Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DASAR-DASAR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


“ANAK DENGAN PERILAKU INSECURE”

Disusun Oleh Kelompok :


1. Aisyah Pradiva Deswanto
2. Reva Susviani
3. Tina Dewita
4. Slara Jati Agustin

Kelas XII IPS3

Guru Pembimbing :
Winarno, S.Pd

SMA NEGERI 04 MUKOMUKO


TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr . wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya
akhirnya makalah tentang Dasar-dasar Anak Berkebutuhan Khusus ”Anak Dengan Perilaku
Insecure” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, itu dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan, dorongan dan bimbingan serta
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan bagi para pembaca serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.

Pondok Suguh, Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


A. LatarBelakang .................................................................................................. 1
B. Tujuan .............................................................................................................. 1
C. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3


A. Insecure dan Anak dengan Perilaku Insecure................................................... 3
B. Anak yang Penakut........................................................................................... 3
1.
Penyebab Anak menjadi Penakut............................................................................... 3
2.
Karakteristik Anak yang Penakut............................................................................... 5
3.
Penanganan pada Anak yang Penakut........................................................................ 5
C. Anak yang Rendah Diri.................................................................................... 7
1.
Penyebab Anak menjadi Rendah Diri........................................................................ 7
2.
Karakteristik Anak yang Rendah Diri........................................................................ 8
3. Penanganan pada Anak yang Rendah Diri.............................................. 8
D. Anak yang Pemalu............................................................................................ 9
1. Penyebab Anak menjadi Pemalu............................................................. 9
2. Karakteristik Anak yang Pemalu............................................................. 10
3. Penanganan pada Anak yang Pemalu...................................................... 10

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 13


A. Kesimpulan....................................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................................. 13
iii
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak dapat diibaratkan seperti tanaman. Ia akan mengalami pertumbuhan dan


perkembangan yang terjadi secara beriringan. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut dapat
berlangsung secara optimal jika dipupuk, disiram dan dirawat dengan baik. Namun, jika hal
itu tidak dilakukan maka “tanaman” itu akan layu. Dengan kata lain, anak akan berkembang
dengan segala kekurangannya atau kesempurnaannya. Itulah mengapa orang tua dan pendidik
senantiasa berupaya memberikan berbagai stimulus agar pertumbuhan fisik dan
perkembangan psikis anak, termasuk perkembangan emosi dapat berlangsung optimal.
Namun, tanpa disadari terkadang pemberian stimulus tersebut malah menjadi bumerang bagi
para orang tua dan pendidik. Hal itu dapat dapat disebabkan kekurangtepatan orang tua atau
pun pendidik dalam memberikan pembelajaran, akibatnya anak mengalami gangguan dengan
perilaku insecure.
Sebagai calon guru kita mungkin akan sering menjumpai beberapa anak didik kita yang
memiliki karakter seperti pencemas, penakut, perasaan rendah diri dan pemalu nantinya. Oleh
para profesional, hal itu sering disebut sebagai jenis perilaku “neurotik” atau insecure
(perasaan tidak aman). Jika dialami secara serius, perasaan tersebut tentu dapat menghambat
anak dalam berbagai hal. Contoh anak yang pemalu dan rendah diri mungkin tidak berani
mengacungkanjari untuk menjawab pertanyaan guru meskipun dia tahu jawabannya. Perilaku
insecure pada anak dapat dicegah dengan mengasuh anak dalam cara-cara yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, dan optimisme anak. Untuk itu
orang tua dan guru serta pihak yang terkait dengan anak harus bekerja sama dan membantu
anak untuk mengatasi perasaan-perasaan tersebut.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan disampaikan perilaku insecure yaitu tentang
anak yang penakut, rendah diri dan pemalu, sedangkan anak yang pencemas akan dijelaskan
oleh kelompok berikutnya. Hal-hal yang kami sampaikan yaitu tentang pengertian, penyebab,
karakteristik dan penanganannya. Semoga dengan adanya makalah ini kita akan mampu
membedakan dan menangani anak dengan perilaku insecure dalam hal ini anak penakut, anak
rendah diri dan anak pemalu.

B. Rumusan Masalah

Sesuai pada latar belakang diatas sehingga pada makalah ini dapat dirumuskan
beberapa masalah antara lain yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan insecure dan anak dengan perilaku insecure?
2. Apa yang dimaksud dengan anak yang penakut?
3. Apa yang menyebabkan anak menjadi penakut?
4. Seperti apa karakteristik anak yang penakut tersebut?
5. Bagaimana cara penanganan kepada anak yang penakut?
6. Apa yang dimaksud dengan anak yang rendah diri?
7. Apa yang menyebabkan anak menjadi rendah diri?

5
8. Seperti apa karakteristik anak yang rendah diri tersebut?
9. Bagaimana cara penanganan kepada anak yang rendah diri?
10. Apa yang dimaksud dengan anak yang pemalu?
11. Apa yang menyebabkan anak menjadi pemalu?
12. Seperti apa karakteristik anak yang pemalu tersebut?
13. Bagaimana cara penanganan kepada anak yang pemalu?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Sesuai pada rumusan masalah diatas sehingga pada makalah ini dapat diambil beberapa
tujuan antara lain ;
1. Untuk dapat memahami penjelasan dari insecure dan anak dengan perilaku insecure.
2. Untuk dapat memahami penjelasan mengenai anak yang penakut.
3. Untuk dapat memahami penyebab anak yang penakut.
4. Untuk dapat mengetahui apa saja yang termasuk karakteristik anak yang penakut
tersebut.
5. Untuk dapat mengerti bagaimana cara penanganan kepada anak yang penakut.
6. Untuk dapat memahami penjelasan mengenai anak yang rendah diri.
7. Untuk dapat memahami penyebab anak yang rendah diri.
8. Untuk dapat mengetahui apa saja yang termasuk karakteristik anak yang rendah diri
tersebut.
9. Untuk dapat mengerti bagaimana cara penanganan kepada anak yang rendah diri.
10. Untuk dapat memahami penjelasan mengenai anak yang pemalu.
11. Untuk dapat memahami penyebab anak yang pemalu.
12. Untuk dapat mengetahui apa saja yang termasuk karakteristik anak yang pemalu
tersebut.
13. Untuk dapat mengerti bagaimana cara penanganan kepada anak yang pemalu.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Insecure dan Anak dengan Perilaku Insecure


Kata insecure berasal dari bahasa Inggris yang berarti lacking self comfidence (tidak
percaya pada diri sendiri), not safe from danger (tidak aman), unstable (tidak terjamin), and
not firm or dependable (tidak kukuh atau teguh). Oleh para profesional, karakter seperti
pencemas, penakut, perasaan rendah diri dan pemalu sering disebut sebagai jenis perilaku
“neurotik” atau insecure (perasaan tidak aman). Insecure, atau rasa tidak aman, bisa diartikan
sebagai rasa takut akan sesuatu yang dipicu oleh rasa tidak puas dan tidak yakin akan
kapasitas diri sendiri. Rasa insecure inilah yang pada akhirnya, memicu anak untuk
menciptakan ‘topeng’ agar sisi lain yang ingin kita sembunyikan itu tidak terlihat oleh orang
lain. Dengan kata lain, kita berusaha menutupi sisi lain itu dengan melakukan sesuatu yang
menurut kita, bisa membuat kita tampak hebat dimata orang lain.
Dengan demikian, insecure menggambarkan perasaan seorang individu yang memiliki
rasa percaya diri yang rendah, memiliki perasaan takut, dan cemas, serta pemalu. Sementara
perilaku insecure pada anak adalah tanggapan atau reaksi anak usia dini terhadap suatu objek
dalam bentuk perasaan rendah diri takut cemas dan malu. Oleh karena itu, perilaku yang sakit
pada anak ini berhubungan dengan masalah perkembangan emosi pada anak yang tidak
berlangsung optimal serta setidaknya ada empat macam perilaku insecure yang pada
umumnya antara lain penakut, pencemas, rendah diri, dan pemalu. Abraham Maslow,
sebenarnya keempat perilaku insecure pada anak (penakut, pencemas, rendah diri, dan
pemalu) disebabkan ada kebutuhan pada anak yang tidak terpenuhi oleh dirinya. Kebutuhan
tersebut yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan untuk memiliki dan
mencintai, kebutuhan untuk dipercaya dan dihargai, serta kebutuhan untuk mengaktualisasi
diri.

B. Anak yang Penakut


Penakut berasal dari kata takut yang berarti merasa gentar (nyeri) menghadapi sesuatu
yang dianggap akan mendatangkan bencana atau pun bahaya. Sementara penakut berarti
orang yang takut, mudah takut, tempak takut, dan menjadi takut. Takut adalah emosi yang
kuat dan tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kesadaran atau antisipasi akan adanya
suatu bahaya (Schaefer dan Millman, 1981). Ketakutan yang tidak beralasan dan sangat kuat
merupakan hasil dari keadaan panik. Ketakutan yang khas pada masa kanak-kanan meliputi
rasa takut terhadap gelap, takut ditinggalkan, takut terhadap suara keras, penyakit, hantu,
binatang, orang asing, dan situasi yang tidak dikenal.

1. Penyebab Anak menjadi Penakut


Terkait dengan rasa takut pada anak, Novita Tandry mengungkapkan bahwa bayi yang
sangat kecil pun dapat menunjukkan beberapa tanda rasa takut meskipun dalam bentuk yang
belum rumit dan terlihat ketika ia bereaksi dengan rasa terkejut terhadap suara keras,
perubahan mendadak, atau menemukan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi di sekitarnya.
Pada bayi, secara umum rasa takut muncul akibat ada pemisahan antara dirinya dengan
ibunya. Sementara itu, Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa pada usia 3 tahun mulai

7
banyak hal-hal yang ditakuti oleh anak usia dini, seperti takut terhadap suara halilintar,
binatang, keadaan gelap, dan lainnya. Menurutnya, pada umumnya anak perempuan lebih
banyak menampakkan ketakutannya dibandingkan dengan anak laki-laki dan rasa
ketakutannya pun akan berbeda sesuai dengan kondisi dan imajinasi anak. Jika intensitas
imajinasinya lebih banyak, rasa ketakutannya pun akan lebih banyak pula.

Kemudian, Rini Hildayani dkk., mengungkapkan bahwa sekurang-kurangnya 50% anak


memiliki ketakutan umum terhadap anjing, situasi gelap, petir, dan hantu dengan 10% dari
mereka memiliki dua atau lebih ketakutan yang bersifat serius. Menurutnya, ketakutan sangat
umum terjadi pada usia 2-6 tahun. Ketakutan terhadap binatang, badai, situasi gelap, dan
orang asing sangat sering terjadi saat anak berusia 2-4 tahun. Ketakutan tersebut kemudian
berkurang pada usia 5 tahun dan hilang di usia 9 tahun. Lalu, ketakutan imajiner seperti
ketakutan terhadap hantu menonjor di usia 4-6 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 9
tahun dan kebanyakan hilang pada usia 10 tahun.5 Novita Tandry merinci perkembangan rasa
takut pada anak berikut ini.

No Usia Objek yang ditakuti


.
1. Setelah baru lahir Suara nyaring/keras
2. 6-3 bulan Orang asing
3. 9 bulan keatas Tempat-tempat tinggi
4. 2-4 tahun Binatang
5. 4-6 tahun Kegelapan, badai, monster khayalan
6. 6-12 tahun Hal-hal misterius yang terjadi, hantu
7. 12-18 tahun Rasa malu secara sosial, kegagalan
akademis, kematian, dan perang

Abu Amr Ahmad Sulaiman mengungkapkan bahwa setidaknya ada sembilan hal yang
dapat menyebabkan anak usia dini dilingkupi rasa takut, antara lain sebagai berikut.
Ketidakmengertiannya terhadap hakikat sesuatu.
- Adanya keanehan pada bentuk tubuhnya.
- Adanya perbedaan perlakuan dari orang tuanya antara anak laki-laki dengan
perempuan.
- Kelahiran adik baru yang mengakibatkan hilangnya perhatian orang tua terhadapnya.
- Orang tua sering memaksa anak usia dini untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang
tidak disukainya.
- Orang tua sering menjadikan anak usia dini sebagai bahan olok-olokan, tidak
memerhatikannya, bahkan mencampakkannya.
- Orang tua menakut-nakutinya dengan sesuatu yang menyakitkan dalam benaknya,
seperti suntikan dokter, polisi, dan sebagainya.
- Anak usia dini meniru ketakutan orang tuanya terhadap sesuatu tertentu seperti takut
kepada tikus, kecoa, tempat gelap, dan lainnya.

8
- Anak usia dini berada pada pertengkaran antara orang tuanya dan banyaknya
permasalahan antara mereka.7
2. Karakteristik Anak yang Penakut

Setiap anak tentunya memiliki rasa takut, tetapi ada rasa takut yang wajar serta ada pula
yang perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus. Jika rasa takut anak berlangsung
lama, mengganggu kesehatan, kegiatan dan perilaku sehari-hari menurun kualitasnya, ini
merupakan gejala rasa takut yang serius dan akut. Gejala umum yang tampak pada anak
penakut antara lain sebagai berikut.
Gejala kejiwaan seperti gangguan makan, perut, tidur, sulit bernapas, serta sakit kepala.
Gangguan emosional seperti rasa takut, sensitif, rendah diri, ketidakberdayaan, bingung,
putus asa, marah sedih dan dilingkupi perasaan bersalah.
Gangguan perilaku seperti gangguan tidur, suka mengisolasi diri, capaian prestasi yang
kurang di sekolah, agresif, mudah tersinggung, menghindari pergi keluar rumah,
ketergantungan pada suatu benda, dan suka berada di kamar orang tua.

3. Penanganan pada Anak yang Penakut

Pada dasarnya anak mengalami rasa takut dan akhirnya dapat menjadi anak yang
penakut karena kebutuhan akan merasa amannya tidak dipenuhi. Rasa aman tersebut ia
dapatkan dari orang tuanya, kakaknya, pendidik, juga teman sebayanya.
Jika seorang anak merasa keberadaannya dilindungi dan mendapatkan keamanan, ia
akan merasa aman dan nyaman, yang dapat berimbas kepada peningkatan kemampuannya
dalam menyelesaikan berbagai tugas keseharian. Berikut adalah sepuluh cara yang dapat
dilakukan oleh orang tua atau pun pendidik untuk menangani anak yang penakut :
a. Sebelum menangani anak yang penakut, sebaiknya orang tua atau pendidik mencari dan
menentukan terlebih dahulu sebab-sebab atau sumber-sumber yang membuat mereka
menjadi takut. Hal ini perlu dilakukan agar penanganan terhadap anak usia dini yang
penakut tepat sasaran dan efektif.
b. Orang tua atau pendidik hendaknya menerangkan sesuatu yang aneh dan tidak
dimengerti oleh anak usia dini serta tidak merasa keberatan terhadap berbagai
pertanyaan yang dilontarkan oleh mereka serta memahamkanya sesuai dengan
perkembangannya.
c. Mengaitkan antara sesuatu yang ditakutinya dengan sesuatu yang disenanginya
misalnya seperti polisi itu tugasnya adalah menjaga keamanan, kegelapan itu
dibutuhkan agar kita bisa tidur dan istirahat dan sebagainya.
d. Menjauhkan anak dari suasana yang menegangkan seperti kematian kerabat yang di
dalamnya terdapat tangisan, jeritan, dan sebagainya.
e. Menerangi rumah atau ruang kelas dengan sinar yang terang jika dibutuhkan.
f. Menceritakan tentang kisah heroik para pahlawan bangsa dengan ungkapan yang
sederhana.
g. Tidak memaksa anak usia dini untuk melakukan perbuatan atau menempatkannya pada
sesuatu yang dia takut, tetapi hendaknya dilakukan dengan ditemani atau sedikit demi
sedikit. Misalnya, bagi anak usia dini yang takut dengan air, orangtua hendaknya tidak

9
memaksa untuk mengajaknya ke kolam renang tetapi hendaknya dilakukan dengan
ditemani sedikit demi sedikit dengan mengajaknya bermain dengan ikan-ikan di kolam
kecil.
h. Memisahkan anak sedikit demi sedikit dari kedua orangtuanya tidak dengan tiba-tiba
baik untuk belajar sendiri di TK atau SD atau untuk tidur sendiri di dalam kamar.
i. Mempersiapkan anak usia dini dan mendidiknya untuk menghadapi kondisi yang
padanya dengan cara bermain. Misalnya, saat anak takut dengan dokter gigi, orangtua
atau pendidik mengajaknya untuk bermain peran sebagai dokter gigi dan pasien. Orang
tua atau pendidik yang menjadi pasiennya sedangkan si anak memerankan diri sebagai
dokter gigi.

Selanjutnya berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan secara singkatnya
untuk mengatasi ketakutan yang mungkin dialami oleh anak didik anda (Schaefer, &
millman, 1981)
a. Bermain
Bermain merupakan sebuah cara alami untuk mengendalikan perasaan dan kejadian-
kejadian. Dengan bermain, anak belajar bagaimana mengendalikan rasa takutnya
karena ketakutan dapat dikendalikan dalam situasi bermain. Sebagai contoh, anak takut
kepada air dapat diajak untuk bermain air. Dengan bermain air, anak akan menjadi
terbiasa dengan air.
b. Menunjukkan empati dan dukungan
Jika anak menilai kita sebagai orang yang mampu memahami dan menolong, mereka
akan lebih mampu menghadapi situasi yang menakutkan. Perhatian dan penghargaan
dapat meningkatkan rasa aman pada anak. Kita dapat menunjukkan empati dengan cara
memahami bagaimana anak berpikir dan merasa tentang hal yang ditakutinya. Cara
yang sangat lansung memberikan anak empati adalah dengan memberikan anak
kebebasan untuk berfikir dan merasa tentang apa pun. Ketika anak mengespresikan rasa
takutnya, kita seharusnya menerima ketakutan-ketakutanya dan membantu anak.
c. Mengekspos situasi yang menakutkan pada anak
Anak yang takut terhadap dokter dapat diajak untuk mengunjungi sebuah rumah sakit.
Anak yang takut terhadap petir dapat diajak bersama-sama untuk menirukan suara petir,
disertai dengan penjelasan yang dipahami anak dan dapat mengatasi ketakutan anak.
d. Menjadi model
Sebagai guru, kita akan menjadi model bagi anak didik kita. Anak belajar untuk tidak
takut dari orang yang juga tidak takut dan mampu mengendalikan situasi. Dengan
demikian, anak memperoleh pemahaman lewat pengamatannya, bahwa apa yang
mereka takuti sebenarnya merupakan sesuatu yang aman.
e. Memberi Reward
Kita harus sensitif terhadap kesiapan anak berubah dan tumbuh menjadi lebih berani.
Untuk itu, pujilah sekecil apapun setiap langkah keberanian yang dilakukan anak.
Selain pujian, reward-reward kongkret juga efektif bagi anak. Misalnya, dengan
memberikan cap stempel atau stiker atas keberanian anak.

10
C. Anak yang Rendah Diri

Dalam pengertian sehari-hari, orang sering menyebut anak yang memiliki perasaan
rendah diri dengan sebutan minder. Atau kata lain dari rendah diri adalah minder. Rendah diri
secara sederhana dapat diartikan dengan suatu perasaan yang menjadikan anak merasa kurang
mampu (kompeten) jika dibandingkan dengan orang lain. Perasaan rendah diri merupakan
salah satu fenomena psikologis yang sangat berbahaya karena dapat membawa anak kepada
kehidupan yang hina dan sengsara. Hal itu dikarenakan perasaan rendah diri berkaitan erat
dengan konsep harga diri (self asteem). Rasa rendah diri adalah keadaan emosi yang
mengakibatkan munculnya berbagai perasaan negatif seperti kegelisahan, rasa tidak aman,
rasa tidak mampu, takut gagal dan sebagainya.
Orang yang mengalami rasa rendah diri, entah sadar atau tidak sadar akan tampak dari:
Tanda nyata, misalnya: keringat dingin, gemetaran, kata terputus-putus, tidak berani
bertatapan mata, serta tidak berani bicara.
Tanda tidak nyata, misalnya: selalu berpakaian bagus tanpa itu merasa kurang diterima,
selalu menyanggah pembicaraan sebab takut dianggap tidak tahu apa-apa, mencari kesibukan
di tengah pertemuan-pertemuan untuk mendapatkan rasa aman dan dibutuhkan.
Dengan demikian, anak yang rendah diri adalah anak yang memberi penilaian yang
rendah terhadap dirinya, termasuk kompetensi-kompetensi yang dimilikinya. Lawan dari
rendah diri ini adalah percaya diri.

1. Penyebab Anak menjadi Rendah Diri


Gejala rendah diri biasanya dimulai saat anak berusia empat bulan. Kemudian, setelah
berusia satu tahun perasaan rendah diri itu akan semakin lebih tampak pada anak usia dini,
yaitu disaat ia memalingkan wajahnya dan menutup kedua matanya atau wajahnya dengan
kedua telapak tangannya kepada orang yang dianggap asing baginya. Faktor genetika juga
ikut memengaruhi kemunculan dan penyebaran perasaan rendah diri pada anak. Faktor
lingkungan juga memengaruhi dalam memperbesar atau bahkan menghilangkan perasaan
rendah diri tersebut. Anak usia dini yang sering bergaul dengan teman-temannya, perasaan
rendah dirinya lebih kecil dibandingkan anak yang kurang suka bergaul dengan teman-
temannya.
Setidaknya ada sembilan hal yang dapat menyebabkan anak usia dini dilingkupi
perasaan rendah diri, antara lain sebagai berikut :
- Orangtua mendidik anak dengan metode yang keliru dan berdasarkan ancaman,
kekerasan, serta pemukulan setiap kali anak usia dini berbuat kesalahan atau bermain
sesuatu yang dapat membahayakan atau yang tidak disukai orangtuanya.
- Orangtua selalu atau terlalu membatasi setiap perilaku anak usia dini dan juga cara
berpikirnya.
- Orangtua selalu membandingkan anak dengan anak lainnya meskipun sebenarnya
tujuannya adalah untuk memotivasinya karena hal itu justru dapat memberikan
pengaruh yang sebaliknya.
- Orangtua meremehkan kemampuan dan harga diri anak serta melemahkan minatnya.
- Anak memiliki bentuk badan yang kecil dan cacat tubuh.

11
- Orangtua mudah mencela anak pada saat ia mengalami kegagalan saat melakukan
sesuatu.
- Banyaknya pertengkaran antara kedua orangtuanya.
- Anak dibebani dengan pekerjaan yang di luar kemampuannya dan bakatnya sehingga ia
tidak mampu dan gagal.

2. Karakteristik Anak yang Rendah Diri

Anak yang memiliki perasaan rendah diri memiliki karakteristik berikut ini :
- Susah untuk berbicara.
- Menutup diri dari teman-temannya.
- Mudah ragu dan takut, tetapi mudah marah dan tersinggung.
- Pesimistik karena merasa dirinya tidak mampu untuk melakukan sesuatu.

Anak yang rendah diri tidak optimis terhadap hasil dari usaha mereka. Mereka merasa
tidak mampu, pesimis, dan mudah kecil hati. Segala sesuatu selalu dilihat salah. Anak mudah
menyerah dan sering kali merasa diintimedasi “jelek” atau “tidak bisa apa-apa” merupakan
kata-kata yang sering digunakan untuk menggambarkan diri mereka. Frustasi dan merasa
kurang dapat dikendalikan dan pada gilirannya sering menghasilkan perilaku balas dendam
terhadap orang lain atau dirinya sendiri.
Sangat disayangkan bahwa perilaku mereka mengarahkan orang lain untuk memandang
mereka secara negatif sebagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Perasaan kontrol
internal ini biasanya meningkat dengan bertambahnya usia dan prestasi seseorang. Anak
secara berangsur-angsur lebih mengembangkan rasa percaya diri dan merasa lebih mandiri
dan bebas (Schaefer,& millman, 1981).

3. Penanganan pada Anak yang Rendah Diri

Perasaan rendah diri pada anak yang semakin memprihatinkan harus sesegera mungkin
ditangani. Pencegahan terhadap perasaan rendah diri pada anak juga harus segera diatasi. Ada
sejumlah hal yang dapat kita lakukan untuk mengatasi rasa rendah diri anak (Schaefer &
millman, 1981) dilakukan seperti dengan cara berikut ini :
- Meningkatkan pemahaman diri
- Anak diberi pengertian bahwa tidak ada orang yang sempurna dan semua memiliki
kekuatan dan kekurangan yang berbeda-beda.
- Mendukung kompetensi dan kemandirian anak
- Anak perlu dilatih untuk melakukan keterampilan yang sesuai dengan usianya dan
dijamin bahwa ia akan memperoleh perasaan aman dalam proses menguasai
keterampilan tersebut. Jika anak menghadapi masalah, beri ia dorongan untukberpikir,
serta berikan bantuan jika hal itu benar-benar ia butuhkan.
- Mendukung kompetensi dan kemandirian anak
- Dukungan emosional marupakan hal yang penting karena anak membutuhkan perasaan
aman, yaitu perasaan bahwa kita berada di dekatnya. Mengekspresikan optimise anak

12
terhadap apa yang sedang dilakukan anak, misalnya dengan mengatakan “ya bagus,
kamu pasti bisa!”
- Fokus pada hal-hal positif yang dapat dilakukan anak
Perlu mengenali dan mendukung kekuatan anak. Fokuskan pada kelebihan danbukan
pada kekuatan/kelemahan anak. Catatlah hal-hal yang baik tentang anak, baik
keterampilan maupun usaha-usaha yang dilakukannya.
- Menyediakan pengalaman yang konstruktif
- Merencanakan bermacam-macam kegiatan dan menggunakan cara-cara yang tepat
untuk menjamin agar anak mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pengalaman
konstruktif hendaknya dibuat secara realisasi, dengan tujuan yang dapat dicapai.
- Meningkatkan percaya diri anak
Kepercayaan diri berangsur-angsur ditingkatkan dengan pengalaman keberhasilan yang
berulang. Buatlah tugas yang sebisa mungkin dapat diselesaikan oleh anak dan ajari
anak untuk mentoleransikan kegagalan. Dengan memberi tahu anak bahwa kegagalan
lebih baik daripada tidak mau mencoba sama sekali.
- Memberikan reward (penghargaan)
Setiap kali anak menunjukan sikap optimisme dan tidak mudah kecil hati, beri ia
reward yang dapat memperkuat perilakunya. Salah satu bentuk rewad adalah dengan
memberikan sesuatu yang disukai anak.

D. Anak yang Pemalu

Pemalu berasal dari kata malu yang berarti merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah,
dan sebagainya), karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan
kebiasaan, dan mempunyai cacat atau kekurangan); segan melakukan sesuatu karena agak
takut; dan kurang senang (hina, rendah, dan sebagainya). Sementara pemalu berarti orang
yang mudah merasa (yang mempunyai sifat malu). Rini Hildayani dkk., mengartikan malu
dengan perasaan negatif terhadap stimulus baru serta menarik diri dari stimulus tersebut.
Anak yang pemalu adalah anak yang bereaksi secara negatif terhadap stimulus baru
serta menarik diri terhadap stimulus tersebut (Berk, 2000).
Menurut Kagan (dalam Berk, 2000), pada anak yang pemalu, stimulus baru sangat
cepat membangkitkan amygdala (struktur otak dalam atau inner brain structure yang
mengontrol reaksi menghindar) dan hubungannya dengan cerebral cortex dan sistem saraf
simpatis, yang membuat tubuh bersiap-siap untuk bertindak menghadapi ancaman.

1. Penyebab Anak menjadi Pemalu


Ada lima hal yang dapat menjadi penyebab anak menjadi pemalu, antara lain sebagai
berikut:
- Anak sering mendapat hinaan dan celaan dari orang lain. Bahkan, hal ini merupakan
faktor terbesar yang dapat menyebabkan ia menjadi anak yang pemalu.
- Anak dijuluki dengan julukan-julukan yang berstigma negarif, misalnya seperti
pembohong, pencuri, anak nakal, dan lainnya.

13
- Sikap pilih kasih orangtua atau pendidik kepada anak yang dianggap pandai atau
mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan anak yang kurang
pandai atau tidak mampu kemudian diabaikan.
- Anak memiliki cacat jasmani dan kurang mendapatkan perhatian dari orang lain
- Faktor ekonomi orangtua, seperti kemiskinan.

2. Karakteristik Anak yang Pemalu


Anak yang pemalu sering menghindari orang lain dan biasanya mudah merasa takut,
curiga, hati-hati, dan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu. Mereka umumnya menarik diri
dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam situasi sosial, mereka biasanya tidak
mengambil inisiatif, sering diam, berbicara dengan suara pelan, dan menghindari kontak
mata. Orang sering melihat mereka sebagai anak yang mudah bosan dan sering kali dihindari
sehingga makin meningkatkan rasa malu anak. Karena anak yang pemalu jarang membuat
masalah, mereka sering tidak diperhatikan (khususnya di sekolah). Dalam menghadapi situasi
yang sulit, anak yang pemalu akan menarik diri dan akan meninggalkan tempat. Anak usia
pra sekolah dan usia sekolah pemalu mempunyai kesulitan besar untuk berpartisipasi dengan
orang lain. Secara umum, periode pemalu yang normal terjadi pada usia 5 atau 6 bulan, dan
berikutnya terjadi lagi pada usia 2 tahun.
Beberapa anak yang pemalu tampak kurang ramah dan kurang banyak bicara pada
orang lain. Ada pula anak pemalu yang merasa senang dengan kegiatan soliter, misalnya,
menyenangi permainan atau kegiatan bermain yang dilakukannya sendiri. Mereka merasa
tidak nyaman, sering merasa cemas, menjadi gelisah, dan ingin meninggalkan situasi sosial.
Ketakutan terhadap penilaian negatif ini, sering disertai oleh prilaku sosial yang buruk,
seperti menjadi salah tingkah dan sulit berbicara. Banyak anak pemalu tidak berpartisipasi di
sekolah atau dalam lingkungan tetapi tindakannya di rumah berbeda sekali. Situasi lebih
menjadi lebih serius jika di rumah ternyata pemalu juga (Schaefer, & millman, 1981).
Anak yang pemalu sering mempunyai pengalaman yang kurang dalam keterampilan
sosial. Mereka kurang menunjukka minat terhadap orang lain, tidak melakukan dan
menerima komunikasi, atau tidak menunjukkan simpati dan perhatian terhadap orang lain.
Kondisi itu semua tentu dapat mencegah orang lain untuk melihat kualitas positif yang
dimiliki anak. Mereka membutuhkan waktu yang lama untuk bertemu dengan orang baru atau
menikmati pengalaman baru. Oleh karena itu mereka menerima sedikit pujian dan kurang
dilihat oleh guru atau teman. Salah satu situasi yang sulit dihadapi oleh anak pemalu adalah
situasi pesta (Schaefer, & millman, 1981).

3 Penanganan pada Anak yang Pemalu


Marilyn Greene seorang spesialis anak usia dini di Agoura Hills, California
mengungkapkan bahwa pada dasarnya anak usia dini memang terlahir sebagai seorang yang
pemalu karena memang ada gen pemilu yang diwariskan kepadanya. Namun demikian,
meskipun anak tidak harus menjadi seorang yang pemberani orangtua atau pendidik harus
tetap memotivasinya untuk mengatasi rasa malu dan membuatnya keluar dari tempurungnya.
Itulah sebabnya penanganan terhadap anak usia dini yang pemalu sangat penting untuk
dilakukan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua atau pendidik dalam

14
menangani atau membantu anak didik yang memiliki sifat pemalu (Schaefer, & millman,
1981) antara lain sebagai berikut:
- Mendukung dan memberi reward terhadap sosialisasi yang dilakukan anak
- Berikan senyum atau komentar setiap kali anak bermain atau berbicara denganteman,
misalnya “senang ya bisa bermain bersama”. Jangan biarkan anak menyendiri dalam
waktu lama namun jangan pula dengan khusus menemani dia. Dengan menemani anak
yang sedang menyendiri, kita akan semakin memperkuat perilakunya untuk tidak
bersosialisasi dengan orang lain. Bantulah anak untuk memahami kejadian sosial yang
ada. Jelaskan secara sederhana, dengan bahasa yang mudah dimengerti anak,
bagaimana orang lain merasa, berfikir, dan bertingkah laku sehingga prilaku orang lain
dapat dipahami dengan lebih baik dan tidak diartikan secara salah. Ajari anak bagaiman
cara bertindak dalam situasi dengan cara yang tepat untuk usianya.
- Salah satu cara me-reward prilaku anak adalah dengan memberinya beberapa poin atau
gambar binatang dalam sebuah buku khusus reward agar ia tertarik untuk melakukan
sosialisasi. Sistem poin hendaknya disusun sehingga prilaku yang lebih sulit (misalnya
bicara dengan beberapa teman) mendapat poin yang lebih besar daripada prilaku yang
mudah (misalnya, berbicara dengan hanya satu teman). Poin dapat di tukar dengan
sesuatu yang menyenangkan bagi anak, misalnya pensil atau stiker.
- Mendukunga kepercayaan diri dan sikap yang wajar
- Anak sebaiknya didukung dan dipuji untuk kepercayaan dirinya dan tindakannya yang
wajar. Ajari anak untuk menjadi dirinya sendiri dan mengekspresikan pendapatnya
secara terbuka.
- Menyediakan suasana yang hangat dan penuh penerimaan
- Perbolehkan anak untuk mengatakan “tidak” untuk situasi di mana ia bolehmemilih.
Hargai kemandirian anak, dengan demikian anak dapat merasa bahwa mereka diterima,
bahkan jika mereka tidak setuju dengan kita. Anak akan merasa disayang dan aman
ketika mereka dihargai walau apa pun pendapat mereka. Ajari anak bahwa mereka
adalah bagian dari komunitas kelas, oleh karena itu mereka dapat mencari dukungan
kapan pun mereka perlu tanpa rasa malu.
- Melatih keterampilan sosial pada anak
- Latihan keterampilan sosial dapat dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu langkah
instruksi, umpan balik, pengulangan prilaku, dan modelling instruksi terdiri dari
petunjuk kepada anak tentang cara spesifik atau khusus untuk berhubungan dengan
orang lain. Ajari anak untuk memberi dan menerima pujian, tersenyum,
menganggukkan kepala, mengucapkan terima kasih (jika diberi/dibantu sesuatu), maaf
(jika melakukan kesalahan), dan tolong (jika minta bantuan), serta melakukan kontak
mata setiap kali berkomunikasi dengan orang lain. Anak hendaknya di ajarkan bahwa
berbagi cerita dengan orang lain adalah sesuatu hal yang menyenangkan dan berarti.
Ajari pula anak untuk mendengar secara aktif dengan cara menyimak dengan seksama
apa yang sedang dibicarakan oleh lawan bicara. Umpan balik membantu anak untuk
memahami dan meningkatkan keterampilannya. Modelling menunjukkan kepada anak
bagaimana caranya menjalankan keterampilan sosial yang telah diajarkan. Sebagai
model, kita tentu harus menunjukkan keterampilan-keterampilan yang telah diajarkan
dengan baik. Pengulangan prilaku terjadi ketika anak mengulangi prilaku sosial yang

15
telah dipelajari dengan kualitas yang lebih baik dari sebelumnya karena adanya
intruksi, umpan balik dan modelling.
- Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk melatih keterampilan sosial pada anak
adalah melalui kegiatan bermain peran (role play). Macam-macam situasi dapat
diperankan ketika anak bermain pura-pura (make-believe play). Interaksi pun secara
lansung dialami. Dalam kegiatan bermain tersebut, situasi yang diciptakan dapat
nampak nyata dan mereka pun merasa lebih aman menjalaninya daripada dari pada
dalam situasi nyata. Kita perlu mendukung sifat spontan anak dalam situasi tersebut
(misalnya, jika anak tiba-tiba saja mengatakan kepada kita “selamat pagi, Bu”).
Pengertian peran (role reversal) adalah salah satu bentuk yang sangat efektif untuk
dilakukan. Kita dapat berganti peran dengan anak melalui kegiatan bermain peran.
- Menyediakan agen sosialisasi untuk anak
- Kita sebaiknya memasangkan satu atau dua orang teman yang memungkinkan untuk
menjadi teman bermain bagi anak yang pemalu. Selanjutnya, perkenalkan anak untuk
bermain dalam kelompok yang lebih besar.
- Membuat kegiatan yang merangsang anak untuk berinteraksi
- Anak yang kurang komunikatif dapat didorong untuk berkomunikasi melalui gambar
karena umumnya anak lebih seneng mendiskusi gambar. Selain itu, rancanglah
kegiatan-kegiatan lain yang membuat anak harus menolong dan berkomunikasi satu
sama lain, misalnya, menggambar bersama dalam satu kertas.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata insecure berasal dari bahasa Inggris yang berarti lacking self confident
(tidak percaya pada diri sendiri). Insecure menggambarkan perasaan seseorang yang
memiliki rasa percaya diri rendah, rasa takut yang berlebihan, dan rasa tidak aman pada
dirinya. Setidaknya ada empat macam perilaku insecure yaitu penakut, pencemas,
rendah diri, dan pemalu. Namun, kami membahas mengenai anak yang penakut, rendah
diri dan pemalu. Penakut berasal dari kata takut yang berarti merasa gentar (nyeri)
menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana atau pun bahaya.
Selanjutnya, rendah diri secara sederhana dapat diartikan dengan suatu perasaan
yang menjadikan anak merasa kurang mampu (kompeten) jika dibandingkan dengan
orang lain. Sedangkan, pemalu berasal dari kata malu yang berarti merasa sangat tidak
enak hati (hina, rendah, dan sebagainya), karena berbuat sesuatu yang kurang baik
(kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, dan mempunyai cacat atau kekurangan);
segan melakukan sesuatu karena agak takut; dan kurang senang (hina, rendah, dan
sebagainya) serta pemalu berarti orang yang mudah merasa (yang mempunyai sifat
malu).
Dalam penanganan rasa insecure yang dialami anak, dibutuhkan dukungan dari
semua pihak terutama memberi motivasi sebagai wujud dukungan bahwa hal yang
dikhawatirkan bisa dihadapi.

B. Saran

Dari yang sudah dipaparkan di atas tentang anak dengan perilaku insecure dapat
diberikan saran yaitu pentingnya kepekaan orang tua, pendidik atau masyarakat agar dapat
membantu mengatasi permasalahan anak yang mengalami rasa insecure

17
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Dewi, Rosmala. 2005. Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Dirjen Dikti.
Hildayani, Rini, dkk. 2012. Penanganan Anak Berkelainan: Anak Dengan Kebutuhan
Khusus.Jakarta: Universitas Terbuka.
Jamaris, Martini. 2005. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-
Kanak. Jakarta: Program PAUD PPS UNJ.
Mu’awwanah, Uyu. 2017. Perilaku Insecure Pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini. Vol. 2. No. 1. Hal 47-58
Sulaiman, Abu Amr Ahmad. 2000. Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Pra Sekolah,
Ter., Ahmad Amin Sjihab, Muraja’ah, dan M. Yusuf Harun. Jakarta: Darul Haq
Tandry, Novita. 2011. Mengenai Tahap Tumbuh Kembang Anak dan Masalahnya. Jakarta:
Libri
Ulwan, Abdullah Nashih. 2007. Pendidikan Anak dalam Islam, Terj., Jamalludin Miri.
Jakarta: Pustaka Amani
Willy, I Markus, dkk. 2005. Kamus Inggris-Indonesia. Surabaya: Arkola
Wiyani, Novan Ardy. 2014. Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media

18

Anda mungkin juga menyukai