Anda di halaman 1dari 29

Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

STATUS PSIKIATRI
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku
Fakultas Kedokteran Atma Jaya

Nama : Felicia Reynata Tanda tangan


NIM : 2013 061 105
..

Pembimbing Penguji Tanda tangan

dr. Suryo Dharmono Sp.KJ (K)


STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Status Pernikahan : Sudah menikah
Suku Bangsa : Padang
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Alamat : Condet, Jakarta Timur
Tanggal Masuk : 02 Desember 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRIK (autoanamnesis pada tanggal 17 18


Desember 2015, alloanamnesis dengan suami pasien pada tanggal 21
Desember 2015, dan data rekam medis)
Suami
Nama : Tn. H
Usia : 40 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan Terakhir : SD

A. Keluhan utama:
1
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Marah-marah dan mengamuk sejak 3 hari sebelum masuk


rumah sakit.
B. Keluhan tambahan:
Pasien yakin bahwa tetangga dan teman-temannya
membicarakan dirinya, mendengar suara-suara yang membicarakan
tentang dirinya dan juga berbicara dengan dirinya sendiri.
C. Riwayat Gangguan Sekarang:
2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai merasa
cemas dan khawatir, perasaan ini timbul akibat permasalah ekonomi
yaitu untuk membiayai kedua anaknya yang sedang bersekolah,
dimana uang semester kedua anaknya sudah menunggak dan pasien
belum memiliki uang yang cukup untuk membayarnya. Menurut
suami pasien, sejak kejadian ini, pasien mulai menunjukkan perilaku
yang aneh.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, suami pasien mengatakan
ia mulai memperhatikan bahwa pasien sering berbicara sendiri saat
sedang melakukan aktivitas. Pasien terkadang terdengar seperti
berbicara dengan nada marah, atau sedih dan terkadang juga tertawa
dengan dirinya sendiri, ketika ditanya dengan siapa pasien berbicara,
ia tidak mau mengakuinya.
Perilaku ganjil lain juga sering diperhatikan oleh suami pasien,
dimana pasien terlihat shalat tidak pada waktunya, kemudian setelah
shalat pasien melakukan hal yang tidak lazim yaitu berjoget-joget
sendiri, kemudian tidak lama pasien dapat kembali mengaji sambil
menangis.
3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien berkata kepada
suaminya bahwa ia merasa semua tetangganya membicarakan dirinya
dan menjelek-jelekan dirinya, ketika suami pasien mencoba
menjelaskan kepada pasien bahwa tidak ada yang membicarakan
dirinya, pasien tetap bersih kukuh dengan pendapatnya.
2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan
kepada suaminya bahwa pasien sering mendengar suara-suara yang
berbicara buruk mengenai dirinya, pasien kemudian merasa sedih
karena merasa suara-suara tersebut mengomentari dirinya dan
mengatakan hal-hal yang tidak baik mengenai dirinya.
3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengamuk dan
melempar barang-barang dirumahnya tanpa sebab yang jelas, pasien
2
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

juga mengamuk dan marah-marah kepada tetanggnya, oleh karena hal


ini suami pasien membawa pasien ke UGD RS Duren Sawit, dan
kemudian menjalani perawatan.

D. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Pada tahun 2011, pasien mengaku pernah dirawat jalan di RS
Grogol oleh sebab yang sama, yaitu adanya masalah ekonomi yang
memicu pasien menjadi stress sehingga berperilaku yang tidak
sewajarnya.
Menurut suami pasien, gejala yang dialami pasien saat itu juga
serupa dengan yang dialami sekarang namun lebih menonjol. Saat
itu pasien juga mendengar suara-suara yang berbicara buruk
mengenai dirinya, pasien juga merasa curiga dibicarakan oleh
tetangganya.
Gejala yang sangat mengganggu dan membuat suami pasien
datan berobat saat itu ialah perilaku kasar pasien, dimana pasien
dapat membanting-banting barang disekitar rumah, dan juga dapat
berlari keluar rumah, memberhentikan mobil yang sedang lewat
dan memarahi pengendara mobil serta memukul-mukul mobil
tersebut.
Pasien kemudian menjalani rawat jalan di RS Grogol dan
diberikan obat. Pasien menjalani pengobatan sampai kurang lebih 2
bulan, saat kondisi pasien mulai stabil, pasien menghentikan
pengobatan dan tidak kontrol lagi.
Pada tahun 2013, pasien menjalani perawatan selama 1 bulan di
RS Duren Sawit. Hal ini juga menurut pasien terjadi oleh sebab
yang sama, yaitu adanya masalah ekonomi sehingga pasien
menjadi terbebani.
Menurut suami pasien, gejala yang timbul juga serupa, yaitu
mendengar suara-suara, merasa dirinya dijelek-jelekkan orang lain,
dan juga berperilaku yang mengarah ke kekerasan.
Pasien kemudian di bawa ke RS Duren Sawit dan dirawat
selama 1 bulan, kemudian dipulangkan dengan obat berupa
risperidone 2 x 2 mg dan THP 2 x 1 mg. Pasien mengaku hanya
meminum obat dari RS Duren Sawit selama 1 minggu dan

3
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

kemudian menghentikan pengobatannya karena merasa kondisinya


sudah baik, pasien juga tidak pernah datang untuk kontrol.
2. Riwayat Gangguan Medik
Riwayat gangguan medis sebelumnya disangkal
3. Riwayat Penggunaan Zat
Riwayat menggunakan zat-zat seperti NAPZA (narkotik,
psikotropik dan zat adiktif lainnya) disangkal

Grafik Perjalanan Penyakit

35 tahun 37 tahun 39 tahun


(+ 4 tahun SMRS) (+ 2 tahun SMRS) (+ 2 bulan SMRS)
35 tahun 37 tahun 39 tahun
Onset
(+ 4 tahun SMRS) (+ 2 tahun SMRS) (+ 2 bulan SMRS)
Kondisi Kondisi Kondisi perekonomian
Stressor
perekonomian perekonomian
- Waham curiga Waham curiga
- Waham curiga - Halusinasi - Halusinasi auditorik
- Halusinasi auditorik - perilaku halusinatorik
Klinis
auditorik - perilaku
halusinatorik
- Risperidone 2 x 2 Risperidone 2 x 2 mg
- Trihexyphenidyl 2 x 2mg
mg
Tidak diketahui
Obat - Trihexyphenidyl 2
(lost to follow up)
x 2mg

Efek
Tidak diketahui Tidak ada
Samping Tidak ada
(lost to follow up)
Obat
Lama
Masih mengkonsumsi obat
Konsumsi 3 minggu 1 minggu
Obat
- interaksi sosial - interaksi sosial terganggu
- interaksi sosial terganggu - aktivitas sehari-hari
Fungsi
terganggu - aktivitas sehari- terganggu
hari terganggu

4
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

F. Riwayat Perkembangan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir cukup bulan secara spontan per vaginam di rumah
dengan bidan. Keluarga pasien menyangkal bahwa ibu pasien
meminum obat-obatan tertentu selama masa kehamilan.
2. Riwayat Masa Kanak Awal
Riwayat perkembangan motorik dan bahasa tidak diketahui.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan
Pasien memiliki riwayat kejadian tidak menyenangkan pada
masa ini, yaitu meninggalnya ibu dari pasien oleh karena penyakit
kanker dan adik pasien juga meninggal akibat bunuh diri.
4. Riwayat Masa Remaja
Pasien mengaku masa remajanya merupakan masa yang sulit,
sepeninggalan ibunya pasien terpaksa berhenti sekolah untuk
membantu pekerjaan ayahnya. Pasien harus bekerja keras dan
menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien hanya tamat SD dan tidak melanjutkan
pendidikannya.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja secara wirausaha. Pasien menjual
makanan berupa kue-kue basah ataupun kacang goreng,
pasien menjualnya ke tetangga ataupun menitipkan
dagangannya di warung-warung. Pasien juga pernah
bekerja menjual pakaian di Singapura secara sembunyi-
sembunyi.
c. Riwayat Perkawinan / Berpacaran / Berpasangan
Pasien tidak pernah berpacaran. Pasien sudah 2 kali
menikah dengan cara dijodohkan. Pernikahan pertamanya
pada saat pasien berusia tahun namun tidak sampai satu
tahun pasien bercerai oleh karena pasangannya
berselingkuh.
Setelah itu, pasien dijodohkan dan akhirnya menikah
dengan suaminya sekarang.
d. Riwayat Agama/ Kehidupan Beragama
Pasien memeluk agama Islam. Pasien selalu
mengusahakan untuk melakukan ibadah shalat lima waktu
dan berpuasa pada bulan Ramadhan.

5
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

e. Aktivitas Sosial
Pasien tidak pernah terlibat dalam aktivitas sosial
apapun.
f. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat
pelanggaran hukum sebelumnya.
g. Riwayat Militer
Pasien tidak pernah menjalani pembelajaran atau
kegiatan yang berkaitan dengan militer selama hidupnya.

G. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien saat ini tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama suami
dan kedua anaknya. Ibu pasien telah meninggal pada awal tahun 2015.
Suaminya bekerja dengan berjualan produk MLM, anak pertama pasien
tengah menempuh pendidikan sebagai perawat saat ini sudah semester
empat sementara anak keduanya sedang menjalani pendidikan tahun
pertama di SMK. Sumber keuangan berasal dari hasil berjualan pasien dan
suaminya.

H. Riwayat Psikoseksual
Pasien mengaku hanya berhubungan seksual dengan suaminya.

I. Riwayat Keluarga

Ny. W, 39 tahun
Laki-laki Perempuan

Meninggal Menikah

Meninggal Pasien

6 Sudah bercerai
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Anak Angkat

Pasien merupakan anak kedua dari enam bersaudara kandung.


Riwayat penyakit serupa maupun gangguan mental tidak ditemukan di
keluarga.

J. Mimpi, Fantasi dan Nilai-nilai


Ketika ditanya mengenai cita-cita pasien, pasien menjawab
ingin menyekolahkan kedua anaknya hingga tamat dan dapat sukses.
Pasien juga ingin agar dapat berjualan dengan baik agar mendapat
pengahasilan untuk mencukupi kebutuhannya. Pasien juga berharap
ingin bisa shalat 5 waktu setiap hari.

III. STATUS MENTAL


(Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 18 Desember 2015)
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien seorang wanita berusia 39 tahun, berpenampilan sesuai
usia, cara berpakaian baik dan rapi, menggunakan pakaian dan celana
panjang berwarna merah muda (baju pasien rawat inap di RSKD Duren
Sawit), kebersihan dan perawatan diri baik, pakaian yang dikenakan
oleh pasien serasi.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Sehari-hari pasien dapat melakukan aktivitas tanpa dibantu.
Pasien dapat menyapa dan dapat berinteraksi dengan orang
disekitarnya. Pasien tenang dan sopan. Tidak ada gerakan berulang.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien bersikap kooperatif dan tenang. Pasien berespon dan
menjawab pertanyaan dengan baik. Pasien dapat memanggil pemeriksa
dengan sebutan dokter.

B. MOOD DAN AFEK


Mood : eutimik
Afek : luas
Keserasian : serasi

C. PEMBICARAAN

7
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Pasien dapat berbicara secara spontan dan lancar. Kecepatan bicara


sedang, volume sedang, artikulasi cukup jelas. Isi pembicaraan dapat
dimengerti.

D. GANGGUAN PERSEPSI
Ilusi : tidak ditemukan
Halusinasi : tidak ditemukan saat pemeriksaan, namun terdapat
riwayat adanya halusinasi auditorik yang berifat
commenting dimana pasien merasa selalu dikomentari
oleh suara-suara yang tidak dikenal mengenai
perilakunya
Depersonalisasi : tidak ditemukan
Derealisasi : tidak ditemukan

E. PIKIRAN
1. Proses pikir / bentuk pikiran
a. Produktivitas : cukup. Pasien mampu menjawab pertanyaan
dengan spontan. Ide-ide cukup.
b. Kontinuitas : koheren
2. Isi pikiran
a. Preokupasi pikiran : tidak ditemukan
b. Waham : tidak ditemukan saat pemeriksaan, namun
terdapat riwayat waham curiga dimana pasien
merasa yakin bahwa tetangganya membicarakan
hal-hal buruk mengenai dirinya meskipun hal ini
tidak benar.
c. Ide bunuh diri : tidak ditemukan

F. SENSORIUM DAN KOGNISI


1. Kesiagaan dan taraf kesadaran : baik
2. Orientasi :
Waktu : tidak terganggu
Tempat : tidak terganggu
Orang : tidak terganggu
3. Ingatan :
Jangka panjang : tidak terganggu (pasien dapat mengingat masa
kecilnya)
Jangka pendek : tidak terganggu (pasien dapat mengingat apa
yang dilakukan dan makanannya pada pagi hari)
Segera : tidak terganggu (pasien dapat mengingat nama
dokter muda setelah berkenalan)
4. Konsentrasi dan perhatian : tidak terganggu (konsentrasi dan
perhatian pasien saat wawancara tidak terganggu)
8
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

5. Kemampuan membaca dan menulis : tidak terganggu (pasien mampu


menulis nama dan membaca tulisan nama dokter muda)
6. Kemampuan visuospasial : tidak terganggu (pasien mampu
membuka pintu dan menggambar jam)
7. Pikiran asbtrak : tidak terganggu (pasien mampu
memahami konsep, dapat menyebutkan perbedaan dan persamaan jeruk dan
apel)
8. Inteligensi dan daya informasi : baik (pasien mampu berhitung,
membaca, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar)

G. PENGENDALIAN IMPULS
Pasien mampun mengendalikan impuls, tidak membahayakan diri sendiri
maupun orang lain pada saat dilakukan wawancara.

H. DAYA NILAI DAN TILIKAN


Daya nilai realitas : terganggu terdapat waham dan halusinasi
Daya Nilai sosisal : tidak terganggu
Uji daya Nilai : tidak terganggu
Tilikan derajat 2, yaitu pasien agak menayadari bahwa mereka sakit dan
membutuhkan bantuan, tapi dalam waktu yang bersamaan juga
menyangkal penyakitnya

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA


Secara keseluruhan, pembicaraan pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


(Pemeriksaan tanggal 9 September 2015)
A. Status Internus
Keadaan Umum : baik, tampak tenang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.3 oC
Kepala : tidak ada deformitas
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+
Hidung : septum nasi di tengah, sekret -/-
Mulut : mukosa oral basah, oral hygiene buruk
Leher : trakea di tengah, tidak ada pembesaran KGB
Pulmo : bunyi nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : bunyi Jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), massa (-), bising usus 6-7
x/menit
9
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat, edema (-)


Kulit : turgor kulit baik

B. Status Neurologik
GCS : E4V5M6
Pemeriksaan Saraf Kranial : kesan dalam batas normal
Rangsal meningeal : tidak ada
Refleks : refleks fisiologis +/+/+/+
refleks patologis -/-/-/-
Motorik : koordinasi baik
sensorik : Terhadap rangsang raba dan nyeri +/+
Otonom : Miksi, defekasi dan sekresi keringat
baik

C. Test psikologik, neurologik, laboratorium sesuai indikasi


Pemeriksaan Laboratorium tanggal 8 Desember 2015
Leukosit : 7,15 ribu/mm3
Eritrosit : 5.48 juta/mm3
Hb : 16,4 g/dL
Ht : 47,5 %
MCV : 86,7 fL
MCH : 29,9 pg
MCHC : 34,5 g/dL
Trombosit : 390 ribu/mm3

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Anamnesis
1. Pasien wanita berusia, 39 tahun, keluhan utama marah-marah dan
mengamuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
2. Pasien mengatakan mendengar suara-suara yang mengomentari pasien
dan membicarakan hal negatif tentang pasien
3. Pasien yakin tetangga membicarakan keburukan dirinya
4. 2 tahun SMRS, pasien sempat dirawat di RS Duren Sawit karena
keluhan adanya mendengar suara-suara dan mengamuk, 4 tahun SMRS
pasien juga pernah berobat jalan dengan keluhan yang
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam batas normal.

Status Mental
Pada pemeriksaan status mental ditemukan:
Deskripsi umuum : pasien usia 39 tahun , berpenampilan sesuai
usia, cara berpakaian baik dan rapi, menggunakan pakaian dan celana

10
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

panjang berwarna merah muda (baju pasien). Kebersihan dan


perawatan diri baik, pakaian yang dikenakan oleh pasien serasi.
Mood : eutimik
Afek : sesuai
Gangguan persepsi :
- riwayat halusinasi auditorik tipe commenting
Isi pikir :
- Riwayat adanya waham curiga
Daya nilai realitas : terganggu
Tilikan : Tilikan derajat 2, yaitu pasien agak menyadari bahwa ia sakit
dan membutuhkan bantuan, tapi dalam waktu yang bersamaan juga
menyangkal penyakitnya.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK


Pada pasien ditemukan sindrom atau pola perilaku atau psikologi yang
bermakna secara klinis yang menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya
(disability) dalam fungsi pekerjaan dan aktivitas kehidupannya sehari-hari
untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa adanya gangguan jiwa pada pasien yang sesuai dengan definisi
gangguan jiwa yang tercantum dalam PPDGJ III.
a) Diagnosis aksis I
Pada pemeriksaan status generalisasi dan neurologis didapatkan
keadaan pasien yang compos mentis. Tidak terdapat kelainan fisik.
Tidak ada riwayat trauma. Sehingga kita dapat menyingkirkan
diagnosis Gangguan Mental Organik (F0).
Pada anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat penggunaan NAPZA
pada pasien sehingga diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku akibat
Penggunaan NAPZA (F1) dapat disingkirkan
Pada pasien ditemukan halusinasi auditorik, pasien mendengar suara-
suara yang mengomentari pasien dan menjelekkan pasien. Ditemukan
waham curiga berupa pasien mengaku bahwa ia merasa dibicarakan
keburukannya oleh tetangganya.
Menurut PPDGJ III, kasus ini memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia
karena ditemukan kriteria umum dari skizofrenia yaitu terdapatnya
halusinasi auditorik ditambah dengan waham curiga. Gejala tersebut
telah berlangsung dalam kurun waktu lebih dari satu bulan dan terdapat
gangguan bermakna pada fungsi sosial dan pemanfaatan waktu luang.
Dari berbagai jenis kriteria skizofrenia yang ada, pasien termasuk ke

11
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

dalam jenis skizofrenia paranoid (F20.0) karena waham dan halusinasi


menonjol.

Pedoman diagnostik:
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan:
1. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi
tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of influence) atau passivity (delusion of
passivity) dan keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam adalah
yang paling khas.
2. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif nyata/tidak menonjol.

Berdasarkan data-data tersebut, maka sesuai dengan kriteria


PPDGJ III untuk aksis I ditegakkan diagnosis skizofrenia paranoid
(F20.0)

b) Diagnosis aksis II
Z. 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II. Pada pasien tidak ditemukan
adanya gangguan kepribadian atau retardasi mental.
c) Diagnosis aksis III
Pada pasien tidak ditemukan adanya kelainan pada kondisi medis
secara umum.
d) Diagnosis aksis IV
Pada aksis ini ditemukan masalah berkaitan dengan ekonomi, dimana
pasien merasa kebutuhan dirinya serta anak-anaknya tidak dapat
terpenuhi dengan penghasilan saat ini.
e) Diagnosis aksis V
- Current GAF : 90 - 81 (gejala minimal,
berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang
biasa)

12
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

- Highest GAF level past year : 90 - 81 (gejala minimal,


berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang
biasa)

VII. EVALUASI MULTI AKSIAL


Aksis I : F20.03 Skizofrenia Paranoid , episodik berulang
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : masalah berkaitan dengan ekonomi
Aksis V : GAF current : 90 - 81
GAF highest level past year : 90 - 81

VIII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik
- Genetik : tidak ada
- Penyakit fisik tidak didapatkan
2. Psikologik
- Isi pikiran : ditemukan adanya waham curiga
- Presepsi : ditemukan adanya halusinasi auditorik
- Kepatuhan minum obat : buruk
- Daya nilai realita terganggu
- Tilikan derajat 2
3. Lingkungan dan sosial
Memiliki stressor yang berhubungan dengan ekonomi yaitu
kesulitan untuk membiayai sekolah kedua anaknya dan juga kepatuhan
pasien untuk berobat tidak baik diakibatkan oleh kurangnya
pengetahuan dari pasien dan suami akan pentingnya mengkonsumsi
obat secara teratur, dan kepercayaan akan pengobatan alternative dari
bahan-bahan herbal dari MLM yang dijual suaminya.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

Faktor memperberat :
Pasien memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya.
Keterbatasan care giver pasien, yaitu suami pasien yang tampak kurang
suportif
Dukungan keluarga pasien dalam pengobatan dan perawatan kurang.
Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit dan rencana
pengobatan pasien.

13
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Pasien mengalami putus obat karena tingkat kepatuhan minum obat yang
buruk.
Tilikan pasien derajat 2, yaitu pasien agak menyadari bahwa ia sakit dan
membutuhkan bantuan, tapi dalam waktu yang bersamaan juga menyangkal
penyakitnya
Faktor memperingan :
Faktor pencetus diketahui
Kondisi umum baik
Tidak ada riwayat penyalahgunaan zat

X. RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
- Risperidone 2 x 2 mg PO
- Triheksifenidil 2 x 2 mg PO (bila perlu)
2. Terapi non farmakologi
- Edukasi pasien dan keluarga
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya (suami dan
anak-anaknya) mengenai penyakit pasien, dan tanda dan gejala
yang perlu diawasi agar dapat segera membawa pasien berobat jika
hal tersebut timbul. Menjelaskan dan menegaskan kepada pasien
dan keluarga mengenai pentingnya meminum obat serta perlunya
untuk tetap kontrol ke poli setelah pasien dipulangkan.
Menjelaskan sediaan, cara penggunaan, dan efek samping obat.
- Psikoterapi
Membina rapport, agar pasien lebih percaya dan mau
menceritakan hal-hal apapun kepada dokter saat
kontrol/berkonsultasi. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi
dokter karena dapat mengetahui keadaan pasien bila ada masalah
dan dapat dicari segera solusinya. Membantu pasien memahami
bahwa suara-suara yang didengarnya tidak nyata dan bagaimana
mengatasinya saat suara-suara tersebut terdengar, contohnya, bila
pasien terganggu dengan suara-suara di telinganya, ia dapat
melakukan kegiatan kegiatan lain yang dapat mengalihkan
perhatiannya seperti mengobrol dengan orang lain, mengerjakan
pekerjaan rumah dan lain sebagainya. Memotivasi pasien untuk
mengkonfirmasi terlebih dahulu kecurigaan-kecurigaan yang

14
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

dirasakannya. Psikoterapi ini diharapkan dapat membuat pasien


menerima keadaanya dan meningkatkan insightnya sehingga
membuat prognosis menjadi lebih baik.
- Terapi perilaku atau ketrampilan sosial
Memotivasi dan memberi dukungan pada pasien agar lebih
banyak melakukan aktivitas fisik yang berkaitan dengan kegiatan
sehari-hari.
- Family Therapy
Memotivasi dan mengedukasi keluarga pasien agar dapat
memberikan dukungan dan menyediakan lingkungan yang
kondusif bagi pasien dalam proses penyembuhan dirinya.

XI. FOLLOW UP
- Memantau perkembangan gejala, seperti halusinasi auditorik dan
waham referensi.
- Memantau kemungkinan efek samping obat seperti gejala
ekstrapiramidal.
- Memantau kemungkinan muncul perilaku agresif dan tanda-tanda
percobaan bunuh diri

XII. DISKUSI
Skizofrenia merupakan gangguan mental berupa sindrom klinis dari berbagai
psikopatologi yang melibatkan aspek kognitif, emosi, persepsi, dan aspek
perilaku lainnya. Manifestasi klinis yang tampak pada pasien skizofrenia
bervariasi antara pasien yang satu dan pasien lainnya, namun biasanya bersifat
berat serta bertahan lama. Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi
pikiran dan persepsi yang khas, namun kesadaran dan kemampuan intelektual
umumnya dipertahankan.

Angka prevalensi skizofrenia sekitar 1% dari populasi dunia. Di Indonesia


prevalensi penderita skizofrenia adalah 0.3-1%. Prevalensi skizofrenia antar jenis
kelamin sama, namun onset dan perjalanan penyakit berbeda, dimana pada pria
onset skizofrenia terjadi lebih awal. Pada pria puncak onset skizofrenia adalah
pada usia 15-25 tahun, sedangkan pada wanita terjadi pada usia 25-35 tahun.

Etiologi dari skizofrenia sendiri masih belum pasti. Berdasarkan literatur,


etiologi skizofrenia bersifat multifaktorial yaitu dari genetik, lingkungan, dan

15
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

gangguan pada keseimbangan neurotransmiter di otak. Berikut perincian dari


beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia:

Faktor Genetik

Saat ini, semakin jelas bahwa sebagian besar penyakit tidak


hanya disebabkan oleh genetik atau lingkungan tetapi merupakan
interaksi kompleks antara keduanya. Begitu pula halnya dengan
skizofrenia. Adanya interaksi ini dapat dilihat pada kembar monozigot.
Meskipun kembar monozigot memiliki gen yang 100% sama, hanya
50% yang konkordans (keduanya sakit) sedangkan yang 50% lainnya
tidak. Pada kembar dizigot hanya 15% yang konkordans untuk
skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga
berkontribusi dalam berkembangnya skizofrenia. Namun, faktor
lingkungan saja tidak bisa menyebabkan skizofrenia. Ia menjadi faktor
penentu pada individu yang secara genetik memiliki predisposisi untuk
skizofrenia. Skizofrenia ada dalam keluarga (run in families) tetapi
tidak berarti bahwa setiap orang yang menderita skizofrenia
mempunyai keluarga dengan skizofrenia. Saudara kandung ODS
memiliki risiko menderita skizofrenia 5-10 kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan saudara kandung kontrol atau populasi umum.

Bentuk penurunan gangguan skizofrenia sangat kompleks.


Penyebab skizofrenia adalah kombinasi gen dengan faktor lingkungan.
Suatu model yang dikenal pada skizofrenia yaitu kecondongan
(liability model). Bila total kecondongan di atas nilai ambang tertentu,
kemungkinan berkembangnya penyakit sangat besar. Teori klasik
menyatakan bahwa gen abnormal tunggal dapat menimbulkan
gangguan jiwa karena ia dapat menimbulkan malfungsi neuron yang
secara langsung menimbulkan gangguan jiwa. Nyatanya, belum ada
satu gen pun yang dapat menyebabkan gangguan jiwa yang
teridentifikasi hingga saat ini.

Pasien dan suami pasien menyangkal adanya anggota


keluarga yang pernah mengalami gangguan kejiwaan.

16
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Riwayat Kehamilan
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa beberapa
keadaan dalam kehamilan dapat menyebabkan skizofrenia. Berikut
adalah faktor-faktor yang dapat berperan, baik sebelum (prenatal),
sekitar (perinatal), atau setelah kelahiran:

-Faktor risiko prenatal

Terpaparnya dengan virus influenza selama kehamilan, deprivasi


nutrisi prenatal, berat badan lahir rendah, inkompabilitas resus, stres
prenatal dan hipoksia janin merupakan mekanisme biologi yang
sering mendasari kerusakan neuron prenatal. Pada kelompok yang
rentan (mempunyai predisposisi genetik), kerusakan neuron prenatal
ini dapat menjadi faktor risiko berkembangnya skizofrenia.

Setelah konsepsi, sel stem berdiferensiasi hingga terbentuk neuron


yang imatur. Neuron-neuron tersebut bermigrasi dan selanjutnya
berdiferensiasi menjadi bentuk tertentu dan kemudian terjadi
sinaptogenesis. Sebagian besar neurogenesis, seleksi neuron dan
migrasi neuron terjadi sebelum lahir. Meskipun demikian,
terbentuknya neuron baru dapat pula terjadi di beberapa area otak
pada usia dewasa.

-Faktor risiko perinatal

Bayi-bayi dengan kerusakan otak perinatal (kejang neonatus, asfiksia,


skor Apgar rendah, pendarahan intraventrikular atau adanya tanda-
tanda neurologik abnormal pada saat baru lahir) adalah tujuh kali
lebih sering mengalami skizofrenia setelah remaja atau dewasa.

-Faktor risiko postnatal

Setelah lahir, proses diferensiasi, mielinisasi neuron dan


sinaptogenesis tetap berlanjut sepanjang kehidupan manusia.
Restrukturisasi otak dapat pula terjadi sepanjang kehidupan tetapi

17
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

yang paling aktif yaitu di masa kanak-kanak dan remaja yang disebut
dengan proses eliminasi kompetitif. Gen-gen yang terlibat pada proses
perkembangan neuron adalah DISC1 (terganggu pada skizofrenia),
ErbB4, neuregulin (NRG), dysbindin, regulator of protein signaling 4
(RGS4), D-amino acid oxidase activator (DAOA), dan gen untuk
AMPA. Gen-gen yang rentan ini memengaruhi berbagai
neurotransmiter yang terlibat.

Adanya faktor-faktor sebagaimana yang tercantum di atas


pada riwayat kehamilan pasien disangkal.

Faktor Lingkungan

Selain stresor terkait kehamilan, pengalaman hidup yang


traumatik, pembelajaran, pengalaman sensorik, deprivasi tidur, toksin,
dan zat dapat pula memengaruhi gen. Gen yang mengatur
pembentukan dan penghilangan sinaps, dihidupkan atau dimatikan
oleh stresor lingkungan. Akibatnya, terjadi diskoneksi neuron
terutama di hipokampus dan korteks prefrontal. Diskoneksi terutama
pada sinaps glutamat. Gen tidak mengkode gangguan jiwa (misalnya,
waham dan halusinasi) secara langsung. Gen mengkode protein dan
pada keadaan tertentu gen memproduksi protein yang terganggu secara
genetik yang akhirnya mengkode molekul-molekul yang abnormal.
Kemudian, molekul abnormal ini memengaruhi proses perkembangan
neuron, misalnya sintesis, aktivitas enzim, transporter, reseptor,
komponen transduksi sinyal, plastisitas sinap, atau komponen neuron
lainnya.

Stressor yang ditemukan pada pasien: kesulitan dalam


masalah ekonomi, dimana pasien dan suami tidak mampu
membiayai sekolah anak-anaknya.

Faktor Neurotransmiter

18
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Berbagai neurotransmitter yang berperan dalam terjadinya


skizofrenia adalah dopamine, glutamate, terjadinya hipofungsi reseptor
NMDA, serotonin, noradrenalin,dan GABA.

Faktor Struktur Otak

-Struktur Limbik

Adanya perubahan struktur otak pada skizofrenia sudah


dinyatakan oleh Emil Kraepelin sejak seratus tahun yang lalu. Ia
menyebut skizofrenia dengan demensia prekoks. Penelitian saat ini
juga menyatakan adanya abnormalitas otak pada orang dengan
skizofrenia (ODS).

-Hipokampus

Perubahan sitoarsitektur pada formasio hipokampus terjadi


pada ODS. Pada ODS didapatkan adanya pengurangan volume dan
densitas otak. Ukuran neuronnya lebih kecil. Terdapat pula perubahan
dalam penanda sinaps dan dendrit, perubahan reseptor glutamat,
GABA, dan neuregulin. Selain itu, terdapat pula pengurangan ukuran,
densitas, dan disorganisasi neuron hipokampus atau parahipokampus.
Perubahan yang paling menonjol adalah di hipokampus sinistra,
lapisan CA4 dan subikulum.

-Nukleus Akumben

Nukleus akumben merupakan bagian dari sirkit rasa senang.


Regio ini berperan dalam motivasi dan rasa senang. Ia juga terlibat
pada penyalahgunaan zat pada pasien dengan skizofrenia. Tidak
adanya rasa senang dan hilangnya motivasi (gejala simtom negatif)
dikaitkan dengan abnormalitas regio ini. Simtom negatif bisa bersifat
primer dan bisa pula bersifat sekunder. Simtom negatif sekunder

19
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

(anhedonia dan avolisi) dapat disebabkan oleh hambatan dopamin di


sistem ini. Hambatan terjadi akibat efek samping obat APG-I.

-Amigdala

Amigdala berperan dalam gangguan neuropsikiatrik. Beberapa


penelitian neuroimaging dan postmortem menunjukkan adanya
pengurangan rerata volume amigdala yang bermakna pada ODS.
Selain itu, terdapat pula pengurangan densitas neuron. Terdapat
hubungan antara amigdala dengan korteks orbitofrontal. Gangguan
pada sirkit ini dikaitkan dengan kegagalan pengolahan informasi yang
bermanifestasi dengan kecenderungan agresif dan impulsif.

-Korteks Entorinal dan Parahipokampus

Perubahan arsitektur sel (kelompok sel heterotopik pre-a)


ditemukan pada korteks entorinal, terutama di bagian rostral regio
korteks entorinal, pada ODS. Penemuan ini merupakan suatu tanda
gangguan migrasi neuron selama perkembangan korteks
(neurodevelopmental hypothesis of schizophrenia). Selain itu, terdapat
pula pengurangan volume dan tidak tertatanya seluler dengan baik.

-Korteks Singulat

Terdapat perubahan histologi pada korteks singulat anterior


ODS. Selain itu, ditemukan pula pengurangan densitas neuron
nonpiramidal secara bermakna dan defisit interneuron GABAergik,
perubahan ukuran soma neuron, berkurangnya densitas sinap,
hilangnya sel glia secara menyeluruh dan perubahan transkripsi gen
terkait mielin.

-Area Korteks

Korteks Prefrontal

20
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Korteks prefrontal dorsolateralis berperanan penting dalam


patofisiologi skizofrenia. Terdapat penurunan volume massa abu-abu
regio ini pada ODS. Selain itu, ditemukan pula peningkatan densitas
neuron di lapisan neuron II, III, IV, dan VI. Meningkatnya densitas
neuron ini dapat disebabkan oleh penipisan korteks tanpa hilangnya
neuron. Ada dugaan akibat berkurangnya neuropil. Neuropil
merupakan elemen penghubung antar neuron. Selain itu, terdapat pula
anomali asimetris densitas sel piramid antara hemisfer kiri-kanan,
berkurangnya parvalbumin, terganggunya ekspresi neuron terkait
neuregulin-1, pada ODS. Gangguan pada korteks prefrontal
dorsolateral dikaitkan dengan simtom kognitif dan pada korteks
prefrontal ventromedial dikaitkan dengan simtom afektif dan negatif.

Talamus

Merupakan struktur otak yang paling kompleks. Ia terdiri dari beberapa


nukleus dengan berbagai fungsi. Fungsi utamanya adalah pusat
pengolahan informasi. Ia memfasilitasi pengolahan kognitif dan
diskriminasi sensorik. Terjadi pengurangan volume total dan
perubahan bentuk talamus pada skizofrenia. Selain itu, massa abu-abu
periventrikular juga berkurang pada skizofrenia. Mediodorsal nukleus
talamus yang berhubungan dengan regio otak lainnya, misalnya
prefrontal dan korteks temporal medial terganggu pula pada
skizofrenia. Terdapat pula defek sirkit yang menghubungkan talamus,
korteks frontal, dan serebelum pada ODS (dismetri kognitif).
Neurotransmiter glutamat dan dopamin yang terdapat pada talamus
terganggu pada skizofrenia.

Ganglia Basalis

Ganglia basalis terdiri dari nukleus kaudatus, putamen, neostriatum,


dan nukleus akumben. Struktur otak ini berfungsi untuk sensorik,
motorik dan pengolahan kognitif. Ganglia basalis terganggu pada
skizofrenia. Selain itu, ia berperan penting dalam hipotesis

21
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

dopaminergik pada skizofrenia. Pada pasien katatonik terdapat ukuran


globus palidus yang lebih kecil.

Hipotalamus

Abnormalitas endokrin dan neuroendokrin terdapat pada pasien


skizofrenia. Terdapat penurunan volume hipotalamus pada skizofrenia.
Pada tingkat seluler didapatkan penurunan jumlah neurofisin, sintesis
nitrit oksida, beta endorfin, dan parvalbumin-imunoreaktif pada ODS.

Serebelum

Terdapat atrofi serebelum dan vermis pada skizofrenia. Vermis


merupakan regio yang paling terganggu. Selain itu, ukuran sel Purkinje
vermis mengalami pengurangan pada ODS.

Setiap area otak mempunyai berbagai fungsi. Setiap fungsi dilakukan


oleh lebih dari satu area otak. Mengalokasikan dimensi simtom
spesifik ke regio otak tertentu dapat bermanfaat secara klinis (misalnya
anhedonia dan avolisi disebabkan oleh gangguan di nukleus akumben).

Kecenderungan untuk Menggunakan Obat-obat Terlarang


Penderita skizofrenia memiliki kecenderungan yang lebih
tinggi untuk mengalami penyalahgunaan obat. Sekitar 90% orang
dengan skizofrenia memiliki ketergantungan terhadap nikotin.

Pasien menyangkal adanya riwayat penggunaan zat-zat


psikoaktif.

Pasien dengan skizofrenia mengalami gangguan pada beberapa aspek yaitu


proses pikir, tilikan diri, persepsi, emosi, dan perilaku. Gejala yang terjadi pada
pasien skizofrenia dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu gejala positif
dan gejala negatif. Gejala positif meliputi adanya halusinasi, delusi, dan
gangguan proses pikir. Gejala-gejala ini berkaitan dengan peningkatan aktivitas
dopaminergik (D2) pada reigo mesolimbik. Sedangkan gejala negatif meliputi
berkurangnya kemampuan bersosialisasi, afek terbatas, dan miskin pembicaraan.

22
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Gejala ini berhubngan dengan penurunan aktivitas dopaminergik (D 2) pada


sistem mesokortikal.
Penampilan pasien skizofrenia dapat bervariasi dari perawatan diri sangat
gaduh gelisah, diam, dan tidak bergerak sama sekali. Perilaku pasien dapat
menjadi berbahaya meskipun tanpa provokasi sama sekali sebagai respon
terhadap adanya halusinasi. Gejala yang berkaitan dengan afek pada pasien
skizofrenia adalah berkurangnya respon terhadap emosi, dan jika cukup parah
dapat terjadi anhedonia (ketidakmampuan untuk merasa senang).
Gangguan persepsi yang dialami oleh pasien skizofrenia dapat berupa
halusinasi dan ilusi. Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi
auditorik. Pada halusinasi auditorik, pasien mendengar adanya suara yang
seringkali mengancam atau memerintahkan pasien. Selain itu, suara-suara bisikan
yang didengar pasien dapat bersifat commenting yaitu berupa komentar mengenai
hidup pasien. Jenis halusinasi lain yang sering muncul adalah halusinasi visual.
Sedangkan halusinasi yang jarang terjadi yaitu halusinasi taktil, olfaktori, dan
gustatorik.
Gangguan proses pikir yang sering terjadi berupa flight of ideas, dan asosiasi
longgar. Pada flight of ideas, ide pembicaraan pasien berisi bermacam-macam
topik dan lompat dari satu topik ke topik lainnya. Sedangkan pada asosiasi
longgar, ide pembicaraan pasien tidak berhubungan dengan ide pembicaraan
pemeriksa. Pembicaraan pasien dapat tiba-tiba berhenti dan disambung kembali
beberapa saat kemudian biasanya dengan topik yang berbeda.
Gangguan isi pikir yang sering terjadi berupa waham atau delusi dan
gangguan tilikan. Waham atau delusi adalah keyakinan yang dipertahankan oleh
seseorang dan tidak sesuai dengan kebudayaan setempat. Waham yang dimiliki
oleh pasien skizofrenia sangat bervariasi, mulai dari waham kejar, waham
kebesaran, waham kontrol, waham pengaruh, hingga waham persepsi. Pasien
dengan skizofrenia umumnya memiliki tilikan diri yang buruk mengenai
penyakitnya.

Berikut adalah pedoman diagnostik untuk skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III:

Harus ada sedikitnya satu gejala yang amat jelas (biasanya dua gejala atau
lebih apabila gejala-gejala itu kurang jelas) dari gejala (a) sampai (d) , atau
paling sedikit 2 gejala dari gejala (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara

23
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Gejala pada skizofrenia antara
lain:

a. thought echo, thought insertion atau withdrawal, dan thought


broadcasting.
b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, waham passitivity, dan
persepsi delusional.
c. Halusinasi auditorik yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri,
atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekali mustahil.
e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun ide-ide yang berlebihan yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, atau
stupor.
h. Gejala-gejala negatif seperti sikap apatis, pembicaraan yang terhenti, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial, tetapi harus jelas
bahwa semua hal tersebut bukan akibat depresi atau medikasi neuroleptika.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

24
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Skizofrenia sendiri dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu


skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia
tak terinci, skizofrenia tipe residual, skizofrenia simpleks, dan depresi pasca
skizofrenia. Masing-masing subtipe memiliki kriteria diagnostik masing-masing
dengan gejala yang khas kecuali untuk skizofrenia tak terinci. Adanya gejala
yang sesuai untuk diagnosis skizofrenia namun tidak memenuhi subtipe
skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia
tipe residual, skizofrenia simpleks, dan depresi pasca skizofrenia, maka dapat
dimasukkan ke dalam diagnosis skizofrenia tak terinci.

Pada pasien Ny. W, terdapat waham berupa waham curiga.

Waham merupakan keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah


tentang kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar
belakang kultural, yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan. Waham
sendiri masuk kedalam gangguan isi pikir (apa yang menjadi buah/ bahan pikiran
seseroang).
Waham kejar merupakan keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu,
ditipu, atau disiksa. Pada pasien tidak ditemukan waham kejar.
Waham kebesaran adalah suatu gambaran kepentingan, kekuatan atau
identitas seseorang yang berlebihan. Pada pasien juga tidak ditemukan waham
kebesaran.
Waham bizzare atau aneh adalah suatu keyakinan palsu yang aneh, mustahil
dan sama sekali tidak masuk akal. Pada pasien juga tidak ditemukan waham
bizzare.
Waham pengendalian termasuk di dalamnya adalah penarikan pikiran
(thought withdrawal), yaitu waham di mana pikiran pasien telah dihilangkan
dari ingatannya oleh orang lain atau tenaga lain dan penanaman pikiran
(thought insertion), yaitu waham bahwa pikiran ditanam di dalam pikiran
pasien oleh orang lain atau tenaga lain. Pada pasien juga tidak ditemukan
waham pengendalian.

25
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Waham curiga pada pasien ditemui dari adanya keyakinan pasien bahwa
dirinya tidak disukai dan dibicarakan keburukannya oleh tetangga di sekitar
tempat tinggalnya

Pada pasien juga terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik.


Persepsi adalah proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi
psikologis; proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.
Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan
stimuli eksternal yang nyata. Sedangkan, depersonalisasi adalah pengamatan
subjektif dimana terdapat perasaan terpisah dari dirinya atau terpisah dari suatu
keadaan yang sedang terjadi pada dirinya, merasa tidak nyata, aneh atau tidak
mengenal dirinya sendiri. Sedangkan, derealisasi adalah dimana seseorang
merasa seolah-olah keadaan
Halusinasi auditorik adalah persepsi bunyi yang palsu, bisa dalam bentuk
suara maupun bunyi lain seperti musik. Pada pasien terdapat halusinasi
auditorik bersifat commenting, yaitu suami pasien mengatakan bahwa pasien
mendengar suara-suara yang selalu mengomentari pasien dimana komentar
tersebut bersifat negatif dan mengakibatkan kesedihan pada pasien.
Halusinasi visual adalah persepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra
yang berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk
(sebagai contohnya, kilatan cahaya). Halusinasi visual pada skizofrenia
paranoid mungkin ada namun jarang menonjol. Pada pasien tidak ditemukan
halusinasi visual.

Pasien memiliki tilikan derajat 2, dimana pasien pasien agak menyadari


bahwa dirinya sakit dan membutuhkan bantuan, tapi dalam waktu yang
bersamaan juga menyangkal penyakitnya.
Tilikan dibagi menjadi 6 derajat, diantaranya:
1. Derajat 1: pasien menyangkal bahwa ia sakit sama sekali.
2. Derajat 2: pasien agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan
bantuan, tapi dalam waktu yang bersamaan juga menyangkal penyakitnya.
3. Derajat 3: pasien sadar bahwa dirinya sakit, namun menyalahkan orang
lain, faktor eksternal, atau faktor organik.

26
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

4. Derajat 4: pasien sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang


tidak diketahui oleh pasien.
5. Derajat 5: pasien menerima bahwa dirinya sakit dan bahwa gejala
disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu dalam diri
pasien sendiri, tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk pengalaman
di masa depan.
6. Derajat 6: pasien sadar akan motif dan perasaan dalam diri pasien dan
orang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan
dasar dalam perilaku.

Tatalaksana pada pasien ini berupa:

Farmakoterapi dengan risperidon tablet 2x2 mg p.o

Risperidon adalah obat antipsikotik golongan 2 atau atipikal. Digunakan anti


psikotik atipikal karena hubungan dengan gejala ekstrapiramidal yang lebih
rendah. Antipsikosis atipikal bekerja dengan memblokade dopamin pada
reseptor D2 dan serotonin pada reseptor 5-HT-2, maka obat ini disebut
serotonine-dopamine antagonists. Dosis awal biasanya 2 mg., dengan
pemberian 1-2x per hari. Dosis kemudian dapat dinaikkan 1-2 mg/hari tiap 1-
2 hari hingga mencapai efek yang optimal, dengan dosis maksimal 6 mg/hari
karena tidak ditemukan efikasi yang lebih bermakna dan juga tingginya
insidensi gejala ekstrapiramidal. Efek samping tersering dari obat ini adalah
nafsu makan bertambah, somnolen, peningkatan saliva, konstipasi,
parkinsonisme, mual, muntah, dan lain sebagainya.

Jika terdapat gejala ekstrapiramidal, pasien dapat diberikan Triheksifenidil


tablet 2x2 mg per oral. Triheksifenidil merupakan agen antikolinergik yang
menginhibisi efek asetilkolin di reseptor muskarinik, sehingga menyebabkan
efek anti-spasmodik pada otot polos. Obat ini digunakan untuk mengatasi
gejala ekstrapiramidal yang disebabkan oleh pemberian obat anti-psikosis.
Dosis yang dianjurkan adalah 2-5 mg/hari dibagi dalam 2-4 kali pemberian.

Psikoterapi suportif

27
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Meski terapi utama pasien skizofrenia adalah terapi farmakologi, namun


psikoterapi dengan orientasi suportif juga bermanfaat terutama dalam terapi
jangka panjang skizofrenia. Tujuan dari terapi ini adalah memperkuat
mekanisme defensif yang ada, memperluas mekanisme pengendalian yang
dimiliki dengan yang lebih baru dan lebih baik, perbaikan ke suatu keadaan
keseimbangan yang lebih adaptif. Cara pendekatan bisa dengan bimbingan,
eksternalisasi minat, terapi kelompok, dan manipulasi lingkungan. Pasien
berusaha didekati secara baik dengan penuh empati.

Lebih dari 50% pasien skizofrenia memiliki prognosis yang kurang baik,
dengan berulang kali dirawat di rumah sakit, kekambuhan gejala, episode
gangguan mood yang berat dan percobaan bunuh diri. Hal ini dapat ditemukan
pada pasien Ny. W, dimana episode kali ini merupakan kekambuhan ketiga,
dengan serangan pertama pada tahun 2011 dan serangan kedua pada tahun
2013.

28
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Synopsis of Psychiatry: 11th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010.
2. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya. 2001.
3. Dharmady, Agus. Psikopatologi: Dasar di dalam Memahami Tanda dan Gejala
dari Suatu Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku
Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya. 2009.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia: Seksi Skizofrenia. From
Curing to Caring: Achieving Patients Recovery. Rekomendasi Tata Laksana Layanan
Skizofrenia. Jakarta: Centra Communications. 2014.

29

Anda mungkin juga menyukai