Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN SOSIAl

Dosen Pengampu:

Karlena Aprilianti, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Feity Aisya (2111280030)

2. Alfa Ridzi.K.M(21112800)

3. Andana Afandi (21112800)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya kami dapat
menyelesaikan Makalah Pekembangan Peserta Didik yang berjudul “Perkembangan Sosial”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah perkembangan peserta didik. Dalam
makalah ini disediakan secara ringkas, untuk memudahkan pembaca dalam memahami makalah
ini. Pengertian, karakteristik, faktor-faktor, pengaruh, upaya perkembangan perkembangan
sosial, kami susun dalam makalah ini untuk menambah wawasan pembaca. Diharapkan dengan
penyusunan makalah ini pembaca dapat giat belajar lagi. Kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat
menjadi acuan untuk generasi yang akan datang. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna
kritik dan saran yang membangun kami harapakan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Wassalammualaikum wr.wb

Bengkulu, 12 Oktober 2022

Penulis

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………................................………2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………........
3

BAB I PENDAHULUAN…………………………......………………………………………………………..
4

A. Latar Belakang……………………………………………….............................
………………. 4

B. Rumusan Masalah…………………………………..........................
…………………………. 5

C. Tujuan
Penulisan…………………………………………………………...........................
….. 5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………......…………………
6

A. Pengertian Perkembangan Sosial....……………………………………………………………… 6

B. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial….......................................................7

C. Teori Perkembangan
Psikososial……………………………………………................. 8

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial…………………..9

E. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Peserta Didik……..……………….....……10

BAB III PENUTUP......................................................................................................... 10

A. kesimpulan................................................................................................ 10
B. Saran.......................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka
jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembangan berarti serangkaian perubahan
progresif yang ter jadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Menurut
keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian lagi tidak.
Orang yang lebih banyak merenungi diri dan lebih suka menyendiri daripada bersama sama
orang lain, secara alamiah memang sudah bersifat demikian. Mereka yang sudah bersifat sosial
dan pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, juga sudah bersikap seperti itu
karena alamiah yaitu faktor keturunan. Sedangkan orang yang menentang masyarakat yaitu
orang yang antisosial, dan orang yang biasanya menjadi penjahat, diyakini oleh masyarakat
tradisional sebagai warisan daripada salah satu sifat buruk yang di miliki oleh orang tuanya.

Hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa orang di lahirkan dalam keadaan sudah
bersifat sosial, tidak sosial, dan antisosial, dan banyak bukti sebaliknya yang menunjukkan
bahwa mereka bersifat demikian karena hasil belajar. Akan tetapi, belajar menjadi pribadi yang
sosial tidak dapat di capai dalam waktu sngkat. Anak-anak akan belajar searah dengan siklus,
dengan periode kemajuan yang pesat di ikuti oleh garis mendatar. Pada garis mendatar ini hanya
terdapat sedikit kemajuan dari dalam anak. Periode kemajuan yang pesat bahkan kadang-kadang
di ikuti oleh tahap kemunduran ketingkat perilaku sosial yang rendah. Seberapa cepat anak dapat
meningkatkan kembali dari garis datar itu sebagian besar bergantung pada kuat lemahnya
motivasi mereka untuk bermasyarakat.
B. Rumusan Masalah

A. Apa pengertian perkembangan sosial?

B. Bagaimana bentuk-bentuk tingkah laku sosial?

C. Apa saja teori perkembangan psikososial?

D. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?

E. Bagaimana cara mengembangkan sikap sosial peserta didik?

C. Tujuan Penulisan

A. Memahami apa yang di maksud perkembangan sosial

B. Mengetahui bentuk-bentuk tingkah laku sosial

C. Mengetahui teori apa saja tentang perkembangan psikososial

D. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial

E. Dapat memahami tentang cara mengembangkan sikap sosial peserta didik


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Sosil

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.


Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua
terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan
bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana
menerapkan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan
diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. (Susanto, 2011:
40).Menurut Hurlock (2011:250), perkembangan sosial adalah perolehan perilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat ( sozialized ) memerlukan
tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama yang lain, tapi saling
berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi
inividu.Menurut Masitoh dkk (2009:2.14).

Perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri


dengan aturanaturan masyarakat dimana anak itu berada. Perkembangan sosial diperoleh anak
melalui kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respons terhadap dirinya. Sedangkan
Muhbin (dalam Nugraha dan Rachmawati 2004 : 1.13) mengatakan bahwa perkembangan sosial
merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam
keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.

Dari pengertian diatas perkembangan sosial anak sangat tergantung pada individu anak,
peran orang tua, orang dewasa, lingkungan masyarakat dan termasuk Taman Kanak-kanak.
Adapun yang dimaksud dengan perkembangan sosial anak adalah bagaimana anak usia dini
berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa dan masyarakat luas agar dapat menyesuaikan
diri dengan baik.

B. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial

Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk


interaksi sosial diantaranya :

1. Pembangkangan (Negativisme)

Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan
kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai
puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam
tahun. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka
anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju
kearah independent.

2. Agresif (Agression)

Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresif merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena
tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.

3. Berselisih (Bertengkar)

Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku
anak lain.

4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan
mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan)
yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.

5. Persaingan (Rivaly)

Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap
ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam
tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.

6. Kerja sama (Cooperation)

Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia
tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini
semakin berkembang dengan baik.

7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)

Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.

8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)

Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya

9. Simpati (Sympaty)

Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap
orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

C. Teori Perkembangan Psikososial

Berdasarkan Teori Erik Erikson berdasarkan hasil penelitiannya, ada delapan tahap
perkembangan sosial terkait perkembangan jiwa dan sosial pada anak, serta pengaruhnya saat
beranjak dewasa:

1. Tahap Membangun Kepercayaan pada Bayi Baru Lahir hingga Usia 18 Bulan
Sejak bayi lahir hingga usia 18 bulan merupakan tahap awal perkembangan
kepribadian anak. Bayi belajar untuk mempercayai orang lain, terutama orang yang
mengasuhnya. Jika bayi merasa diperhatikan dengan baik, ia akan mengembangkan
rasa percaya pada orang lain dan merasa aman. Sebaliknya, saat bayi merasa
diabaikan, ia mungkin merasa sulit untuk mempercayai orang lain, curiga, hingga
cemas. Situasi ini dapat menyebabkan perkembangan rasa takut di masa mendatang.

2. Tahap Membangun Otonomi pada Usia 18 Bulan Hingga 3 Tahun

Pada tahap kedua, bayi sudah tumbuh menjadi anak-anak dengan kemampuan
pengendalian diri yang lebih besar. Anak-anak menjadi mandiri. Fase otonomi vs rasa
malu dan ragu ini cukup krusial. Hasil akhir dari proses ini terkait keinginan atau
kemauan. Jika berhasil, anak akan memiliki kendali atas dirinya. Jika gagal, anak
akan merasa malu dan penuh keraguan.

3. Tahap Berinsiatif vs Rasa Bersalah bagi Anak Usia Pra Sekolah, 3 Hingga 5
Tahun

Anak mulai mencoba mengembangkan inisiatif. Mereka cenderung banyak bertanya


dan mencoba hal-hal baru di sekitar mereka. Jika rasa ingin tahu ini dipupuk, anak
bisa mengembangkan kepercayaan diri untuk mengambil inisiatif. Sebaliknya, apabila
anak sering Anda larang atau kritik sehingga rasa ingin tahunya tak terpenuhi, maka
anak akan tumbuh dengan perasaan takut, ragu, dan tidak memiliki rasa percaya diri
untuk mengambil keputusan.

4. Tahap Merasa Mampu pada Usia Sekolah 6 - 11 Tahun

Melalui interaksi sosial, anak mulai merasa bangga saat sukses melakukan sesuatu.
Pada usia sekolah, mereka harus menghadapi tantangan sosial dan akademik. Dalam
fase industry vs inferiority, mereka yang berhasil melewatinya akan merasa kompeten
dan akhirnya membentuk kepercayaan diri. Sementara yang gagal, tumbuh dengan
kepercayaan diri yang rendah dan jadi kurang bisa menghargai diri sendiri.

5. Tahap Membangun Identitas di Usia Remaja 12 - 18 Tahun


Konflik identitas dan kebingungan peran terjadi pada usia remaja. Ini akan
mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Seorang remaja mungkin akan mencoba
peran yang berbeda untuk menemukan yang paling cocok. Jika berhasil, ia akan
mampu mempertahankan identitasnya secara konsisten. Bagaimana jika gagal?
Seorang remaja bisa mengalami krisis identitas dan bingung akan masa depan yang ia
inginkan. Selain itu, kegagalan bisa saja menimbulkan keraguan tentang kemampuan
diri sendiri.

6. Tahap Menjalin Kedekatan di Usia Dewasa Muda 19 - 40 Tahun

Pada tahap psikososial ini, manusia berfokus pada pengembangan hubungan dekat
dan penuh kasih dengan orang lain. Anda akan mulai mengenal pacaran, pernikahan,
membangun keluarga, dan persahabatan. Ketika hubungan cinta dengan orang lain
berhasil, Anda dapat mengalami cinta dan menikmati keintiman (hubungan yang
sangat dekat). Sementara yang gagal akan merasa terisolasi.

7. Tahap Dewasa Usia 40 Hingga 65 Tahun

Di tahap dewasa, Anda akan berfokus pada kontribusi kepada masyarakat dan
generasi berikutnya, termasuk membesarkan anak. Anda yang berhasil akan merasa
berguna karena bisa berkontribusi pada masa depan masyarakat. Sementara jika
gagal, Anda akan merasa tidak berkontribusi apa-apa untuk dunia. Akhirnya, Anda
menjadi stagnan dan merasa tidak produktif.

8. Tahap Kematangan di Usia 65 Tahun Hingga Meninggal Dunia

Pada tahap ini, Anda akan merefleksikan apa yang telah dilakukan saat menjalani
masa muda. Jika puas dengan pencapaian Anda, maka Anda akan merasa cukup.
Akan tetapi, saat tidak puas, Anda akan merasa menyesal dan putus asa. Hasil akhir
dari tahap psikososial ini adalah kebijaksanaan.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

a) Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan
tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi
anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan
demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan
diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.

b) Kematangan anak

Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu


mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi
dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.

c) Status Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan
sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang
utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga”
status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status
sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial
yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi”
dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan
normanya sendiri.
d) Pedidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan


sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna
kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan
datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak
dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman
norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar
di kelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan
kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan
bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk
perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

e) Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi

Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,


memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi
akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual
tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang
sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling
pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam
kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi.

E. Upaya Pengembangan Sikap Sosial Peserta Didik

Berdasarkan kajian teori di atas, ada beberapa sikap spiritual dan sosial yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah dalam upaya membentuk karakter dan
kepribadian positif peserta didik

a. Mengembangkan Sikap Spiritual

1) Mengembangkan Rasa Bersyukur


Sebagaimana disebutkan di atas, bersyukur adalah rasa terima kasih dan kegembiraan
dalam menerima suatu anugerah, termasuk juga rasa terima kasih ketika terhindar dan
suatu mara bahaya. Rasa bersyukur ini sangat penting ditanamkan kepada peserta didik,
karena memiliki begitu banyak manfaat.

Post (2011) menyebutkan beberapa manfaat bersyukur: memeiliki efek-efek kesehatan


yang mendalam, menelurkan kebahagiaan, lima menit saja bersyukur dapat merubah
sistem syaraf, rasa syukur berkorelasi positif dengan perilaku sosial positif dan kesehatan,
dan rasa syukur bergaung selama bertahun-tahun. Diantara cara yang bisa dilakukan
untuk menanamkan dan membiasakan rasa bersyukur ini adalah:

 Membiasakan kepada siswa untuk selalu mengucapkan terima kasih setiap kali
mendapat kebaikan dari temannya, dengan tidak memandang kebaikan yang
diperoleh itu sedikit atau banyak. Hal ini juga termasuk mengucapkan
alhamdulillah setiap kali memperoleh kebaikan yang diberikan oleh Tuhan,
termasuk kemudahan dan kehidupan yang diberikan-Nya.

 Membuat daftar bersyukur. Para peserta didik kita minta untuk membuat daftar di
beberapa lembar kertas untuk menuliskan hal-hal apa saja yang disyukurinya
dalam hidupnya selama ini, mulai hal yang sangat besar sampai hal yang kecil.
Kita minta mereka untuk merenung sesaat untuk mengingat dan menghayati apa
saja yang mereka rasakan selama ini yang patut dan harus mereka syukuri kepada
Sang Pencipta. Hasilnya siapa yang sangat panjang daftar bersyukurnya maka dia
memiliki rasa syukur yang begitu mendalam, ini perlu kita apresiasi. Kemudian
kepada yang masih pendek rasa bersyukurnya kita bantu untuk mengingatkan
betapa banyak nikmat yang selama ini didapat dan harus disyukuri. Selanjutnya
kita biasa satu atau dua minggu sekali untuk menyusun daftar bersyukur ini
kepada para peserta didik kita.

2) Mengembangkan Spiritualitas

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa spiritualitas merupakan kepercayaan dan praktik


yang didasarkan pada keyakinan adanya dimensi non-fisik dalam kehidupan, yakni
Tuhan, Allah Swt. Seorang yang beragama dan beriman diwajibkan melaksanakan ibadah
dan ketaatan kepada Tuhan yang diyakininya sesuai tuntunan yang diperintahkan. Ada
beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membangun sikap ini:

 Pertama, membiasakan shalat Zhuhur berjama’ah di mushalla/masjid


sekolah/madrasah. Shalat Zhuhur berjama’ah di madrasah/sekolah merupakan
salah satu cara untuk membangun nuansa spiritualitas religius di sekolah. Dalam
hal ini karena keterbatasan ruang mushalla, penulis membagi setiap hari tiga
sampai empat kelas yang wajib melaksakanan shalat Zhuhur di mushalla. Imam
dan muadzin diserahkan kepada para siswa dengan ditunjuk kelas yang
bertanggung jawab. Dalam kegiatan shalat Zhuhur berjama’ah ini kepada para
siswa diwajibkan untuk mengisi daftar hadir.

 Kedua, menyelenggarakan shalat Jum’at. Mempersilahkan pulang kepada siswa


laki-laki di hari Jum’at dengan waktu yang begitu pendek untuk menunaikan
shalat Jum’at adalah kurang bijaksana. Sehingga alangkah baiknya siswa diminta
untuk melaksanakan shalat Jum’at di Mushalla sekolah. Kegiatan shalat Jum’at
ini disusun jadwal piket kelasnya. Kelas yang mendapatkan jadwal piket diminta
untuk mempersiapkan ruang mushalla untuk pelaksanaan shalat Jum’at dan
merapikannya kembali setelah shalat Jum’at selesai dilaksanakan. Kemudian para
siswa yang mendapat piket kelas juga yang menjadi petugas penyelenggaraan
shalat Jum’at, mulai dari muadzin, bilal, khatib dan imam. Sekolah sudah harus
mempersiapkan para siswa untuk menjadi imam, khatib, dan muadzin. Hal ini
dalam rangka memberikan pembelajaran dan pengalaman langsung kepada para
siswa dalam melaksanakan dan mengelola shalat Jum’at. Bahkan para siswa
diberikan keleluasaan untuk penyelenggaraannya apakah adzan dua kali atau
cukup satu kali saja. Hal ini demi membangun sikap toleransi dan saling
memahami tentang adanya dua cara shalat Jum’at, ada yang adzan satu kali dan
ada yang adzan dua kali. Kalau para siswa sudah bisa toleran dalam agamanya
sendiri, akan mudah untuk toleran kepada orang lain yang berbeda agama
dengannya. Beberapa hari sebelum mendapat giliran, para khatib dan imam
khususnya harus diberi pembekalan dan latihan terlebih dahulu, sehingga mampu
menyampaikan khutbah dengan baik, dan memimpin shalat dengan khusyu’.
Kepercayaan kepada siswa dalam hal ini sangat perlu dilakukan, agar mereka
memiliki pengalaman langsung dan siap untuk menjadi khatib atau imam setelah
selesai sekolah nanti.

b. Mengembangkan Sikap Sosial

1. Mengembangkan Sikap Integritas

Sebagaimana disebutkan di atas, sikap integritas adalah sebuah karakter yang memiliki ciri
jujur pada dirinya sendiri, menegaskan dengan akurat – baik secara pribadi maupun terbuka –
pikiran, niat, dan komitmennya. Seseorang jujur bukan hanya karena berbicara benar, tetapi
juga menjalani hidup yang autentik (asli, apa adanya). Sikap ini sangat penting ditanamkan
dan dikembangkan dalam diri peserta didik. Mereka harus jujur dalam perkataan dan
perbuatannyadan menjani hidup dengan otentik, apa adanya. berapa hal yuang bisa dilakukan
untuk mengembangkan sikap integritas ini adalah:

 Pertama, mengerjakan tugas individual atau ulangan dengan tidak menyontek dan
minta bantuan orang lain. Setiap sikap kejujuran yang ditunjukkan para siswa
ketika mengerjakan tugas individual atau ulangan harus diberikan apresiasi
positif, sebagai penguatan atas kejujuran yang telah mereka lakukan. Penguatan
ini akan menjadikan para siswa untuk terus dan senantiasa jujur mengikuti
ulangan atau mengerjakan tugasnya.

 Kedua, mengadakan kelas kejujuran. Kegiatan ini hampir sama dengan kelas
berterima kasih, tetapi cukup hanya dihadiri oleh anggota kelas. Siswa yang
mendapat giliran maju dan menyampaikan hal-hal yang selama ini tersembunyi,
untuk diungkapkan secara jujur apa adanya meskipun itu sesuatu yang tercela.
Peserta kelas dengan arahan guru sudah diminta untuk menerima pengakuan dan
memaafkannya. Misalnya di kelas tersebut pernah ada siswa yang kehilangan
uang, maka pada saat giliran siswa yang maju dan dia menyatakan dengan jujur
bahwa dia yang mengambil uang tersebut, maka siswa yang penah kehilangan
harus memaafkannya, atau menerima penggantiannya kalau yang bersangkautan
mau menggantinya. Hal ini adalah salah satu kegiatan untuk mengapresiasi
kejujuran.
2. Mengembangkan Sikap Kepemaafan

Sebagaimana disebutkan di atas, pemaafan adalah memaafkan seseorang yang telah


melakukan kesalahan; menerima atas celaan orang lain; memberikan bagi orang lain
kesempatan kedua;tidak melakukan balas dendam,Memberikan pemaafan kepada orang lain
akan menjadi orang yang suka memberi maaf menjadi lebih sehat. Nashori (2008)
menyebutkan hasil penelitian Luskin, bahwa oarng yang suka memberi maaf tidak mudah
tersinggung saat diperlakukan tidak menyenangkan oleh orang lain, mereka tidak mudah
menyalahkan orang lain ketika hubungannya dengan orang tersebut tidak berjalan seperti
yang diharapkan, mereka memiliki penjelasan nalar terhadap sikap orang lain yang telah
menyakitinya. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan sikap kepemaafan
ini adalah:

 Pertama, membangun kesadaran diri pada siswa bahwa manusia itu tidak luput
dari kesalahan. Hal ini harus diawali oleh para guru untuk memaafkan kesalahan
yang wajar yang pernah dilakukan oleh para siswanya, sehingga hal ini juga akan
berdampak pada sikap siswa ketika mendapat perlakuan tidak baik dari orang lain.

 Kedua, menulis surat permohonan maaf, para siswa diminta untuk menulis surat
kepada orang lain yang dia pernah melakukan kesalahan pada orang tersebut,
khususnya teman sekelas atau teman sesekolah. Guru memfasilitasi dengan baik
dan menyampaikan kepada siswa yang dituju agar dia mau memaafkan kesalahan
temannya. Permohonan maafini adalah sikap awal untuk bisa memaafkan orang
lain. Menurut Kador (2011), permohonan maaf ini penting karena hal ini memang
harus dipraktekkan, menuntut kita untuk mengulurkan diri, dan menantang kita
untuk merendahkan hati.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkembangan sosial merupakan proses untuk mencapai kematangan hubungan sosial baik
dalam keluarga ataupun dalam kelompok masyarakat guna untuk proses penyesuaian diri.
Perkembangan sosial memiliki karakteristik dengan pola tingkah laku yang berbeda dalam
kehidupan keluarga, sekolah maupun di kalangan kelompok masyarakat. Dalam perkembangan
menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk interaksi sosial, yaitu
pembangkangan, agresif, bertengkar, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa,
mementingkan diri sendiri, dan simpati. Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu
menyangkut aspek lingkungan keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan,
kapasitas mental. Pengaruh perkembangan sosial tingkah laku pada anak dapat melahirkan
dirinya dan orang lain. Cara mengoptimalkan perkembangan sosial anak kemampuan sosialnya
memberikan dukungan untuk bersosialisasi dan melatih anak agar terampil melakukan interaksi
dam komunikasi.

B. SARAN
Demikian makalah dari kami, mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan penulisan baik yang di sengaja atau tidak sengaja,saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA

Niken. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak.


Diakses pada tanggal 12 Oktober 2022
Nurjati. (2013). Dokumen Faktor Pengaruh Perkembangan Sosial.
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2022
Sarwono. (2002). Berkenalan dengan Aliran dan Tokoh Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Setyadi. (2018). Dokumen Perkembangan Sosial. Diakses pada tanggal 14 Maret 2020
Sujiono. (2005). Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Yusuf, Syamsu. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Zahidi. (2015). Bentuk-bentuk Tingkah Laku Sosial. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2022

Anda mungkin juga menyukai