Anda di halaman 1dari 31

Modul Kebidanan

ASUHAN
PADA ANAK
BERKEBUTUHAN
KHUSUS

Penulis:
Richa Shafira

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PUSAT PENDIDIKAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA
MANUSIA
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
KESEHATAN

2
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

Kelompok :6

Nama : Richa Shafira

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Neonatus & Bayi Baru Lahir

Topik : Asuhan Pada Anak Berkebutuhan Khusus

Sub Topik :

1. Tunagrahita
2. Tunanetra
3. Tunarungu
4. Tunalaras
5. Tunadaksa

Dosen : Kartina Zahri, SST, M. Keb

Objektif Perilaku Siswa


Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan konsep
asuhan pada anak berkebutuhan khusus secara benar dan tepat, mencakup:

1. Tunagrahita
2. Tunanetra
3. Tunarunggu
4. Tunalaras
5. Tunadaksa

i
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I Asuhan Anak Berkebutuhan Khusus........................................... 1
TOPIK 1 Konsep Tunagrahita...................................................................... 3
A. Definisi Tunagrahita.................................................................. 3
B. Karakteristik Anak Tunagrahita................................................ 3
C. Klasifikasi Tunagrahita............................................................. 4
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunagrahita........................................ 5
E. Penanganan Pada Anak Tunagrahita......................................... 6
TOPIK 2 Konsep Tunanetra.......................................................................... 7
A. Definisi Tunanetra..................................................................... 7
B. Karakteristik Anak Tunanetra................................................... 7
C. Klasifikasi Tunagrahita............................................................. 7
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunanetra........................................... 8
E. Dampak Tunanetra Terhadap Perkembangan Anak.................. 8
TOPIK 3 Konsep Tunarungu........................................................................ 10
A. Definisi Tunarungu.................................................................... 10
B. Karakteristik Tunarungu............................................................ 10
C. Klasifikasi Tunagrahita............................................................. 11
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunarungu.......................................... 12
E. Penanganan Pada Anak Tunarungu........................................... 12
TOPIK 4 Konsep Tunalaras.......................................................................... 14
A. Definisi Tunalara....................................................................... 14
B. Karakteristik Tunalaras............................................................. 14
C. Klasifikasi Tunalaras................................................................. 14
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunalaras........................................... 15
E. Penanganan Pada Anak Tunalaras............................................ 16
TOPIK 5 Konsep Tunadaksa......................................................................... 17
A. Definisi Tunadaksa.................................................................... 17
B. Karakteristik Tunadaksa............................................................ 17
C. Klasifikasi Tunadaksa............................................................... 17
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunadaksa.......................................... 18
E. Penanganan Pada Anak Tunarungu........................................... 19
RINGKASAN.................................................................................................... 19
TES..................................................................................................................... 20
UMPAN BALIK................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA

ii
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
BAB I
ASUHAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Richa Shafira

PENDAHULUAN

Anak yang memiliki kebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang mengalami
batasan atau hambatan fisik, mental atau intelektual, emosional, maupun sosial. Contohnya
adalah anak-anak yang mengalami tunarungu, autisme, tunagrahita, tunanetra, tunadaksa, dan
tunalaras. Dibandingkan dengan anak lain yang seusia dengannya, hal tersebut dapat
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. Jika anak yang memiliki kebutuhan
khusus menerima layanan yang tepat, seperti keterampilan hidup (life skill), yang sesuai
dengan minat dan potensi setiap anak, mereka akan menjadi mandiri. Akan tetapi, jika tidak
ditangani dengan benar, dampaknya adalah pertumbuhan mereka terhambat dan akan menjadi
tanggung jawab bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara (Yuni ke & Dkk, 2023).

Sangat penting bagi anak dengan kebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan
inklusif. Ini berdampak besar pada kuantitas dan kualitas anak. Pendidikan inklusi diharapkan
dapat meningkatkan potensi setiap anak karena setiap anak memiliki kemampuan atau bakat
istimewa. Pendidikan inklusi membantu anak mengembangkan bakat dan potensi mereka
tanpa mempertimbangkan latar belakang mereka.. (Yunike & dkk, 2023)

Kebutuhan khusus adalah kondisi yang membutuhkan pemahaman dan perawatan khusus
untuk pasien atau anak yang memiliki keterbatasan atau kelainan tertentu. Di masyarakat, ada
sejumlah besar anak-anak atau orang dewasa dengan kebutuhan khusus yang menghadapi
kesulitan untuk hidup di masyarakat umum. Karena "kelainan" atau "gangguannya", beberapa
orang merasa terkucilkan atau tidak diterima, dan mereka tidak mendapatkan bantuan atau
penanganan yang cukup. Salah satu penyebab pasien dengan kebutuhan khusus sulit diterima
masyarakat adalah ketidakmampuannya dalam berkomunikasi, kesulitan berbahasa, dan
perilaku yang "aneh" dan sulit dipahami. (Leniwita & Aritonang, 2019)

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kelainan yang berbeda dari
anak seusianya. Ini terjadi selama perkembangan dan pertumbuhan fisik, mental, kognitif,
sosial, dan emosional. ABK ditujukan untuk orang-orang yang mengalami ketidakmampuan
belajar yang membuatnya kesulitan dalam belajar dan menjalani kehidupan sehari-hari.

1
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
Secara umum, rentangan ABK terbagi menjadi dua kelompok: yang permanen dan yang
temporer.(Imam, 2021)

Anak yang mengalami gangguan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh faktor
eksternal disebut ABK yang bersifat temporer. Contohnya, anak yang mengalami trauma
fisik sebagai akibat dari tindakan kekerasan akan menjadi salah satu faktor yang menghambat
perkembangan emosinya dan mempengaruhi kehidupannya sendiri. Jika trauma tersebut tidak
ditangani dengan baik, anak tersebut akan masuk ke dalam kondisi ABK yang bersifat
permanen.(Imam, 2021)

ABK yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami kesulitan belajar dan
perkembangan yang disebabkan oleh faktor internal dan merupakan konsekuensi langsung
dari ketunaannya. Misalnya, anak dengan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
gangguan perkembangan kognitif, gangguan fisik, gangguan emosi, dan gangguan tingkah
laku akan menghadapi kesulitan selama hidupnya. (Imam, 2021)

ABK didefinisikan sebagai anak yang memiliki karakteristik fisik, intelektual, dan emosi
yang lebih rendah atau lebih tinggi dari rata-rata anak atau di luar standar masyarakat yang
berlaku, yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam aktivitas sosial, personal,
dan pendidikan. Kehidupan ABK membutuhkan perhatian keluarga dan masyarakat.
Pendidikan yang diberikan pada ABK berbentuk pendampingan khusus dan berkelanjutan.
Tujuan pendampingan ini adalah untuk mengetahui kemampuan ABK dan
mengembangkannya. Pendidikan ABK sangat berbeda dengan pendidikan anak biasa. Untuk
memberikan pendidikan kepada ABK, penting untuk mempertimbangkan kebutuhan anak
tersebut. Anak ABK memiliki perbedaan yang signifikan baik secara intraindividual maupun
intravidual dibandingkan dengan anak biasa. Mereka juga membutuhkan layanan khusus dari
berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan dan sosial, sehingga sangat penting untuk
mengembangkan potensi pendidikan dan pengajaran mereka. (Imam, 2021)

2
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
TOPIK 1
KONSEP TUNAGRAHITA

A. Definisi Tunagrahita
Istilah yang digunakan
untuk menggambarkan Anak
Tunagrahita sangat beragam.
Istilah yang pernah
digunakan dalam bahasa
Indonesia termasuk lemah
otak, lemah ingatan, lemah
pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam
bahasa Inggris, disebut sebagai mental retardation, mental deficit, mentally
handicapped, feebleminded, dan mental subnormality (Widiastuti & Winaya, 2019).
Tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal), bersamaan dengan kekurangan
tingkah laku penyesuaian diri, dan semua ini terjadi selama perkembangan. Anak-
anak dengan IQ di bawah rata-rata disebut tunagrahita. Tunagrahita tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan tugas yang sesuai dengan usianya; mereka hanya
mampu melakukan tugas yang dapat dilakukan oleh anak yang berusia lebih muda
dari mereka. Anak tunagrahita mengalami keterlambatan perkembangan dan
perilakunya sulit diarahkan. (Imam, 2021)
Tunagrahita adalah kondisi yang ditandai dengan fungsi intelektual yang jauh
lebih rendah dari rata-rata dan kurangnya perilaku adaptif. Akibatnya, anak-anak
tunagrahita dapat terlibat dalam pekerjaan yang sesuai dengan usia mereka(Imam,
2021).
B. Karakteristik Anak Tunagrahita
Menurut Widiastuti & Winaya (2019), ciri-ciri dari anak yang menyandang
tunagrahita, sebagai berikut:
1. Fungsi intelektual umum secara signifikan di bawah rata-rata, yang berarti bahwa
kekurangannya harus benar-benar meyakinkan sehingga individu tersebut
memerlukan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak-anak biasa memiliki IQ

3
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
(Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak-anak tunagrahita memiliki IQ paling
tinggi 70.
2. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan usianya, atau
kurangnya, dikenal sebagai perilaku adaptif. Ia hanya mampu melakukan tugas
seperti anak yang lebih muda darinya.
3. Ketunagrahitaan terjadi selama periode perkembangan, atau dari konsepsi hingga
usia 18 tahun.
C. Klasifikasi Tunagrahita
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa seseorang harus memiliki salah satu
dari ketiga karakteristik ini untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.
Tunagrahita tergolong dalam kategori tertentu, diantaranya (Imam, 2021):
1. Tunagrahita mampu didik (ringan)
Pada tahap ini, anak-anak memiliki IQ antara 68 dan 52 dan tidak dapat
mengikuti program sekolah umum. Namun, mereka masih memiliki kemampuan
lain yang dapat ditingkatkan melalui pendidikan.
2. Tunagrahita mampu latih (sedang)
Pada tahap ini, anak-anak tidak dapat mengikuti program sekolah biasa karena
IQ mereka berkisar antara 51 dan 36. Oleh karena itu, orang-orang yang mampu
latih ini harus belajar bagaimana menjaga diri sendiri, menyesuaikan diri dengan
lingkungan rumah mereka, dan belajar kegunaan ekonomi yang dasar.
3. Tunagrahita mampu rawat (berat)
Pada tahap ini, IQ berkisar 39–25, dan anak-anak memiliki kecerdasan yang
sangat rendah, yang menyebabkan mereka tidak mampu bersosialisasi dan
mengurus diri sendiri.
Secara klinis dan fisik, anak tunagrahita diklasifikasikan menjadi jenis-jenis
berikut (Widiastuti & Winaya, 2019):
1. Down syndrom (Mongolisme)
adalah jenis yang disebabkan oleh kerusakan kromosom. Anak-anak dengan
sindrom ini memiliki wajah yang mirip dengan orang Mongol dengan mata sipit
dan miring, lidah tebal yang suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar, dan
susunan gigi yang buruk.
2. Kretin atau cebol
Yaitu mengalami gangguan pada hiporoid. Anak-anak ini memiliki tubuh
gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal, dan
4
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
keriput, rambut kering di lidah dan bibir, kelopak mata, telapak kaki, dan telapak
tangan yang tebal, dan pertumbuhan gigi yang terlambat.
3. Hidrocephalus
adalah hasil dari cairan otak yang berlebihan. Anak ini memiliki kepala besar,
raut muka kecil, pandangan dan pendengaran yang buruk, dan kadang-kadang
matanya juling.
4. Mikrocephal dan Makrocephal
Mikrocephal adalah anak-anak yang memiliki kepala yang kecil, sedangkan
anak-anak makrocephal memiliki kepala yang besar.

Faktor keturunan, metabolisme, infeksi dan keracunan, trauma radioaktif, dan


masalah saat melahirkan adalah beberapa penyebab anak tunagrahita. (D.
Anggraini, 2016).

D. Faktor-Faktor Penyebab Tunagrahita


Tunagrahita dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut (Amanullah, 2022) :
1. Faktor genetik
Disebabkan oleh kerusakan atau kelainan biokimiawi dan abnormalitas
kromosomal. Anak-anak tunagrahita yang lahir biasanya memiliki Sindroma
Down atau Sindroma Mongol (mongolism), yang memiliki IQ antara 20 dan 60,
dan rata-rata memiliki IQ antara 30 dan 50.
2. Kejadian sebelum bayi lahir (pre-natal)
Faktor lain termasuk infeksi virus rubella dan faktor rhesus yang menyerang
ibu saat hamil.
3. Pada saat kelahiran (natal)
Terjadi luka-luka saat kelahiran, sesak napas (asphyxia), dan kelahiran
prematur adalah beberapa contoh retardasi mental yang disebabkan oleh kejadian
yang terjadi pada saat kelahiran.
4. Pada saat setelah lahir (post-natal)
Disebabkan penyakit akibat infeksi, seperti meningitis (peradangan selaput
otak), dan masalah nutrisi, seperti kekurangan gizi, seperti kekurangan protein
pada bayi dan awal masa kanak-kanak, dapat menyebabkan tunagrahita.
5. Faktor Sosial Budaya

5
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
Lingkungan sosial budaya atau sosial budaya seseorang dapat memengaruhi
perkembangan intelektual mereka.
E. Penanganan Anak Tuna Grahita
Penanganan anak tuna grahita membutuhkan persyaratan khusus. Orang tua yang
memiliki anak tuna grahita harus mempertimbangkan hal-hal berikut (Maranata et al.,
2023):
1. Tumbuhkan kepercayaan diri orang tua
Dalam studi kasus saat ini, semua orang tua yang memiliki anak tuna grahita
berusaha mendampingi anaknya. Anak sangat memerlukan orang tuanya untuk
menghadapi kenyataan bahwa mereka memiliki variasi psikis. Oleh karena itu,
ketika orang tua percaya diri dan ikhlas dalam menerima kondisi anak, akan lebih
mudah bagi orang tua untuk mengerahkan mereka sesuai dengan kemampuan dan
kinerja anak.
2. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak
Anak-anak mampu berkembang sesuai dengan kepercayaan, lingkungan, dan
pengasuhan orang tua masing-masing. Karena itu, dengan memberi anak
lingkungan yang aman dan nyaman, mereka dapat membantu diri mereka sendiri
dan melatih diri mereka sesuai dengan tingkat kemampuan dan pemahaman
mereka.
3. Mengembangkan kemampuan anak semaksimal mungkin
Dengan yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang dan
bersosialisasi dengan dunia luar dapat membantu mengubah sikap anak,
meningkatkan kesadaran mereka terhadap lingkungan, meningkatkan situasi
pembelajaran di kelas, dan menunjukkan motivasi untuk berkembang dari
aktivitas anak. Dengan dukungan orang tua dan guru, kemampuan anak dapat
dikembangkan secara optimal.
4. Mengajak anak melakukan terapi melalui permainan
Anak tuna grahita dididik untuk mengikuti aturan permainan selama
permainan. Anak tuna grahita yang berpartisipasi dalam permainan bergilir
menikmati kegiatan percakapan yang mudah dipahami dan kesempatan untuk
bersosialisasi dengan teman-temannya. Permainan sekolah diperlukan untuk anak
tunagrahita, jadi bukan sembarang permainan. Mereka harus memenuhi dua
syarat: (1) setiap permainan harus memiliki nilal yang sama tetapi yang berbeda,
dan (2) karakter yang diberikan harus mudah dicerna oleh anak tunagrahita.
6
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
TOPIK 2
KONSEP TUNANETRA

A. Definisi Tunanetra
Menurut KBBI, tunanetra berarti orang
yang memiliki penglihatan lemah atau akurasi
penglihatan kurang dari 6/60 setelah koreksi,
dan kata "tuna" berarti rusak atau catat dan
kata “netra” berarti mata atau penglihatan.
Akibatnya, tuna netra adalah anak-anak yang
mengalami kelainan atau kerusakan pada salah satu atau kedua matanya sehingga
mereka tidak dapat berfungsi normal (Imam, 2021).
Menurut Hamida & Mustofa (2023) Tuna netra berarti berkurangnya kemampuan
penglihatan. Tuna netra atau buta memiliki definisi luas, sedangkan tuna netra sempit
berarti kehilangan penglihatan sebagian atau seluruhnya. Tuna netra secara luas
berarti kehilangan penglihatan sebagian besar sehingga tidak dapat digunakan dengan
kacamata biasa.
B. Karakteristik Anak Tunanetra
Karakteristik tunanetra menurut Rani & Jauhari (2018) meliputi:
1. Aspek fisik: mata selalu bergerak dan bola mata berputar-putar; pupil terlihat
keruh dan ada bintik-bintik putih di sekitarnya, kurang merespon dan sensitif
terhadap cahaya, dan mata berair dan tepinya berwarna merah.
2. Aspek tingkah laku: termasuk sering membaca atau melihat sesuatu dengan jarak
yang terlalu dekat, sering menabrak benda, sering mengusap, mengedipkan,
memicingkan, dan menutup sebelah mata.
3. Aspek keluhan: termasuk penglihatan kabur, terutama setelah melakukan
pekerjaan yang sangat memerlukan konsentrasi dan penglihatan berbayang-
bayang.
C. Klasifikasi Tunanetra
Menurut (Imam, 2021) Tunanetra terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
1. Buta, yaitu suatu kondisi yang sama sekali tidak dapat menerima rangsangan
cahaya dari luar.

7
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
2. Low vision, suatu kondisi yang masih dapat menerima rangsangan cahaya dari
luar, hanya mampu membaca judul koran atau dengan ketajaman lebih dari 6/21.
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunanetra
Faktor-faktor yang menyebabkan tunanetra menurut (Hamida & Mustofa, 2023),
antara lain:
1. Prenatal (dalam kandungan):
a. Keturunan
Jika menikah dengan orang yang memiliki tunanetra juga dapat memiliki
anak tunanetra. Begitu pula, pasangan yang memiliki riwayat tuna netra
memiliki kemungkinan lebih besar untuk melahirkan anak tuna netra.
"Retinitis Pigmentosa", penyakit yang menyebabkan sakit pada retina, adalah
salah satu contoh faktor keturunan yang berpengaruh pada retina. Sama hal
nya dengan penyakit katarak juga.
b. Pertumbuhan anak di dalam kandungan
Ketunanetran anak disebabkan oleh pertumbuhan anak di masa
kandungan, seperti masalah ketika hamil, sakit tahunan seperti TBC, infeksi
atau luka, infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma, dan tumor,
dan kekurangan vitamin.
2. Post-natal (saat kelahiran)
a. Penyakit pada mata yang menyebabkan ketunanetraan, beberapa diantaranya:
(1) Xeropthalmia, penyakit yang disebabkan oleh kekurangan vitamin A
(2) Cataract, penyakit mata yang terdapat di bola mata yang menyebabkan
bola mata keruh dan tampak putih dari luar.
(3) Diabetic retinopathy, gangguan yang disebabkan oleh diabetes mellitus
pada retina.
(4) Retinopathy of Prematurity, yang biasanya dialami oleh anak-anak yang
lahir terlalu dini.
b. Rusaknya mata yang disebabkan oleh kecelakaan, seperti terkena benda ke
mata, terkena bahan kimia yang berbahaya, atau kecelakaan.
E. Dampak Tunanetra Terhadap Perkembangan Anak
pada anak tunanetra karena mereka tidak dapat melihat benda di sekitarnya,
mereka kehilangan stimulasi visual yang dapat mendorong mereka untuk melakukan
kegiatan motorik. Akibatnya, mereka kehilangan keinginan untuk bergerak dan
seringkali mengalami kesulitan dalam keterampilan fisik mereka, terutama dalam
8
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
koordinasi tangan dan motorik halus untuk mengenal lingkungan. Anak tunanetra
tidak dapat belajar melakukan gerakan atau aktivitas dengan meniru orang lain,
seperti anak yang normal. (W. Anggraini et al., 2023).
Faktor lingkungan bertanggung jawab atas keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan fisik banyaknya anak tunanetra. Orang tua sering memberikan
perlindungan yang berlebihan kepada anak tunanetra dan kurang memberi mereka
kesempatan untuk belajar bergerak, melakukan aktivitas motorik, dan menggunakan
tubuh mereka untuk mengenal lingkungannya. Akibatnya, orang tua anak tersebut
sering dianggap tidak menyayangi anaknya jika mereka tidak memberikan
perlindungan yang cukup (W. Anggraini et al., 2023).

9
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
TOPIK 3
KONSEP TUNARUNA
A. Definisi Tunarungu
Tuna adalah rusak atau cacat
dan rungu adalah pendengaran.
Tunarungu adalah penyakit yang
menyebabkan gangguan
pendengaran yang permanen atau
tidak permanen. Tunarungu adalah
kondisi yang menyebabkan
kesulitan mendengar, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi ini juga
diklasifikasikan sebagai tuli dan kurang dengar. Tunarungu tidak berarti tunawicara
karena tunarungu biasanya mengalami ketunaan sekunder. Di mana tunawicara ialah
orang yang mengalami ketunarunguan sejak lahir atau setelah mengakibatkan
ketidakmampuan anak tersebut untuk belajar berbicara, meskipun dia tidak
mengalami gangguan alat suara. (Imam, 2021).
Tunarungu ialah orang yang mengalami gangguan pendengaran, baik secara
keseluruhan atau dengan sisa pendengaran. Gangguan ini mengganggu fungsi
pendengaran, membuat pendengaran anak tunarungu kurang baik untuk menerima
suara dan bunyi (Imam, 2021).
Menurut Rahmah (2018) anak tunarungu merupakan anak yang memiliki
gangguan pada pendengarannya sehingga mereka tidak dapat mendengar semua bunyi
atau bahkan tidak mendengar sama sekali. Walaupun frekuensi pendengarannya
sangat kecil, anak tunarungu ini masih memiliki sisa-sisa pendengaran yang dapat
dioptimalkan.
B. Karakteristik Anak Tunarungu
1. Karakteristik intelegensi
Anak tunarungu lebih mampu mendengarkan materi yang diverbalisasikan
daripada anak normal, tetapi mereka mampu mendengarkan materi yang tidak
diverbalisasikan.
2. Karakteristik Bahasa dan Bicara
Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar, jika tidak ada pendidikan atau
latihan khusus yang akan membantu perkembangan bahasa mereka, maka

10
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
perkembangan bahasa mereka tidak berkembang. akibat dan kekurangannya akan
jauh tertinggal dalam perkembangannya dibandingkan dengan anak yang
mendengar pada usia yang sama.
3. Karakteristik Emosi dan Sosial
Anak-anak dengan egosentrisme lebih mudah mengalihkan perhatian dan lebih
bergantung pada orang lain.
C. Klasifikasi Tunarungu
Sejauh mana tunarungu dapat mendengarkan dengan baik, mereka dapat
dimasukkan ke dalam berbagai kategori. Sebagai contoh, klasifikasi tunarungu
berdasarkan tingkat kehilangan kemampuan mendengar adalah sebagai berikut
(Imam, 2021):
1. Gangguan pendengaran ringan (20–30 dB), yang merupakan batas bawah normal.
di mana mereka berkembang secara normal dan masih mampu belajar komunikasi
dengan menggunakan telinganya.
2. Gangguan pendengaran marginal 30–40 dB: bagian ini mengalami kesulitan
mendengar jarak jauh dan mengikuti percakapan, tetapi masih dapat mendengar
melalui telinganya.
3. Pada taraf yang memiliki gangguan pendengaran sedang (40–60 dB), mereka
dapat mendengar suara keras dan menerima bantuan penglihatan. Mereka masih
dapat belajar cakapan secara lisan atau membaca gerak bibir lawan bicaranya.
4. Gangguan pendengaran berat (60 hingga 75 dB), batas antara tuli dan kurang
dengar. Mereka harus mengikuti pendidikan untuk anak tuli..
5. Taraf ini mengalami gangguan pendengaran yang sangat berat (lebih dari 75 dB),
sehingga mereka tidak dapat mendengar suara bahkan dengan suara yang
diucapkan sangat keras.
Selain itu, ketunarunguan juga dapat termasuk dalam kategori berikut (Imam,
2021):
1. Ketunarunguan dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kehilangan
pendengaran:
a. Tunarungu ringan (kehilangan pendengaran yang ringan)
b. Tunarungu sedang (kehilangan pendengaran yang moderat)
c. Tunarungu agak berat (kehilangan pendengaran yang berat)
d. Tunarungu berat sekali (kehilangan pendengaran yang parah).

11
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
2. Berdasarkan waktu terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Ketunarunguan prabahasa (deafness prelingual)
b. Ketunarunguan pasca bahasa (deafness post lingual)
3. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tunarungu tipe konduktif (kerusakan bagian luar-penghubung)
b. Tunarungu tipe sensorineural (kerusakan bagian dalam-saraf pengantar)
c. Tunarungu tipe campuran (mengalami seperti yang terjadi pada kedua
konduktif dan sensori).
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunarungu
Menurut (Rahmah, 2018) faktor yang menyebabkan ketunarunguan terdiri dari:
1. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal)
a. Faktor keturunan Cacar air
b. Campak (Rubella, Gueman measles)
c. Toxaemia (keracunan darah)
d. Penggunaan pilina atau obat-obatan dalam jumlah besar
e. Kekurangan oksigen (anoxia)
f. Dan kelainan organ pendengaran sejak dalam kandungan
g. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
2. Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal)
a. Anak lahir pre mature (kurang dari 37 mgg
b. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
c. Proses kelahiran yang terlalu lama
3. Faktor-faktor sesudah kelahiran (postnatal)
a. Infeksi
b. Meningitis, yang merupakan peradangan selaput otak
c. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
d. Otitismedia yang kronis
4. Infeksi alat pernafasan.
E. Penanganan Pada Anak Tunarungu
Sekolah inklusi adalah salah satu solusi bagi anak tunarungu. Sekolah inklusi
adalah sekolah normal yang menawarkan pendidikan inklusif kepada semua siswa,
baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Anak-anak dengan kebutuhan
12
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
khusus ini dapat termasuk anak-anak dengan kelainan fisik, intelektual, sosial, emosi,
mental, cerdas, atau bakat istimewa (Rahmah, 2018).
Anak tunarungu disebut tunawicara karena mereka memiliki masalah pendengaran
dan berbicara. Oleh harena itu, cara terbaik untuk mengajar anak dengan pendengaran
terganggu (tunarungu) adalah dengan menggunakan media pembelajaran seperti kartu
huruf, kartu kalimat, anatomi telinga, miniatur benda, elphabet jari, model telinga,
torso setengah badan, puzzle buah-buahan, puzzle binatang, puzzle konstruksi,
silinder, model geometri, menara segitiga, menara gelang, menara segi empat, atlas,
globe, peta dinding, dan miniatur rumah adat. Anak tunarungu yang tidak dapat
berbicara dan mendengar membutuhkan media visual untuk belajar (Rahmah, 2018).

13
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

TOPIK 4
KONSEP TUNALARAS

A. Definisi Tunalaras
Tunalaras adalah kondisi di mana
seseorang dianggap memiliki masalah
dengan perilaku yang tidak sesuai
dengan lingkungannya. Istilah ini berasal
dari kata "tuna", yang berarti kurang, dan
"laras", yang berarti sesuai. Anak
tunalaras memiliki perilaku yang tidak
dapat diartikan dengan benar dan hambatan sosial. Seseorang yang memiliki masalah
dengan perilaku disebut tunalaras. Perilaku sendiri adalah tindakan atau aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang. (Imam, 2021).
Melihat perilaku seseorang yang tidak selaras dengan lingkungan, yaitu dengan
menggunakan pendekatan berbasis lingkungan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh
lingkungannya. Individu yang memiliki hambatan perilaku tidak sesuai dengan
lingkungan disebabkan oleh intelegensi yang rendah, sosial yang bermasalah dan
tingkah laku yang tidak baik.
B. Karakteristik Tunalaras
Menurut (Sunarya et al., 2018) karakteristik dari anak tunalaras secara
umum,sebagai berikut:
1. Bersikap membangkang
2. Mudah terangsang emosinya/emosi/mudah marah
3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, dan mengganggu
4. Sering bertindak melanggar norma sosial, norma susila, atau hukum
5. Sering melanggar peraturan
C. Klasifikasi Anak Tunalaras
Adapun kategori anak tunalaras secara umum, meliputi (Imam, 2021):
1. Berdasarkan hambatan yang dimiliki:

14
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
a. Gangguan emosi di mana emosi yang dimiliki seringkali berubah dengan cepat
seperti dari sedih menjadi senang,
b. Gangguan sosial di mana anak mengalami kesulitan dalam bergaul dengan
orang lain dan juga mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan
baru mereka.
2. Berdasarkan tingkat kenakalan
a. Masalah gangguan emosi di mana anak cenderung melakukan kenakalan jika
mereka memilik masalah emosi.
b. Frekuensi kenakalan anak.
c. Hukuman yang diterima anak.
d. Tempat melakukan kenakalan.
e. Persepsi anak pada saat menerima pengaruh baik dari orang lain.
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunalaras
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak tunalaras berperilaku tidak normal,
yaitu (Anggraeni & Putro, 2021):
1. Faktor pertama adalah faktor biologis, yang mempengaruhi perilaku dan suasana
hati. Ini dipengaruhi oleh genetik, neurologi, biokimia, atau bahkan kombinasi
dari faktor-faktor ini. Karena ada hubungan antara tubuh dan perilaku, alasan
fisiologis juga terkait dengan gangguan emosi dan perilaku. Malnutrisi dan
kerusakan otak dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan perilaku dan
emosi pada anak-anak. Karena anak-anak kurang memahami apa yang mereka
lakukan atau tidak dapat memprediksi akibat yang mungkin dari tindakan mereka,
beberapa di antara mereka memiliki kecacatan, keterbelakangan mental, atau
kerusakan otak. Pemerkosaan tradisional biasanya disebabkan oleh keinginan.
2. Faktor yang kedua adalah keluarga, yang merupakan faktor utama di sekitar anak
dan berdampak pada perkembangan anak. Perilaku keluarga dapat memengaruhi
perilaku anak, seperti sikap orang tua yang tidak konsisten dan penerapan disiplin
yang salah, dan partisipasi pihak ketiga yang berlebihan dibandingkan dengan
mendidik anak. Pengabaian dan penolakan orang tua Orang tua atau orang dewasa
memberikan contoh negatif kepada anak-anak mereka. Anak tidak berkembang
dengan baik karena kondisi rumah yang buruk.
3. Faktor ketiga adalah sekolah. Setelah keluarga, sekolah secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan anak. Guru sekolah juga bertanggung jawab atas
pendidikan anak. Penyimpangan perilaku anak juga berkembang di lingkungan
15
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
sekolah. Niali budaya yang ada memengaruhi prilaku anak. Disiplin dan aturan
yang terlalu ketat, disiplin dan ketertiban yang tidak konsisten, dan tuntutan yang
berlebihan terhadap kinerja anak adalah beberapa sikap sekolah yang mengganggu
perkembangan aktif anak. Faktor-faktor lingkungan anak, keluarga, dan sekolah
juga terkait erat dengan niali budaya yang ada. Standar nilai yang diajarkan
kepada siswa dan anak dalam berbagai lingkungan budaya, aturan, larangan, dan
pola.
E. Penanganan Pada Anak Tunalaras
Ada beberapa cara untuk menyelesaikan masalah anak tunagrahita. Beberapa di
antaranya adalah (Anggraeni & Putro, 2021) :
1. Metode biomedis, yang dimaksudkan untuk merawat anak tunagrahita dari sudut
pandang medis dan observasi. Untuk merawat siswa mereka, orang tua dan guru
dapat bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan, dokter, atau psikiater.
Metode ini digunakan sebagai solusi untuk masalah gangguan jiwa yang
disebabkan oleh kerusakan saraf.
2. Metode psikodinamik, Metode ini berfokus pada aspek psikologis dan digunakan
untuk menyelesaikan masalah hambatan emosional. Psikiater, psikolog, dan
konselor menggunakan pendekatan yang berfokus pada mengidentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan penyimpangan prilaku.
3. Metode perilaku, metode perilaku berusaha untuk mengubah prilaku yang
menyimpang dan tidak baik menjadi prilaku yang baik sehingga mereka dapat
bersosialisasi dan diterima di lingkungan sosial.
4. Fokus pendidikan, pendidikan khusus diharapkan dapat memberikan bimbingan
khusus dan mendalam, serta kurikulum yang terorganisir dengan baik dengan
harapan yang jelas dan indikator yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran.
5. Pendekatan Lingkungan, kerja sama keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat
untuk membantu anak belajar dan mengurangi tekanan sosial.

16
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

TOPIK 5
KONSEP TUNADAKSA

A. Definisi Tunadaksa
Tunadaksa terdiri dari kata
"tuna", yang berarti "rusak atau
cacat", dan "daksa", yang berarti
"tubuh", yang berarti "tunadaksa"
merupakan kondisi di mana
seseorang mengalami hambatan atau
kelainan pada fisiknya, terletak di
sistem otot, tulang, dan persendian disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, bawaan
sejak lahir, atau kerusakan di otak. (Imam, 2021)
Menurut (Raidanti, 2020) Tunadaksa secara harfiah berarti cacat fisik. Karena
kecacatan ini, anak tersebut tidak dapat melakukan aktivitas fisik normal. Anak-anak
yang dianggap tunadaksa dapat termasuk anak-anak yang kakinya tidak normal karena
polio atau yang anggota tubuhnya telah diamputasi karena penyakit tertentu. Istilah ini
juga mencakup gangguan fisik dan kesehatan yang dialami oleh anak. Akibatnya,
fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh anak seperti koordinasi, mobilitas,
komunikasi, belajar, dan penyesuaian pribadi sangat terganggu. Oleh karena itu, ke
dalam kelompok ini juga dapat dimasukkan anak-anak dengan epilepsy (ayan),
cerebral palsy, kelainan tulang belakang, gangguan otot dan tulang, dan amputasi.
B. Karakteristik Tunadaksa
Adapun karakteristik dari anak tunadaksa menurut (Sunarya et al., 2018), antara
lain:
1. Anggota gerak tubuh kaku, lemah, atau lumpuh
2. Ada kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur, atau tidak terkendali.
3. Bagian anggota gerak tertentu tidak lengkap, tidak sempurna, atau lebih kecil dari
biasanya.
C. Klasifikasi Tunadaksa
Tunadaksa diklasisikasikan menjadi beberapa jenis, tergantung pada bagian
anggota gerak mana yang mengalami permasalahan, diantaranya (Imam, 2021):

17
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
1. Tunadaksa Ortopedi, yaitu kondisi di mana mengalami hambatan atau kelainan
pada otot, tulang atau persendian dapat terjadi karena bawaan atau setelah
kelahiran. Kelainan yang tergolong dalam kategori ini meliputi poliomyelitis,
tuberculosis tulang, osteomyelitis, athristis, paraplegia, bemplegia.
2. Tunadaksa saraf, yaitu sebuah kondisi di mana mengalami hambatan atau kelainan
pada saraf. Kelainan yang tergolong dalam kategori ini adalah anak Cerebral palsy
yang kemudian dapat dikelompokkan menjadi spasticity, athrtosis, ataxia, tremor,
dan rigidity.
Tunadaksa kemudian dapat dimasukkan ke dalam dua kategori, yaitu kelainan
sistem otot dan rangka, meliputi(Imam, 2021):
1. poliomyelitis, sebuah kondisi di mana virus polio menginfeksi sumsum tulang
belakang dan menyebabkan kelumpuhan.
2. Distrofi otot, sebuah kondisi di mana otot tidak dapat berkembang, menyebabkan
kelumpuhan dan berhubungan dengan keturunan.
3. Spina bifida, sebuah kelainan bawaan yang menyebabkan masalah pada jaringan
saraf dan menyebabkan kelumpuhan.
D. Faktor-Faktor Penyebab Tunadaksa
Faktor yang menyebabkan tuna daksa sendiri dapat terjadi pada masa sebelum
lahir, ketika lahir, atau setelah lahir. (Mahmudin, 2020)
1. Faktor sebelum kelahiran (prenatal), beberapa diantaranya
a. Infeksi atau penyakit bayi dalam kandungan
b. Infeksi yang menyerang ibu dan mempengaruhi bayi, seperti rubel atau typhus
abdominolis
c. Kelainan pada kandungan yang mengganggu peredaran, menekan tali pusat,
dan merusak syaraf otak
d. Bayi terpapar radiasi
e. Trauma untuk ibu.
2. Faktor saat lahir (natal)
a. Proses kelahiran yang terlalu lama, pinggang ibu yang kecil, kekurangan
oksigen bayi
b. penggunaan alat bantu tang ketika melahirkan yang merusak jaringan syaraf
otak bayi.
c. Penggunaan anesteasi terlalu banyak
3. Faktor pasca kelahiran (postnatal)
18
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
a. Faktor penyakit seperti enchepalis (radang otak), meningitis (radang selaput
otak), influenza, diphtheria, dan lainnya
b. Faktor kecelakaan seperti lalu lintas, jatuh, benturan, dan lainnya
c. Kekurangan pertumbuhan tubuh dan tulang.
E. Penanganan Pada Anak Tunadaksa
1. Penanganan secara umum
Penanganan masalah medis dan rehabilitasi yang disebabkan oleh kelainan
bawaan ini harus dimulai segera. untuk segera memperbaiki keseimbangannya
saat duduk, berdiri, dan jalan.
2. Penanganan secara khusus
a. Anggota gerak atas: amputasi jari dan sisa anggota gerak disebut phokomelia
adalah salah satu masalah medis yang disebabkan oleh amputasi anggota gerak
atas, cara penanganannya adalah pemberian protesa yang sesuai dengan jenis
amputasi.
b. Anggota gerak bawah: Adanya kaki yang diamputasi yang tidak dapat
berfungsi dengan baik adalah masalah medis utama. Untuk menangani
masalah ini, berikut cara menanganinya:
1) Memberikan protesa anggota gerak bawah
2) Jenis latihan untuk menggunakan protesa anggota gerak bawah.

RINGKASAN
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kelainan yang
berbeda dari anak seusianya. Ini terjadi selama perkembangan dan pertumbuhan fisik,
mental, kognitif, sosial, dan emosional. ABK ditujukan untuk orang-orang yang
mengalami ketidakmampuan belajar yang membuatnya kesulitan dalam belajar dan
menjalani kehidupan sehari-hari. Anak Berkebutuhan Khusus diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori, yaitu tunagrahita (keterbelakangan mental), Tunanetra
(cacat penglihatan), Tunarungu (cacat pendengaran), Tunalaras (perilaku tidak sesuai
dengan lingkungannya), dan Tunadaksa (cacat fisik).
Dalam menangani anak berkebutuhan khusus, orangtua, keluarga, dan lingkungan
sekitar harus konsisten dan terbuka. Orangtua dan keluarga harus mempunyai
kemampuan teknis dan menstimulasi sedini mungkin perkembangan anak
berkebutuhan khusus di rumah dan lingkungannya. Bagi tenaga kesehatan, mereka

19
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan bagi anak berkebutuhan khusus agar
mereka dapat bergerak sesuai dengan kebutuhannya atau melakukan kegiatan rutin
sehari-hari tanpa selalu bergantung pada bantuan orang lain. Kebutuhan fisik ini pasti
terkait dengan jenis kelainan yang disandang oleh anak tersebut.

TES
Pilih satu jawaban yang paling tepat!
1. Seorang anak berusia 5 tahun, datang ke Rumah Sakit bersama orang tua nya,
mengeluh bahwa anaknya memiliki kecerdasan yang rendah, susah dalam
bersosialisasi dan mengurus diri, dan tidak mampu melakukan hal-hal yang dapat
dilakukan diusianya, melainkan hanya mampu melakukan tugas yang dilakukan
oleh anak yang lebih mudah darinya. Hasil pemeriksaan didapati IQ 38, anak
tersebut mengalami retardasi mental/tuna grahita. Dari kasus diatas, anak tersebut
tergolong kedalam ketegori.....
A. Tunagrahita mampu rawat
B. Tunagrahita mampu belajar
C. Tunagrahira mampu didik
D. Tunagrahita mampu latih
E. Tunagrahita ringan

2. Seorang anak berusia 8 tahun, mengalami kerusakan pada mata diakibatkan


terkena bahan kimia berbahaya pada mata. Dari hasil pemeriksaan, anak tersebut
mengalami pandangan mata kabur dan kehilangan kemampuan melihat. Diagnosa
apa yang paling mendekati pada kasus tersebut.....
A. Tuna Daksa
B. Tuna Rungu
C. Tuna Netra
D. Tuna Grahita
E. Tuna Laras

3. Seorang siswa tergolong tunarungu ini mengalami kehilangan pendengaran antara


40-60 dB. Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat, sehingga ia perlu

20
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
menggunakan hearing aid. Penyandang tunarungu yang dimaksud tergolong
dalam.....
A. Tunarungu ringan
B. Tunarungu marginal
C. Tunarungu sedang
D. Tunarungu berat
E. Tunarungu sangat berat

4. Seorang anak berusia 6 tahun, mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang
lain, sehingga ia kesulitan dalam beradaptasi dngan lingkungan sekitarnya.
Tunalaras merupakan kondisi dimana anak memiliki prilaku yang tidak sesuai
dengan lingkungannya. Dibawah ini yang termasuk dalam karakteristik tunalaras
secara umum, kecuali...
A. Bersikap membangkang
B. Mudah emosi
C. Sering melakukan tindakan agresif, merusak dan menggangu
D. Sering melanggar peraturan
E. Menaati norma sosial, norma susila atau hukum

5. Seorang anak berumur 7 tahun, datang ke Rumah Sakit untuk kontrol. Hasil
anamnesis dengan orang tua, anaknya mengalami kelumpuhan pada kaki. Hasil
pemeriksaan fisik KU baik, TD: 110/70 mmHg, N:80x/mnt, S: 36 0 C, P: 24x/mnt.
Hasil pemeriksaan anak mengalami Celebral Palsy (CP) Diagnosa apa yang paling
mendekati pada kasus tersebut?
A. Tuna Grahita
B. Tuna Daksa
C. Tuna Laras
D. Tuna Rungu
E. Tuna Ganda

21
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

UMPAN BALIK

Soal nomor 1
1. A
A. Jawabannya benar, karena yang termasuk dalam kategori ini IQ nya berkisar
39-25.
B. Jawabannya salah, karena tidak termasuk kedalam klasifikasi/kategori
tunagrahita.
C. Jawabannya salah, karena yang termasuk dalam kategori ini IQ nya berkisar
68-52.
D. Jawabannya salah, karena yang termasuk dalam kategori ini IQ nya berkisar
51-36.
E. Jawabannya salah, karena yang termasuk dalam kategori ini IQ nya berkisar
68-52.

2. C
A. Jawabannya salah, karena tunadaksa adalah cacat fisik.
B. Jawabannya salah, karena tunarungu adalah gangguan pendengaran.
C. Jawabannya benar, karena tunanetra adalah kelainan/kerusakan pada mata,
yang dapat disebabkan oleh terkenanya bahan kimia berbahaya pada matanya.
D. Jawabannya salah, karena tunagrahita adalah retardasi mental atau kurangnya
fungsi intelektual.
E. Jawabannya salah, karena tunalaras adalah seseorang yang memiliki prilaku
tidak sesuai dengan lingkungannya.

3. D
A. Jawabannya salah, karena untuk tunarungu ringan kehilangan pendengarannya
antara 20-30 dB.
B. Jawabannya salah, karena untuk tunarungu marginal kehilangan
pendengarannya antara 30-40 dB.
C. Jawabannya salah, karena untuk tunarungum sedang kehilangan
pendengarannya antara 40-60 dB.
D. Jawabannya benar, karena untuk tunarungu berat kehilangan pendengarannya
antara 60-75 dB.
E. Jawabannya salah, karena untuk tunarungu sangat berat kehilangan
pendengarannya >75 dB.

4. E
A. Jawabannya benar, karena termasuk kedalam karakteristik anak tunalaras.
B. Jawabannya benar, karena termasuk kedalam karakteristik anak tunalaras.
C. Jawabannya benar, karena termasuk kedalam karakteristik anak tunalaras.
D. Jawabannya benar, karena termasuk kedalam karakteristik anak tunalaras.
E. Jawabannya salah, karena tunalaras tidak menaati norma sosial, norma susila
atau hukum.

5. B
22
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
A. Jawabannya salah, karena tunagrahita adalah retardasi mental atau kurangnya
fungsi intelektual
B. Jawabannya benar, karena celebral palsy (CP) termasuk dalam klasifikasi
tunadaksa pada saraf
C. Jawabannya salah, karena tunalaras adalah seseorang yang memiliki prilaku
tidak sesuai dengan lingkungannya.
D. Jawabannya salah, karena tunarungu adalah gangguan pendengaran.
E. Jawabannya salah, karena tunaganda adalah adalah anak yang
memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih)

23
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

LAMPIRAN

Tanya jawab presentasi tgl 29 Agustus 2023


1. Sebagai seorang bidan, bagaimana cara kita mendukung keterampilan sosial dan
komunikasi pada anak spesial? (Pertanyaan dari: Widya Wafir Nabila)
Jawaban:
Sebagai bidan, ada beberapa cara yang bisa membantu kita dalam mndukung
keterampilan sosial dan komunikasi mereka, beberapa diantaranya:
a. Memberikan Edukasi kepada orang tua tentang pentingnya perkembangan
keterampilan sosial dan komunikasi pada anak berkebutuhan khusus.
b. Menyarankan Terapi kepada orang tua untuk mencari terapi berlisensi seperti
terapi wicara atau terapi okupasi untuk anak mereka.
c. Memberikan dukungan psikologis pada Anak berkebutuhan khusus dan
keluarganya mungkin mereka menghadapi stres dan tantangan emosional.
d. Memberikan saran kepada orang tua tentang cara mengintegrasikan latihan
keterampilan sosial dan komunikasi ke dalam kegiatan sehari-hari anak.
e. Mendengarkan kekhawatiran orang tua dengan empati dan berikan dukungan.
Mereka mungkin membutuhkan tempat untuk berbicara tentang pengalaman
mereka dan mendapatkan nasihat.
f. Menyarankan kepada orang tua untuk menciptakan kesempatan bagi anak
berkebutuhan khusus untuk berinteraksi dengan anak-anak lainnya, baik di
sekolah maupun dalam komunitas.

2. Apakah faktor penyebab terjadinya anak spesial, Apakah ada faktor keturunan?
(pertanyaan dari: Shakia)
Jawab:
Ada beberapa faktor penyebab anak berkebutuhan khusus, yaitu sebelum kelahiran
seperti faktor genetik, infeksi kelahiran. Selama proses kelahiran seperti proses
kelahiran yang lama atau prematur dan setelah kelahiran seperti kekurangan nutrisi,
terinfeksi penyakit ataupun keracunan.

24
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi anak spesial dengan gangguan
emosional? (pertanyaan dari: Isra Maulida)
Jawab:
Berikut adalah beberapa cara yang bisa membantu anak-anak berkebutuhan khusus
untuk mengelola emosi dengan baik, yaitu:
a. Mengajarkan cara menenangkan diri
b. Mengajarkan pada mereka cara mengungkapkan perasaan
c. Jangan membiasakan memendam amarah
d. Menerapkan batasan
e. Melakukan aktivitas fisik untuk meluapkan kemarahan

25
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL

DAFTAR PUSTAKA
Amanullah, A. S. R. (2022). Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus: Tuna Grahita, Down
Syndrom Dan Autisme. ALMURTAJA: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 1(1),
1–14.
Anggraeni, D., & Putro, K. Z. (2021). Strategi Penanganan Hambatan Perilaku serta Emosi
pada Anak Hiperaktif dan Tunalaras. JAPRA (Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal),
4(2), 43–57. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/japra/article/view/13024/pdf
Anggraini, D. (2016). Hubungan Pelaksanaan Peran Keluarga dengan Activity Daily Living
(ADL) pada Anak Tunagrahita di SLB-C TPA Kabupaten Jember.
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/76590
Anggraini, W., Putri, A. U., Dianka, V. L., Fitri, S. D., & Asvio, N. (2023). Sosialisai Anak
Bertkbutuhan Khusus “Anak Tunanetra (Kelainan Visual). GHAITSA: Islamic
Education Journal, 4(2), 319–325.
https://www.siducat.org/index.php/ghaitsa/article/view/854/636
Dkk, Y. (2023). Keperawatan Anak II (L. Sulung, Nella; Melisa (ed.)). GET PRESS
INDONESIA.
Hamida, N. S., & Mustofa, T. A. (2023). Peran Guru PAI dalam Pendidikan Al-Qur’an pada
Penyandang Disabilitas Tunanetra. Journal on Education, 6(1), 6379–6388.
https://jonedu.org/index.php/joe/article/view/3781
Imam, Y. (2021). Aksesibilitas Bagi Penyandang Tunanetra Di Lingkungan Lahan Basah.
Deepublish. https://books.google.co.id/books?
id=IIQ8EAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=asuhan+keperawatan+pada+anak+tunan
etra&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&sa=X&ved=2ah
UKEwjb6OyThseAAxXebmwGHaVEDP8Q6wF6BAgOEAU#v=onepage&q&f=false
Leniwita, H., & Aritonang, Y. A. (2019). Modul Komunikasi Keperawatan (p. 166).
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS KRISTEN ….
Mahmudin, A. S. (2020). MEMBANGUN INKLUSIVITAS KEBERAGAMAAN ANTARA
MASYARAKAT DENGAN PENYANDANG TUNA DAKSA MELALUI
BIMBINGAN FIKIH IBADAH DI “RUMAH KASIH SAYANG” DESA KREBET
JAMBON PONOROGO. Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya, 3(1), 14–38.
Maranata, G., Sitanggang, D. R., Pakpahan, S. H., & Herlina, E. S. (2023). Penanganan Bagi
Anak Berkebutuhan Khusus,(Tuna Grahita). Khirani: Jurnal Pendidikan Anak Usia
Dini, 1(2), 87–94.
Rahmah, F. N. (2018). Problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya. Quality, 6(1), 1–
15. https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Quality/article/view/5744/3660
Raidanti, D. (2020). Modul Asuhan Kebidanan Pada Anak Dan Perempuan Berkebutuhan
Khusus. Journal of Chemical Information and Modeling, 1–185.
26
Asuhan Kebidanan Neonatus dan BBL
http://repository.stikesrspadgs.ac.id/778/1/MODUL ASKEB RENTAN BUAT LINK
REPOS PLUS COVER.pdf
Rani, K., & Jauhari, M. N. (2018). Keterlibatan orangtua dalam penanganan anak
berkebutuhan khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 55–64.
https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/abadimas/article/view/1636
Sunarya, P. B., Irvan, M., & Dewi, D. P. (2018). Kajian penanganan terhadap anak
berkebutuhan khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 11–19.
https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/abadimas/article/view/1617/1438
Widiastuti, N. L. G. K., & Winaya, I. M. A. (2019). Prinsip khusus dan jenis layanan
pendidikan bagi anak tunagrahita. Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP), 9(2). https://e-
journal.unmas.ac.id/index.php/jsp/article/view/392/379

27

Anda mungkin juga menyukai