.
Hemodinamik: Tipe I : peningkatan PCWP d. EKG: adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG
yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III, aVF, serta jantung yang
mengalami hipertrofi ventrikel kanan. e. Pemeriksaan sputum: yang di perhatikan ialah bau, warna dan
kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekatan terhadap kuman penyebab. f. Pengukuran fungsi
paru: penggunaan respirometer untuk menggetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan retraksi paru.
FEV1 normal > 83%.
Terapi oksigen: Pemberian oksigen kecepatan rendah, masker Venturi atau nasal prong
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Steroid
Obat-obatan:
- Antibiotic: diberikan setelah dilakukan uji kultur sputum dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab.
Pengkajian Primer
Airway
Breathing
Circulation
• Sakit kepala
• Papiledema
Sirkulasi
• S3S4/Irama gallop
• Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
• TD : hipertensi/hipotensi
• Nyeri/Kenyamanan
• Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan
abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Pernapasan
• Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
• Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas,
penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area
berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit :
cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
Keamanan
• Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
Penyuluhan/pembelajaran
1. Pengkajian persistem
Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi nafas. Secara
umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis,
dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah (iritability), tanpak
binggung (confusion), atau mengantuk (somnolent). Yang tak kalah penting ialah kemampuan orientasi
klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan
berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status mental. Selain itu, gangguan keadaan sering
pula dihubungkan dengan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun. Selain itu kaji
riwayat penyakit masa lalu, riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut nadi, frekuensi
nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan. Keadaan normal frekuensi
pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan
dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan
frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan
gangguan metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang menjadi penyebab
utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup- sampai daerah
dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup
banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronki serta untuk
menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada.
B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan gejala sekunder yang
terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat
kesadaran.
B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda awal dari syok.
B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam
memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini
karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon kulit,
kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.
2. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau kebagian
utama paru, sekresi tertahan, proses penyakit, ventilasi yang tidak adekuat.
2) Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret/mucus,
keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan kelelahan.
3) Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan ekspansi paru, pengesetan
ventilator yang tidak tepat.
4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, peningkatan metabolism, dan proses keganasan.
5) Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman terhadap kematian, tindakan
diagnostic.
6) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum sekunder dan peningkatan laju metabolism.
3. Intervensi
Diagnose 1:
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau kebagian
utama paru, sekresi tertahan, proses penyakit, ventilasi yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pertukaran gas membaik.
Kriteria evaluasi :
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam batas normal.
PH (7,35 – 7,45)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output. Untuk mengidentifikasi indikasi ke
arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
Tempatkan klien pada posisi semifowler. Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
Berikan terapi intravena sesuai anjuran. Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2. Pemberian
oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat serta amati bila ada
tanda-tanda toksisitas. Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.
Diagnosa 2:
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret/mucus,
keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan kelelahan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif, klien
akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas.
Kriteria hasil :
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya
obstruksi
Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yang
melekat dijalan napas
Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan naps dan meningkatkan
gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan
Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan Hidrasi yang adekuat
membantu mengencerkan sekret dan mengektifkan pembersihan jalan napas.
Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada. Fisioterapi dada
merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret
Bronkodilator golongan B2
• Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% Solution,
orciprenaline sulfur 0,75 mg
Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langnsung menuju area bronkhus yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat berdilatasi
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
Agen mukolitik dan ekspetoran Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret peru
untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspetoran akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan napas.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi
inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkhus.
Diagnosa 3:
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan ekspansi paru, pengesetan
ventilator yang tidak tepat.
Tujuan: setelah dilakukan asukan keperawatan 1x24 jam klien akan mempertahankan pola nafas yang
efektif.
Kriteria hasil :
- Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi: Rasional
Kaji RR, auskultasi bunyi napas sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah
perawatan diberikan
Beri posisi high fowler atau semi-fowler Rasional : mengembangkan ekspansi paru
Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif. membantu membersihkan mucus dari p[aru
dan napas dalam memperbaiki oksigenasi
Lakukan fisioterapi
Monitor peningkatan dan pengeluaran sputum sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru.
Berikan bronchodilator sesuai indikasi otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi
Diagnosa 4
Pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, peningkatan metabolisme, dan proses keganasan.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperwatan 1x24 jam terjadi penurunan distress GI, tidak terjadi
anoreksia/intake adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Dapat mendemonstrasikan intake makanan yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
- Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjut, menyatakan perasaan sejahtera.
Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya.
Makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga
memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan.
Makanan yang disukai mendorong anak untuk makan dan meningkatkan intake.
Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna. Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat
meningkatkan distress pada gi sehingga sulit dicerna
Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi. Dapat menimbulkan serangan akut pada anak
yang sensitive.
Berikan perawatan mulut tiap 4 jam. Pertahankan kesegaran ruangan. Bau yang tidak menyenangkan
dapat mempengaruhi nafsu makan.
Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi. Ahli
diet adalah spesialisasi dalam ilmu gizi
yang dapat membantu klien memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan
gizi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, dan berat badan klien.
Diagnose 5
Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, ketakutan / ancaman terhadap kematian, tindakan
diagnostic.
Tujuan: setelah diberikan assuhan keperawatan 2x24 jam kecemasan keluarga dan klien menurun
Kriteria evaluasi :
Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing. Pengalihan perhatian selama episode
asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan.
Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi pasien kepada individu maupun keluarga.
Menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya
4. Pelaksanaan /Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan gagal nafas didasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan
prinsip :
5. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi
yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan sehingga :
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang & intervensi dirubah).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas
penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen
dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada
dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian
yang berbeda.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah
16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-
20 ml/kg).
3.2 SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga dapat membantu
proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu,
diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & suddarth. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta: EGC
Sumber lain:
Ners Ajibarang. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal Nafas http://keperawatan-
gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html
Hani Kami Oji. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal nafas.
http://hanikamioji.wordpress.com/2009/04/23/askep-gagal-napas/feed/
Trinoval Yanto Nugroho. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas.
http://www.trinoval.web.id/search/label/Askep
BAB IV
Kasus
Ny. W usia 45 tahun, dibawa ke IGD RSU Medika, dengan sesak nafas pasca kecelakaan lalu lintas.
Terdapat jejas pada regio dada kanan lateral bawah dan diarah kepada bagian belakang, pasien
mengalami penurunan kesadaran, nafas berat, sianosis, hasil pulse oksimetri menurun 89%, tekanan
darah 110/80 mmHg, dengan frekuensi RR 30 x/menit, pendek dan dangkal, suhu tubuh 36,50 C nadi
110 x/menit dan lemah. Pasien direncanakan dilakukan pemasangan ventilator.
4.1 Pengkajian
Nama pengkaji :
Identitas
Nama : Ny. W
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : pedagang
Usia : 45 tahun
No. RM : 16785
Identitas
Nama : Tn. T
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : nelayan
PENGKAJIAN PRIMER
Sumbatan :
- Terdapat broncospasme
Suara nafas :
2. Breathing ( pernafasan )
Sesak dengan :
- Frekuensi : 30 x/menit
Irama :
- Tidak teratur
Kedalaman :
- Dangkal
Reflek batuk :
- Tidak
Batuk :
- Non produktif
3. Circulation ( sirkulasi )
Sirkulasi perifer :
- Irama : teratur
- Denyut : lemah
- TD : 110/80 mmHg
- Ekstremitas : dingin
- Warna kulit : sianosis
- Edema : tidak
4. Disability
5. Eksposure/Enviroment/Event
Pemeriksaan seluruh bagian tubuh : Terdapat jejas pada regio dada kanan lateral bawah dan diarah
kepada bagian belakang
Pemeriksaan penunjang :-
PENGKAJIAN SEKUNDER
- Rambut : panjang
Warna : hitam
Distribusi : rata
Tekstur : halus
- Mata :
Sclera : putih
Pupil : isokor
- Hidung : simetris
3. Dada
Inspeksi : Terdapat jejas pada regio dada kanan lateral bawah dan diarah kepada bagian
belakang
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ronkhi
4. Abdomen
Palpasi : Timpani
5. Ekstermitas/Muskuluskeletal
6. Kulit/Intergumen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ph Normal : 7,35
PCO2 : 48,0
PO2 : 75
HCO2 : 25
No
Data fokus
Problem
Etiologi
Diagnosa keperawatan
Do : jejas pada kepala bagian belakang,sianosis, nafas berat, RR 30x/menit , pulse oksimetri menurun
89% , penurunan kesadaran
Gangguan perfusi jaringan cerebral berdasarkan kurangnya suplai O2 dalam jaringan otak
Do : sianosis
pH normal
PCO2 :48.0
PO2 : 75
HCO2 : 25
Vebtilasi perfusi
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan kurangnya suplai O2 dalam jaringan otak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi
NO
TGL / HARI
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan kurangnya suplai O2 dalam jaringan otak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mampu bernafas dengan normal
dengan K.H :
3. Tidak sesak
No.
Hari, tanggal/jam
Diagnosa
Implementasi
Paraf
1.
2.
09.00
Kamis, 16 maret 2017
10.00
Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan kurangnya suplai o2 dalam jaringan otak
pasien kooperatif
Pasien nyaman
Pasien kooperatif
Pasien kooperatif
Pasien kooperatif
4.6 Evaluasi Keperawatan
No
Hari/Tanggal/Jam
Diagnosa keperawatan
Evaluasi
paraf
1
Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d kurangnya suplai O2 dalam jaringan otak
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 36,5°C
Nadi : 110x/menit
RR : 30x/menit
TD : 129/80 mmHg
Suhu : 36,50 C
Nadi : 96x/menit
RR : 28x/menit
P : intervensi dilanjutkan dan menganjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam mandiri ketika terasa
sesak.
Ⱦ
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan
komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman penanganan. Penyebab dari gagal nafas juga
harus dikelola secara tepat sehingga gagal nafas dapat dicegah.
Masalah keperawatan pada gagal nafas yang ditemukan pada anak A adalah gangguan pertukaran
gas, peningkatan suhu tubuh dan perubahan proses keluarga. Peningkatan suhu tubuh pada anak A
merupakan penyebab terjadinya kejang yang menyebabkan terjadinya gagal nafas, berdasarkan hal
tersebut tindakan keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya kejang berulang yang dapat menyebabkan kejang.
5.2 Saran
Dalam melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam penanganan A (mempertahankan jalan
nafas) harus diperhatikan posisi tidur pasien, yaitu dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi
terlentang dengan meletakkan ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah jatuhnya
lidah kebelakang sehingga dapat menekan dinding farink bagian belakang yang akan menutupi jalan
nafas..
Dalam penanganan B (pemberian bantuan pernafasan) harus diperhatikan cara memberikan VTP
secara tepat, yaitu tekanan positif diberikan sesuai dengan irama pernafasan penderita, yaitu saat
terjadinya inspirasi.
Daftar Pustaka