Anda di halaman 1dari 33

ix

PERAN KELOMPOK BKB HOLISTIK INTEGRATIF DALAM


MENANGGULANGI STUNTING

Di Susun
Oleh

NUR ASNAWI, SH
NIP. 196306171993021002

TAHUN 2019

1
ix

ABSTRAK
Nur Asnawi, Sh : Peran Kelompok Bkb Holistik Integratif Dalam
Menanggulangi Stunting

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya


pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang, ditunjukkan dengan nilai z-
scoreTB/U kurang dari -2SD. Prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih
tinggi terutama pada usia 2-5 tahun. Faktor risiko stunting antara lain panjang badan
lahir, berat lahir, Asupan nutrisi, penyakit infeksi dan genetic. Stunting terutama
pada anak usia diatas 2 tahun sulit diatasi, sehingga penelitian mengenai faktor
risiko stunting pada anak usia diatas 2 tahun diperlukan. Optimalisasi Program
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif alitas sumber daya manusia
merupakan salah satu aspek yang memiliki peran vital terhadap keberhasilan
pembangunan. Upaya peningkatan kualitas SDM perlu dilaksanakan sejak dini baik
dari segi kesehatan maupun pendidikan. Pada di seribu hari pertama anak dan fase
emas atau yang biasa disebut golden age yang merupakan periode sangat penting
dan membutuhkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang maksimal. Karena
upaya pembangunan suatu bangsa akan sangat membutuhkan individu-individu
yang sehat fisik, mental, cerdas, berakhlak mulia dan berdaya saing tinggi Dalam
upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut, pemerintah telah memfasilitasi
beberapa program seperti POSYANDU yang berupaya memberikan pelayanan
kesehatan dasar, serta pendidikan anak usia dini (PAUD) & program bina keluarga
balita (BKB) yang berfokus pada ranah pendidikan dan pengasuhan anak.

2
ix

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt , atas segala


limpahan rahmat dan karunianya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah iniyang berjudul “Peran Kelompok Bkb Holistik
Integratif Dalam Menanggulangi Stunting”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan karya ilmiah iniberkat


bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya ilmiah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya, Namun demikian
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan karenanya, penulis dengan rendah hati
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan karya ilmiah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.

Blitar, 6 Nopember 2019

Penulis

3
ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… 1


ABSTRAK …………………………………………………… 2
KATA PENGANTAR …………………………………………………… 3
DAFTAR ISI …………………………………………………… 4
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………… 6
A. Latar Belakang ………………………………………… 6
B. Rumusan Permasalahan ………………………………………… 11
C. Tujuan Penelitian ………………………………………… 11
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ………...................... 13
A. Pengertian Bina Keluarga Balita ………...................... 13
B. Pengasuhan Anak Sebelum Ada Bina Keluarga Balita
(BKB) ………...................... 14
C. Ciri Khusus Program Bina Keluarga Balita (BKB) ………...................... 14
D. Tujuan Program Bina Keluarga Balita (BKB) ………...................... 15
E. Manfaat Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) ………...................... 16
F. Sasaran Bina Keluarga Balita ( BKB ) ………...................... 17
G. Pengertian Stunting ………...................... 17
H. Faktor Yang Mempengaruhi Stunting ………...................... 19
BAB 3 PEMBAHASAN ………................................. ………...................... 26
A. Peran Kelompok Bkb Holistik Integratif Dalam
Menanggulangi Stunting ………………………. ………...................... 26
BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN……………….. ………...................... 32
Simpulan................................................................... ………...................... 32
DAFTAR PUSTAKA…………………………… ………...................... 33

4
ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stunting menjadi permasalahan yang menghantui pada pertumbuhan

anak di Indonesia. Sehingga untuk mencetak anak di Indonesia yang sehat dan

cerdas,langkah awal yang paling penting untuk dilakukan adalah pemenuhan

gizi pada anak sejak usia dini, bahkan saat masih berada di dalam kandungan

atau dikenal dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) di dunia sebagai

saat yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Sejak saat perkembangan janin

di dalam kandungan, hingga ulang tahun yang kedua menentukan kesehatan dan

kecerdasan seseorang. Makanan selama kehamilan juga dapat mempengaruhi

fungsi memori, konsentrasi, pengambilan keputusan, intelektual, mood dan

emosi seorang anak di kemudian hari.

Gerakan 1000 HPK menurut Mayliwati (2018:21) adalah Gerakan

Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka 1000 Hari Pertama

Kehidupan. Gerakan ini penting sebagai penentu kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) Indonesia di masa mendatang. Pada periode 1000 HPK ini merupakan

periode yang menentukan kualitas kehidupan, oleh karenanya dikenal dengan

“Periode Emas” (Golden Periode) atau “Periode Kritis”, dimana pada 1000 HPK

hari selama 270 kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang

dilahirkannya, merupakan periode sensitif sehingga apabila mengalami

gangguan pada gizinya, tidak dapat diperbaiki di masa kehidupan selanjutnya.

Dalam melakukan pencegahan stunting sejak dini orang tua menjadi

peran utama yang sangat penting dalam mengemban tanggung jawab penuh

5
ix

untuk pengasuhan anak dan memperhatikan kepekaan masalah gizi untuk

mencukupi kebutuhan sehari-hari agar tidak terjadinya kekurangan gizi pada

anak.

Anak yang mengalami kekurangan asupan gizi akan memiliki tingkat

kecerdasan tidak maksimal, sehingga menjadikan anak menjadi lebih rentan

terhadap penyakit dan di masa depan sehingga dapat beresiko pada menurunnya

tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan

memperlebar ketimpangan. Selain itu tipe dan pola pengasuhan yang paling

tepat di butuhkan guna untuk mendukung setiap capaian dalam tingkatan usia

pada anak.

Dapat dijabarkan bahwa pengertian pola asuh adalah sistem, cara kerja

atau bentuk dalam upaya menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak

kecil supaya dapat berdiri sendiri. Untuk itu dapat melakukan pendekatan

karakter pola asuh yang dipilih sehingga akan memudahkan orangtua

mengarahkan anak dan mengenali pribadi anak. Hal ini pun membantu anak

akan mudah untuk mengambil sikap dan perilaku yang diharapkan sesuai potensi

yang dimiliki.

Sehingga BKKBN dilibatkan dalam penanganan stunting atau

permasalahan gizi buruk kronis mulai dari dalam merancang hingga

mengimplementasikan program dengan melibatkan kader ditingkat bawah

terutama untuk daerah yang terindikasi stunting atau angka prevelensinya di atas

rata-rata Nasional. Terdapat 100 Kabupaten/Kota yang menjadi proyek

penanganan dan penanggulangan stunting dalam rapat koordinasi Nasional.

6
ix

Khusus wilayah Provinsi Jawa Timur, terdapat 11 Kabupaten yang menjadi

fokus sasaran dalam penanganan wilayah stunting. Pelatihan yang diajarkan

melalui teknis bagi toga, toda, dan mitra kerja (TOT penanggunalangan Stunting

Melalui Kelompok BKB) dilakukan dalam rangka memberikan bekal

pengetahuan dan keterampilan kepada calon tenaga pelatih di Kabupaten yang

menjadi wilayah penanganan stunting yang terdiri dari kepala seksi di OPD KB

Kabupaten, penyuluhan KB, TP PKK, Pamong Saka serta bidang KS-PK di

Perwakilan Provinsi, serta insan Genre Provinsi.

Dengan demikian diharapkan para peserta anggota mempunyai

kompetensi yang cukup untuk mentransfer pengetahuannya kepada masyarakat

yang ada di lingkungan sekitarnya. Selain itu Kelompok Bina Keluarga Balita

(BKB) agar dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan tentang cara

pengasuhan, pemenuhan gizi dan tumbuh kembang anak khususnya bayi dua

tahun (baduta). Alokasi merupakan wilayah yang menjadi sasaran untuk 10

Kecamatan/Desa yang menjadi wilayah intervensi Stunting, sedangkan Realisasi

penempelan stiker dan poster yaitu sesuai target yang disampaikan oleh BKKBN

Provinsi Jawa Timur atau Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kabupaten Blitar.

Terkait hal tersebut Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana (DPPKB) Kabupaten Blitar memiliki upaya untuk meningkatkan

kemampuan pengasuhan orang tua melalui Program Bina Keluarga Balita

(BKB) yang terdapat wilayah stunting di Kabupaten Blitar yang dilakukan

melalui penyuluhan tentang pengasuhan, pemenuhan gizi dan tumbuh kembang

anak kepada orang tua dan masyarakat. Dengan tujuan untuk meningkatkan

7
ix

kesadaran akan pentingnya program anak usia dini yang holistic (menyeluruh)

dan integratif (saling terkait) dalam rangka menekan angka stunting. Dengan

adanya program Bina Keluarga Balita (BKB) orang tua dan masyarakat lebih

dapat memahami tentang pentingnya pengasuhan dan memenuhi kebutuhan

dasar anak sejak dalam kandungan hingga anak usia enam tahun. Dengan

demikian untuk meningkatkan kualitas hidup manusia kelompok Bina Keluarga

Balita (BKB) dapat menerangkan kepada orang tua balita dan masyarakat

tentang program kebijakan pembangunan keluarga yang dilaksanakan untuk

meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sehingga keluarga

Indonesia dapat menjadi keluarga yang berkualitas.

Berdasarkan Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang perkembangan

kependudukan dan pembangunan keluarga disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas

yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Keluarga sendiri merupakan unit

terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sedangkan keluarga

berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan

bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,

berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

Hal ini dijabarkan dalam pasal 47 1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah

menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan

dan kesejahteraan keluarga ) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsi

8
ix

keluarga secara optimal Kebijakan pembangunan keluarga tersebut dilakukan

melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Tujuan dari

pembangunan keluarga adalah :

1. Meningkatkan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga untuk

mengoptimalkan fungsi keluarga

2. Meningkatkan kualitas anak dengan pemberian akses informasi,

pendidikan, dan penyuluhan tentang perawatan, pengasuhan dan

perkembangan anak

3. Meningkatkan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi,

pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga.

4. Meningkatkan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi

keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan

dalam kehidupan berkeluarga

5. Meningkatkan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan

sumberdaya ekonomi melalui usaha mikro keluarga

Kebijakan dan strategi program pembangunan keluarga misi ke-3

BKKBN adalah memfasilitasi pembangunan keluarga. Yang artinya

pembangunan keluarga merupakan salah satu program prioritas yang harus

di garap oleh BKKBN. Pembangunan keluarga dilakukan melalui program

ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang bertujuan akhirnya adalah

meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Kebijakan pembangunan

keluarga dilakukan dengan:7

1. Peningkatan Promosi dan KIE Promosi dan KIE pembangunan keluarga

dilakukan melalui strategi:

9
ix

a. Advokasi kepada stakeholder dan mitra kerja tentang ketahanan keluarga

b. KIE melalui berbagai media

2. Penguatan Jejaring Kemitraan

a. Peningkatan dukungan politis/komitmen

b. Penguatan kerjasama dengan mitra potensial (K/L, swasta, PT, LSM,

Organisasi pemuda, org profesi, dll)

3. Peningkatan Akses

a. Mendekatkan pelayanan poktan, PPKS & PIK

b. Penyediaan substansi materi melalui berbagai media

4. Peningkatan Kualitas

a. Peningkatan kualitas SDM (pelatihan, orientasi, sertifikasi)

b. Peningkatan sarana dan prasarana

c. Peningkatan pembiayaan

5. Peningkatan Monev/ Evaluasi

a. Monev terpadu (komponen, sektor & mitra terkait

b. Pemanfaatan hasil penelitian, survey & pendataan keluarga

c. Peningkatan akuntabilitas program

Berdasarkam uraian diatas, maka tujuan dari pembuatan karya

ilmiah ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya

Children Stunting dan menganalisis program Bina Keluarga Balita (BKB)

dalam melakukan pencegahan stunting ,Selain itu Penulis juga tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Peran Kelompok Bkb Holistik Integratif

Dalam Menanggulangi Stunting”.

10
ix

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peran

Kelompok Bkb Holistik Integratif Dalam Menanggulangi Stunting?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan diatas, maka

tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peran

Kelompok Bkb Holistik Integratif Dalam Menanggulangi Stunting

11
ix

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Bina Keluarga Balita


Berdasarkan Pokja BKB Propinsi Jatim Gerakan Bina Keluarga Balita
merupakan bagian integrasi dari upaya nasional untuk mewujudkan manusia
Indonesia seutuhnya melalui strategi pembinaan terpadu1
Program Bina Keluarga Balita merupakan program yang diperuntukan
bagi keluarga yang memiliki balita Program Bina Keluarga Balita bertujuan untuk
meningkatkan pengelolaan dan keterampilan orang tua dan anggota keluarga
lainnya dalam membina tumbuh kembang balita melalui rangsangan fisik, motorik,
kecerdasan emosional, dan prilaku social, juga merupakan salah satu upaya untuk
dapat mengembangkan fungsi pendidikan, sosialisasi, dan kasih sayang dalam
keluarga2.
Menurut Ambar Rahayu (Kepala BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta)
dalam seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas
Negeri Yogyakarta tanggal 24 Desember 2007, pengertian Bina Keluarga Balita
(BKB) adalah upaya pemberdayaan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan
tumbuh kembang anak melalui interaksi orangtua dan balita agar mencapai
tumbuh kembang secara optimal (asah, asih dan asuh) 3.
Menurut BKKBN pengertian mengenai Bina Keluarga Balita (BKB) yaitu :
”BKB adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan orangtua dan anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh
kembang balita melalui rangsangan fisik, motorik kecerdasan, emosional dan
sosial ekonomi dengan sebaik- sebaiknya merupakn salah satu upaya untuk dapat
mengembangkan fungsi-fungsi pendidikan, sosialisasi dan kasih sayang dalam
keluarga. Dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan tersebut diharapkan

1
Tim Penggerak PKK. 1996. Gerakan BKB (Bina Keluarga Balita). Pokja BKB Prop. Jatim
2
Merrynce Dan Ahmad Hidir. “Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Berencana”. Jurnal
Kebijakan Publik. Vol 4 No. 1. 2013.
3
BKKBN. 2008. Pedoman Peningkatan Ketahanan Keluarga untuk Pelaksanaa Program Catur
Bina. Provinsi Jawa Timur

12
ix

orangtua mampu mendidik dan mengasuh anak balitanya sejak dini agar anak
tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia indonesia berkualitas”4.
Jadi bina keluarga balita adalah suatu program yang bertujuan untuk
meningkatkan pengelolaan dan keterampilan keluarga dalam membina tumbuh
kembang balita dimana kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk dapat
mengembangkan fungsi pendidikan, sosialisasi, dan kasih sayang dalam
keluarga.
B. Pengasuhan Anak Sebelum Ada Bina Keluarga Balita (BKB)
Hurlock menyatakan pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin
yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Metode disiplin ini meliputi dua
konsep, yaitu konsep positif dan konsep negatif. Konsep positif dijelaskan
bahwa disiplin berarti pendidikan dan bimbingan yang lebih menekankan pada
disiplin diri dan pengendalian diri, sedangkan konsep negatif dijelaskan bahwa
disiplin dalam diri berarti pengendalian dengan kekuatan dari luar diri, hal ini
merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan
menyakitkan5.
C. Ciri Khusus Program Bina Keluarga Balita (BKB)
Gerakan Bina Keluarga Balita mempunyai ciri utama yaitu
1) Kekhususan di dalam penanganan periode kehidupan manusia yaitu pada
usia balita. Kekhususan aspek kedirian manusia yanng harus ditangani
meliputi aspek mental intelektual, emosional, sosial dan moral.
2) Kekhususan di dalam tata nilai yanng digunakan yaitu pengaruh sosial
terhadap balita dilakukan melalui ibu dan anak.
3) Kekhususan di dalam perangkat yang digunakan sebagai media hubungan
timbal balik antara ibu dan anak.
Program BKB memiliki beberapa ciri utama (BKKBN, 2008)
diantaranya sebagai berikut :
1) Menitikberatkan pada pembinaan orangtua dan anggota keluarga lainnya

4
BKKBN. 2008. Pembentukan Karakter Sejak Dini melalui Bina Keluarga balita.

Provinsi Jawa Timur.


5
Noer Effendi, Tadjuddin. Kebijakan Kependudukan Teori, Konsep Dan Penerapan Di Indonesia.
Jurnal Populasi. Vol 2. No 2. 1991

13
ix

yang memiliki anak balita.


2) Membina tumbuh kembang balita, dan pemantauan tumbuh kembang anak
dengan menggunakan Kartu Kembang Anak (KKA).
3) Menggunakan alat bantu dalam hubungan timbal balik antara orangtua dan
anak berupa alat permainan antara lain : Alat Permainan Edukatif (APE),
cerita, dongeng, nyanyian dan sebagainya sebagai perangsang tumbuh
kembang anak
4) Menekankan pada pembangunan manusia pada usia dini, baik fisik maupun
mental
5) Menitikberatkan perlakuan orangtua yang tidak membedakan anak laki-laki
dan perempuan6.
D. Tujuan Program Bina Keluarga Balita (BKB)
Sedangkan berdasarkan Pokja BKB Propinsi Jatim tahun 1996,
tujuan diselenggarakannya BKB yaitu:
1) Umum
Meningkatkan peranan ibu dan anggota keluarga lainnya dalam
mengusahakan sedini mungkin tumbuh kembang anak yang menyeluruh
dan terpadu dalam aspek fisik mental (intelektual dan spiritual)
emosional dan sosial yang berarti pula tumbuh kembang anak menjadi
manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka mempercepat NKKBS yang
dilandasi Pancasila.
2) Khusus
(1) Meningkatkan kesadaran, pengetahuan ibu dan anggota keluarga
lainnya tentang proses tumbuh kembang anak balita sesuai norma-
norma Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan ibu dan
anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh kembang anak
balita agar menjadi cerdas pandai. Cerdas dan terampil, yang optimal
pada umumnya terutama melalui kegiatan rangsangan mental dengan
menggunakan alat-alat permainan Edukatif (APE) serta alat bantu

6
Rahma, Merita. “Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Melalui Pelaksanaan Program
KB/TBKB”.. Bandar Lampung Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. 2016

14
ix

lainnya. Antara lain: APE pengganti, Alat Permainan Tradisonal,


dongeng, nyanyian tarian dan lain-lain.
(3) Terselenggaranya kegiatan BKB secara lintas sektoral dan lintas
program.
(4) Meningkatkan perhatian dan keterlibatan lembaga setempat yang
berkaitan dengan pembinaan ibu dan balita ( Puskesmas, LKMD, PKK,
Pos Timbang, Posyandu, Kelompok Akseptor KB)
(5) Meningkatkan kelembagaan kegiatan BKB dalam keluarga dan
masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan balita.
E. Manfaat Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)
Menurut BKKBN manfaat mengikuti kegiatan Bina Keluarga
Balita antara lain:
a. Bagi Orangtua
Orangtua akan menjadi:
i. Pandai megurus dan merawat anak, serta pandai membagi waktu
dan mengasuh anak.
ii. Lebih luas wawasan dan pengetahuannya tentang pola asuh anak.
iii. Meningkatkan ketrampilannya dalam hal mengasuh dan
mendidik balita.
iv. Lebih baik dalam cara pembinaan anaknya.
v. Lebih dapat mencurahkan perhatian pada anaknya sehingga
tercipta ikatan batin yang kuat antara anak dan orangtua.
vi. Akhirnya akan tercipta keluarga yang berkualitas.
b. Bagi Anak
Anak akan tumbuh dan berkembang sebagai anak yang:
i. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
ii. Berkepribadian luhur tumbuh dan berkembang secara optimal,
cerdas, terampil dan sehat7.

7
BKKBN. 2008. Pembentukan Karakter Sejak Dini melalui Bina Keluarga balita.

Provinsi Jawa Timur.

15
ix

F. Sasaran BKB
Sasaran dari kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) menurut BKKBN 2008:4) antara
lain:
1) Berusia 17-35 tahun
2) Mempunyai anak balita
3) Bertempat tinggal di lokasi program BKB
4) Telah atau sedang mengikuti program Kesejahteraan Ibu dan Anak seperti
posyandu, pos timbang, akseptor KB, dan PKK.
Sedangkan menurut BKKBN sasaran Bina Keluarga Balita yaitu:
1) Keluarga dengan anak usia 0-6 tahun
2) Pelaksana kegiatan BKB dan kegiatan sejenis
3) Tokoh masyarakat, stakeholder
4) Fasilitator program BKB (litas sektor terkait)
Berdasarkan Pokja BKB Jatim, kelompok sasaran gerakan BKB adalah
ibu atau anggota keluarga yang mempunyai balita8
G. Pengertian Stunting
1. Stunting Atau Malnutrisi

Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang

cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak

seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk

mempertahankan kesehatan. Ini biasa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit

ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi

dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan

metabolik9.

8
BKKBN. 2008. Pedoman Peningkatan Ketahanan Keluarga untuk Pelaksanaa Program Catur
Bina. Provinsi Jawa Timur
9
Burton, J.L, et al. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. New York: Oxford University; 2007
Press:524

16
ix

Malnutrisi terdiri dari akut dan kronis. Penderita malnutrisi akut atau Severe

Acute Malnutrition (SAM), ditentukan dengan pengukuran berat badan per tinggi

badan dibawah 3 SD atau lebih dibawah rata–rata kurva pertumbuhan baru dari

WHO yang disebut wasted10.

Kebalikannya, kronik malnutrisi atau yang disebut stunting ditentukan oleh

indikator tinggi badan per umur. Sebagaimana jenisnya, malnutrisi ini memiliki

penyebab yang berbeda dan membutuhkan substansi penanganan yang khusus.

Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan

diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan

hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek

dibandingkan balita seumurnya. Stunting adalah keadaan kekurangan tinggi/

panjang badan relatif terhadap umurnya . Stunting merupakan salah satu indikator

status gizi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena

malnutrisi jangka panjang 11.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi

anak. Anak pendek dan sangat pendek berdasarkan perhitungan indeks panjang

badan menurut umur (PB/U) atau indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Sangat Pendek (Stunted) : Zscore < -3,0

Pendek (Severely Stunted) : Zscore ≥ -3,0 s.d. Zscore < -2,0

10
Lipoeto N, Megasari N, Putra AE. Malnutrisi dan Asupan kalori pada Pasien Inap di Rumah Sakit. Majalah
Kedokteran Indonesia 2006; Vol 56 No.11
11
Soekirman. Hidup Sehat. Dalam: Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: Primamedia
Pustaka; 2006

17
ix

Normal : Zscore ≥ -2,012

Faktor yang mempengaruhi status gizi balita dibedakan menjadi dua, faktor

langsung; asupan makanan (saat dalam kandungan dan setelah lahir termasuk

pemberian ASI) dan riwayat penyakit dan faktor tidak langsung; pendapatan

keluarga, pengetahuan ibu, kesehatan lingkungan. Sedangkan untuk stunting

dengan Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis

sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku

hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak

dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek.

Defisit TB/U menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara

kumulatif dalam jangka panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk

mencapai pertumbuhan linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan

yang subnormal13

2. Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

Menurut Unicef tahun 1998 gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh

beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung,

penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi kurang secara

langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit

infeksi. Dan penyebab secara tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga,

pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

12
Kusmayanti, IGA dkk. Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien dewasa di ruang rawat inap
rumah sakit. Jurnal gizi Klinik Indonesia; 2013. Vol.1 P-11
13
Supariasa IDN, Bachyar B, Ibnu F. Metode Penelitian Status Gizi. Dalam: Penelitian Status Gizi. EGC
2005: 17-83

18
ix

Ketahanan pangan juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya

beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan 14

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stunting diantaranya adalah

panjang badan lahir, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan

orang tua. Panjang badan lahir pendek bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu

tinggi badan orang tua yang pendek, maupun kurangnya pemenuhan zat gizi.

Penelitian di Mesir menunjukan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan

kurang dari 150 cm lebih berisiko mengalami stunting 15 .

A. Asupan Nutisi yang tidak adekual

Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya.

Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang

dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara

perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan

pendidikan keluarga yang bersangkutan 16.

B. Penyakit Infeksi

Gizi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan

aktifitas tubuh. Tanpa asupan gizi yang cukup, maka tubuh akan mudah terkena

penyakit-penyakit infeksi. Menurut Schaible & Kauffman 2007, hubungan antara

kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang

ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Penyakit infeksi

14
Soekirman. Hidup Sehat. Dalam: Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: Primamedia
Pustaka; 2006
15
Kusmayanti, IGA dkk. Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien dewasa di ruang rawat inap
rumah sakit. Jurnal gizi Klinik Indonesia; 2013. Vol.1 P-11
16
Ali O, Isa MZ. Nutritional Status Of The Rural Population in Malaysia, especially Women And Children.
Asia Pacific Journal Clinic Nutrition; 1995

19
ix

bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat

menyebabkan diare, tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa

menyebabkan anemia dan parasit. Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya

sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh

anak yang tidak memadai17.

Adahubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare) dengan

status gizi terutama pada anak balita karena adanya interaksi yang timbal balik.

Diare dapat mengakibatkan gangguan status gizi dan gangguan status gizi dapat

mengakibatkan diare. Gangguan status gizi dapat terjadi akibat dari penurunan

asupan zat gizi dikarenakan berkurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi,

kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, dan peningkatan kehilangan cairan/

gizi akibat penyakit diare yang terus menerus sehingga tubuh lemas. Begitu juga

sebaliknya, ada hubungan antara status gizi dengan infeksi diare pada anak balita.

Apabila asupan makanan atau zat gizi kurang akan terjadi penurunan metabolisme

sehingga tubuh akan mudah terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak

balita yang menderita penyakit diare. Oleh sebab itu asupan makanan atau zat gizi

harus diperhatikan agar tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh 18.

Diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik

disertai lendir dan darah maupun tidak Diare ialah keadaan frekuensi buang air

besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi encer,

dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

17
Soekirman. Hidup Sehat. Dalam: Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: Primamedia
Pustaka; 2006
18
Sunatrio dkk. Pedoman penyelenggaraan tim terapi gizi di rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2009

20
ix

Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat

pertama di Indonesia. Diare dapat menyerang semua usia baik balita, anak-anak dan

orang dewasa. Akan tetapi pada kasus diare berat dengan kematian lebih sering

terjadi terutama terjadi pada bayi dan anakbalita 19 .

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang sangat

sering dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat. Penyakit ini menyerang

semua usia dari bayi sampai lansia, dan tersebar luas di mana-mana. Infeksi saluran

pernafasan akut disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, dan jamur, sedangkan

kondisi cuaca, status gizi, status imun, sanitasi, dan polusi udara merupakan faktor

–faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA. Infeksi yang mengenai jaringan paru-

paru dapat menjadi pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab

kematian utama terutama pada balita.

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga

karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang

makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah,

sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya

mudah terkena gizi kurang20

Di Indonesia ISPA merupakan penyebab kematian balita nomor satu. Sejak

tahun 2000 angka kematian balita akibat ISPA adalah 5 per 1000 balita (Cissy,

2004). Kejadian ISPA pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali

19
Kusmayanti, IGA dkk. Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien dewasa di ruang rawat inap
rumah sakit. Jurnal gizi Klinik Indonesia; 2013. Vol.1 P-11
20
Soekirman. Hidup Sehat. Dalam: Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan Manusia. Jakarta: Primamedia
Pustaka; 2006

21
ix

pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk sebanyak 3

sampai 6 kali setahun21.

C. Genetik

Panjang badan lahir pendek bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi

badan orang tua yang pendek, maupun kurangnya pemenuhan zat gizi. Penelitian

di Mesir menunjukan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan kurang

dari 150 cm lebih berisiko mengalami stunting22.

Tinggi badan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan semasa

periode pertumbuhan dalam kandungan (Intrauterine). Tinggi badan ibu yang

pendek dan gizi ibu yang buruk berhubungan dengan peningkatan risiko kegagalan

pertumbuhan intrauterine. Selain itu disebabkan oleh asupan yang tidak memadai

dan sering terjadi infeksi mengemukakan bahwa keadaan gizi dan tinggi badan ibu

merupakan determinan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu yang

mempunyai status gizi baik akan mempunyai anak dengan status gizi baik

kemungkinan 1,7 kali dibandingkan ibu dengan status gizi tidak baik 23.

D. ASI Eklusif

ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang diberikan oleh

ibu pada bayi baru lahir. Asi sebagai makanan ideal bagi bayi pada 0-6 bulan

21
Sunatrio dkk. Pedoman penyelenggaraan tim terapi gizi di rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2009
22
Kusmayanti, IGA dkk. Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien dewasa di ruang rawat inap
rumah sakit. Jurnal gizi Klinik Indonesia; 2013. Vol.1 P-11
23
Hartriyanti Y, Triyant. Penilaian Status Gizi. Dalam: Departemen Gizi dan kesehatan Masyarakat Fakultas
Keehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Raja GrafindoPersada; 2007 Hal 261-289.

22
ix

pertama pertumbuhan dan perkembangannya karena mengandung cukup energy

dan zat esensial yang diperlukan bayi. Air susu ibu selain sebagai pemenuhan

nutrisi juga memiliki fungsi sebagai perlindungan karena mengandung zat

kekebalan24.

Pemberian makanan tambahan/padat terlalu dini bisa menggangu

pemberian Asi eklusif dan meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu juga

tidak berdampak positif terhadap perkembangan dan pertumbuhannya. Kekurangan

zat gizi pada umur dini akan berpengaruh pada pertumbuhan masa dewasa dengan

manifestasi perawakan fisik kecil dan produktifitas rendah25.

Stunting sangat erat kaitannya dengan pola permberian makan terutama 2

tahun pertama kehidupan yaitu ASI dan MP-ASI. Pemberian ASI eklusif yang

kurang dari dan 6 bulan dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat

meningkatkan risiko stunting karena saluran percernaan bayi belum berkembang

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA26.

E. Berat Badan dan Panjang Badan Bayi

Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting antara lain : berat

badan lahir, panjang badan lahir, usia kehamilan dan pola asuh ibu. Defisiensi

energi kronis dan anemia selama kehamilan dapat menyebabkan ibu melahirkan

24
Ali O, Isa MZ. Nutritional Status Of The Rural Population in Malaysia, especially Women And Children.
Asia Pacific Journal Clinic Nutrition; 1995
25
Nasar SS, Susanto JC, Lestari ED, Djais J, Prawitasari T. Malnutrisi rumah sakit. Buku Ajar Nutrisi
Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Jidil I Revisi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
26
Setiati, S. Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan: untuk Pengasuh Orang Usia lanjut. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000.

23
ix

bayi dengan Berat lahir rendah. Tingginya kasus BBLR diperkirakan menyebabkan

tingginya kejadian stunting di Indonesia.

Penelitian di Malawi menyebutkan bahwa berat badan lahir rendah

merupakan prediktor terkuat kejadian stunting pada balita. Adapun Ciri-Ciri Bayi

Normal Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Berat badan 2500 ± 4000 gram

2. Panjang badan lahir 48 ± 52 cm

3. Lingkar dada 30 ± 38 cm

4. Lingkar kepala 33 ± 35 cm

5. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180x/menit

kemudian menurun sampai 120 ± 140x/menit 27

27
Nasar SS, Susanto JC, Lestari ED, Djais J, Prawitasari T. Malnutrisi rumah sakit. Buku Ajar Nutrisi
Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Jidil I Revisi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014

24
ix

BAB III.
PEMBAHASAN

B. Peran Kelompok Bkb Holistik Integratif Dalam Menanggulangi


Stunting
Optimalisasi Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif

alitas sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang memiliki peran vital

terhadap keberhasilan pembangunan. Upaya peningkatan kualitas SDM perlu

dilaksanakan sejak dini baik dari segi kesehatan maupun pendidikan. Pada di seribu

hari pertama anak dan fase emas atau yang biasa disebut golden age yang

merupakan periode sangat penting dan membutuhkan pelayanan kesehatan dan

pendidikan yang maksimal. Karena upaya pembangunan suatu bangsa akan sangat

membutuhkan individu-individu yang sehat fisik, mental, cerdas, berakhlak mulia

dan berdaya saing tinggi28.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut, pemerintah telah

memfasilitasi beberapa program seperti POSYANDU yang berupaya memberikan

pelayanan kesehatan dasar, serta pendidikan anak usia dini (PAUD) & program

bina keluarga balita (BKB) yang berfokus pada ranah pendidikan dan pengasuhan

anak.

Ketiga program ini terus melakukan perbaikan dari yang awalnya berjalan

sendiri-sendiri hingga adanya keterpaduan program POSYANDU dengan PAUD

dan BKB sesuai Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan

Anak Usia Dini Holistik Integratif. Kebijakan tersebut menekankan bahwa setiap

28
Tingkatkan kualitas pengasuhan keluarga, BKKBN bentuk BKB holistik Integratif. 28 MEI
2018.https://www.bkkbn.go.id [Online: Diakses Juni 2018]

25
ix

anak harus mendapatkan pelayanan kesehatan, gizi, perawatan, perlindungan,

rangsangan pendidikan secara berkesinambungan sejak janin sampai usia 6 tahun

dengan sistem pelayanan menyeluruh dan terintegrasi 29.

Pengintegrasian POSYANDU dengan BKB dan PAUD ini memiliki peran

penting dan strategis dalam upaya #AtasiKesenjangan karena terlibat langsung

dalam upaya meningkatkan kesejahteraan orangtua dan anak dalam berbagai aspek.

Posyandu memantau kesehatan ibu dan anak, PAUD memfasilitasi balita bermain

dan belajar bersama yang dibimbing oleh mentor/guru PAUD, sementara BKB

memberikan ruang untuk orangtua menggali pengetahuan dan keterampilan

mengenai pengasuhan anak yang baik. Hal ini membawa harapan agar orangtua dan

anak memiliki wadah untuk memantau dan menstimulasi tumbuh kembang anak

secara optimal30.

Namun implementasi ketiga program ini masih mengalami kendala,

khususnya program Bina Keluarga balita yang pelaksanaannya kurang begitu eksis

di masyarakat. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh BKKBN dalam websitenya;

“Berdasarkan data Pengendalian Lapangan (Dalap BKKBN) bulan Desember 2017

jumlah keluarga yang mengikuti kegiatan BKB sejumlah 3.023.926 keluarga

(63.88%) dari sasaran 7.408.983 keluarga. Dari sejumlah data tersebut, belum

semua kelompok BKB yang menjalankan keterpaduan dengan kegiatan Posyandu

dan PAUD. Kinerja program BKB dan Anak saat ini masih membutuhkan perhatian

29
Peraturan Presiden No 60 Tahun 2013. Pengembangan Anak Usia dini Holistik Integratif
30
Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan BKB Yang Terintegrasi Dalam Rangka Penyelenggaraan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. BKKBN: Jakarta (2013).

26
ix

dan komitmen dari para pengelola program BKB, baik dari tingkat pusat hingga

tingkat desa”31.

Perhatian terhadap program BKB ini perlu ditingkatkan karena seperti yang

kita ketahui orangtua berada di garda terdepan pertumbuhan dan perkembangan

anak. Peran orangtua dan keluarga dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan

oleh sekolah dengan kualitas terbaik sekalipun. Begitu kuatnya peran orangtua

dalam pendidikan anak, hingga disebut sebagai lingkungan pendidikan pertama dan

utama32.

Padahal, jika terimplementasikan dengan baik, program BKB ini dapat

menjembatani orangtua & anak-anak usia dini dari keluarga prasejahtera untuk

mendapatkan pengetahuan dan keterampilan seputar pendidikan anak/parenting,

karena mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan akan pendidikan secara mandiri,

seperti layaknya keluarga dari ekonomi menengah ke atas yang memiliki akses

untuk mengupgrade ilmu pengasuhan anak melalui seminar atau workshop,

konsultasi dengan pakar dll. Sementara di kegiatan POSYANDU pun masih minim

kegiatan penyuluhan untuk orangtua secara mendalam, karna biasanya lebih

terfokus pada pencatatan dan pelaporan33.

Masalah lain selain angka partisipasi peserta BKB, yaitu kompetensi kader

BKB itu sendiri yang mempunyai peran vital seperti yang disebutkan rinci dalam

Buku Panduan Pelaksanaan kegiatan BKB Terintergrasi yang di publikasikan

31
Ibid
32
Dwi Muhammad Furqon, Kismartini, Fathurrohman. Evaluasi Kinerja Program Bina Keluarga Balita (BKB)
di Kelompok BKB Mekar Sari 2 Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
http://download.portalgaruda.org
33
Tingkatkan kualitas pengasuhan keluarga, BKKBN bentuk BKB holistik Integratif. 28 MEI
2018.https://www.bkkbn.go.id [Online: Diakses Juni 2018]

27
ix

BKKBN, terkait tugas administratif, penyedia layanan konseling, penyuluhan,dan

lain-lain.

Hasil Evaluasi Kinerja Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelompok

BKB dapat kita jadikan contoh gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan BKB

di lapangan yang menyebutkan bahwa peran yang sangat vital tidak diikuti dengan

pelatihan yang mumpuni dari Bapermasper & KB sebagai SKPD yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan BKB. Hanya 2 orang kader kecamatan tiap tahunnya

yang menerima pelatihan34.

Untuk mengatasi kendala kurangnya partisipasi peserta BKB dan

kompetensi kader dan sarana konsultasi dan sharing antar anggota yang belum

optimal dapat dilakukan melalui strategi sebagai berikut:

1. Pemanfaatan Teknologi

Salah satu faktor dari kurangnya partisipasi peserta dalam kegiatan BKB

dilatarbelakangi oleh adanya kesibukan bekerja, mengurus rumah tangga serta

minimnya motivasi. Pemanfaatan teknologi dengan membuat forum online dapat

menjadi solusi, dimana para peserta & kader yang memiliki akses internet dapat

dengan leluasa mendayagunakan aplikasi messenger di smart phone nya untuk

berinteraksi satu sama lain dengan lebih luwes dan berbagi dokumen penunjang

kegiatan, seperti artikel, modul materi, media pembelajaran yang dapat

dikembangkan orangtua dirumah dll. Selain itu, forum online tersebut dapat

dimanfaatkan untuk menghubungkan peserta, kader dan tim ahli yang diundang

untuk mengoptimalkan proses konsultasi tumbuh kembang anak. Pelatihan kader

34
Dwi Muhammad Furqon, Kismartini, Fathurrohman. Evaluasi Kinerja Program Bina Keluarga Balita (BKB)
di Kelompok BKB Mekar Sari 2 Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
http://download.portalgaruda.org

28
ix

pun dapat dilakukan secara online melalui sistem pembelajaran jarak jauh sebagai

upaya memudahkan kordinasi, menghemat biaya akomodasi dan menciptakan iklim

pelatihan yang berkesinambungan dengan mudah untuk meningkatkan kualitas

kader sebagai penyediaan layanan dasar.

2. Pengayaan Materi dan Media Pembelajaran/Alat Permainan Edukatif Penunjang

BKKBN sudah melakukan upaya pemanfaatan teknologi dengan membuat

aplikasi yang dapat di unduh di playstore bernama “Menjadi Orangtua Hebat”,

berisi modul, buku, leaflet serta video panduan yang bisa digunakan orangtua

maupun pedoman presentasi untuk penyuluhan. Sebagai seorang warga Indonesia,

saya pun sedang berupaya memberikan kontribusi membantu keterlaksanaan

program pengembangan anak usia dini dengan membuat suatu gerakan “belajar jadi

orangtua”, yaitu forum diskusi mengenai pendidikan anak bagi pasangan usia

subur/calon orangtua, orangtua yang memiliki anak usia 0-6 tahun. Dan membuat

website yang berisi artikel pengenai pengasuhan anak, dan berbagi media

pembelajaran gratis yang dapat diunduh & dimanfaatkan untuk mendampingi

kegiatan belajar anak yang menyenangkan. Meski masih dalam tahap

pengembangan dan perbaikan, semoga langkah kecil ini memberikan dampak

positif bagi berbagai pihak.

3. Mengoptimalkan Peran Serta Masyarakat Seperti komunitas, Organisasi Profesi,

LSM dan Pelaku Usaha

Penyuluhan secara tatap muka pun masih diperlukan untuk memfasilitasi

pihak-pihak yang tidak terjangkau oleh internet. Kita dapat berkordinasi dengan

pihak praktisi ataupun ahli di bidang pendidikan dan kesehatan anak sebagai

fasilitator/tim ahli. Serta bekerjasama dengan pelaku usaha untuk membantu

29
ix

mendanai biaya operasional yang tidak tertutupi pemerintah melalui bantuan dana

CSR nya. Optimalisasi program pengembangan anak usia dini holistik integratif

melalui peningkatan SDM penyedia layanan, pemanfaatan teknologi serta

memaksimalkan kerja sama dengan berbagai pihak diharapkan mampu menjadi

solusi meningkatkan mutu dan pemerataan kualitas SDM di berbagai wilayah 35.

35
Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan BKB Yang Terintegrasi Dalam Rangka Penyelenggaraan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. BKKBN: Jakarta (2013).

30
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut:

Optimalisasi Program Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif

alitas sumber daya manusia merupakan salah satu aspek yang memiliki peran vital

terhadap keberhasilan pembangunan. Upaya peningkatan kualitas SDM perlu

dilaksanakan sejak dini baik dari segi kesehatan maupun pendidikan. Pada di seribu

hari pertama anak dan fase emas atau yang biasa disebut golden age yang

merupakan periode sangat penting dan membutuhkan pelayanan kesehatan dan

pendidikan yang maksimal. Karena upaya pembangunan suatu bangsa akan sangat

membutuhkan individu-individu yang sehat fisik, mental, cerdas, berakhlak mulia

dan berdaya saing tinggi

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut, pemerintah telah

memfasilitasi beberapa program seperti POSYANDU yang berupaya memberikan

pelayanan kesehatan dasar, serta pendidikan anak usia dini (PAUD) & program

bina keluarga balita (BKB) yang berfokus pada ranah pendidikan dan pengasuhan

anak.

31
DAFTAR PUSTAKA
Balaika, Adam. ”Evaluasi Program Keluarga Berencana Dikecamatan
Kramatwatu”.: Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. 2012.
Mardiyanto. Pemberdayaan Keluarga Melalui Kampung KB Dalam Upaya
Peningkatan Program KKBPK Dan Terkait Di Jawa Timur. Jurnal
Keluarga. Vol 2. No. 1. 2017.
Merrynce Dan Ahmad Hidir. “Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga
Berencana”. Jurnal Kebijakan Publik. Vol 4 No. 1. 2013.
Mukani, Miswani Syuaib. Pelayanan Keluarga Berencana. Cet. 1; Makassar:
Alauddin University Press 2011.
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga. Bab I
Pasal I. 2009.
Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1992. Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera,
BKKBN. 2008. Pembentukan Karakter Sejak Dini melalui Bina Keluarga balita.
Provinsi Jawa Timur.
BKKBN. 2008. Pedoman Peningkatan Ketahanan Keluarga untuk Pelaksanaa
Program Catur Bina. Provinsi Jawa Tengah
Keluarga Mandiri. 2009. BKB Membentuk Generasi Unggul. Mardiya. 2010. DIY
Pernah menjadi Model Keberhasilan Pengelolaan BKB di Indonesia.
http://mardiya.wordpress.com/2010/12/03/diy-pernah- menjadi-model-
keberhasilan-pengelolaan-bkb-di-indonesia-oleh-drs- mardiya/
Rahayu, Ambar. 2007. Dukungan Parenting (BKB) terhadap Pendidikan Anak
Usia Dini. Yogyakarta
http://keluargamandiri.blogspot.com/2009/09/bkb-membentuk- generasi
unggul.html
Tim Penggerak PKK. 1996. Gerakan BKB (Bina Keluarga Balita). Pokja
BKB Prop. Jatim.
Peraturan Presiden No 60 Tahun 2013. Pengembangan Anak Usia dini Holistik
Integratif.

32
Tingkatkan kualitas pengasuhan keluarga, BKKBN bentuk BKB holistik
Integratif. 28 MEI 2018.https://www.bkkbn.go.id [Online: Diakses Juni 2018]

Dwi Muhammad Furqon, Kismartini, Fathurrohman. Evaluasi Kinerja Program


Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelompok BKB Mekar Sari 2 Kelurahan Pedurungan
Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. http://download.portalgaruda.org

Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan BKB Yang Terintegrasi Dalam Rangka


Penyelenggaraan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. BKKBN: Jakarta
(2013).
Lipoeto N, Megasari N, Putra AE. Malnutrisi dan Asupan kalori pada Pasien Inap
di Rumah Sakit. Majalah Kedokteran Indonesia 2006; Vol 56 No.11
Burton, J.L, et al. Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. New York: Oxford
University; 2007 Press:524
Soekirman. Hidup Sehat. Dalam: Gizi Seimbang Dalam Siklus Kehidupan
Manusia. Jakarta: Primamedia Pustaka; 2006
Kusmayanti, IGA dkk. Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien
dewasa di ruang rawat inap rumah sakit. Jurnal gizi Klinik Indonesia; 2013. Vol.1
P-11
Supariasa IDN, Bachyar B, Ibnu F. Metode Penelitian Status Gizi. Dalam:
Penelitian Status Gizi. EGC 2005: 17-83
Kusmayanti, IGA dkk. Faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien
dewasa di ruang rawat inap rumah sakit. Jurnal gizi Klinik Indonesia; 2013. Vol.1
P-11
Ali O, Isa MZ. Nutritional Status Of The Rural Population in Malaysia, especially
Women And Children. Asia Pacific Journal Clinic Nutrition; 1995
Sunatrio dkk. Pedoman penyelenggaraan tim terapi gizi di rumah sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009
Setiati, S. Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan: untuk Pengasuh Orang Usia
lanjut. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.

33

Anda mungkin juga menyukai