Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


American Psychiatric Association mendefinisikan Autism Spectrum Disorder
(ASD) sebagai gangguan perkembangan yang kompleks yang dapat
mengakibatkan gangguan pada proses piker, perasaan, berbahasa, serta
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain.
Saat ini semakin banyak anak yang terdiagnosis dengan Autism Spectrum
Disorder, dimana penyakit ini mengakibatkan gangguan jangka panjang baik bagi
anak maupun orang tua dan keluarga lainnya yang harus berhadapan dengan anak
dengan ASD.
Oleh karena itu, penting bagi dokter umum untuk mengetahui secara garis besar,
apa saja yang termasuk kriteria diagnosa dari ASD serta untuk memberikan
tatalaksana awal yang sesuai serta edukasi bagi keluarga pasien1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Autism Spectrum Disorder (ASD) ,dahulu diketahui sebagai gangguan
perkembangan pervasive ialah sebuah sindroma gangguan
neurodevelopmental dengan fenotip heterogen, dengan pola penurunan
poligenik, dikarakteristikan dengan spectrum yang luas dari gangguan pada
komunikasi sosial dan perilaku yang restriktif serta repetitive. Sebelum adanya
DSM-5, ASD dikategorikan sebagai 5 gangguan yang berbeda, dimana
termasuk diantaranya: gangguan autitis, gangguan Asperger, gangguan
disintegrative masa kanan, sindroma Rett dan gangguan perkembangan
pervasive tak terdefinisikan. 2
2.2. Epidemiologi
Pada tahun 2010 diperkirakan 1 dari 68 anak menderita ASD. Penelitian lain
mengemukakan bahwa ASD dapat terjadi pada semua suku bangsa dan
kelompok sosioekonomik mana saja. Prevalensi ASD ditemukan 5 kali lebih
banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
Penelitian di Asia, Eropa dan Amerika Utara telah mengidentifikasi individu
dengan ASD dengan estimasi prevalensi sebanyak 1 %

2.3. Etiologi dan Patofisiologi 4,5

2
Penyebab terjadinya autisme sangat beraneka ragam dan tidak ada
satupun yang spesifik sebagai penyebab utama dari autisme. Ada indikasi
bahwa faktor genetik berperan dalam kejadian autisme. Dalam suatu studi
yang melibatkan anak kembar terlihat bahwa dua kembar monozigot (kembar
identik) kemungkinan 90% akan sama-sama mengalami autisme;
kemungkinan pada dua kembar dizigot (kembar fraternal) hanya sekitar 5-10%
saja5.
Sampai sejauh ini tidak ada gen spesifik autisme yang teridentifikasi
meskipun baru-baru ini telah dikemukakan terdapat keterkaitan antara gen
serotonin-transporter. Disfungsi serotonin telah terlibat sebagai faktor dalam
asal-usul gangguan autis sejak ditemukan kenaikan signifikan kadar 5-HT
pada pemeriksaan darah. Hipersero-tonemia adalah sebuah temuan yang kuat
dalam gangguan autis. Pada anak-anak nonautistik, kapasitas serotonin, diukur
dengan tomografi emisi positron (PET), lebih dari 200% meningkat sampai
usia 5, dan mulai menurun saat menuju dewasa. Akan tetapi pada anak autis
sintesis serotonin telah terbukti meningkat secara bertahap antara usia 2
hingga 15, dan mencapai 1,5 kali pada tingkat dewasa yang normal. Dalam
studi lain yang terkait, telah menunjukkan bahwa kadar serotonin tampak
stabil setelah usia 12 tahun.5
Selain itu adanya teori opioid yang mengemukakan bahwa autisme
timbul akibat adanya beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat oleh
opioid pada saat usia dini. Opioid kemungkinan besar adalah eksogen dan
opioid merupakan perombakan yang tidak lengkap dari gluten dan kasein
makanan. Pada dasarnya teori ini mengemukakan adanya barrier yang
defisien di dalam mukosa usus dan di darah-otak (blood-brain), atau oleh
karena adanya kegagalan peptida usus dan peptida yang beredar dalam darah
untuk mengubah opioid menjadi metabolit yang tidak bersifat racun dan
menimbulkan penyakit. Protein dari kedua makanan ini tidak semua dirubah
menjadi asam amino tetapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek
asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Pada penyandang autistik,
peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk ke dalam aliran darah, masuk
ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morfin yaitu casomorfin dan
gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi

3
otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif,
reseptif, atensi dan perilaku5.
Barrier yang defektif ini mungkin diwarisi (inherited) atau sekunder
karena suatu kelainan. Berbagai uraian tentang abnormalitas neural pada
autisme telah menimbulkan banyak spekulasi mengenai penyakit ini. Namun,
hingga saat ini tidak ada satupun, baik teori anatomis yang sesuai maupun
teori patofisiologi autisme atau tes diagnostik biologik yang dapat digunakan
untuk menjelaskan tentang sebab utama autisme. Beberapa peneliti telah
mengamati beberapa abnormalitas jaringan otak pada individu yang
mengalami autisme, tetapi sebab dari abnormalitas ini belum diketahui,
demikian juga pengaruhnya terhadap perilaku5.
Etiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang
menjelaskan tentang autisme infantil yaitu:
1. Teori psikoanalitik
Teori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967)
menyatakan bahwa autisme terjadi karena penolakan orangtua terhadap
anaknya. Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan
negatif mereka. Anak tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki
dampak apapun pada dunia sehingga menciptakan
benteng kekosongan untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan
kekecewaan4.
2. Genetik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali
beresiko lebih tinggi dari wanita. Sementara resiko autis jika memiliki
saudara kandung yang juga autis sekitar 3%. Kelainan dari gen
pembentuk metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis.
Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme
kontrol tubuh terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu
perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat, pematangan saluran
cerna, dan penguat sistem imun. Disfungsi metalotianin akan
menyebabkan penurunan produksi asam lambung, ketidakmampuan
tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sistem imun yang
sering ditemukan pada orang autis. Teori ini juga dapat menerangkan
penyebab lebih berisikonya laki-laki dibanding perempuan. Hal ini

4
disebabkan karena sintesis metalotianin ditingkatkan oleh estrogen dan
progesterone5.
3. Studi biokimia dan riset neurologis
Pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistik
pada salah satu penelitian menunjukkan adanya dua daerah di dalam
sistem limbik yang kurang berkembang yaitu amygdala dan
hippocampus. Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi,
sensori, input, dan belajar. Penelitian ini juga menemukan adanya
defisiensi sel Purkinje di serebelum. Dengan menggunakan Magnetic
Resonance Imaging (MRI), telah ditemukan dua daerah di serebelum,
lobules VI dan VII, yang pada individu autistik secara nyata lebih kecil
dari pada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagai
pusat yang bertanggung jawab atas perhatian5.
Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita
autistik menun-jukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan
serebrospinal dibandingkan dengan orang normal5.
2.4. Gejala Klinis 6
2.4.1. Gejala klinis utama pada ASD:
2.4.1. Defisit persisten pada komunikasi dan interaksi sosial
Anak dengan ASD tidak dapat berkomunikasi dan kurang
dapat melakukan interaksi sosial nonverbal secara spontan. Infant
dengan ASD dapat tidak memiliki senyum sosial, dimana anak
yang lebih besar dapat tidak memiliki postur untuk digendong oleh
orang tuanya. Kurangnya kontak mata juga sering ditemukan pada
masa kanak maupun remaja.
Anak dengan ASD dapat tidak mengetahui secara eksplisit
siapa orang terpenting dalam hidup mereka, misalkan orang tua,
saudara kandung atau guru, dan sebaliknya merasa tidak apa jika
dibiarkan bersama orang asing. Anak dengan ASD sering merasa
dan menunjukkan cemas berlebih saat rutinitas kebiasaan mereka
terganggu. Saat anak dengan ASD mencapai usia sekolah,
kemampuan sosial mereka dapat meningkat dan penarikan sosial
dapat menjadi kurang jelas, terutama dengan anak yang lebih dapat
berfungsi normal. Akan tetapi, defisit tetap dapat terlihat, sering

5
pada kurangnya kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman
sebayanya sehingga sulit menjalin hubungan pertemanan.
Perilaku sosial dari anak dengan ASD pada umumnya bersifat
aneh dan terkadang menjadi tidak pantas. Pada anak sekolah
dengan usia lebih lanjut, gangguan sosial dapat terlihat dengan
adanya kekurangnan dari pembicaraan dua arah, sedikitnya
membagikan minat, dan berkurangnya gesture tubuh maupun
wajah saat berkomunikasi. Secara kognitif, anak dengan ASD
sering lebih memiliki kemampuan pada bidang visuospasial
dibandingkan dengan kemampuan yang memerlukan kemampuan
verbal.
Individu dengan ASD pada umumnya menginigkan
pertemnan. Namun sering kali anak dengan ASD dijauhi oleh
teman sebayanya karena adanya perilaku yang aneh serta ketidak
mampuan dalam melakukan aktivitas seperti teman sebayanya.
Memasuki usia remaja dan dewasa, sering kali mereka yang
memiliki ASD mengingikan hubungan romantic dan bagi
beberapa, peningkatan dalam kemampuan sosial dapat
memudahkan mereka untuk memelihara hubungan jangka panjang.
2.4.2. Perilaku, minat dan aktifitas yang bersifat restriktif dan repetitif
Sejak beberapa tahun pertama kehidupan, anak dengan ASD
dapat mengalami gangguan atau keterbatasan dalam bermain.
Mainan dan benda-benda dapat tidak digunakan sebagaimana
mestinya dan dapat dimanipulasi dalam sebuah keiasaan tanpa
makna. Anak dengan ASD tidak menunjukan pola permainan
mengikuti orang lain atau pantomime abstrak seperti anak pada
seusianya.
Aktivitas dan permainan dari anak dengan ASD dapat terlihat
lebih kaku, berulang, dan monoton dibandingkan dengan anak
seusianya. Ritual dan perilaku kompulsif sering ditemukan pada
masa kanak awal dan pertengahan. Anak dengan ASD memiliki
ketertarikan dalam aktivitas seperti berputar, menhantamkan
kepala ataupun menonton aliran air. Gangguan perilaku kompulsif
juga dapat ditemukan seperti menjejerkan benda-benda, tidak
jarang juga anak dengan ASD memiliki ketertarikan kuat pada

6
benda mati. Anak dengan ASD dengan gangguan intelektual berat
dapat memiliki rerata perilaku yang menstimulasi diri sendiri atau
melukasi diri sendiri. Perilaku sterotipik, mannerism, sering juga
ditemukan.
Anak dengan ASD sering mengalami kesulitan pada adanya
perubahan dan menganggap hal tersebut sebagai ancaman. Pindah
ke rumah baru, mengatur furniture dalam ruangan dengan
pengaturan yang berbeda, atau mengganti urutan makan-mandi
dapat memprovokasi anak menjadi panik, takut atau kemarahan.
2.4.3. Karakteristik fisik yang berkaitan
Jika dilihat sekolas anak dengan ASD tidak menunjukkan
adanya karakter fisik yang menonjol. Anak dengan ASD, secara
keseluruhan memiliki rerata yang lebih tinggi dari anomaly fisik
minor seperti malformasi telinga, dan hal ini dapat menjelaskan
adanya abnormalitas dalam perkembangan fetus dari organ
tersebut dan juga dengan bagian dari otak.
Angka yang cukup tinggi ditemui pada anak ASD yang tidak
menunjukkan adanya penggunaan tangan kanan atau kiri, dan
menjadi ambidextrous pada usia saat dominansi cerebral
seharusnya sudah terlihat jelas pada anak. Anak dengan ASD juga
diobservasi memiliki insidensi yang lebih tinggi dari
dermatoglyphic yang abnormal (finger print) dari populasi umum.
Penemuan ini dapat mengindikasikan adanya gangguan dari
perkembangan neuroektodermal.

2.4.2. Gejala tambahan yang dapat ditemui pada ASD:


2.4.1. Gangguan pada perkembangan dan pengunaan bahasa
Defisit pada gangguan perkembangan dan kesulitan
menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan ide adalah
kriteria utama untuk diagnosa ASD, akan tetapi tidak pada semua
anak ASD demikian. Beberapa anak dengan ASD mungkin
memang tidak ingin berbicara dan gangguan berbicara tidak
diakibatkan oleh motivasi yang kurang.
Pada tahun pertama kehidupan, babbling dapat terlihat
minimal atau bahkan tidak ditemukan sama sekali. Beberapa anak
dengan ASD memvokalisasi suara seperti clicks, screech atau kata
yang tidak bermakna tanpa keinginan untuk berkomunikasi. Tidak

7
jarang juga pada anak dengan ASD untuk mengatakan suatau kata
satu kali dan selanjutnya tidak menggunakannya lagi. Anak dengan
ASD dapat memiliki echolalia atau frase stereotipik. Pola bahasa
seperti ini sering diasosiasikan dengan kebalikan. Sebagai contoh
anak dengan ASD dapat mengatakan Kamu mau mainan itu saat
maksudnya ialah dia yang menginginkan mainan tersebut.
Kesulitan dalam artikulasi juga sering ditemukan. Sekitar 50%
anak dengan ASD tidak pernah berbicara dengan normal.
2.4.2. Disabilitas intelektual
Sekitar 30% anak dengan ASD dapat berfungsi dengan
gangguan intelektual yang bervariasi. Dari 30% anak tersebut,
lebih dari 50%nya memiliki gangguan intelektual yang berat. Skor
IQ dari anak dengan ASD menunjukan masalah berat dari
kemampuan verbal dan abstrak, dengan kekuatan relatif pada
kemampuan visuospasial dan memori.
2.4.3. Irritability
Secara luas, meliputi agresi, perilaku melukai diri sendiri dan
temper tantrum. Fenomena ini umum ditemui pada anak dan
remaja dengan ASD. Gejala ini sering terlihat pada saat anak
diharapkan untuk bertransisi dari satu aktivitas ke aktivitas
lainnya.
2.4.4. Mood dan afek yang tidak stabil
Beberapa anak dengan ASD menunjukkan perubahan mood
yang drastis dengan tertawa atau menangis tanpa sebab. Hal ini
sulit dipelajari lebih lanjut jika anak tidak dapat mengekspresukan
pemikiran yang terkait dengan afek.
2.4.5. Respons pada stimulus sensorik
Anak dengan ASD telah diobservasi memiliki respons yang
berlebihan dari beberapa stimulus dan kurang merespon beberapa
stimulus contohnya terhadap suara atau nyeri, Tidak jarang anak
ASD terlihat tuli, dengan tidak menujukkan adanya respon
terhadap suara, tetapi anak yang sama dapat memiliki ketertarikan
terhadap suara dari jam tangan. Beberapa anak memiliki ambang
rangsang nyeri yang tonggo atau respons yang tidak lazim
terhadap nyeri.
2.4.6. Hiperaktif dan inatensi

8
Hiperaktif dan inatensi sering ditmeukan pada anak dengan
ASD. Aktivitas yang lebih rendah dari normal jarang ditemukan,
saat ditemukan sering bergantian dengan hiperaktivitas. Atensi
dengan waktu lebih sedikit, kesulitan fokus pada tugas juga dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari.
2.4.7. Keahlian pada bidang lain
Anak dengan ASD dapat memiliki kemampuan yang tidak
dimiliki anak sesusianya seperti dalam hal memori atau berhitung.
Dapat juga termasuk hyperlexia, kemampuan untuk membaca
sangat baik pada usia muda, mengingat atau mengutip,
kemampuan musik baik menyanyikan atau memainkan musik.
2.4.8. Insmonia
Seringkali insomnia ditemukan pada anak dan remaja dengan
ASD, diperkirakan terjadi pada 44-83% anak dengan ASD. Dan
dapat ditatalaksana dengan terapi perilaku atau denagan medikasi.
2.4.9. Infeksi minor dan gejala gastrointestinal
Anak dengan ASD sering mengalami infeksi minor seperti
infeksi respiratorik. Gejala gastrointestinal yang sering ditemukan
adalah burping berlebihan, konstipasi. Sering juga ditemukan
adanya kejang demam pada anak dengan ASD.

Gejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada


sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir.
Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak
menurut usia. 7
a. Usia 0-6 bulan
Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

9
Gerakan tangan dan kaki berlebihan
Sulit bila digendong
Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
Tidak ditemukan senyum sosial
Tidak ada kontak mata
Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. Usia 1-2 tahun
Kaku bila digendong
Tidak mau bermain permainan sederhana (cilukba, dada)
Tidak mengeluarkan kata
Tidak tertarik pada boneka
Memperhatikan tangannya sendiri
Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor
kasar/halus
Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. Usia 2-3 tahun
Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
Melihat orang sebagai benda
Kontak mata terbatas
Tertarik pada benda tertentu
Kaku bila digendong
e. Usia 4-5 tahun
Sering didapatkan ekolalia (membeo)
Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
Temperamen tantrum atau agresif

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat
anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu:
a. Interaksi sosial
Tidak tertarik bermain bersama teman

10
Lebih suka menyendiri
Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan
b. Komunikasi
Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
Senang meniru atau membeo (ekolalia)
Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi
kemudian sirna.
Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain
Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian
tersebut tanpa mengerti artinya
Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit bicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa.
c.Pola bermain
Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
Senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, gasing
Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau
rodanya diputar-putar
Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus
dan dibawa kemana-mana
d. Gangguan sensoris
Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
Sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti senang
mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
Dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal
Perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya
dalam keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.

11
Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya,
kemudian menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat
bicara kemudian hilang
f. Penampakan gejala
Gejala diatas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil.
Biasanya sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.
Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak
berkurang
Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang:
1. Perilaku
a) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-
goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-
putar, mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan bolak-balik,
melakukan gerakan yang diulang-ulang
b) Tidak suka pada perubahan
c) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
2. Emosi
a) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-taawa
menangis tanpa alasan.
b) Kadang suka menyerang dan merusak
c) Kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
d) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang
lain.

2.5. Kriteria Diagnostik 2


Autisme pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner (1948)
sebagai suatu sindrom kekurangan dalam komunikasi sosial dengan
adanya perilaku repetitif dan stereotipik dengan onset pada masa kanak
awal. Pada DSM-III kelainan ini disebut jga dengan autisme infantil
dan tergabung sebagai salah satu dari gangguan perkembangan
pervasive. Pada DSM-III-R dan DSM-IV, gangguan lain tergabung
dalam kategori ini seperti gangguan REtt, gangguan disintegrative
masa kanan, gagguan Asperger dan gangguan perkembangan pervasive
lainnya yang tidak dapat ditentukan. DSM-5 saat ini menggantikan

12
semua diganosa tersebut dengan sebuah diagnosa Autism Spectrum
Disorder (ASD). ASD dikategorikan dalam gangguan
neurodevelopmental. Meskipun terda[at sejak masa kanan awal,
gangguan ini dapat tidak terdeteksi hingga usia lebih lanjut karena
dukungan dari orang tua atau pengasuh.
Untuk DSM-5. Diagnosis dikonsepkan ulang sebagai sebuah
spectrum yang termasuk didalamnya beragam jenis gangguan yang
dibedakan pada DSM-IV. Fitur penting dari ASD adalah kekurangan
dalam komunikasi, pada perilaku komunikasi non-verbal untuk
interaksi sosial, dan dalam membentuk, mempertahankan, dan
mengerti sebuah hubungan, adanya perilaku, minat dan aktivitas yang
bersifat terbatas dan repetitif. Perbedaan antara gangguan
perkembangan pervasive inkonsisten seiring berjalannya waktu,
bervariasi sesuai tempat, dan sering dikaitkan dengan derajat
keparahan, tingkat bahasa atau inteligens dan bukan dari fitur
gangguan ini.
Menurut DSM-5, kriteria diagnostik untuk ASD adalah sebagai
berikut:
A. Defisit peristen pada komunikasi sosial dan interaksi sosial
pada konteks multiple yang bermanifestasi sebagai berikut,
baik saat ini atau dengan riwayat
1. Defisit pada reciprocity?, rentang sosio-emosional,
sebagai contoh, adanya pendekatan sosial yang
abnormal dan ketidak mampuan untuk melakukan
pembicaraan dua arah; menurunnya sharing of interests,
emosi dan afek; bahkan adanya kegagalanuntuk
memulai atau merespon terhadap interaksi sosial
2. Defisit pada perilaku komunikatif non-verbal yang
digunakan untuk interaksi sosial, sebagai contoh, dapat
ditemukan adanya integrasi komunikasi verbal dan
nonverbal yang kurang, abnormalitas pada kontak mata
maupun bahasa tubuh atau defisit pada pengertian akan
penggunaan gesture, dan dapat berupa kekurangan dari
ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal
3. Defisit dalam mengembangkan, memelihara dan
mengerti hubungan, bervariasi sebagai contoh mulai

13
dari kesulitan untuk menyesuaikan perilaku untuk
memenuhi konteks sosial yang beragam hingga
kesulitan untuk membagikan permainan imaginative
atau untuk berteman, hingga hilangnya ketertarikan
dengan teman sepermainan.
B. Perilaku, minat dan aktivitas yang repetitif dan restriktif,
ditandai dengan adanya dua diantara berikut baik saat ini
ditemukan ataupun adanya riwayat:
1. Pergerakan motorik, penggunaan objek atau
pembicaraan yang repetitif atau mengikuti stereotipe
tertentu. (contohnya menjejerkan mainan, membalikkan
barang, ekolalia, atau frase idiosinkratik)
2. Insitence atau kesamaan, tidak fleksibel dan keterkaitan
erat pada rutinitas atau pola seperti ritual dari perilaku
verbal maupun nonverbal. (contohnya adanya distress
berlebih akibat perubahan minimal, kesulitan dalam
transisi, pola piker yang kaku, adanya ritual dalam
menyapa, harus mengambil rute yang sama atau
memakan makanan yang sama setiap hari)
3. Sangat terbatas, minat yang terbatas dan abnormal pada
intensitas ataupun fokus (contoh: adanya perlekatan
yang kuat atau preokupasi terhadap objek yang tidak
lazim, minat yang terbatas)
4. Hiper atau hiporeaktif pada input sensorik atau minat
yang tidak lazim pada aspek sensorik dari lingkungan.
(contoh: tidak berekasi terhadap nyeri atau perubahan
temperaur, respons terhadap suara atau tekstur yang
spesifik, menghidu atau menyentuh objek berlebihan,
ketertarikan visual pada cahaya dan gerakan)
Jelaskan tingkat keparahan saat ini:
Tingkat keparahan bergantung pada komunikasi sosial yang
terganggu dan terbatas serta pola perilaku yang repetitif.

C. Gejala harus didapatkan pada masa perkembangan dini (tetapi


dapat tidak bermanifestasi secara lengkap hingga kebutuhan
soaial melebihi kemampuan sosial, atau dapat terselubung
dengan adanya strategi yang dipelajari pada perkembangannya)

14
D. Gejala mengakibatkan gangguan klinis yang signifikan pada
kehidupan sosial, pekerjaan ataupun area penting lainnya.
E. Gangguan-gangguan berikut tidak lebih baik dijelaskan oleh
adanya disabilitas intelektual (gangguan perkembangan
intelektual) atau global development delay. Disabilitas
intelektual dan ASD sering terjadi bersamaan; untuk membuat
diagnosa komorbid ASD dan disabilitas intelektual, komunikasi
sosial harus berada dibawah dari normal perkembangan.

Catatan: Individu dengan gangguan autistik yang telah


didiagnosa menggunakan DSM-IV, gangguan Asperger, atau
gangguan perkembangan pervasive yang tidak spesifik, harus
diberikan diagnosis ASD. Individu dengan defisit komuniasi
sosial yang bermkana, tetapi gejalanya tidak menemui kriteria
ASD, hars di evaluasi untuk gangguan komunikasi sosial
(pragmatik)

Jelaskan lebih lanjut apabila:


Dengan atau tanpa penyerta gangguan intelektual
Dengan atau tanpa penyerta gangguan bahasa
Hubungan dengan gangguan medis ataupun genetik atau faktor
lingkungan
Hubungan dengan gangguan neurodevelopmental, mental atau
perilaku
Hubungan dengan katatonia

Kriteria A
Kriteria penting pada ASD adalah gangguan persistent dari reciprocal
komunikasi sosial dan interaksi sosial pada berbagai konteks. Gejala
ini bersifat pervasive dan berkelanjutan. Manifestasi bergantung
sebagian pada usia, tingkat inteletual, kemampuan berbahasa, dan oleh
perbedaan individu dalam personality dan faktor lain seperti riwayat
terapi dan dukungan dari keluarga. Untuk banyak penderita ASD,
gangguan berbahasa dapat terhadi ( tidak bicara atau adanya onset
yang terlambat). Komunikasi dapat terganggu bahkan jika kemampuan
formal, termasuk tata bahasa dan vocabulary tetap terjaga. Defisit pada
reciprocity sosio-emosional sangat jelas terlihat dan anak dengan
gangguan ini dapat menunjukan sedikit atau tidak adanya interaksi

15
sosial dan tidak menunjukkan emosi. Gambaran awal yang dapat
terlihat ialah sedikitnya atau tidak adanya kontak mata.

Kriteria B
Kriteria ini memerlukan anak untuk memiliki perilaku restriktif dan
repetitif serta minat dan aktivitas yang berulang dan juga terbatas.
Sbegai contoh, anak dapat lebih memilik rutinitas yang kaku dan
meminta agar melakukan sesuatu dengan cara yang sama. Anak dapat
memiliki fokus yang sempit dan berlebihan pada topic tertentu seperti
jadwal kereta. Anak dapat memiliki perilaku stereoptpe atau repetitif
seperti tepuk tanagan atau finger flicking. Pelekatan yang berlebihan
terhadap rutin dan pola terbatas dari perilaku dapat bermanifestasi
sebagai adanya resistensi terhadap perubahan atau pola yang telah
menjadi ritual dari perilaku verbal dan nonverbal, seperti bertanya
yang berulang ulang Minat yang sangat terbatas dan terfikasasi
dengan intensitas dan fokus yang abnormal (contohnya adalah
preokupasi terhadap vacuum cleaners) Minat dan rutinitas dapat terkait
dengan input senosrik yang rendah, seperti yang terlihat pada respons
berlebihan terhadap suara atau tekstur spesifik, penciuman atau
menyentuh benda secara berlebihan, kekaguman pada lampu atau
benda berputar, dan terkadang, tidak merasa nyeri, panas atau dingin.

Kriteria C, D, dan E
Gejala dimulai pada awal kehidupan dan membatasi atau menyebabkan
gangguan pada funsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya. Pada
periode saat gangguan fungsional menjadi nyata bervariasi pada tiap
individu dan lingkungan sekitarnya. Fitur diagnostik untama dapat
terlihat pada periode perkembangan, tetapi intervensi, kompensasi dan
dukungan keluarga dapat menutupi kekurangan pada perkembangan
selanjutnya dari gangguan yang ada.

ASD perlu diberdakan dengan adanya disabilitas intelektual dan global


development delay, karena kondisi tersebut juga dapat disertai dengan
kesulitan komunikasi. Perbedaan ini dapat sulit diegakkan pada anak.
Penentuan dapat bergantung pada ada atau tidaknya komunikasi dan
interaksi yang terganggu dibandingkan dengan tingkat perkembangan

16
kemampuan nonverbal seorang individu, dimana pada kasus ini
diagnosa ASD lebih dimungkinkan.
Anak dengan ASD dapat memiliki masalah yang jelas pada awal
kehidupan. Pada usia 3-6 bulan, orang tua dapat menemukan bahwa
anak tidak tersenyum. Gejala pertama yang terlihat biasanya pada area
bahasa. Seiring pertambahan usia seorang anak tidak diikuti dengan
perkembangan sesuai usianya, seperti belajar untuk berbicara dalam
kata-kata maupun kalimat, tampak menarik diri dan tidak terhubung
dengan orang sekitarnya. Anak mungkin tidak tertarik untuk
berhubungan dengan orang tuanya dan malah asik sendiri dengan
aktivitasnya seperti menhanamkan kepala ketembok. Selanjutnya,
dapat terlihat lebih jelas bahwa sesuatu terlihat salah dan fitur dari
gangguan ini menjadi semakin jelas seiring waktu dimana anak-anak
ini gagal untuk mengembangkan kemampuan komunikasi verbal dan
interpersonal.
Pada anak yang lebih kecil, kurangnya kemampuan sosial dan
komunikasi dapat menghambat kekmampuan belajar, terutama yang
berhubungan dengan interaksi sosial. Saat berada dirumah, kemauan
yang keras untuk melakukan rutinitas dan resistensi yang berat untuk
perubahan, sensitivitas sensorik, dapat mengganggu pola makan dan
tidur dan mengganggu perawatan rutin (potong rambut atau pergi ke
dokter gigi) menjadi sangat sulit. Memasuki usia dewasa, kekakuan
dan kesulitan dapat menghambat kemampuan untuk mandiri meskipun
pada kasus ASD yang terjadi pada anak dengan inteligensia tinggi.

2.6. Diagnosa Banding 4


2.6.1. Skizofrenia dengan onset masa kanak
Skizofrenia jarang pada anak-anak dibawah 5 tahun. Skizofrenia
disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan
retardasi mental yang lebih rendah dan dengan IQ yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak autistik.

Tabel 2.1 Perbedaan ASD dan Skizofrenia Masa Kanak


Kriteria ASD Skizofrenia dengan masa
onset anak-anak
Usia onset Masa perkembangan awal Jarang < 5 tahun

17
Insidensi 1% <1 dalam 1000
Rasio jenis kelamin (L:P) 4:1 1,67:1
Riwayat Keluarga Tidak meningkat Mungkin meningkat
Skizofrenia
Penyulit prenatal dan Lebih sering pada Lebih jarang pada
perinatal dan disfungsi gangguan autistik skizofrenia
otak
Karakteristik perilaku Gagal mengembangkan Halusinasi dan waham,
hubungan: tidak ada bicara gangguan pikiran
(ekolalia); frase sterotipik;
tidak ada atau buruknya
pemahaman bahasa;
kegigihan atas kesamaan
dan streotipik
Fungsi adaptif Biasanya selalu terganggu Perburukan fungsi
Tingkat intelegensi Bervariasi luas, dapat Dalam rentang normal,
terganggu intelektualnya sebagian besar normal
(30%) namun rendah.
Pola IQ Performa baik kecuali pada Lebih rata
verbal
Kejang Grandmal 4-32% Insidensi jarang

2.6.2. Disablitias intelektual dengan gejala perilaku terganggu


Anak dengan disabilitas intelektual dapat memperlihatkan perilaku
yang menyerupai ASD. Perbedaan utamanya ialah pada disabilitas
intelektual maka terlihat gangguan global pada area verbal maupun
nonverbal, dimana anak dengan ASD umumnya hanya memiliki
kekurangan pada interaksi sosial dibandingkan area lain.
2.6.3. Gangguan berbahasa
Beberapa anak dengan gangguan berbahasa juga dapat memiliki
fitur dari ASD yang dapat menyulitkan diagnosis.

Tabel 2.2 Perbedaan ASD dengan Gangguan Berbahasa


Kriteria ASD Gangguan Berbahasa
Insidensi 1% 5 dalam 10,000
Rasio jenis kelamin (L:P) 4:1 Sebanding L:P

18
Riwayat Keluarga dari <25% kasus <25% kasus
Keterlambatan berbicara
Ketulian Sangat jarang Tidak jarang
Komunikasi nonverbal Terganggu Dapat dilakukan dengan
(gestur) baik
Abnormalitas bahasa Sering ditemukan Jarang
(echolalia, frase sterotipik
diluar konteks)
Masalah Artikulasi Jarang Sering
Permainan Imaginatif
Sering terganggu Tidak terganggu

2.6.4. Tuli kongenital atau gangguan pendengaran


Anak dengan ASD dapat memiliki mutisme dan gangguan
perkembangan bahasa, tuli kongenital dan gangguan pendengaran
harus dipikirkan dan disingkirkan. Perbedaan yang dapat ditentukan
adalah sebagai berikut:
Pada bayi dengan ASD, dapat babble namun jarang,
sementara bauo dengan gangguan perkembangan dapat
memiliki babbling yang normal kemudian menurun dan
berhenti pada usia 6 bulan hingga 1 tahun.
Anak dengan tuli hanya merespon pada suara keras,
sementara anak dengan ASD dapat menghiraukan suara
keras dan merespon terhadap suara lemah
Audiogram atau auditory evoked potential mengindikasikan
kehilangan pendengaran berat pada anak dengan ketulian
Anak dengan tuli sering melakukan komunikasi nonverbal
dan mencari interaksi sosial dengan teman sebaya ataupun
keluarga.
2.6.5. Deprivasi psikososial
Kurangnya perhatian dan perilaku yang salah oleh orang tua
terhadap anak dapa mengakibatkan anak terlihat apatis, menarik diri
dan terasing. Bahasa dan juga kemampuan motorik dapat terhambat.
Anak-anak dengan gejala ini umumnya berkembang dengan baik
apabila ditempatkan pada lingkungan yang mendukung, namun pada

19
anak dengan ASD, faktor lingkungan tidak memperlihatkan
perkembangan yang signifikan.
2.7. Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana pada anak dengan ASD adalah untuk
meningkatkan interkasi sosial, kominikasi, dan meluaskan strategi
untuk mengintegrasikan dengan kegiatan sekolah, mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya yang baik dan meningkatkan
kemampuan jangka panjang untuk dapat hidup mandiri. Tatalaksana
psikossosial ditujukan untuk membantu anak dengan ASD untuk
mengembangkan kemampuan dalam pertemuan sosial, meningkatkan
dan meningkatkan perilaku dengan teman sebaya serta mengurangi
gejala perilaku yang aneh.

2.7.1. Intervensi Psikososial


a. Intervensi intensif dini untuk perilaku dan perkembangan
1. UCLA/Lovaas-based Model
Merupakan jenis dari terapi Applied behavior analysis dalam
menatalaksana anak dengan ASD. DImana ABA adalah
program yang diaplikasikan untuk perilaku sosial berdasarkan
prinsip ilmiah dari perilaku dimana perkembangannya secara
berkala diukur serta dilakukan intervensi yang sesuai.
Pada program ini dilakukan interaksi positif, dimana hal ini
pertama dilakukan dengan menggunakan aktivitas kesukaan
anak dan bagaimana responsnya terhadap berbagai usaha untuk
berkomunikasi. Kemudian dilakukan motivasi dengan
menggunakan materi yang telah dikenal dan khusus bagi anak.
Keterlibatan orang tua pada hal ini sangat penting, sehingga
dilakukan juga pelatihan bagi orang tua agar dapat menciptakan
lingkungan yang mendukung. Pada program ini anak juga
diajarkan untuk berbicara, dan imitasi dimana anak diajarkan
untuk mengobservasi bagaimana anak lain belajar, dan interaksi
sosial serta permainan yang bersifat kooperatif juga diajarkan. 12
2. Early Start Denver Model (ESDM)
Terapi ini adalah terapi perilaku komprehensif dini bagi anak
dengan ASD pada rentang usia 12-48 bulan. Program ini
meliputi kuriukulum perkembangan dengan kemampuan yang

20
diberikan kepada anak pada waktu tertentu dengan prosedur
pengajran khusus.
Butir-butir utama dalam metode ini adalah:
Strategi dari analisa perilaku natural
Keterlibatan orang tua yang mendalam
Fokus pada afek positif
Terdapat kegiatan tergabung
Pembelajaran bahasa dan komunikasi dalam hubungan
yang positif
Sebuah penelitian randomized clinical trial menunjukkan
bahwa anak yang menerima terapi ESDM selama 20 jam per
minggu (15 jam dengan terapis terlatih dan 5 jam oleh orang
tua) selama 2 tahun menunjukan adanya perkembangan yang
lebih baik pada kemampuan kognitif dan berbahasa serta
perilaku adaptif dan lebih sedikit gejala autistic dari anak yang
diterapi dengan pilihan lain. 11
b. Pendekatan kemampuan sosial
1. Social Skill Training
Pada umumnya diberikan oleh pemimpin terapi kepada
anak-anak dengan variasi usia secara berkelompok dengan
teman sebaya; anak-anak diberikanlatihan secara terstruktur
dalam menginisiasi percakapan sosial dan untuk atensi, serta
mengidentifikasi emosi. Tujuan dari latihan secara berkelompok
ialah agar anak dapat menggunakan teknik yang telah diajarkan
pada kehidupan nyata sehingga dapat berkomunikasi dengan
lebih baik dengan orang-orang disekitarnya.
c. Intervensi perilaku dan terapi perilaku kognitif untuk perilaku
repetitif dan gejala terkait lainnya
1. Behavioral therapy
Applied behavioral analysis menggunakan prinsip positive
reinforcement dimana anak dilatih untuk melakukan hal tertentu
dan saat dapat melakukannya diberikan reward dengan harapan
perilaku tersebut dapat terus diulangi.
Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa ABA dapat
membantu perkembangan dalam berkomunikasi, hubungan
sosial, bermain, perawatan diri, dalam sekolah dan pekerjaan.9
2. Cognitive-Behavioral Therapy
Pada penelitian randomized controlled trial (RCT)
telah ditemukan bermanfaat untuk gejala ansietas, depsi dan

21
gangguan obsesif-kompulsif, namun masih sedikit RCT untuk
ASD, akan tetapi terapi jenis ini telah digunakan untuk
menatalaksana anak dengan ASD.
d. Intervensi edukasional untuk anak dengan ASD
1. Treatment and Education of Autistic and Communication-
related Handicapped Children (TEACCH).
Meliputi pembelajaran terstruktur erdasarkan adanya
kesulitan yang dialami oleh anak dengan ASD dalam hal
persepsi, sehingga metode pembelajaran ini menggunakan
banyak alat bantu visual serta gambar untuk membantu anak
dalam belajar.
Program pembelajaranannya:

Support untuk permasalahan atensi dan fungsi eksekutif

Pemeblajaran dalam visual atau informasi tertulis untuk
membantu komunikasi verbal

Support untuk komunikasi sosial 10
2. Broad-based approaches
Pada metode pembelajaran ini, digunakan beberapa strategi
pembelajaran yang menggunakan analisa perilaku serta terfokus
pada remediasi dari bahasa.
3. Computer-based approaches and virtual reality
Metode pembelajaran ini menggunakan alat bantu berupa
program computer, permainan serta program interaktif lainnya
untuk memberikan pelajaran bagi anak dengan ASD.

2.7.2. Intervensi Psikofarmakologi6


a. Irritabilitas
Untuk mengatas kondisi ini dapat digunakan antipsikotik
generasi 2 seperti risperidone dan aripiprazole.Pada beberapa
penelitian risperidone telah terbukti efektif pada dosis 0,5-1,5 mg.
Risperidone dianggap sebagai pilihan utama untuk mengatasi
masalah iritabilitas pada anak atau remaja dengan ASD. Sementara
itu, penelitian lain menemukan bahwa apiprazole dengan dosis 5-
15 mg per hari terbukti efektif dan aman dan tidak menimbulkan
peningkatan berat badan sebanyak pada pemberian risperidone.
b. Hiperaktif, Impulsif, dan Inatensi
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa methylphenidate
dengan dosis 0.25-0.5 mg/kg dapat digunakan pada anak ASD
dengan gejala ADHD.

22
c. Perilaku repetitif dan stereotipik
Hal ini merupakan salah satu gejala utama dari ASD dan
penggunaan serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan antipsikotik
golongan dua, antidepresan dan sedative seperti valproate telah
diteliti.

2.8. Perjalanan Penyakit dan Prognosis 6


ASD pada umumnya ialah penyakit yang dapat diderita seumur hidup,
meskipun [enyakit ini sangat bervariasi derajat keparahnnya serta bervariasi
pula prognosisnya. Anak dengan ASD yang memiliki IQ > 70 dengan
kemampuan adaptasi rata-rata yang dapat menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi pada usia 5-7 tahun memiliki prognosis yang paling baik.
Sebuah penelitian longitudinal membandinkan gejala pada anak dengan
autisme yang memiliki IQ tinggi pada usia 5 tahun dengan gejala mereka
pada usia 13 tahun hingga dewasa, menemukan bahwa sebagian kecil tidak
lagi memenuhi kriteria ASD. Kebanyakan dari pasien ini
mendemonstrasikan adanya perubahan positif pada komunikasi dan
interaksi sosial seiring berjalannya waktu. Intervensi perilaku sejak dini
telah ditemukan memiliki dapak positif yang mendalam pada banyak anak
dengan ASD dan pada beberapa kasus dapat memulihkan pasien hingga
kondisi fungsi rata-rata.
Area dari gejala ASD yang tidak terlihat mengalami perbaikan dengan
terapi perilaku sejak dini biasanya merupakan gejala yang terkait dengan
perilaku ritual dan repetitif. Akan tetapi, saat ini adanya penelitian
mengenai tatalaksana spesifik untuk perilaku berulang dapat mengubah hal
tersebut.

23
24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
ASD adalah kumpulan kondisi kelainan perkemabngan yang ditandai dengan
kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi erbal dan nonverbal, disertai
dengan pengulangan tingkah laku, ketertarikan yang obsesif. Kelainan ini
dapat dideteksi saat anak berusia 3 tahun dan pada beberapa kasus pada usia
18 bulan meskipun gejala sudah dapat terlihat sejak usia 1 tahun.
Gejala-gejala yang tumbul dapat berupa hnedaya kualitatif dalam interaksi
sosialnya, hendaya kualitatif dalam komunikasi dan hendaya pola perilaku.
Autisme tidak fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita
ASD apabila dilakukan terapi sejak dini dapat memiliki kehidupan yang
mendekati normal meskipun dengan beberapa keterbatasan.

3.2. Saran
Seiring bertambahnya kasus ASD, maka dokter umum harus dapat mengenali
tanda dan gejala dari ASD secara dini agar mampu merujuk anak dengan ASD,
Selain itu, dokter umum juga harus memiliki pengetahuian dasar mengenai
tatalaksana yang diberikan kepada penderita ASD.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.psychiatry.org/patients-families/autism/what-is-autism-
spectrum-disorder
2. DSM V. 1995. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder.
Fifth Edition. Washington DC
3. http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/data.html
4. Lubis, Misbah. 2009. Penyesuaian Diri Orang Tua yang
Memiliki Anak Autis.Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstrea
m/123456789/14528/1/09E01232.pdf .
5. Kasran, Suharko. 2003. Autisme: Konsep yang Sedang Berkembang.
Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 22. No. 1; 24-30.
6. Saddock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2010. Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 11th Edition. New york
7. http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/facts.html
8. The Lovaas Approach. Diunduh dari: http://www.lovaas.com/approach-
detailed.php
9. https://www.autismspeaks.org/what-autism/treatment/applied-behavior-
analysis-aba
10. TEACCH diunduh dari: http://www.teacch.com
11. Dawson G, Rogers S, Munson J, et al. Randomized Controlled Trial of an
Intervention for Toddlers With Autism: The Early Start Denver Model.
Pediatrics 2010; 125; e17.

26

Anda mungkin juga menyukai