Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR FEMUR

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners di Stase Keperawatan Gadar

Oleh:

Nanis Ulandari
NIM : 2019040082

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001)
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur
(Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) fraktur
femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau
trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan
sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak
(otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan
bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan
kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan jaringan lunak.

I.2 Etiologi
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan tempat. Bila tekanan
kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang terkena dan jaringan
lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada kulit.

2. Akibat kelelahan atau tekanan


Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari atau calon
tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang


Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.

I.3 Tanda Dan Gejala


1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau
kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot,
paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
6. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
I.4 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
(Brunner & Suddarth, 2002)
I.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan
transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau
tindakan pembedahan.
I.6 Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen
jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:

1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya
pada fraktur femur pelvis.
2. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk
dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun.
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi
asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal
dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari
beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa
hipoksia, takipnea, takikardi dan pireksia.
3. Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai
dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang
hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak
dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai
bawah dan tungkai atas.
4. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering
dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.
Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).
5. Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel
parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga
metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum,
dkk, 2008).

I.7 Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia.
Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada penderita fraktur :

1. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi
karena benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat
pasien mengalami fraktur.
2. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptik dan bersihkan
perdarahan dengan cara dibebat atau diperban.
3. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini tidak
boleh dilakukan secara paksa dan sebaiknya dilakukan oleh para ahli dengan
cara operasi oleh ahli bedah untuk mengembalikan tulang pada posisi semula.
4. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari
kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tetap stabil.
5. Berikan analgetik untuk mengaurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
6. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.
 Seluruh Fraktur
1. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
3. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis.
4. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan
cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan
fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial,
darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai,
yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara
anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan
sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam
melakukan gerakan).
5. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal
fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers.
6. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
7. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler.
1.8 Pathway
Askep Teori
Fraktur Femur
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik: data fokus
1. Primery survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur,
tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah
normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila
adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
e. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada
wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.
2. Secondary survey
a. Fokus Asesment
1. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan
mulut. Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
2. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
3. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada para doksikal, suara
paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas
yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4. Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap
kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
5. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan
yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
6. Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi
pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau
menghilangnya denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik
dan motorik.
7. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma

Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

2. Diagnosa yang kemungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut

Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang berkaitan dengan


kerusakan jaringan yang aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.

Penyebab

1. Agen pencedera fisiologi (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,


menggankat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor

 Subjektif
1. Mengeluh nyeri

 Objektif
1. Tampak Meringis

2. Bersikap Protektif (mis. waspada posisi menghindari nyeri)

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif
(Tidak tersedia)

 Objektif
1. Tekanan darah meningkat

2. Pola nafas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berfikir terganggu

5. menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

Kondisi klinis terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cedera traumatis

3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glakumo
3. SDKI, SLKI, SIKI
Diagnosa SLKI SIKI

Nyeri aku Kriteria Hasil : Intervensi :


berhubungan
Setelah dilakukan Menejemen nyeri
dengan Agen
pencedera fisik tindakan keperawatan OBSEVASI :
(mis.prosedur
selama 1 x 5 jam 1. Identifikasi skala nyeri
operasi, trauma,
latihan fisik diharapkan tingkat nyeri (PQRST)
berlebihan)
dapat menurun dengan 2. Identifikasi respon nyeri non
dibuktikan dengan
kriteria hasil : verbal
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi faktor yang
(menurun) memperberat dam
2. Meringis (menurun) memperingan nyeri
3. sikap protektif TERAPEUTIK
(menurun) 1. Berikan teknik
4. Gelisah (menurun) nonfarmakologis untuk
5. frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri
(membaik) 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
EDUKASI
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
KOLABORASI
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgesik
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.H DENGAN FRAKTUR FEMUR

Nama mahasiswa : Nanis Ulandari


NIM : 2019040082

Tanggal Pengkajian : 15 April 2020


Pukul : 09:40 WIB

A. PENGKAJIAN

No. RM : 00653927 Jenis Kelamin : Laki – laki


IDENTIT

Nama : Tn.H Status Perkawinan : Menikah


AS

Umur : 55 Th Sumber Informasi : Pasien dan keluarga


Agama : Islam Alamat : Jombang
Pendidikan:
TRIAGE SMA
: P2 ( Kuning ) Diagnosa Medis : Fraktur Femur
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Px mengatakan nyeri pada paha kaki sebelah kanan
PRIMERY SURVEY

Riwayat Keluhan :

Pasien datang ke IGD jam 09:30 WIB sebelumnya Terjadi kll pada tanggal
15 april 2020 saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan jatuh karena
terserempet mobil dan kaki kanan pasien tertimpa motor paha kaki kanan terjadi
lebam fraktur. Setelah itu pasien dilarikan ke rumah sakit (ugd), setelah sampai di
ugd pasien dianamnesi dan segera mendapatkan penanganan.
Orientasi (Tempat,Waktu,dan Orang ): Baik

AIRWAY Diagnosa Keperawatan

Jalan Nafas : Paten Kriteria Hasil :


Obstruksi : Tidak Ada -
Suara Nafas : Vesikuler Intervensi :
Keluhan Lain : - -
BREATHING Diagnosa Keperawatan
Gerakan dada : Simetris Kriteria Hasil :
Irama Nafas : Normal -
Bunyi Nafas : Vesikuler Intervensi :
Pola Nafas : Teratur -
Retraksi otot dada : Tidak ada
Sesak Nafas : Tidak ada
RR : 20 x/menit
Keluhan Lain : -

CIRCULATION Diagnosa Keperawatan


Resiko perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan trauma.
Nadi : Teraba Kriteria Hasil :
Sianosis : Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan
CRT : > 2 detik selama 1x5 jam diharapkan perfusi
Pendarahan : Tidak perifer meningkati dengan kriteria hasil :
Akral :Dingin 1. Denyut nadi perifer (meningkat)
Frekuensi nadi : 80 x/menit 2. Penyembuhan luka (meningkat)
Irama Nadi: Teratur 3. Nyeri ekstermitas (menurun)
Kekuatan : Kuat 4. Edema perifer (menurun)
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Suhu Kulit : 370Celcius Intervensi :
Turgor Kulit :Normal Pencegahan Syok
Keluhan Lain : - Observasi
1. Monitor status oksigenasi
2. Monitor status cairan
3. Monitor tingkat kesadaran dan
respon pupil
4. Periksa riwayat alergi
Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
2. Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab resiko syok
2. jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis
DISABILITY Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilisasi fisik b/d kerusakan
integritas struktur tulang.
Respon : Alert KRITERIA HASIL :
Kesadaran : CM Setelah dilakukan tindakan keperawatan
GCS : Eye 4 Verbal 5 Motorik 3 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik
Pupil : Isokor meningkat dengan kriteria hasil :
Refleks Cahaya : Ada 1. Pergerakan ekstermitas (meningkat)
Keluhan Lain : - 2. Nyeri (menurun)
Intervensi :
DUKUNGAN AMBULASI
OBSEVASI :
1. Identifikasi adanya nyeri
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
TERAPEUTIK
1. Fasilitas melakukan mobilisasi fisik
2. Libatkan keluarga
EDUKASI
1. Ajarkan ambulasi sederhana
KOLABORASI
1. Kolaborasi dengan tim medis dan
fisioterapi
EXPOSURE Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilisasi fisik b/d kerusakan
integritas struktur tulang.
Deformitas : Ya KRITERIA HASIL :
Contusio : Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Abrasi : Tidak 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik
Penetrasi : Tidak meningkat dengan kriteria hasil :
Laserasi : Tidak 1. Pergerakan ekstermitas (meningkat)
Edema : Ya 2. Nyeri (menurun)
Intervensi :
Keluhan Lain : - DUKUNGAN AMBULASI
OBSEVASI :
1. Identifikasi adanya nyeri
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
TERAPEUTIK
1. Fasilitas melakukan mobilisasi fisik
2. Libatkan keluarga
EDUKASI
1. Ajarkan ambulasi sederhana
KOLABORASI
1. Kolaborasi dengan tim medis dan
fisioterapi
SECONDARY SURVEY
ANAMNESA DiagnosaKeperawatan :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen


cedera fisik.

Riwayat Penyakit Saat Ini : Kriteria Hasil :


Fraktur Femur Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Nyeri : selama 1 x 5 jam diharapkan tingkat
P : Fraktur Femur nyeri dapat menurun dengan kriteria
Q : Nyeri tajam seperti di tusuk-tusuk hasil :
R : Paha kaki kanan 1. Keluhan nyeri (menurun)
S:8 2. Meringis (menurun)
T : Terus - menerus 3. sikap protektif (menurun)
4. Gelisah (menurun)
Alergi :Tidak Ada 5. frekuensi nadi (membaik)
Intervensi :
Medikasi : - Menejemen nyeri
OBSEVASI :
Makan/Minumterakhir : - 1. Identifikasi skala nyeri (PQRST)
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
Even/PeristiwaPenyebab : 3. Identifikasi faktor yang
TD: 130/80 mmHg memperberat dam memperingan
N: 80x/Menit nyeri
S: 370C TERAPEUTIK
RR: 20x/Menit 1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
EDUKASI
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
2. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
KOLABORASI
1. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgesik
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan

Kepala danLeher Kriteria Hasil :


Inspeksi : Tidakadajejas -
Palpasi : Tidakadanyeritekan Intervensi :
-
Dada :
Paru – paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris,tidak ada
tarikan dinding dada
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi atau luka
Auskultasi : 8 x / menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Lain – lain : -
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DIAGNOSA KEPERAWATAN :
-
RONTGEN, Tanggal 15 April 2020 Kriteria Hasil :
Hasil Rongten : Fraktur Femur -

Tanggal Pengkajian : 15 April 2020 TANDA TANGAN PENGKAJI :


Jam : 09:40 WIB

IMPLEMENTASI

No Tgl Diagnosa Implementasi Respon Pasien Paraf


Keperawatan
1 15/04/2 Nyeri akut Menejemen nyeri Pasien
020 berhubungan OBSEVASI : merintih
09:40 dengan agen 1. Mengidentifikasi skala kesakitan.
WIB cedera fisik nyeri (PQRST)
2. Mengidentifikasi respon Pasien tampak
nyeri non verbal menahan nyeri
3. Mengidentifikasi faktor dan merintih
yang memperberat dam kesakitan.
memperingan nyeri
TERAPEUTIK Pasien bedrest.
1. Memberikanerikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Mengontolontrol
lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
EDUKASI
1. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Menganjurkan monitor
nyeri secara mandiri
3. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
KOLABORASI
1. Kolaborasi dengan tim
mrdis dalam pemberian
analgesik

EVALUASI

No Tgl Dx Evaluasi (SOAP) Paraf


1 5 Januari I S : Px mengatakan nyeri pada paha kaki kanan
2017 P : Fraktur Femur
Q : Nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : Paha kaki kanan
S:6
T : Hilang timbul
O:
 Mengeluh nyeri
 tampak meringis
 gelisah
 bersikap protektif

A : Masalah nyeri akut belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
OBSEVASI :
1. Identifikasi skala nyeri (PQRST)
2. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Identifikasi faktor yang memperberat dam
memperingan nyeri
TERAPEUTIK
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
EDUKASI
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
2. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
KOLABORASI
1. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian analgesik
DAFTAR PUSTAKA

1) https://www.academia.edu/33846364/LP_Fraktur_Femur
2) https://www.academia.edu/7294394/ASUHAN_KEPERARAWATAN_KEGAWA
TDARUTATAN_SISTEM_MUSKOLOSKELETAL_DENGAN_FRAKTUR
3) https://studylibid.com/doc/928683/asuhan-keperawatan-gawat-darurat-
pada-tn-%E2%80%9Dd%E2%80%9D-fraktur-femu...
4) https://www.scribd.com/document/384459811/ASKEP-GADAR-OPEN-
FRAKTUR-FEMUR-SIN-docx

Anda mungkin juga menyukai