Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH


PSIKOSOSIAL : KECEMASAN, KRISIS, KEHILANGAN,
PTSD DAN DISTRES SPIRITUAL
Disusun guna memenuhi tugas kelompok
Dosen Pengampu : Woro Rahmanishati, S.Pd.,S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Dechandra Putra N.A (C1AA21032)


Muhammad Aldiansyah (C1AA21083)
Rismay Wulandari (C1AA21128)
Salma Zahra Aprilia (C1AA21134)
Silvi Lestari Sukma (C1AA21149)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada Kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL :
KECEMASAN, KRISIS, KEHILANGAN, PTSD DAN DISTRES
SPIRITUAL” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Kewarganegaraan. Selain itu, Kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi kami selaku mahasiswa dan para pembaca. Kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Woro
Rahmanishati, S.Pd.,S.Kep.,M.Kes selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Sukabumi, 24 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diambil yaitu


mengenai bagaimana pertumuhan dan perkembangan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perekonomian Indonesia.

C. Tujuan

Untuk memahami dan mengetahui pertumuhan dan perkembangan serta


faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian Indonesia.

1. Definisi

Kecemasan adalahperasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung oleh
situasi. Gangguan kecemasan adalah sekelompokkondisi yang member
gambaran penting tentangansietas yang berlebihanyang disertai respon perilaku,
emosional dan fisiologis individu yang mengalami gangguan ansietas.
(Videback, 2008: 307).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai
sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang
memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana
dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu
contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas. (AH.
Yusuf,2015:89)
2. Penyebab

4
Menurut (Savitri Ramaiah, 2003: 11) ada beberapa faktor ynag menunjukkan
reaksi kecemasan, diantaranya yaitu:
a. Lingkungan atau sekitar tempat tinngal mempengaruhi cara berpikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini di sebabkan karena
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan
keluarga, sahabat, ataupun rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa
tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan
personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam
jangka waktu yang sangat lama.

c. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan


timbulnya kecemasan.

Memnurut (Zakiah Daradjat dan Kholi Lur Romchman, 2010: 167)


mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu:

a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya
terlihat jelas didaam pikiran.
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan
dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang
mempengaruhi kesehatan kepribadian penderitanya.
Menurut (Stuart dan Sundeen, 1998: 177)Beberapa teori penyebab kecemasan
pada individu antara lain:
a. Teori psikoanalatik terjadi karna adanya konflik yang terjadi antara
emosinal elemen kepribadian , yaitu id dan super ego. Id mewakili insting,
super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan menengahi konflik
yang terjadi antara dua elemen yang bertentangan. Timbulnya kecemasn
merupakan upaya peningkatan ego dan bahaya.
b. Teori interpersonal

5
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanaya penolakan dan
tidaka adanya penerimaan interpersonal.
c. Teori perilaku (Bevarior)

Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang


mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.
d. Teori prespektif keluarga

Kajian keluaraga menunjukkan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.


Kecemasan enunjukkan adanya pola interaksi yang maladaptive dalam
sistem keluarga.

e. Teori perspektif biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khususnya


yang mengatur kecamasan (Stuart dan Sundeen, 1998: 177).
3. Jenis-jenis kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam


dirinya sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsanagan dari luar.
Membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu:
a. Kecemasan rasional merupakan suatu ketakuatan akiabat adanya objek yang
memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakuatan ini
dianggap sebagai suatu unsure poko normal dari mekanisme pertahanan
dasar kiat.
b. Kecemasan irrasional yang bebrati bahawa mereka mengalami emeosi ini
dibawah kedalam keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang
mengancam.
c. Kecemasan fundamentalmmerupakan suatu pertanyaan tentang siapa
dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut.
Kecemasan ini di sebut sebagi kecemasan eksistensial yang mempunyai
peran funda mental bagi kehidupan manusia (Mustamir Pedak, 2009:30).
4. Rentang respon

Rentang respon individu terhadap cemas berflutuasi antara respon adaptif dan
maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisispasi dimana
individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul.
Sedangkan rentang yang paling maladaptive adalah panic dimana individu

6
sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga
mengalami gangguan fisisk, perilaku maupun kognitif.
Respons adaptif

Antisipasi- Ringan- Sedang- Berat- Panik

5. Proses terjadinya masalah

a. Faktor predisposisi

Strepredisposisi adalahsemua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa:

1) \Peristiwa trumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan


dengan krisis yang di alami individu baik krisis perkembangan atau
situasiona.
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik, id dan super ego atau antar
3) Konsep diri tergangggu akan menimbulkanketidakmampuanindividu
berpikir secara realitas sehinga akan menimbulkan kecemasan.
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untukmengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5) Gangguan fisik akan menimbulkankecemasan karenamerupakan ancaman
terhadap integritas fisik yang dapatmempengaruhi konsep diri individu.
6) Pola mekanisme keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflikyang di alami
karena polamekanisme koping individubbanyak di pelajaridalam
keluarga.
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya (Eko prabowo, 2014: 123-124).
b. Faktor prespitasi

Faktor prespitasi adalah semua ketgangan dalam kehidupan yang dapat


mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor prespitasi kecemasan di
kelompokkan menjadi du abagian, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas kulitketegangan yang mengancam integritas

7
fisik yang meliputi:
 Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisisologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubhan biologis normal
 Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polusi lingkunag, kecelakaan, kekuranagan nutrisi, tidakadekuatnya
tempat tinggal
2) Anacaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal

 Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah


tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisisk juga dapat mengancam harga diri.

 Sumber eksternalorang yang dicinta berperan, perubahan status


pekerjaan tekanan kelompok social (Eko prabowo, 2014: 124).
6. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala kecemasan yang di tunjukkan atau di temukan oleh seseorang
bervariasi tergantung dari beratnya atatu tingkatan yang dirasakan oleh individu
tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat
mengalami kecemasan secara umum (Hawari, 2004), antara lain adaalh sebagai
berikut:
a. Cemas, kawatir, firasat buruk, takut akan pikirannyasendiri, mudah
tersinggung,

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takutsendiriaan, takut pada keramaian, dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

e. Gangguan kosentrasi daya ingat

f. Gejala somatikrasa sakit pada oto dan tulang, berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan terasa
dngin dan lembab, dan lain sebagainya (Eko prabowo, 2014: 124-125).
7. Akibat

Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklasifikasikan dalam
dua jenis.

8
a. Ancaman terhadap integitas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas
hidup sehari- hari. Pada ancaman ini stressor yang berasal dari sumber
eksternal adalah faktor- faktor-faktor yang dapat menyebabakan gangguan
fisik (misal: infeksi virus dan polusi udara). Sedangkan yang enjadi sumber
internalanya adalah kegagalan mekanisme fisisologi tubuh (misalnya: sitem
jantung , sistem imun pengaturan suhu dan perubahan fisologis selama
kehamilan)
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indetitas,
harga diri dan fungsi social yang teringretisasi seseorang. Ancaman yang
berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan interpersonal di
rumah tempat kerja atau menerima pesan baru (Eko prabowo, 2014: 125).

8. Mekanisme koping

Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping
yaitu sebagai berikut.
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi
stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemnuhan kebutuhan. Menarik diri untuk memindahkan
darisumber stres. Kompromi untuk mengganti tujuan atau mengorbankan
kebutuhan personal.
2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi,
dan bersifat meladaptif. (AH.yusuf,2015:87-88)
9. Penatalaksanaan

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahan dan


terapi memrlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu
mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan
psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut.
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengancara:

1. Makan makan yang bergizi dan seimbang

2. Tidur yang cukup

9
3. Cukup olahraga

4. Tidak merokok

5. Tidak meminum minuman keras

b. Terapi psikolofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memaki


obat obtan yang berhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter
(sinyal penghanatr saraf). Disusunan saraf pusat otak (limbic system).
Terapi psikofarmaka yang serig di pakai adalah obat anticemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, klobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCL,
meprobramate dan alprazolam.

c. Terapi somatic.

Gejala atau keluhan fisik (somatic) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan
keluhan- keluhan somatic (fisik) itu dapat diberikan obat-oabatn yang
ditujukan pada organ pada tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antar lain:

1. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan


dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberika keyakinan serta percaya diri.
2. Psikoterapi reedukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi diri
bila diulang bahwa ketdak mampuan mengatasi kecemasan.
3. Psikoterapi rekontruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(rekontruksi) kepribadian yang teah menglami goncangan akibat stresor.
4. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berfikir secara rasonal, konsentrasi dan daya ingkat.
5. Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stresor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor krluarga

10
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
e. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubunganya dengan


kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stresor psikososial.

DAFTAR PUSTAKA

Prabowo Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika.


Mustamir Pedak. (2009). Metode Supernol Menaklukan Stress. Jakarta: Himah Publishing
House.
Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purworkerto: Fajar Medika.
H.Yusuf (2015). Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Jagakarsa.

11
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga
terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak
lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap
individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap
kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan
sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
b. Berduka

12
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang
dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan
spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009 : 244).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah :
1) Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2009 :
246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa
kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.

13
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).
3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran
akibat bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang
dipercaya, atau binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman
dekat, atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain:
1) Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif
Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan
kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,

14
yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.
Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
dikandungan atau ketika bersalin.
4. Rentang respon
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap
berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) :
Tahap pengingkaran marah tawar – menawar depresi
Penerimaan
a. Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar
– benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang
menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi
tambahan (Hidayat, 2009 : 245).
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mulai,
diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat, 2009 :
245).
b. Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang
mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif,
berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan

menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering
terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal, dan seterusnya (Hidayat, 2009 : 245).
c. Tahap tawar – menawar

15
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus
atau terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat dicegah.
Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar dengan
memohon kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
d. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang –
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh
diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur,
letih, turunnya dorongan libido, dan lain – lain (Prabowo, 2014 : 115).
e. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai
memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan
mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek
yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta
dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan masuk ke
tahap penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245 - 246).

5. Proses terjadinya masalah


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal
misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau
pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen, seseorang dapat mengalami mati
baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress

16
nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial
antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan
milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai,
kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya (Prabowo, 2014 : 116).
6. Tanda dan gejala
a. Kehilangan
Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117).
b. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan
menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala,
pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat ,
susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan,
perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal
dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang
yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.

17
7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi
tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada
saat individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan
antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun( Prabowo, 2014 : 117).
8. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi

yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat


menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi
yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada
seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat
fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan,
pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang
hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris
tidak mampu keluar dari cengkeramannya.
Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau “efek
bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam
denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia,
dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014 :
118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu
cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan
yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk

18
menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah
sadar kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa
kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan
secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).

d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir
mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 :
118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis,
afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada
selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi
dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak
pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan
demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena
terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya
(Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan
Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk
memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-
pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian

19
diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).
9. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis
yang bisa dilakukan adalah :

a. Electro Convulsive Therapy (ECT)


Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana
arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang
ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus
tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan
terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak. Tujuan ECT adalah
untuk mengembalikan fungsi mental klien dan untuk meningkatkan ADL
klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi :
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien
untuk dapat mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap ramah,
sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Tujuan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi
penderita semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke normal yang
dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan
aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga
penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat
(Prabowo, 2014 : 118).

20
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha

Ilmu. Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial.

Jakarta: Trans Info Media.

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba

Medika.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medika.

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai