Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS :


RETARDASI MENTAL, AUTISME, DAN ADHD
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Anak ii
Dosen Pengampu: Gulam Ahmad, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh: Kelompok 7

1. Adi Nugraha (C1AA21005)


2. Ijma Ratu Fir’a (C1AA21050)
3. Nabilah Nazwa (C1AA21092)
4. Reyna Pratama (C1AA21116)
5. Risda Amelia (C1AA21125)
6. Salsadila (C1AA21137)
7. Shifa Aulia Ridwan (C1AA21143)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt. Yang mana
telah melancarkan kami dalam proses pembuatan makalah Keperawatan
Anak II dengan baik. Dengan keterbatasan pengetahuan yang ada, kami
tidak akan menyelesaikan penulisan ini tanpa dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta


karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan
bantuannya yang tidak ternilai. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
penulisan di kemudian hari.

Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi


kami, pembaca, serta masyarakat luas terutama dalam hal menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 3

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................... 4

C. TUJUAN ......................................................................................................... 4

BAB II..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. RETARDASI MENTAL ................................................................................ 3

a. Definisi ..................................................................................................... 3

b. Etiologi ..................................................................................................... 6

c. Patofisiologi ............................................................................................. 8

d. Pathway .................................................................................................. 41

e. Manifestasi Klinis .................................................................................. 42

f. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 43

g. Komplikasi ............................................................................................. 44

h. Penatalaksanaan ..................................................................................... 44

i. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental .................. 45

B. AUTISME .................................................................................................... 55

a. Definisi....................................................................................................... 55

b. Etiologi ...................................................................................................... 57

c. Patofisiologi ........................................................................................... 59

iii
d. Pathway .................................................................................................. 61

e. Manifestasi Klinik .................................................................................. 62

f. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 62

g. Komplikasi ............................................................................................. 63

h. Penatalaksanaan ..................................................................................... 64

i. Asuhan Keperawatan pada anak dengan Autisme ................................. 65

C. ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) ........................................ 73

a. Definisi....................................................................................................... 73

b. Etiologi ...................................................................................................... 74

c. Patofisiologi ........................................................................................... 75

d. Manifestasi Klinik .................................................................................. 79

e. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 81

e. Komplikasi ............................................................................................. 82

f. Penatalaksanaan ..................................................................................... 83

g. Asuhan Keperawatan pada Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactive


Disorder) ........................................................................................................ 85

BAB III ................................................................................................................. 41

KESIMPULAN ..................................................................................................... 41

A. KESIMPULAN ............................................................................................ 41

B. SARAN......................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iv

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup,
diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini.
Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan
masyarakat, kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang
mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat.
Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang
seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan
proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang
terpenting. Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun
di negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang
berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru
per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental
berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup.1 Banyak penelitian melaporkan angka
kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan. Berdasarkan uraian diatas kami selaku mahasiswa keperawatan
tertarik untuk membuat makalah mengenai Retardasi Mental
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam
Anak Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autis. Anak autis juga
merupakanpribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan,
maupun secaraakademik. Permasalahan yang dilapangan terkadang setiap
orang tidak mengetahuitentang anak autis tersebut. Oleh kerena itu kita harus
kaji lebih dalam tentang anak autis.Dalam pengkajian tersebut kita btuh banyak
informasi mengenai siapa anak autis,penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya
bantuan baik itu pendidikan secara umum.Dalam masyarakat nantinya anak-
anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat
mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama initerpendam
karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya
dapatmembantu kita mengeahui anak autis tersebut

3
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak
yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan
bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Gangguan hiperaktivitas
diistilahkan sebagai gangguan kekurangan perhatian yang menandakan
gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak yang sampai saat ini
dicap sebagai menderita hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi
serebral minimal, biasa disebut dengan istilah ADHD ( Attention Deficit
Hyperaktivity Disorder ). Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD)
dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas
yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi
disekolah maupun di rumah (Isaac, 2005). Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai tingkat tertentu
dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40%
dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan professional
karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan
ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2000).

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang ingin di bahas yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Retardasi mental?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan Autisme?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan ADHD?

C. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin di capai yaitu:
1. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan Retardasi
mental
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan Autisme
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan ADHD

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. RETARDASI MENTAL
a. Definisi
Retardasi mental adalah suatu Kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap
normal [ CITATION Mut08 \I 1057 ].
Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata
disertai dengan berkurangnya kemempuan untuk menyesuaikan diri (berprilaku
adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.
Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan memilki
perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami
kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial. 3% dari jumlah penduduk
mengalami keterbelakangan mental.
Terdapat berbagai definisi mengenai retardasi mental.Menurut WHO (dikutip
dari Menkes 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak
mencukupi. Carter CH (dikutip) dari Toback C ), mengatakan retardasi mental
adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas keemampuan yang dianggap normal.
Menurut Crocker AC 1983, retadarsi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi
intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian
perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut
Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a) Fungsi intelektual umum dibawah normal
b) Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial
c) Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun
Yang dimaksud fungi intelektual dibawah normal yaitu apabila IQ dibawah

3
70. Anak in tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara
berpikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah,
demikian pula dengan pengertian bahasa dan hitungannya juga sangat lemah.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah
Kemampuan secorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunvai
tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya.
Pada penderita retardasi mental gangguan perilaku adaptif yang paling
menonjol adalah kesulitan menyesuaian diri dengan masyarakat sekitar.
Biasanya tingkah lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya.
Gejala tersebut harus timbul pada masa perkembangan, yaitu dibawah umur 18
tahun. Karena kalau gejala tersebut timbul setelah umur 18 tahun, bukan lagi
disebut retardasi mental tetapi penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.
Berikut in merupakan ringkasan karakteristik orang-orang yang mask dalam
masing-masing level retardasi mental (Robinson & Robinson. 1976)
a) Retardasi Mental Ringan (IQ 50-55 hingga 68-70).
Sekitar 85 persendari mereka yang memiliki IQ kurang dari 70
diklasifikasikandalam kelompok retardasi mental ringan.Mereka tidak selalu
dapat
dibedakan dari anak-anak normal sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja
akhir biasanya mereka dapat mempelajari keterampilan akademik yang
kurang lebih sama dengan level kelas 6. Ketika dewasa mereka mampu
melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan atau di balai
karya di rumah penampungan, meskipun mereka mungkin membutuhkan
bantuan dalam masalah sosial dan keuangan.Mereka bisa menikah dan
mempunyai anak
b) Retardasi Mental Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55)
Sekitar 10 persen darimereka yang memiliki IQ kurang dari 70
diklasifikasikan dalam kelompok retardasi mental sedang. Kerusakan otak
dan berbagai patologi lain sering terjadi.oranng-orang yang mengalami
retardasi mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik dan disfungsi
neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal, seperti

4
memegang dan mewarnai di dalam garis, dan keterampilan motorik kasar,
seperti berlari dan memanjat. Mereka mampu, dengan banyak bimbingan
dan latihan, berpergian sendiri di daerah lokal yang tidk asing bagi
mereka.Banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun sebagian bear
hidup bergantung bersama keluarga atau dalam rumah-rumah bersama yang
disupervisi.
c) Retardasi Mental Berat (IQ 20-25 hingga 35-40)
Di antara mereka yang memiliki IQ kurang dari 70, sekitar 3 sampai 4
persen mask dalam Kelompok retardas1 mental paran.orang-orang tersebut
umumnya memiliki abnormalitas fisik seiak lahir dan keterbatasan dalam
pengendalian sensori motor. Sebagian besar masukan dalam penampungan
dan membutuhkan bantuan dan supervisi terus-menerus. Orang dewasa yang
mengalami retardasi mental para dapat berperilaku ramah, namun biasanya
hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat konkret.
Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktivitas secara mandiri dan sering
kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan
mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan
sedikit stimulasi.mereka mampu melakukan pekerjaan yang sangat
sederhana dengan supervisi terus-menerus.
d) Retardasi Mental Sangat Berat (IQ di bawah 20-25)
Hanya 1 hingga 2 persen dari mereka yang mengalami retardasi mental
yang masukdalam kelompok retardasi mental sangat berat, yang
membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup
mereka. Sebagian besar memiliki abnormalitas fisik berat serta kerusakan
neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemana pun.Tingkat kematian
dimasa kanak-kanak pada orang-orang yang mengalami retardasi mental
sangat berat sangat tinggi
Bila ditinjau dari gejalanya maka dapat di bagi menjadi 2 yaitu :
a) Tipe Klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini,
karena kelainan fisik dan mentalnva cukup berat. Penyebabnya sering

5
kelainan organik.Kebanyakan anak in perlu perawatan yang terus-
menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun
yang rendah.Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tip
klinik in cepat mencaripertolongan oleh karena mereka melihat sendiri
kelainan pada anaknya.
b) Tipe Sosial Budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak mask sekolah dan ternyata
tidak dapat mengikuti pelajaran.Penampilannya seperti anak normal,
sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu mereka keluar
sekolah, mereka dapat bermain seperti anak-anak normal lainnya.Tipe
ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah.Para
orang tua dari anak tipe ini tidak dapat melihat adanya kelainan pada
ananknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya
atau dari para psikolog, arena anaknya gagal beberapa kali tidak naik
kelas.pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan
retardasi mental ringan.
Intelegensi menurut Nilai IQ (Swaiman, 1989)

b. Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dariretardasi mental.untuk
menetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan
fisik dan laboratorium.penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan
multi faktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial
berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan ole Taft

6
LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) di bawah ini:
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental
a) Non - organik
• Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
• Faktorsosiokultural
• Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
• Penelantaran anak
b) Organik
1) Faktor Prakonsepsi
• Abnormalitas single gen (penyakit-penyakit metabolik)
• Kelainan kromosom
2) Faktor Pranatal
• Gangguan pertumbuhan otak trimester I, Il, dan IlI
• Kelainan kromosom (trisomi, mosaik, dil)
• Infeksi intrauterin, misalnya TORCH, HIV
• Ibu malnutrisi
• Disfungsi plasenta
• Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
• Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat, dIl)
• Ibu: diabetes melitus, PKU (phenylketonuria)
• Toksemia gravidarum
3) Faktor Perinatal
• Prematur
• Asfiksia neonatorum
• Trauma lahir : perdarahan intra kranial
• Meningitis
• Kelainan metabolik : hipoglikemia, hiperbilirubinemia
4) Faktor Post natal
• Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
• Gangguan metabolik/hipoglikemia
• Malnutrisi

7
• CVA (Cerebrovascular accident)
• Infeksi
• Anoksia, misalnya tenggelam.
c. Patofisiologi
Istilah retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungi hidup sehari-
hari. Retardasi mental in termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif
yang muncul pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai
dengan fungsi kecerdasan di bawah normal (IQ 70 sampai 75 atau kurang) dan
disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaptif:
berbicara dan berbahasa, keterampilan merawat diri, kerumahtanggaan,
keterampilan social, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri,
kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai, dan bekerja
(American Association on Mental Retardation [AAMR] 1992). Definisi yang
lebih bar tentang ratardasi mental ini menggunakan pendekatan fungsional,
bukan terminologi yang dulu mejelaskan tingkat retardasi mental dengan
ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab
prenatal, perinatal, dan pascanatal.Penyabab prenatal termasuk penyakit
kromosom (trisomy 21 [Sindrom Down], Findrom fragile-X) gangguan
sindrom (distrbabofi otot Ducheme. neurofbromatosis tipe ID dan gangguan
metabolism sejak lahr (fenilketonuria).Penyebab perinatal dapat digolongkan
menjadi yang berhubungan dengan masalah intrauterine seperti abrupsio
plasenta, diabetes maternal, dan Kelaniran premature serta KOndis1 neonatal
termasuk meningitis dan perdaranan intracranial. Penyebab pascanatal
mencakup kondisi-kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan
gangguan degeneratif dan demielinisdasi (AAMR, 1992). Sindrom Fragile-X,
Sindrom Down, dan sindrom alcohol fetal merupakan sepertiga individu-
individu yang menderita retardasi mental. Munculnya masalah-masalah,
seperti paralisis serebral, deficit sensoris, gangguan psikiatrik, dan kejang
berhubungan dengan retardasi mental yang lebih berat.Diagnosis retardasi
mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak. Prognosis jangka

8
panjang pada akhirnya ditentukan olrh seberapa jauh individu tersebut dapat
berfungsi mandiri dalam masyarakat (mis: bekerja, hidup mandiri,
keterampilan social)

9
d. Pathway

41
e. Manifestasi Klinis
gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya adalah sebagai berikut:
a) Retardasi Mental Ringan.
Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental.Kebanyakan
dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial budaya, dan diagnosis dibuat setelah
anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasukmampu didik , artinya
slain dapat diajar baca tulis bahkan bisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih
keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak. dan mampu mandiri seperti
orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka in kurang mampu
menghadapi stres, sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya.
b) Retardasi mental sedang.
Kelompok in kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental., mereka
in mampu latihtapi tidak mampu didik.Taraf kemampuan intelektualnya hanya
dapat sampai kelas 2 SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan
tertentu misalnya pertukangan, pertanian, dil dan apabila bekerja nanti mereka
ini perlu pengawasan.Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri
sendiri. Kelompok ini juga kurang mampu menghadapi stres dan kurang dapat
mandiri, sehingga memerlukan bimbingan dan pengawasan.
c) Retardasi mental berat.
Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini.
Diagnosisi mudah ditegakkan secara dini, karena slain adanya gejala fisik yang
menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal
sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini
termasuk tipe klinik.Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan
berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerjadan memerlukan
pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
d) Retardasi mental sangat berat.
Kelompokini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik.Diagnosis dini
mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas.Kemampuan
berbahasanya sangat minimal.Mereka ini seluruh hidupnya tergantng pada orang
disekitarnya.

42
f. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita
retardasi mental, yaitu dengan:
a) Kromosomal Kariotipe
• Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
• Anamnesis bu tercemar zat-zat teratogen
• Terdapat beberapa kelainan kongenital
• Genetalia abnormal
b) EEG (Elektro Ensefalogram)
• Gejala kejang yang dicurigai
• Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c) CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance
Imaging)
• Pembesaran kepala yang progresif
• Tuberous sklerosis
• Dicurigai kelainan otak yang luas
• Kejang lokal
• Dicurigai adanya tumor intrakranial
d) Titer virus untuk infeksi kongenital
• Kelainan pendengaran tip sensorineural
• Neonatal hepatosplenomegali
• Petechie pada periode neonatal
• Chorioretinitis
• Mikroptalmia
• Kalsifikasi intrakranial
• Mikrosefali
e) Serum asam urat (uric acid serum)
• Gout
• Sering mengamuk
f) Laktat dan piruvat darah

43
• Asidosis metabolik
• Kejang mioklonik
g. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah :
a) Serebral palsi
b) Gangguan kejang
c) Gangguan kejiwaan
d) Gangguan konsentrasi/hiperaktif
e) Defisit komunikasi
f) Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan
antikonvulsi,
g) kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental adalah multidimensi dan sangat
individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penanganan multidisiplin
merupakan jalan yang terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi
pendekatan bagi setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak
tersebut seoptimal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikologi untuk menilai
perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter anak
intukmemeriksa fisik anak, menganalisi penyebab, dan mengobati penyakit atau
kelainan yang mungkin ada.Juga kehadiran pekerja sosial kadang-kadang
diperlukan untuk menilai situasi keluarganya.Atas dasar itu maka dibuatlah strategi
terapi. Seringkali lebih melibatkan lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila
anak juga menderita epilepsi, palsi serebral, dil. Psikiater, bila anaknya
menunjukkan kelainan tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan
dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi medis, bila diperlukan untuk
merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahl1 terap1 wicara, untuk
memperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan
bicaranya. Serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang
retardasi mental ini.
Pada orang tuanya perlu dberi penerangan yang jelas mengenai keadaan

44
anaknya, dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan. Kadang-kadang
diperlukan waktu yang lama untuk menyakinkan orang tua mngenai keadaan
anaknya. Bila orang tua belum dapat menerima keadaan anaknya, maka perlu
konsultan pula dengan psikolog atau psikiater.
Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus, yang
disesuaikan dengan taraf IQ-nya, mereka digolongkan yang mampu didik untuk
golongan retardasi mental ringan, dan yang mampu latih untuk anak dengan
retardasi mental sedang.Sekolah khusus untuk anak retardasi mental ini adalah
SLB-C. Disekolah in diajarkan juga keterampilan-keterampilan dengan harapan
mereka davat hidup mandiri dikemudian hari. Diajarkan pula buruknya suatu
tindakan tertentu, seningga mereka diharapkan tidak melakukan tindakan-tindakan
yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, kejahatan seksual dll. Semua anak
vang retardasi mental juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan Kesehatan
yang rutin, imunisasi. dan monitoring terhadap tumbun kembangnya.Anak-anak ini
sering juga disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan penanganan khusus.
i. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi Mental
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan
kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif; komunikasi, perawatan
diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri,
pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan
ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif (pola, proses pikir), Lambatnya
keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal melewati perkembangan yang
utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal kadang-kadang lebih bear atau
lebih kecil dari ukuran normal) lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal ( lebih
sering tonus otot lemah), ciri-ciri dismorfik, dan terlambatnya perkembangan
motoris halus dan kasar.
b. Riwayat kesehatan dahulu

45
Kemungkinan bear pasien pernah mengalami Penyakit kromosom Trisomi
21 (Sindrom Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom distrofi otot
Duchene), neurofibromatosis (tipe I), gangguan metabolisme sejak lahir (
Fenilketonuria ), Abrupsio plasenta, Diabetes maternal, Kelahiran premature,
Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intracranial, Cedera
kepala, Infeksi, Gangguan degenerative.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa
atau penyakit yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari ibu
tersebut.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat
berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus
d. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping
melengkung ke atas, dil
e. Mulut : bentuk "V" yang terbalik dari bibir atas, langit-langit
lebar/melengkung tinggt
f. Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g. Telinga : keduanya letak rendah
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher : pendek; tak mempunyai Kemampuan gerak sempura
j. Tangan : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil
gemuk dan lebar, klinodaktil
k. Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dil
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turn, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil
meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Tumbuh Kembang b.d. kelainan fungsi kognitif (D.0106)

46
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fungis kognitif (D.0119)
c. Risiko cedera b.d perilaku agresif ketidakseimbangan mobilitas fisik (D.0136)

C. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1 Gangguan 1. Status 1. Perawatan Perkembangan
Tumbuh Kembang Perkembangan (I.10339)
b.d. kelainan (L.10101)
Observasi
fungsi kognitif Setelah Tindakan
(D.0106) keperawatan 1x24 - Identifikasi pencapaian
jam diharapkan tugas perkembangan
keluhan pasien anak
dapat teratasi - Identifikasi isyarat
dengan kriteria hasil perilaku dan fisiologis
: yang ditu3njukkan bayi
a. Keterampilan (mis: lapar, tidak
prilaku sesuai nyaman)
usia meningkat
Terapeutik
b. Kemampuan
melakukan - Pertahankan sentuhan
perawatan diri seminimal mungkin
meningkat pada bayi premature
c. Respon sosial - Berikan sentuhan yang
meningkat bersifat gentle dan tidak
kontak mata ragu-ragu
meningkat - Minimalkan nyeri
2. Status - Minimalkan kebisingan
Pertmubuhan ruangan
(L.10102) - Pertahankan lingkungan
Setelah Tindakan yang mendukung
keperawatan 1x24 perkembangan optimal

47
jam diharapkan - Motivasi anak
keluhan pasien berinteraksi dengan
dapat teratasi anak lain
dengan kriteria hasil - Sediakan aktivitas yang
: memotivasi anak
a. BB sesuai usia berinteraksi dengan anak
meningkat lainnya
b. PB/TB sesuai - Fasilitasi anak berbagi
c. IMT dan bergantian/bergilir
meningkat - Dukung anak
d. Asupan nutrisi mengekspresikan diri
meningkat melalui penghargaan
positif atau umpan balik
atas usahanya
- Pertahankan
kenyamanan anak
- Fasilitasi anak melatih
keterampilan pemenuhan
kebutuhan secara
mandiri (mis: makan,
sikat gigi, cuci tangan,
memakai baju)
- Bernyanyi Bersama anak
lagu-lagu yang disukai
- Bacakan cerita atau
dongeng
- Dukung partisipasi anak
di sekolah,
ekstrakulikuler dan
aktivitas komunitas
Edukasi

48
- Jelaskan orang tua
dan/atau pengasuh
tentang milestone
perkembangan anak dan
perilaku anak
- Anjurkan orang tua
menyentuh dan
menggendong bayinya
- Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan
anaknya
- Ajarkan anak
keterampilan
berinteraksi
- Ajarkan anak teknik
asertif

Kolaborasi

- Rujuk untuk konseling,


jika perlu
2. Edukasi Nutrisi Bayi
(I. 12397)
Observasi :

- Identifikasi kesiapan
dan kemampuan ibu
atau pengasuh
menerima informasi.

49
- Identifikasi kemampuan
ibu atau pengasuh
menyediakan nutrisi

Terapeutik :

- Sediakan materi dan


media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan
kepada ibu atau
pengasuh untuk
bertanya Edukasi
- Jelaskan tanda-tanda
awal rasa lapar (mis.
bayi gelisah, membuka
mulut dan menggeleng-
gelengkan kepala,
menjulur-julurkan
lidah, mengisap jari
atau tangan)
- Anjurkan menghindari
pemberian pemanis
buatan
- Ajarkan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
(PHBS) (mis. cuci
tangan sebeium dan

50
sesudah makan, cuci
tangan dengan sabun
setelah ke toilet)
- Ajarkan cara memilih
makanan sesuai dengan
usia bayi
- Ajarkan cara mengatur
frekuensi makan sesuai
usai bayi
- Anjurkan tetap
memberikan ASI saat
bayi sakit

2 Gangguan Komunikasi Promosi Komunikasi :


komunikasi verbal Verbal (L. 13118) Defisit Bicara (I. 13492)
b.d kelainan fungsi Setelah Tindakan
Observasi
kognitif (D.0119) keperawatan 1x24
jam diharapkan - Monitor kecepatan,
keluhan pasien tekanan, kuantitias,
dapat teratasi volume, dan diksi
dengan kriteria bicara
hasil: - Monitor progress
a. Kemampuan kognitif, anatomis, dan
berbicara fisiologis yang
meningkat berkaitan dengan bicara
b. Kemampuan (mis: memori,
mendengar pendengaran, dan
meningkat Bahasa)
c. Respons - Monitor frustasi,
prilaku marah, depresi, atau hal
meningkat

51
d. Pemahaman lain yang mengganggu
komunukasi bicara
meningkat - Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik

- Gunakan metode
komunikasi alternatif
(mis: menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan
komputer)
- Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri
di depan pasien,
dengarkan dengan
seksama, tunjukkan
satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambal menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,
atau meminta bantuan

52
keluarga untuk
memahami ucapan
pasien)
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
- Ulangi apa yang
disampaikan pasien
- Berikan dukungan
psikologis
- Gunakan juru bicara,
jika perlu

Edukasi

- Anjurkan berbicara
perlahan
- Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara

Kolaborasi

- Rujuk ke ahli patologi


bicara atau terapis

3 Risiko cedera bd Tingkat Cedera (L Manajemen Keselamatan


perilaku agresif. 14136) Lingkungan (I.14513)
ketidakseimbangan Setelah Tindakan
Observasi
mobilitas fisik keperawatan 1x24

53
(D.0136) jam diharapkan - Identifikasi kebutuhan
keluhan pasien keselamatan (mis:
dapat teratasi kondisi fisik, fungsi
dengan kriteria kognitif, dan Riwayat
hasil: perilaku)
a. Kejadian - Monitor perubahan
cedera menurun status keselamatan
b. Luka/lecet lingkungan
menurun
Terapeutik

- Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(mis: fisik, biologi,
kimia), jika
memungkinkan
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
(mis: commode chair
dan pegangan tangan)
- Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci,
pagar)
- Hubungi pihak
berwenang sesuai
masalah komunitas (mis:

54
puskesmas, polisi,
damkar)
- Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
- Lakukan program
skrining bahaya
lingkungan (mis: timbal)

Edukasi

- Ajarkan individu,
keluarga, dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan

B. AUTISME
a. Definisi
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalan anak yang memilk1
ganggual perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a) Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker
handojo, 2003)
b) Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri.Dimana gangguan in mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku "Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik? (American Psychiatic Association, 2000)
c) Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan

55
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak
lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). "Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa" (PPDGJ III)
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak vang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:
a) Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai
dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/layanan pendidikan secara khusus sejak dini.
b) Segi medis : anak autisme adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga
anak ini memerlukan penanganan/terapi secara klinis
c) Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.
d) Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengar lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungi
otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme
mempunyai dunianya sendiri.
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan
gejalanya. Seringkali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa
autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale
(CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:

56
1) Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis mash menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya menunjukan ekspresi-ekspresi muka, dan
dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis mash menunjukkan sedikit kontak mata namun
tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi mash bisa dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya
ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang
tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak autis
tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa
kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011)
b. Etiologi
a) Faktor neurobiologis
Gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya
gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila
pertumbuhan sel - sel otak di beberapa tempat tidak sempurna (Maulana, 2007
:19).
b) Masalah Genetik
Menurut Maulana (2007:19), faktor genetic juga memegang peranankuat,
dan ini terus teliti. Pasanya, banyak manusia mengalami mutasi genetik yang
bisa terajdi karena cara hidup yang semakin modern(penggunaan zat kimia
dalam kehidupan sehari - hari, faktor udarayang semakin terpolusi) Beberapa
faktor yang terkait adalah usia ibusaat hamil, usia ayah saat istri hamil, serta
masalah yang terjadi saathamil dan prose kelahiran (Ginanjar, 2008).

57
c) Masalah selama kehamilan dan kelahiran
Masalah pada masa kehamilan dan proses melahirkan resiko autism
berhubungan dengan masalah - masalah yang terjadi pada masa seminggu
pertama kehamilan. Ibu yang mengkonsumsi alcohol, terkenavirus rubella,
menderita infeksi kronis atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang diduga
mempertinggi resiko autism. Prosesmelahirkan yang sulit sehingga bayi
kekurangan oksigen juga diduga berperan penting. Bayi yang lahir premature
punya berat badandibawah normal lebih besar kemungkinannya untuk
mengalamigangguan pada otak dibandingkan bayi normal (Ginanjar,
2008)Menurut Hadis (2006:45), komplikasi prenatal perinatal danneonatal
yang meningkat juga ditemukan pada anak autistik.Komplikasi yang sering
terjadi ialah adanya pendarahan setelah trimester pertama dan adanya kotoran
janin pada cairan amnion yang merupakan tanda bahaya dari janin.Penggunaan
obat- obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung juga diduga dapat
menyebabkan timbulnya gangguan autism. Komplikasi gejala saat bersalin
berupa bayi terlambat menangis, bayi mengalami gangguan pernafasan, bayi
mengalmi kekurangan darah diduga dapat menimbulkan autisme.
d) Keracunan logam berat
Keracunan logam berat merupakan kondisi yang sering dijumpaiketika
dalam kandungan.Keracuan logam seperti timbal, merukri, cadmium spasma
intantile, rubella kongenital, sclerosis tuberosa,lipidosis serebral, dan anomaly
kromosom X rapuh.Racun dan logam berat dari lingkungan, berbagai racun
yang berasal dari pestisida, polusi udara dan cat tembok dapat mempengaruhi
kesehatan janin.Penelitian terhadap sejumlah anak autis menunjukkan bahwa
kadarlogam berat (merkuri, timbal, timah) dalam darah mereka lebih
tinggidibandingkan anak - anak normal (Veskariyanti. 2008:17)
e) Terinveksi virus
Lahirnya anak autistik diduga dapat disebabkan oleh virus sepertirubella,
toxoplasmosis, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, perdarahandan keracunan
makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak
yang menyebabkan fungsi otak bayi yangdikandung terganggu terutama fungi

58
Demahaman. komunikasi daninteraksi.Efek virus dan keracunan tersebut dapat
berlangsung terussetelah anak lair dan terus merusak pembentukan sel otak,
schingga anak kelihatan tidak memperoleh kemajuan dan gejala makin parah.
Gangguan metabolism, pendengaran dan penglihatan juga diperkirakan dapat
menjadi penyebab lahirnya anak autistic (Maulana. 2007 :19)
f) Cidera otak
kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktifretikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf,perubahan
struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
g) Penyakit otak organik
Dengan adanya gangguan komunikasidan gangguan sensori serta kejang
epilepsi.
c. Patofisiologi
Sel saraf otak a (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk
mengalirkan implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik
(dendrite).Sel saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwara kelabu
(korteks).akson di bungkus selaput bernama myelin terletak di bagian otak
berwarna putih.Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.Sel saraf
terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada trimester ketiga,
pembentukansel saraf berhenti dan di mulai pembentukan akson,dendrite dan
snaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.Setelah anak
lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara genetic
melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth faktor dan proses
belajar anak - anak Makin banvak sinaps terbentuk.anak makin
cerdas,.pembentukan akson,dendrite dan sinaps sangat tergantung pada
stimulasi dari lingkungan.Bagian otak yang digunakan dalam belajar
menunjukan pertamabahan akson,dendrite dan snaps,sedangkan bagian otak
yang tak digunakan menumukan kematian sel.berkurangnya akson,dendrite dan
sinaps. Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat
yang menyebabkan

59
gangguan proses-proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf.

60
d. Pathway

61
e. Manifestasi Klinik
Secara mum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak autisme menurut
Yatim (2007), meliputi:
a) Sangat lambat dalam perkembangan bahasa, kurang menggunakan bahasa, pola
berbicara yang khas atau penggunaan kata-kata tidak disertai arti yang normal.
b) Sangat lambat dalam mengerti hubungan sosial, sering menghindari kontak
mata, sering menyendiri, dan kurang berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya.
c) Ditandai dengan pembatasan aktivitas dan minat, anak autisme sering
memperlihatkan gerakan tubuh berulang, seperti bertepuk-tepuk tangan,
berputar-putar, memelintir atau memandang suatu objek secara terus menerus.
d) Pola yang tidak seimbang pada fungsi mental dan intelektual, anak autisme
sangat peka terhadap perubahan lingkungan, dan bereaksi secara emosional.
Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami kemunduran atau
inteligensia yang rendah dan sekitar 20 persen mempunyai inteligensia di atas
rata-rata.
e) Sebagian kecil anak autisme menunjukan masalah perilaku yang sangat
menyimpang seperti melukai diri sendiri tau menyerang orang lain
f. Pemeriksaan Diagnostik
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi
bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila testes secara
behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka
beberapa instrumen screening yang sat in telah berkembang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme:
a) Childhood Autism Ratine Scale (CARS)
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler
di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. lat
menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya
dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan,
kemampuan mendengar dan komunikasi verbal

62
b) The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk
mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di
awal tahun 1990-an.
c) The Autism Screening Questionare
Daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak
dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial
mereka
d) The Screenino Test for Autism in Two-Years Old
Tes screening autism bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh
Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu;
bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

g. Komplikasi
Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehiduypan normal atau
mendekati normal. Anak anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal
kehidupan, biasanya sebelum usia 3 tahun. mempunyai resiko epilepsi atau
aktivitas kejang otak. Selama masa remaja, beberapa anak dengan autisme dapat
menjadi depresi atau mengalami masalah perilaku. Beberapa komplikasi y ang
dapat muncul pada penderita autis antara lain (Kim, 2015):
a) Masalah sensorik
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik. Sensasi biasa
dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-kadang, pasien autis
tidak berespon terhadap beberapa sensai yang ekstrim, antara lain panas, dingin,
atau nyeri.
b) Kejang
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme. Kejang sering
dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.
c) Masalah kesehatan Mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan AD rentan terhadap depresi
kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan suasana hati.

63
d) Tuberous sclerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk
otak. Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak jelas. Namun,
tingkat autisme jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan tuberous sclerosis
dibandingkan mereka yang tanpa kondisi tersebut.
h. Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada anak dengan gangguan autisme menurut Kaplan dan Sadock
(2010), adalah mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan
belajar dan perkembangannya, terutama dalam keterampilan bahasa. Tujuan ini
dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang komprehensif dan
bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan
komponen yang paling utama. Adapun program terapi meliputi:
a) pendekatan edukatif berupa pendidikan khusus dan latihan terstruktur
b) Terapi perilaku dengan menggunakan prosedur modifikasi perilaku yang
spesifik
c) Psikoterapi secara individual, baik dengan atau tanpa obat
d) Terapi dengan obat-obatan, khususnya bagi anak autisme dengan
gejala-gejal aseperti: tempramen, agresif, melukai diri sendiri, hiperaktifitas,
dan stereotip.
Menurut Danuatmaja (2003), penatalaksanaan terapi anak autisme ada 5 jenis,
diantaranya:
a) Terapi medikamentosa
Terapi dengan obat-obatan yang bertujuan memperbaiki komunikasi, respon
terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang.
b) Terapi biomedis
Terapi ini bertujuan memperbalki metabolisme tubuh melalui diet dar
pemberian suplemen. Terapi in didasarkan banyaknya gangguan fungsi tubuh,
seperti gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh rentan, dan keracunan
logam berat.
c) Terapi wicara
Terapi ini umumnya menjadi keharusan bagi anak autisme karena mereka

64
mengalami gangguan bicara dan kesulitan berbahasa
d) Terapi perilaku
Terapi ini bertujuan agar anak autisme dapat mengurangi perilaku tidak
wajar dan menggantinya dengan perilaku yang diterima oleh masyarakat.
e) Terapi okupasi
Terapi ini diberikan pada anak yang memiliki gangguan perkembangan
motorik kurang baik. Bertujuan untuk menguatkan, memperbaiki koordinasi,
dan Keterampilan motorik halus. Suatu tim Keria terpadu vang terdiri dari
tenaga pendidik, tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog, ahli terapi
wicara, pekerja sosial, dan perawat sangat diperlukan agar dapat mendeteksi
dini serta member penanganan yang sesuai dan tepat waktu. Semakin dini
terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat, akan dapat tercapai hasil yang
optimal (Mara, 2002). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Retardasi
Mental
i. Asuhan Keperawatan pada anak dengan Autisme
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
b. Riwayat kesehatan
➢ Riwayat kesehatan sekarang
blasanya anak autis dikenal dengn keterlambatan atau sama sekali tidak
dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya
dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak
dipeluk. Saat bermain bila didekati akan meniauh. Ada kedekatan dengan
benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana; saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang
tertentu pada tempatnva menggigit, menjilat atau mencium mainan atau
bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar

65
5% mempunyai IQ diatas 100.
➢ Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
Sering terpapar zat toksik, seperti timbal Cidera otak
➢ Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ad anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan.
Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.
c. Status perkembangan anak.
• Anak kurang merespon orang lain.
• Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
• Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
• Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
• Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
• Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
• Terdapat ekolalia.
• Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
• Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
• Peka terhadap bau.
e. Psikososial
• Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
• Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
• Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
• Perilaku menstimulasi diri
• Pola tidur tidak teratur
• Permainan stereotip
• Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
• Tantrum yang sering
• Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
• Kemampuan bertutur kata menurun
• Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus

66
f. Neurologis
• Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
• Refleks mengisap buruk
• Tidak mampu menangis ketika lapar
B. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko cedera dibuktikan dengan individu autistic (D.0136)
b. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler (D.0119)
c. Gangguan interaksi social b.d hambatan perkembangan (D.0118)
C. Intervensi
No SDKI SLKI SIKI
1. Risiko cedera Tingkat Cedera Manajemen
dibuktikan (L 14136) Keselamatan
dengan individu Setelah Tindakan Lingkungan (I.14513)
autistic (D.0136) keperawatan 1x24 jam
Observasi
diharapkan keluhan pasien
dapat teratasi dengan - Identifikasi
kriteria hasil: kebutuhan
Kejadian keselamatan (mis:
a. Kejadian cedera kondisi fisik, fungsi
menurun kognitif, dan Riwayat
b. luka/lecet menurun perilaku)
- Monitor perubahan
status keselamatan
lingkungan

Terapeutik

- Hilangkan bahaya
keselamatan
lingkungan (mis:
fisik, biologi, kimia),
jika memungkinkan

67
- Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bahaya dan risiko
- Sediakan alat bantu
keamanan
lingkungan (mis:
commode chair dan
pegangan tangan)
- Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik,
rel samping, pintu
terkunci, pagar)
- Hubungi pihak
berwenang sesuai
masalah komunitas
(mis: puskesmas,
polisi, damkar)
- Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang
aman
- Lakukan program
skrining bahaya
lingkungan (mis:
timbal)

Edukasi

- Ajarkan individu,
keluarga, dan
kelompok risiko

68
tinggi bahaya
lingkungan

2. Gangguan Komunikasi Verbal (L. Promosi Komunikasi :


komunikasi 13118) Defisit Bicara (I. 13492)
verbal b.d Setelah Tindakan
Observasi
gangguan keperawatan 1x24 jam
neuromuskuler diharapkan keluhan pasien - Monitor kecepatan,
(D.0119) dapat teratasi dengan tekanan, kuantitias,
kriteria hasil: volume, dan diksi
a. Kemampuan bicara
berbicara meningkat - Monitor progress
b. Kemampuan kognitif, anatomis,
mendengar meningkat dan fisiologis yang
c. Respons prilaku berkaitan dengan
meningkat bicara (mis:
d. Pemahaman memori,
komunukasi pendengaran, dan
meningkat Bahasa)
- Monitor frustasi,
marah, depresi, atau
hal lain yang
mengganggu bicara
- Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik

69
- Gunakan metode
komunikasi
alternatif (mis:
menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan
komputer)
- Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis:
berdiri di depan
pasien, dengarkan
dengan seksama,
tunjukkan satu
gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah
dengan perlahan
sambal menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,
atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien)
- Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bantuan

70
- Ulangi apa yang
disampaikan pasien
- Berikan dukungan
psikologis
- Gunakan juru
bicara, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan berbicara
perlahan
- Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berhubungan
dengan kemampuan
bicara

Kolaborasi

- Rujuk ke ahli
patologi bicara atau
terapis

3. Gangguan Interaksi sosial (L.13115) Modifikasi prilaku


interaksi social Setelah Tindakan keterampilan sosial
b.d hambatan keperawatan 1x24 jam (I. 13484)
perkembangan diharapkan keluhan pasien
Observasi
(D.0118) dapat teratasi dengan
kriteria hasil: - Identifikasi
a. perasaan nyaman penyebab
dengan situasi sosial

71
meningkat kurangnya
b. perasaan mudah keterampilan sosial
menerima atau - Identifikasi focus
mengkomunikasikan pelatihan
perasaan meningkat keterampilan sosial
c. perasaan responsif
Terapeutik
meningkat
d. perasaan tertarik - Motivasi untuk
pada orang lain berlatih
meningkat keterampilan sosial
e. Minat melakukan - Beri umpan balik
kontak emosi positif (mis: pujian
meningkat atau penghargaan)
f. Minat melakukan terhadap
kontak fisik kemampuan
meningkat sosialisasi
g. PengVerbalisasi - Libatkan keluarga
kasih sayang selama Latihan
meningkat keterampilan sosial,
h. Kontak mata jika perlu
meningkat
Edukasi
i. Ekspresi wajah
responsive - Jelaskan tujuan
meningkat melatih keterampilan
sosial
- Jelaskan respons dan
konsekuensi
keterampilan sosial
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan akibat

72
masalah yang
dialami
- Anjurkan
mengevaluasi
pencapaian setiap
interaksi
- Edukasi keluarga
untuk dukungan
keterampilan sosial
- Latih keterampilan
sosial secara
bertahap

C. ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)


a. Definisi
Pola perhatian anak terhadap suatu hal terbagi menjadi beberapa klasifikasi.
Kelompok yang paling berat adalah over ekslusif dimana seorang anak hanya
berfokus pada sesuatu yang menarik perhatian tanpa memperdulikan hal lain
secara ekstrim. Kelompok dengan derajat ringan dan derajat sedang terjadi fokus
perhatian anak mudah teralihkan. Hal ini dinamakan kesulitan perhatian. ADHD
adalah suatu peningkatan aktivitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang
menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada 2 tempat dan
suasana berbeda. Aktivitas yang tidak lazim dan cenderung berlebihan yang
ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-gerakkan jari
tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang (Husnah, 2007). ADHD
merupakan kelainan perkembangan yang diturunkan secara genetik akibat
adanya gangguan pada gen transporter dopamine dan gen reseptor dopamine D4.
Gangguan tersebut terjadi pada system lopamineregik dan nor-adronergik yang
menyebabkan adanya disfungsi pre-frontal dan sirkuit tronto-striatal (Ikatan
Dokter Indonesia, 2010). ADHD merupakan suatu kelainan yang unik dicirikan

73
dengan sangat hiperaktif impulsive dan anak tidak mampu bersosialisasi dengan
baik (Soetjiningsih, 2006). Menurut Martaniah (2001), ADHD adalah suatu
gangguan yang mengandung dua komponen yaitu: tidak mempunyai perhatian,
tidak dapat mengikuti perintah yang disertai hiperaktivitas dan impulsivitas.
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006), ADHD menjelaskan kondisi anak-anak
yang memeperlihatkan simtom-simtom kurang konsentrası, hiperaktif dan
impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas
hidup mereka.
b. Etiologi
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas.
Seperti halnya gangguan autis, ADHD merupakan suatu kelainan yang bersifat
multifaktorial (Husnah, 2007).
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (2010), banyak faktor yang dianggap sebagai
penyebab gangguan ini, diantaranya:
a. Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku
ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas
yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang
sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat.
Menurut Fanu (dalam Husnah, 2007), perbedaan-perbedaan pada fungsi dan
kimiawi otak seperti ini kemungkinan disebabkan oleh faktor keturunan
karena ia dapat diwariskan secara besar genetik.
b. Faktor perkembangan janin
Ketika memasuki masa kehamilan sang ibu pernah mengalami masalah
dalam kandungannya dan memasuki masa kelahiran terjadi gangguan pada
proses persalinan. Penggunaan forceps dan obat secara berlebihan dapat
menyebabkan hiperaktivitas pada anak.
c. Penggunaan alkohol oleh ibu selama kehamilan
Zat-zat yang terkandung dalam alkohol terutama bahan kimiawi dapat
menyebabkan bayi mengalami gangguan hiperaktivitas.
d. Keracunan dan kontaminasi lingkungan

74
Polusi udara dengan kandungan timbal yang tinggi menyebalbkan
hiperaktivitas pada anak.
e. Alergi makanan
Beberapa dapat peneliti mengungkapkan penderita ADHD mengalami alergi
terhadap makanan, teori feingold menduga bahwa salisilat mempunyai efek
kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan
subtansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak.
f. Lingkungan fisik dan pola asuh anak oleh orang tua
Keluarga yang tidak harnonis misalnya perceraan orang tua sering
terjadinya pertengkaran, perang tanggung jawab orang tua buruk dapat
membuat anak menjadi terabaikan. Begitu juga dengan pola asuh
lingkungan yang tidak disiplin dan tidak teratur, perbedaan perhatian dan
kasih sayang dalam keluarga, dan lain.
g. Aktifitas otak yang berlebihan
Penelitian neuropsikologi menunjukkan kortek frontal dan dan sirkuit
yang menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Dopaminergic
dan noradrenergik neurotransmission merupakan target utama dalam
pengobatan ADHD. Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak
tanpa disertai perubahan struktur dan anatomis yang jelas.
Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau
justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan
penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan anak dan
orang tua serta lingkungan sekitar. Pada pemeriksaan radiologis otak
PET (position emission tomography) didapatkan gambaran bahwa pada
anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan
didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang
normal dengan mengukur kadar gula yang didapatkan perbedaan yang
signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.
c. Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa
area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal

75
kortek itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung
jawab terhadap patofisiologi ADHD. Mekanisme inhibitor di kortek, sistem
limbik, serta sistem aktivasi reticular juga dipengaruhi.
Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk
mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus,
membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan
mengingat apa yang telah kita pelajari, serta dapat menyesuaikan diri
dengan situasi yang tepat.
Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah agar kita
tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah pada
keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita
berfungsi untuk menghambat 30% yang lain. Pada saat mekanisme inhibitor
dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah
apa yang disebut dengan ”dis-inhibitor disorder” seperti perilaku impulsif,
quick temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain.
Sedangkan sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan
seseorang. Bila system limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang
memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi
mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki
kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur perubahan
emosional yang normal, level energi normal, rutinitas tidur normal, dan
level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik mengakibatkan
terjadinya masalah pada hal tersebut.
Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek
prefrontal mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi.
Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motorik yang berasal
dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga menunjukkan
aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan
kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi
lobus frontal adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan
noradrenergik terlihat sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang

76
digunakan untuk penanganan ADHD. Dopamin merupakan zat yang
bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial, serta
mengontrol aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi,
memusatkan perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap peranan
norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil
penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan
penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam
memperbaiki gejala dari ADHD.

77
d. Pathway

78
d. Manifestasi Klinik
Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan
impulsivitas yang mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak.
Biasanya gejala hiperaktifitas dan impulsivitas mendahului inatensi. Gejala
yang berbeda dapat muncul pada tempat yang berbeda dan tergantung pada
situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan tenang di kelasnya
atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat
melamun.
Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu,
sehingga sering dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan.
Sedangkan anak-anak yang pasif atau lebih banyak diam dapat terlihat tidak
memiliki motivasi.
Semua anak ADHD terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak
tanpa berpikir, terkadang dapat terlihat melamun. Saat hiperaktifitas anak,
distraktibilitas, konsentrasi yang kurang, atau impulsivitas mulai
berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan sosial dengan
anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD dapat
diperkirakan.
Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka ADHD
sulit didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.
Anak yang hiperaktif biasanya akan terus bergerak. Mereka suka
menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh atau bermain
dengan apa saja yang dilihatnya, atau bicara tanpa henti. Anak tersebut
menjadi sangat sulit untuk duduk diam saat makan ataupun di sekolah.
Mereka suka menggeliat dan gelisah di tempat duduknya atau suka
mengelilingi kamar. Mereka juga suka menggoyang-goyangkan kakinya,
menyentuh segala sesuatu, atau membuat keributan dengan mengetuk-
ketukan pensilnya. Sedangkan remaja atau orang dewasa yang hiperaktif

79
lebih sering merasakan kegelisahan dalam dirinya. Mereka sering memilih
untuk tetap sibuk dan melalukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.
Anak yang impulsif terlihat tidak mampu berpikir sebelum bertindak,
sering mengatakan sesuatu yang tidak sesuai tanpa dipikirkan dahulu,
memperlihatkan emosinya tanpa mampu mengendalikannya. Impulsivitas
ini membuat anak sulit menunggu sesuatu yang mereka inginkan atau
menunggu giliran untuk bermain. Mereka dapat merampas mainan dari
anak lainnya atau memukul anak lain saat mereka kalah. Pada remaja dan
dewasa, mereka lebih memilih mengerjakan sesuatu dengan segera
walaupun gajinya kecil dibandingkan melakukan sesuatu dengan gaji besar
namun penghargaan yang diterimanya tidak segera didapat.
6 letargis. Mereka sulit memproses suatu informasi secara cepat dan
akurat dibandingkan anak-anak lain. Saat gurunya memberikan perintah
langsung maupun tertulis, anak-anak tipe ini membutuhkan waktu yang
lama untuk mengerti apa yang harus mereka lakukan dan mereka seringkali
membuat kesalahan. Walaupun anak terlihat dapat duduk diam, tidak
mengacau, dan bahkan terlihat serius bekerja namun sesungguhnya anak-
anak ini tidak mengerti sepenuhnya apa tugasnya. Anak tipe ini tidak
memiliki masalah sosial.
Diagnosis ADHD didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari
wawancara dengan pasien dan orang tua serta informasi dari guru.
Wawancara dengan orang tua tentang gejala yang tampak, usia timbulnya
gejala, riwayat perkembangan anak (sejak dalam kandungan), riwayat
medis: fungsi penglihatan dan pendengaran, riwayat pengobatan, riwayat
alergi, adanya penyakit kronis, yang mungkin berpengaruh pada
perkembangan anak, riwayat di sekolah, hubungannya dengan teman,
masalah dalam keluarga misalnya perselisihan dalam keluarga, perceraian,
anak kurang kasih sayang yang mungkin berperan dalam menimbulkan
ADHD.

80
e. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesis
1. Riwayat penyakit sekarang
sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM IV.
2. Riwayat penyakit dahulu
Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi
negatif dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan,
antihipertensi, obat yang mengandung kafein, pseudoefedrin, monoamin
oxidase inhibitors (MAOIs). Temukan pula adanya penyakit yang memiliki
interaksi negatif dengan ADHD atau pengobatannya seperti: penyakit
arterial (mayor), glaukoma sudut sempit, trauma kepala, penyakit jantung,
palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit ginjal.
Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD
disertai dengan kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang
dimaksud antara lain: gangguan cemas, gangguan bipolar, gangguan
perilaku, depresi, gangguan disosiasi, gangguan makan, gangguan cemas
menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik
atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif, Posttraumatic
stress disorder (PTSD), psikotik, fobia sosial, gangguan tidur,
penyalahgunaan zat, sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan
komorbiditas somatik (tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan
dengan ADHD).
3. Riwayat keluarga Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita
ADHD atau mengalami gejala seperti yang tercantum dalam criteria DSM
IV.
4. Riwayat sosial
Meliputi: interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum, keadaan
di sekolah, dan disfungsi keluarga.
b. Pemeriksaan fisik :
Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada
penderita ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik.

81
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi badan, berat
badan, tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk
penglihatan, pendengaran dan neurologis. Tidak ada pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang spesifik untuk ADHD. Pemeriksaan fisik yang dilakukan
secara seksama, mungkin dapat membantu dalam menegakkan diagnosa, dan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
c. Pemeriksaan psikologis (mental)
Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap,
kontrol impuls, dan state of arousal. Pemeriksaan mental seperti: tes
intelegensia, tes visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan lain-lain.
f. Pemeriksaan Laboratorium
• Liver Function Test
• Complete blood cell counts
g. Pemeriksaan Imaging
• MRI
• PET (Positron Emision Tomography)
e. Komplikasi
Pada penderita ADHD yang tidak tertangani dapat mengalami kondisi di
bawah ini:
• Kesulitan untuk fokus belajar di kelas sehingga prestasi akademiknya
menurun
• Masalah dalam berinteraksi dengan teman-teman sebaya dan lingkungan
sekitarnya
• Risiko mengonsumsi minuman beralkohol dan menyalahgunakan
NAPZA saat beranjak dewasa
• Risiko cedera saat melakukan aktivitas sehari-hari
• Perasaan rendah diri
Menurut beberapa penelitian juga memnebutkan bahwa penderita ADHD
berisiko mengalami gangguan mental lainnya, seperti:
• Depresi
• Gangguan kecemasan

82
• Gangguan bipolar
• Oppositional defiant disorder (ODD)
• Sindrom Tourette
f. Penatalaksanaan
Penanganan holistik anak ADHD yang terbaik adalah :
1. Farmakoterapi (Medikamentosa)
2. Terapi perilaku
3. Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku
4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD.
• Terapi Medikamentosa
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS
stimulant, meliputi sediaan short dan sustained-release seperti
methylphenidate, dextroamphetamine, kombinasi dextroamphetamine dan
amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan sustained-release untuk
anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya sepanjang hari
sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat
kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya
obat ini pada level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena
rebound dan munculnya iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug
Administration) menyarankan penggunaan dextroamphetamine pada anak-
anak berusia 3 tahun atau lebih dan methylphenidate pada anak-anak berusia
6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang paling sering dipakai untuk terapi
ADHD.
Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine
dan juga terdiri dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti clonidine dan
guanfacine. Obat antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat
psikostimulan tidak efektif hasilnya untuk anak ADHD.
Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi
hingga dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek
methylphenidate sangat baik terhadap anak ADHD dimana anak ADHD
terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps, sedangkan

83
methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan
noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi
korteks serebral dan struktur sub kortikal.
Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia,
berkurangnya nafsu makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang
sakit kepala. Bila sebelum dan saat pengobatan anak ADHD menunjukkan
gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin untuk nafsu makan. Bila
timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam hari tak
dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime
reading), dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.
• Terapi Perilaku
1. Intervensi pendidikan dan sekolah Hal ini penting untuk membangun
kemampuan belajar anak.
2. Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya
pada orang dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan
membantu penderita agar fokus pada informasi umum. Konselor terapi
perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter spesialis tumbuh kembang
anak, pekerja sosial dan perawat yang berpengalaman. Modifikasi
prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak
serta mengurangi ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri dari
beberapa langkah, yakni:
a. Fase pemberian informasi (Information phase)
Memberikan informasi pada orang tua mengenai keadaan anak
sebenarnya termasuk kesukaran tingkah laku anak.
b. Fase penilaian (Assessment phase) Menilai seberapa berat gangguan
interaksi anak dengan saudara atau orang tua.
c. Fase pelatihan (Training phase) Menawarkan pelatihan
keterampilan sosial pada anak, orang tua, bila memungkinkan
gurunya.

84
d. Fase evaluasi (Review progress)

Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD. Pendekatan


pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di rumah dan hubungan
interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara :
a) Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa
yang menimbulkan tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya
sikap menentang bila disuruh belajar, sikap tidak bisa diam, dan
sebagainya.
b) Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala
penilaian yang sudah baku.
c) Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan
anak serta dibatasi interaksi negatif antara orang tua dengan anak.
d) Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan
peraturan.
e) Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target
tingkah laku yang dikehendaki.
f) Digunakan “negative reinforcement” (time out) sebagai hukuman
pada anak pada masalah tingkah laku yang serius.
Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah
pada anak ADHD yang mengganggu teman-temannya di sekolah.
Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan perilaku yang
baik yang dapat ditiru anak (menunda kemarahan/lebih sabar, memberikan
disiplin yang konsisten dan sesuai dengan usia anak). Mengajarkan pada anak
bermain olahraga yang banyak mempergunakan gerakan adalah lebih baik
daripada permainan yang tenang (catur), misalnya sepakbola dan tenis.
g. Asuhan Keperawatan pada Anak ADHD (Attention Deficit
Hyperactive Disorder)
A. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
Gali riwayat anak terkait factor resiko, seperti trauma kepala, pajanan

85
terhadap timah, pajanan terhadap asap rokok, prematuritas, atau BBLR.
Riwayat sebelumnya dapat menunjukkan jumlah kecelakaan yang lebih
banyak. Tentukan apakah ada riwayat ADHD dalam keluarga. Tanyakan
orang tua mengenai perilaku di sekolah. Anak usia sekolah mungkin tidak
dapat bertahan mengerjakan tugas, berbicara selain gilirannya, sering
meninggalkan meja, dan menolak untuk menyelesaikan tugas.
Tersedia beberapa daftar tilik perilaku yang dapat membantu
mendiagnosis ADHD. Berfokus pada pola perilaku terkait masalah
perilaku atau masalah belajar, kompetensi sosial, ansietas, tingkat
aktivitas, dan perhatian.
Riwayat perinatal diulas untuk melihat adanya masalah yang berkaitan
dengan deficit perhatian, misalnya asupan alcohol atau obat-obatan
maternal selama kehamilan.
b. Pemeriksaan Fisik
Observasi umum dapat menunjukkan gangguan mood, kesedihan, atau
ansietas. Gambaran fenotipik dapat menunjukkan deficit perhatian (efek
alcohol pada janin), tetapi signifikansi kelainan kongenital minor masih
tidak jelas. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan jumlah
gambaran atipikal, misalnya rambut “elektrik”, lipatan epikantus, letak
telinga yang rendah, arkus palatum yang tinggi, klinodaktili, dan
peningkatan jarak antara kaki pertama dan kedua. Lakukan pemeriksaan
penglihatan dan skrining pendengaran karena deficit sensori dapat
mengakibatkan kurangnya perhatian.
c. Penampilan umum dan perilaku motorik
1. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan menggeliat serta
bergoyang-goyang
2. Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda
lain tanpa tujuan yang jelas.
3. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat
melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan
sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan perhatian pada

86
apa yang telah dikatakan.
4. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke
topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap
perkembangannya.
d. Mood dan Afek
1. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper
tantrum.
2. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
3. Anak tampak terdorong untuk terus bergerak atau berbicara dan
tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
4. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan
e. Sensori dan Proses Intelektual
1. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau
persepsi seperti halusinasi.
2. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi
tergangguan secara nyata.
3. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat
2 atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
4. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab,
“saya tidak tahu” karena ia tidak dapat memberi perhatian pada
pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuatu.
f. Peran dan Hubungan
1. Anak biasanya tidak berhasil di sekolah, baik secara akademik
maupun sosial.
2. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
3. Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala
dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang
didiagnosis dan diterapi.
4. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki

87
keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak
terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak
barang-barang miliki keluarga.
5. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara
fisik.
6. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak
yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan anak.
g. Penilaian dan daya tilik diri
1. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang
buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
2. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan
impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang
tinggi.
3. Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak
kecil. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu
menilai jika dibandingkan dengan anak seusianya.
4. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari
sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
B. Diagnosa keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep dirl, kekawatiran
terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang
tua dan anak yang tidak memuaskan (D.0080)
b. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidak percayaan terhadap
kemampuan diri mengatasi maslah, ketidakadekuatan sistem pendukung,
ketidakadekuatan startegi koping(D.0096)
c. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor
(hiperaktivitas) (D.0136)

C. Intervensi

88
No SDKI SLKI SIKI
1. Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
ancaman terhadap tindakan keperawatan (1.09314)
konsep dirl, diharapkan Tingkat •Observasi
kekawatiran ansietas menurun ldentifikasi saat tingkat
terhadap kegagalan, (L.09093) dengan ansietas
disfungsi system kriteria hasil: berubah
keluarga dan verbalisasi •identifikasi
hubungan antara kebingungan menurun kemampuan mengambil
orang tua dan anak (skor 5) keputusan
yang tidak • verbalisasi khawatir monitor tanda-tanda
memuaskan akibat kqndisi yang ansietas
(D.0080) dihadapinenurun Teraupetik
(skor 5) •ciptakan suasana
• prilaku gelisah teraupetik untuk
menurun (skor 5) menumbuhkan
konsentrasi membaik kepercayaan
(skor 5) temani pasien untuk
perasaan keberdayaan mengurangi
membaik (skor5) kecemasan
• kontak mata membaik •pahami situasi yang
(skor5) membuat ansietas
•gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinan
•diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa yang
akan datang
•Edukasi
•informasikan secara

89
factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
•anjurkan keluarga
tetap Bersama
pasien
•latih kegiatan
pengalihan yang
mengurangi ketegangan
•Kolaborasi
•Kolaborasi pemberian
obat ansietas
2. Koping tidak efektif Setelah dilakukan Terapi Aktivitas
b.d ketidak tindakan keperawatan (1.05186)
percayaan terhadap diharapkan Status •Observasi
kemampuan diri Koping membaik •identifikasi
mengatasi maslah, kriteria hasil: kemampuan dalam
ketidakadekuatan (L.09086) dengan aktivitas tertentu
sistem pendukung, Kemampuan memenuhi •jdentifikasi strategi
ketidakadekuatan peran sesuai usia meningkatkan
startegi meningkat partisipasi dalam
koping(D.0096) (skor 5) aktivitas
•perilaku koping adaptif •monitor respon
meningkat (skor5) emosional, fisik,
verbalisasi kemampuan social, dan spiriyual
mengatasi masalah terhadap aktivitas
(skor 5) •Teraupetik
•perilaku asertif •fasilitasi focus pada
meningkat kemapuan, bukan
(skor 5) defist yang dialami
•oerientasi realitas •koordnasikan

90
meningkat pemilihan aktivitas
(skor 5) sesuai usia
kemampuan membina •fasitasi aktifitas
hubungan (skor 5) motoric kasar pada
pasien hiperaktif
•libatkan keluarga
dalam aktifitas
•fasilitasi pasien dan
keluarga
memantau
kemajuannya sendiri
untuk
mencapai tujuan
•Edukasi
•ajarkan cara
melakukan aktifitas
yang
dipilih
anjurkan terlibat dalam
aktifitas
kelompok atau terapi
•anjurkan keluarga
untuk membari
penguatan positif atas
partisipasi
dalam aktivitas
•Kolaborasi
•Rujuk pada pusat atau
progam aktivitas
komunikas, jika perlu
3. Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Edukasi Keamanan

91
perubahan fungsi tindakan keperawatan Anak (1.12378)
psikomotor diharapkan Tingkat •Observasi
(hiperaktivitas) cedera menurun •identifikasi kesiapan
(D.0136) (l.14136) dengan dan kemampuan
kriteria hasil : menerima
• Kejadian cedera informasi
menurun (skor 5) Teraupetik
• Luka/lecet •sediakan materi dan
menurun (skor 5) media pendidikan
• Pola istirahat/tidur Kesehatan
membaik (skor 5) jadwalkan pendidikan
Kesehatan sesuai
kesepakatan
•berikan kesempatan
untuk bertanya
•Edukasi
•anjurkan memantau
anak saat berada
ditempat yang
berisiko
•anjurkan memilih
maianan yang sesuai
dengan usia
anak dan tidak
berbahaya
•anjurkan menyimpan
benda berbahaya

92
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Retardasi mental adalah suatu Kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal
[ CITATION Mut08 \I 1057 ].
Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003).
Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalaMI
kondisi menutup diri.Dimana gangguan in mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku "Sumber dari
Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik? (American Psychiatic
Association, 2000)
ADHD merupakan kelainan perkembangan yang diturunkan secara genetik
akibat adanya gangguan pada gen transporter dopamine dan gen reseptor
dopamine D4. ADHD merupakan suatu kelainan yang unik dicirikan dengan
sangat hiperaktif impulsive dan anak tidak mampu bersosialisasi dengan baik
(Soetjiningsih, 2006).

B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik dan
bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini

41
DAFTAR PUSTAKA
Hidayah M (2020). Laporan Pendahuluan dan Asuhan KeperawatanAnak dengan
Retardasi mental. Yayasan Rustida Akademi Kesehatan Rustida
Banyuwangi.
Ahmad Aziz A, Permatasari I dkk (2019). Keperawatan Anak Asuhan
Keperawatan dengan Autisme. Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Patria
Husada Blitar.
Hafitan N, Firawati N dkk (2021).Asuhan Keperawatan Autisme Gangguan
Sosialisasi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Famika.
Basuki M Iqbal, Alistina N dkk. (2019). Asuhan Keperawatan pada Anak
Berkebutuhan Khusus Autisme. Yayasan Rustida Akademi Kesehatan
Rustida Banyuwangi.

iv

Anda mungkin juga menyukai