Dosen Pengampu:
2. Alfa Ridzi.K.M(21112800)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya kami dapat
menyelesaikan Makalah Pekembangan Peserta Didik yang berjudul “Perkembangan Sosial”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah perkembangan peserta didik. Dalam
makalah ini disediakan secara ringkas, untuk memudahkan pembaca dalam memahami makalah
ini. Pengertian, karakteristik, faktor-faktor, pengaruh, upaya perkembangan perkembangan
sosial, kami susun dalam makalah ini untuk menambah wawasan pembaca. Diharapkan dengan
penyusunan makalah ini pembaca dapat giat belajar lagi. Kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat
menjadi acuan untuk generasi yang akan datang. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna
kritik dan saran yang membangun kami harapakan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Wassalammualaikum wr.wb
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………................................………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………........
3
BAB I PENDAHULUAN…………………………......………………………………………………………..
4
A. Latar Belakang……………………………………………….............................
………………. 4
B. Rumusan Masalah…………………………………..........................
…………………………. 5
C. Tujuan
Penulisan…………………………………………………………...........................
….. 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………......…………………
6
C. Teori Perkembangan
Psikososial……………………………………………................. 8
A. kesimpulan................................................................................................ 10
B. Saran.......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka
jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembangan berarti serangkaian perubahan
progresif yang ter jadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Menurut
keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian lagi tidak.
Orang yang lebih banyak merenungi diri dan lebih suka menyendiri daripada bersama sama
orang lain, secara alamiah memang sudah bersifat demikian. Mereka yang sudah bersifat sosial
dan pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, juga sudah bersikap seperti itu
karena alamiah yaitu faktor keturunan. Sedangkan orang yang menentang masyarakat yaitu
orang yang antisosial, dan orang yang biasanya menjadi penjahat, diyakini oleh masyarakat
tradisional sebagai warisan daripada salah satu sifat buruk yang di miliki oleh orang tuanya.
Hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa orang di lahirkan dalam keadaan sudah
bersifat sosial, tidak sosial, dan antisosial, dan banyak bukti sebaliknya yang menunjukkan
bahwa mereka bersifat demikian karena hasil belajar. Akan tetapi, belajar menjadi pribadi yang
sosial tidak dapat di capai dalam waktu sngkat. Anak-anak akan belajar searah dengan siklus,
dengan periode kemajuan yang pesat di ikuti oleh garis mendatar. Pada garis mendatar ini hanya
terdapat sedikit kemajuan dari dalam anak. Periode kemajuan yang pesat bahkan kadang-kadang
di ikuti oleh tahap kemunduran ketingkat perilaku sosial yang rendah. Seberapa cepat anak dapat
meningkatkan kembali dari garis datar itu sebagian besar bergantung pada kuat lemahnya
motivasi mereka untuk bermasyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Dari pengertian diatas perkembangan sosial anak sangat tergantung pada individu anak,
peran orang tua, orang dewasa, lingkungan masyarakat dan termasuk Taman Kanak-kanak.
Adapun yang dimaksud dengan perkembangan sosial anak adalah bagaimana anak usia dini
berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa dan masyarakat luas agar dapat menyesuaikan
diri dengan baik.
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan
kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai
puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam
tahun. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka
anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju
kearah independent.
2. Agresif (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresif merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena
tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku
anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan
mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan)
yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap
ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam
tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia
tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini
semakin berkembang dengan baik.
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap
orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
Berdasarkan Teori Erik Erikson berdasarkan hasil penelitiannya, ada delapan tahap
perkembangan sosial terkait perkembangan jiwa dan sosial pada anak, serta pengaruhnya saat
beranjak dewasa:
1. Tahap Membangun Kepercayaan pada Bayi Baru Lahir hingga Usia 18 Bulan
Sejak bayi lahir hingga usia 18 bulan merupakan tahap awal perkembangan
kepribadian anak. Bayi belajar untuk mempercayai orang lain, terutama orang yang
mengasuhnya. Jika bayi merasa diperhatikan dengan baik, ia akan mengembangkan
rasa percaya pada orang lain dan merasa aman. Sebaliknya, saat bayi merasa
diabaikan, ia mungkin merasa sulit untuk mempercayai orang lain, curiga, hingga
cemas. Situasi ini dapat menyebabkan perkembangan rasa takut di masa mendatang.
Pada tahap kedua, bayi sudah tumbuh menjadi anak-anak dengan kemampuan
pengendalian diri yang lebih besar. Anak-anak menjadi mandiri. Fase otonomi vs rasa
malu dan ragu ini cukup krusial. Hasil akhir dari proses ini terkait keinginan atau
kemauan. Jika berhasil, anak akan memiliki kendali atas dirinya. Jika gagal, anak
akan merasa malu dan penuh keraguan.
3. Tahap Berinsiatif vs Rasa Bersalah bagi Anak Usia Pra Sekolah, 3 Hingga 5
Tahun
Melalui interaksi sosial, anak mulai merasa bangga saat sukses melakukan sesuatu.
Pada usia sekolah, mereka harus menghadapi tantangan sosial dan akademik. Dalam
fase industry vs inferiority, mereka yang berhasil melewatinya akan merasa kompeten
dan akhirnya membentuk kepercayaan diri. Sementara yang gagal, tumbuh dengan
kepercayaan diri yang rendah dan jadi kurang bisa menghargai diri sendiri.
Pada tahap psikososial ini, manusia berfokus pada pengembangan hubungan dekat
dan penuh kasih dengan orang lain. Anda akan mulai mengenal pacaran, pernikahan,
membangun keluarga, dan persahabatan. Ketika hubungan cinta dengan orang lain
berhasil, Anda dapat mengalami cinta dan menikmati keintiman (hubungan yang
sangat dekat). Sementara yang gagal akan merasa terisolasi.
Di tahap dewasa, Anda akan berfokus pada kontribusi kepada masyarakat dan
generasi berikutnya, termasuk membesarkan anak. Anda yang berhasil akan merasa
berguna karena bisa berkontribusi pada masa depan masyarakat. Sementara jika
gagal, Anda akan merasa tidak berkontribusi apa-apa untuk dunia. Akhirnya, Anda
menjadi stagnan dan merasa tidak produktif.
Pada tahap ini, Anda akan merefleksikan apa yang telah dilakukan saat menjalani
masa muda. Jika puas dengan pencapaian Anda, maka Anda akan merasa cukup.
Akan tetapi, saat tidak puas, Anda akan merasa menyesal dan putus asa. Hasil akhir
dari tahap psikososial ini adalah kebijaksanaan.
a) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan
tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi
anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan
demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b) Kematangan anak
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan
sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang
utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga”
status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status
sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial
yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi”
dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan
normanya sendiri.
d) Pedidikan
Berdasarkan kajian teori di atas, ada beberapa sikap spiritual dan sosial yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah dalam upaya membentuk karakter dan
kepribadian positif peserta didik
Membiasakan kepada siswa untuk selalu mengucapkan terima kasih setiap kali
mendapat kebaikan dari temannya, dengan tidak memandang kebaikan yang
diperoleh itu sedikit atau banyak. Hal ini juga termasuk mengucapkan
alhamdulillah setiap kali memperoleh kebaikan yang diberikan oleh Tuhan,
termasuk kemudahan dan kehidupan yang diberikan-Nya.
Membuat daftar bersyukur. Para peserta didik kita minta untuk membuat daftar di
beberapa lembar kertas untuk menuliskan hal-hal apa saja yang disyukurinya
dalam hidupnya selama ini, mulai hal yang sangat besar sampai hal yang kecil.
Kita minta mereka untuk merenung sesaat untuk mengingat dan menghayati apa
saja yang mereka rasakan selama ini yang patut dan harus mereka syukuri kepada
Sang Pencipta. Hasilnya siapa yang sangat panjang daftar bersyukurnya maka dia
memiliki rasa syukur yang begitu mendalam, ini perlu kita apresiasi. Kemudian
kepada yang masih pendek rasa bersyukurnya kita bantu untuk mengingatkan
betapa banyak nikmat yang selama ini didapat dan harus disyukuri. Selanjutnya
kita biasa satu atau dua minggu sekali untuk menyusun daftar bersyukur ini
kepada para peserta didik kita.
2) Mengembangkan Spiritualitas
Sebagaimana disebutkan di atas, sikap integritas adalah sebuah karakter yang memiliki ciri
jujur pada dirinya sendiri, menegaskan dengan akurat – baik secara pribadi maupun terbuka –
pikiran, niat, dan komitmennya. Seseorang jujur bukan hanya karena berbicara benar, tetapi
juga menjalani hidup yang autentik (asli, apa adanya). Sikap ini sangat penting ditanamkan
dan dikembangkan dalam diri peserta didik. Mereka harus jujur dalam perkataan dan
perbuatannyadan menjani hidup dengan otentik, apa adanya. berapa hal yuang bisa dilakukan
untuk mengembangkan sikap integritas ini adalah:
Pertama, mengerjakan tugas individual atau ulangan dengan tidak menyontek dan
minta bantuan orang lain. Setiap sikap kejujuran yang ditunjukkan para siswa
ketika mengerjakan tugas individual atau ulangan harus diberikan apresiasi
positif, sebagai penguatan atas kejujuran yang telah mereka lakukan. Penguatan
ini akan menjadikan para siswa untuk terus dan senantiasa jujur mengikuti
ulangan atau mengerjakan tugasnya.
Kedua, mengadakan kelas kejujuran. Kegiatan ini hampir sama dengan kelas
berterima kasih, tetapi cukup hanya dihadiri oleh anggota kelas. Siswa yang
mendapat giliran maju dan menyampaikan hal-hal yang selama ini tersembunyi,
untuk diungkapkan secara jujur apa adanya meskipun itu sesuatu yang tercela.
Peserta kelas dengan arahan guru sudah diminta untuk menerima pengakuan dan
memaafkannya. Misalnya di kelas tersebut pernah ada siswa yang kehilangan
uang, maka pada saat giliran siswa yang maju dan dia menyatakan dengan jujur
bahwa dia yang mengambil uang tersebut, maka siswa yang penah kehilangan
harus memaafkannya, atau menerima penggantiannya kalau yang bersangkautan
mau menggantinya. Hal ini adalah salah satu kegiatan untuk mengapresiasi
kejujuran.
2. Mengembangkan Sikap Kepemaafan
Pertama, membangun kesadaran diri pada siswa bahwa manusia itu tidak luput
dari kesalahan. Hal ini harus diawali oleh para guru untuk memaafkan kesalahan
yang wajar yang pernah dilakukan oleh para siswanya, sehingga hal ini juga akan
berdampak pada sikap siswa ketika mendapat perlakuan tidak baik dari orang lain.
Kedua, menulis surat permohonan maaf, para siswa diminta untuk menulis surat
kepada orang lain yang dia pernah melakukan kesalahan pada orang tersebut,
khususnya teman sekelas atau teman sesekolah. Guru memfasilitasi dengan baik
dan menyampaikan kepada siswa yang dituju agar dia mau memaafkan kesalahan
temannya. Permohonan maafini adalah sikap awal untuk bisa memaafkan orang
lain. Menurut Kador (2011), permohonan maaf ini penting karena hal ini memang
harus dipraktekkan, menuntut kita untuk mengulurkan diri, dan menantang kita
untuk merendahkan hati.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan sosial merupakan proses untuk mencapai kematangan hubungan sosial baik
dalam keluarga ataupun dalam kelompok masyarakat guna untuk proses penyesuaian diri.
Perkembangan sosial memiliki karakteristik dengan pola tingkah laku yang berbeda dalam
kehidupan keluarga, sekolah maupun di kalangan kelompok masyarakat. Dalam perkembangan
menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk interaksi sosial, yaitu
pembangkangan, agresif, bertengkar, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa,
mementingkan diri sendiri, dan simpati. Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu
menyangkut aspek lingkungan keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan,
kapasitas mental. Pengaruh perkembangan sosial tingkah laku pada anak dapat melahirkan
dirinya dan orang lain. Cara mengoptimalkan perkembangan sosial anak kemampuan sosialnya
memberikan dukungan untuk bersosialisasi dan melatih anak agar terampil melakukan interaksi
dam komunikasi.
B. SARAN
Demikian makalah dari kami, mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan penulisan baik yang di sengaja atau tidak sengaja,saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA