Anda di halaman 1dari 31

Kelompok :9

Nama : Annisa Fatika Sari (P071241220

Dede Salsabila (P07124122011)

Isra Maulida (P07124122018)

Richa Shafira (P07124122027)

Mata Kuliah : Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal & BLS

Judul : Kelainan Kongenital

Dosen : Cut Nurhasanah, SST, M.Kes


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 4
A. Definisi Kelainan Kongenital.................................................... 4
B. Klasifikasi Kelainan Kongenital............................................... 4
C. Patofisiologi Kelainan Kongenital............................................ 6
D. Penyebab Kelainan Kongenital................................................. 7
E. Diagnosis Kelainan Kongenital................................................. 9
F. Macam-Macam dan Penatalaksaan Kelainan Kongenital......... 10
G. Pencegahan Kelainan Kongenital.............................................. 14
H. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir........................................... 16
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................... 24
BAB III PENUTUP........................................................................................... 26
A. Kesimpulan................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dari
derajat kesehatan masyarakat dan keberhasilan pelayanan kesehatan suatu negara.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup mengalami peningkatan menjadi 24 per
1.000 kelahiran hidup (SDKI) tahun 2017. Pada SDKI tahun 2017 data penyebab
AKB terbanyak adalah kondisi berat badan lahir rendah (35,3%), kelainan
kongenital ( 21,4%), asfiksia (27%), sepsis (12,5%), tetanus (3,5%) dan sisanya
sekitar 0,36% dengan penyebab lain. Berdasarkan data tersebut kelainan
kongenital memberikan distribusi sebagai salah satu penyebab tertinggi kematian
pada bayi (Murtini et al., 2021)

Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju


maupun negara berkembang. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat
berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan
kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-
kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada
waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi.
Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan
kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan
kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya
kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih
kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar
di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan
kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%
(Sianipar, 2022).
Kelainan kongenital adalah kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak
saat konsepsi. Kelainan kongenital dapat menyebabkan terjadinya
keguguran,kematian bayi dalam kandungan atau kematian bayi setelah minggu
pertama. Kelainan kongenital merupakan masalah global dengan kejadian lebih
besar di negara berkembang. Data laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
menyatakan bahwa sebesar 21,4 % bayi baru lahir usia 0-28 hari meninggal
disebabkan oleh kelainan bawaan (Murtini et al., 2021).

Faktor-faktor yang bisa menyebabkan timbulnya kelainan kongenital adalah


faktor nutrisi, minum obat , faktor ibu dan lingkungan yang terpapar asap rokok.
Salah satu hasil penelitian yang diadakan di Ruang Perinatologi RSAM Bandar
Lampung tahun 2016 didapatkan ibu yang memiliki faktor infeksi, terpapar obat
selama hamil dan memiliki tingkat gizi kurang memiliki risiko lebih tinggi
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital. Seorang ibu hamil yang terpapar
asap rokok di lingkungannya dapat menyebabkan timbulnya kelainan kongenital
pada janin yang dikandung. Hal ini dibuktikan dalam sebuah penelitian di Brazil
yang menemukan ada hubungan antara ibu yang terpapar asap rokok dengan
kejadian kelainan kongenital pada bayinya. Faktor-faktor pemicu tersebut bisa
dicegah dengan melakukan perilaku hidup sehat misalnya dengan mengkonsumi
makan makanan yang bergizi yang mengandung iodium dan asam folat, menjaga
jumlah anak, menghindari asap rokok, jangan minum alkohol atau menghindari
obat obatan yang tidak disarankan oleh dokter (Murtini et al., 2021).

TUJUAN UMUM

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa mampu memahami kelainan


kongenital.

TUJUAN KHUSUS

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu


menjelaskan:Menjelaskan apa yang dimaksud dengan kelainan kongenital.

1. Menjelaskan apa saja klasifikasi dari kelainan kongenital.


2. Menjelaskan apa saja patofisiologi dari kelainan kongenital.
3. Menjelaskan apa saja penyebab kelainan kongenital.
4. Menjelaskan bagaimana mendiagnosis kelainan kongenital.
5. Menjelaskan macam-macam kelainan kongenital dan bagaimana
penatalaksanaan dari kelainan kongenital.
6. Menjelaskan bagaimana pencegahan kelainan kongenital.
7. Menjelaskan bagaimana melakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kelainan Konginetal


Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan
kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati
atau kematian segera setelah lahir. Kejadian bayi baru lahir dengan
kelainan kongenital kurang lebih 15 per 1000 kelahiran. Kelainan
kongenital pada bayi baru lahir merupakan penyebab kematian nomor tiga
dari kematian bayi dibawah umur satu tahun (Fajrin et al., 2022).
Kelainan bawaan/kongenital merupakan penyebab kematian tersering
ketiga setelah prematuritas dan gizi buruk. Di negara maju, 30% dari
seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita
kelainan kongenital seperti: hidrosefalus, anencephalus, bibir/palatum
sumbing, hipospadia, malformasi anorektal, hirschsprung, fimosis, dan
akibat yang ditimbulkannya (Fajrin et al., 2022).
Kelainan bawaan atau congenital disorder mempunyai beberapa
sinonim yaitu cacat bawaan, anomaly congenital, birth defect, congenital
deformity, congenital disease. Kelainan bawaan didefinisikan sebagai
suatu bentuk kelainan yang terjadi sebelum bayi lahir yang dapat berupa
kelainan struktur organ atau belum sempurnanya organ terbentuk yang
dapat menjadi penyebab kesakitan dan kematian neonatus.
B. Klasifikasi Kelainan Konginetal
Berikut ini terdapat beberapa macam pembagian kelainan kongenital,
yaitu (Fajrin et al., 2022):
1. Pembagian kongenital menurut kemungkinan hidup bayi:
a. Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya:
anensefalus.
b. Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya: Sindrom
Down, spina bifida, meningomielocele, fokomelia, hidrosefalus,
labiognatopalatoschizis, kelainan jantung bawaan, penyempitan
saluran cerna (misalnya: hirschsprung), atresia ani.
2. Pembagian kelainan kongenital menurut bentuk/morfologinya,
misalnya:
a. Gangguan pertumbuhan alat dalam tubuh, misalnya: anensefalus,
mikrosefalus.
b. Gangguan penyatuan jaringan tubuh, misalnya: labioskizis,
palatoskizis, spinafibida.
c. Gangguan migrasi alat, misalnya: malrotasi usus, testis tidak turun.
d. Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya: hipospadia.
e. Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya: atresia ani.
3. Pembagian kelainan kongenital berdasarkan yang memerlukan
tindakan segera, karena membahayakan dan memerlukan tindakan
selekas-lekasnya, yaitu: hernia diafragmatika, Sindrom Pierre Robin,
atresia choanae, omfalokel (amniokel, eksomfalos), obstruksi
kongenital saluran pencernaan (misalnya: obstruksi pada esofagus,
duodenum, ileum, yeyunum dan kolon. Bisa juga karena faktor
mekanis, yaitu faktor intrinsik: atresia atau stenosis pada salah satu
bagian pencernaan dan faktor ekstrinsik: volvulus, malrotasi, hernia
inkarserata dan faktor fungsional gangguan syaraf otot- otot kolon
(Penyakit hirschsprung).
4. Pembagian kelainan kongenital yang dapat mengakibatkan gangguan
perkembangan, yaitu:
a. Kelainan kromosom, yaitu: Sindrom Down, Sindrom Edward
(Trisomi 18), Sindrom Patau (Trisomi 13), Sindrom Turner.
b. Kelainan fasial, yaitu: celah bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis), craniosynostosis.
c. Penyakit jantung bawaan.
d. Dysplasia skeletal, yaitu: akondroplasia, osteogenesis imperfecta.
e. Lain-lain: fenilketonuria (PKU), hipotiroidisme kongenital.
C. Patofisologi Kelainan Kongenital
Berdasarkan pathogenesis menurut Kusumaningsih et al (2023)
kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan
atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis.
Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau
tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis
pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung. Malformasi dapat
digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor
adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan
gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem
kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi
kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran
cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga,
lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit
(dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
2. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi
abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah
pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia
(mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh
keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti
primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus
bikornus, kehamilan kembar.
3. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih
yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang
mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda
dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik,
disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan.
Misalnya helaian- helaian membran amnion, yang disebut pita amnion,
dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk
ekstrimitas, jari-jari, tengkorak serta muka.
4. Displasia
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)
akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam
jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat
penyimpangan biokimia di dalam sel biasanya mengenai kelainan
produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh
mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik efek
klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi dan disrupsi
menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas meskipun kelainan
yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama tetapi penyebabnya
relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus
menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
D. Etiologi Kelainan Konginetal
Penyebab langsung kelainan kongenital sulit diketahui. Namun,
beberapa faktor penyebab yang dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital, antara lain (Fajrin et al., 2022):
1. Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada orangtua kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Yang berarti
kelainan ini dapat bersifat keturunan dan terdapat pada keluarga yang
berdekatan.
2. Pengaruh mekanis
Tekanan mekanis pada janin selama kehidupan di dalam
kandungan dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga
menimbulkan deformitas pada organ yang tertekan tersebut. Seperti
deformitas pada kaki yaitu talipes pada kaki (club-foot), seperti talipes
varus, talipes valgus, talipes equinus, talipes equinovarus.
3. Pengaruh infeksi
Infeksi yang terjadi pada trimester kehamilan yaitu masa
pembentukan organ (organogenesis) adalah yang paling sering
menimbulkan kelainan kongenital, disamping juga dapat
meningkatkan terjadinya abortus. Beberapa contoh infeksi virus pada
trimester pertama adalah:
a. Infeksi virus Rubella: bayi dapat menderita kelainan kongenital
katarak, tuli dan kelainan jantung bawaan.
b. Infeksi virus cytomegalovirus: bayi dapat menderita kelainan
kongenital hidrosefalus, mikrosefalus atau mikroftalmia.
4. Pengaruh obat
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya pada kehamilan trimester
pertama, para ibu menghindari mengkonsumsi obat-obatan yang tidak
perlu sama sekali, karena terdapat beberapa jenis obat-tertentu yang
diminum pada kehamilan trimester pertama dapat menyebabkan
terjadinya kelainan kongenital pada bayi. Contohnya yaitu obat
thalidomide dapat menyebabkan bayi fokomelia (tangan dan kaki
pendek) dan micromelia (tangan dan kaki kecil).
5. Pengaruh umur ibu
Usia ibu yang makin tua dalam waktu hamil dapat meningkatkan
resiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya yaitu
bayi mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
6. Pengaruh hormonal
Pengaruh hormonal diduga mempunyai hubungan dengan kelainan
kongenital. Contohnya yaitu ibu penderita hipotiroidisme atau diabetes
melitus dapat meningkatkan kelainan kongenital pada bayinya, yaitu
bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar daripada bayi
normal lainnya.
7. Pengaruh radiasi
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutik sebaiknya
dihindari pada saat kehamilan muda atau permulaan kehamilan karena
radiasi berkemungkinan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada
janin. Adanya riwayat radiasi pada orangtua dapat mengakibatkan
mutasi gen hingga menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya.
8. Pengaruh gizi
Frekuensi bayi-bayi kelainan kongenital lebih tinggi dilahirkan
oleh ibu yang kekurangan gizi dibandingkan ibu yang cukup gizinya.
9. Pengaruh-pengaruh lainnya
Selain pengaruh-pengaruh diatas, banyak kelainan kongenital yang
tidak diketahui penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia dari
faktor janin maupun faktor lingkungan diduga menjadi faktor
penyebab kelainan kongenital.
E. Diagnosis Kelainan Konginetal
Dengan kemajuan di bidang teknologi kedokteran maka pemeriksaan
untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan baik
sebelum lahir (prenatal/antenatal) maupun setelah lahir (postnatal) (Fajrin
et al., 2022).
Diagnosis prenatal/antenatal telah lama dikaitkan sebagai salah satu
sarana untuk mengenali kelainan atau cacat genetik. Ketika suatu
diagnosis untuk kelainan genetik diperlukan, perlu dipastikan bahwa:
1. Terdapat indikasi pemeriksaan/tindakan diagnosis prenatal tersebut
jelas.
2. Terdapat fasilitas pemeriksaan prenatal yang akurat dan dapat
dipercaya
Menurut Fajrin et al., (2022) Sebelum dilakukan pemeriksaan prenatal,
sebaiknya diberikan konseling genetik. Konseling genetik merupakan
proses komunikasi untuk ibu yang menginginkan anak sehat, dengan
adanya penderita/resiko menderita penyakit genetik keluarga. Konseling
genetik ini sebaiknya dilakukan pada ibu yang sudah siap hamil. Adapun
indikasi untuk konseling genetik dan pemeriksaan prenatal adalah:
1. Riwayat kehamilan dengan kelainan kongenital yang multipel, yang
meliputi berbagai sistem organ.
2. Aborsi berulang (abortus habitualis) yang tidak diketahui
penyebabnya.
3. Riwayat kehamilan yang buruk, misalnya IUFD atau stillbirth/lahir
mati yang tidak penyebabnya.
4. Riwayat keluarga dengan sindrom down/retardasi mental lainnya yang
tidak diketahui penyebabnya.
5. Kelainan kromosom pada salah satu orang tua.
6. Perkawinan lain yang pernah dengan anak cacat.
F. Macam-Macam dan Penatalaksanaan Kelainan Konginetal
Bidan atau perawat dalam menghadapi kelainan kongenital perlu
berkonsultasi dengan dokter atau tenaga ahli karena kelainan kongenital
ada yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik
dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap
kelainan kongenital ditemukan pada bayi baru lahir, maka hal ini harus
diberitahukan kepada keluarga (orangtua) tentang kejadian ini dan jenis
kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan
prognosisnya (Fajrin et al., 2022).
Adapun berikut beberapa kelainan kongenital dan penatalaksanaanya
(Kusumaningsih et al., 2023):
1. Encephalocele
Ensefalokel adalah suatu kelainan
tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan
otak yang berbentuk seperti kantung
melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Umumnya, ensefalokel terjadi
pada awal masa kehamilan. Tepatnya pada awal minggu ke-4
kehamilan. Kegagalan jaringan saraf untuk menutup menyebabkan
terjadinya beberapa kelainan, diantaranya ensephalocel. Ada beberapa
dugaan penyebab penyakit ensephalocel, diantaranya yaitu infeksi,
faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik,
dan pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan
asam folat.
Penatalaksanaan Encephalocel biasanya dilakukan pembedahan
untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang
tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial
Yang terjadi
2. Hidrocephalus
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang
berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti
kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal
dengan "kepala air"). Suatu keadaan dimana
terdapat timbunan likuar serebrospinalis
yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel
dan ruang subarakhnoid yang disertai dengan kenaikan tekanan
intrakranial.
Penatalaksanaan Hydrosefalus yang dapat dilakukan adalah
bekerjasama dengan dokter / rujuk di RS untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut. Karena kelainan ini memerlukan tindakan
operasi.
3. Labioskizis dan Labiopalatoskizis
Labiopalatoskisis merupakan kongenital anomali yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis adalah
adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan
penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Bibir
sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik.
Penanganan untuk bibir
sumbing adalah dengan cara
operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan,
dengan berat badan yang
meningkat, dan bebas dari infeksi
oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan
juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum
Sepuluh (rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar
Hb 10 g%, dan usianya minimal 10
minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/u.
4. Atresia Ani dan Recti
Tidak adanya lubang tetap pada anus atau
tidak komplit perkembangan embrionik pada
distal usus ( anus ) atau tertutupnya secara
abnormal.
Penatalaksaan yang dapa dilakukan adalah
memberikan penanganan secara preventif antara
lain Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan
untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol
yang dapat menyebabkan atresia ani.
Pemeriksaan segera setelah bayi lahir yaitu:
a. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya
terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani
karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun
hingga mendesak paru-parunya.
b. Segera Rujuk RS untuk penatalaksanaan medis
5. Spina Bifida
Spina Bifida adalah kelainan
bawaan yang terbentuk sejak
dalam kandungan. Ada sebagian
komponen tulang belakang yang
tidak terbentuk. Jadi, tidak ada
tulang lamina yang menutupi sumsum atau susunan sistem saraf pusat
di tulang belakang. Terjadinya kelainan ini, dimulai sejak dalam masa
pembentukan bayi dalam kandungan. Terutama pada usia 3-4 minggu
kehamilan.
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang
wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan
ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari.
Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
6. Hipospadia
Hipospadia adalah suatu
kelainan bawaan dimana
metus eksterna terletak
dipermukaan ventral penis
dan lebih proksimaldari
tempatnya yang normal
(ujung glan penis).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah operasi yang terdiri
dari beberapa tahap yaitu operasi pelepasan chordee dan tunneling
dilakukan pada glans penis dan muaranya, bahan untuk menutup luka
eksisichordee dan pembuatan tunneling diambil dari preputium penis
bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontra indikasi
mutlak untuk sirkumisi. Operasi uretroplasti, biasanya dilakukan 6
bulan setelah operasi pertama uretra dibuat dari kulit penis bagian
ventral yang diinsisi secara longitudional paralel dikedua sisi.
7. Atresia Duodeni
Biasanya terjadi dibawah ampula vateri, muntah terjadi
beberapa jam sesudah kelahiran. Perut dibagian epigastrium
tampak membuncit sesaat sebelum muntah. Muntah mungkin
projektil dan berwarnah hijau. Pengobatan ialah dengan operasi.
Sebelum operasi dilakukan hendaknya lambung dikosongkan dan
diberikan cairan intravena untuk memperbaiki gangguan air dan
elektrolit yang terjadi
G. Pencegahan Kelainan Kongenital
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan menurut Kusumaningsih et
al (2023) adalah:
1. Pencegahan primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil
agar tidak mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital yaitu
dengan:
a. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi seperti usia lebih dari
35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi dengan kelainan
kongenital.
b. Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi
terlebih dahulu sebelum wanita tersebut hamil karena kelainan
seperti spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada wanita yang
hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya pada trimester
pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk
mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam
folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari. Asam folat banyak
terdapat dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli, buah
alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain
yang diperkaya asam folat seperti nasi, pasta, kedelai, sereal.
c. Perawatan antenatal
Perawatan antenatal mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan
perinatal. Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan
antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim
berlaku. Tujuan dilakukannya perawatan antenatal adalah untuk
mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi
intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam
menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai
pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan bayinya
Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan
alkohol karena dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti
atresia ani, celah bibir dan langitlangit.
2. Pencegahan sekunder
a. Diagnosis
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan salah
cara yaitu melakukan pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara
dini beberapa kelainan kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan
ganda, molahidatidosa, dan sebagainya. Beberapa contoh kelainan
kongenital yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive
(ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus
dengan atau tanpa spina bifida, defek tuba neural, porensefali,
kelainan jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem
gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi
gambaran gelembung ganda), kelainan sistem genitourinaria
(misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru,
polidaktili, celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel (Effendi,
2014).
b. Pengobatan
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu
organ tubuh umumnya memerlukan tindakan bedah. Beberapa
contoh kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah
adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani, spina bifida,
hidrosefalus, dan lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non
bedah yang dilakukan adalah dengan pemberian obat-obatan yang
dapat mengurangi cairan serebrospinal. Penanganan PJB dapat
dilakukan dengan tindakan bedah atau obat-obatan, bergantung
pada jenis, berat, dan derajat kelainan.
3. Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi
penting pada pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok
dengan situasi yang tak dapat disembuhkan. Pada kejadian kelainan
kongenital pencegahan tersier bergantung pada jenis kelainan.
Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir
apabila diketahui adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot
yang akan membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bayi ini nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi
manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan
pribadinya
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui
bayinya lahir dengan kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan
kelainan adalah masa masa yang sangat sulit bagi para orang tua.
Selain stres, orang tua harus menyesuaikan dirinya dengan cara-cara
khusus. Untuk membantu orang tua mengatasi masalah tersebut, maka
diperlukan suatu tim tenaga kesehatan yang dapat mengevaluasi dan
melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan anak sesuai
dengan kelainannya
H. Pemeriksaan Fisik Pada Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu hal yang harus dikerjakan
dalam rangkaian pengumpulan data dasar (pengkajian data) pada bayi baru
lahir sebagai dasar dalam menentukan asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir. Dalam melakukan pemeriksaan ini sebaiknya bayi dalam keadaan
telanjang di bawah lampu terang, sehingga bayi tidak mudah kehilangan
panas. Tujuan pemeriksaan fisik secara umum pada bayi adalah menilai
keadaan umum bayi, menentukan status adaptasi atau penyesuaian
kehidupan intrauteri ke dalam kehidupan ekstrauteri, dan mencari adanya
kelainan/ ketidaknormalan pada bayi.
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, sebagai
berikut:
1. Memperkenalkan diri sebagai bidan dengan menyebutkan nama sambil
berjabat tangan (mengamati ibu dan bayi).
2. Menyampaikan pada ibu atau keluargatentang tujuan dan prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
3. Menyiapkan alat dan bahan secara ergonomis (memastikan
kelengkapan alat).
4. Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir, keringkan
dengan handuk bersih, lalu menggunakan sarung tangan bersih.
5. Menjaga suhu bayi dan lingkungan dalam keadaan sehat
a. Gunakan lampu sorot untuk menghangatkan bayi
b. jarak lampu sorot dan bayi + 60 cm
c. AC dan kipas angin tidak boleh dihidupkan
6. Meletakan bayi pada tempat yang rata/tempat tidur (upayakan tempat
untuk pemeriksaan aman, menghindari bayi terjatuh), dan atur posisi
bayi dalam keadaan telentang.
7. Mengkaji keadaan umum bayi secara keseluruhan
a. Bayi cukup bulan biasanya ditutupi vernik kaseosa
b. Bibir dan kulit bayi apakah berwarna merah muda/biru
c. Apakah Ekstremitas bayi bergerak bebas/fleksi
d. Bayi bernafas/menangis tanpa dengkuran atau tarikan dada
8. Melakukan penimbangan (berat badan)
a. Letakan kain atau kertas pelindung dan atur skala timbangan ke
titik nol sebelum menimbang
b. Hasil timbangan dikurangi dengan berat alas dan pembungkus bayi
c. Normal: 2500-4000 gram
9. Melakukan pengukuran panjang badan:
a. Letakan bayi di tempat yang datar
b. Ukur panjang bayi menggunakan alat pengukur panjang badan
dari kepala sampai tumit dengan kaki/badan bayi diluruskan
c. Normal: 49-50 cm
10. Mengukur lingkar kepala
Cara: mengukur kepala pada diameter terbesar yaitu frontalis-
oksipitalis Jika terdapat caput suksedanium, dapat dilakukan ulang
hari ke-2 atau ke-3, Normal: 33-35 cm.
11. Mengukur lingkar dada
Pengukuran dilakukan dari daerah dada ke punggung kembali ke dada
(pengukuran dilakukan melalui kedua putting susu), Normal: 30-38
cm.
12. Pemeriksaan suhu bayi
Dilakukan di aksila, 5-10 menit (Suhu normal bayi 36,5-37,2oC.
13. Pemantauan denyut jantung bayi
Memperhatikan keteraturan denyut jantung bayi, hitung frekuensinya
selama 1 menit penuh (Denyut jantung normal 120-160 x/mt).
14. Pemantauan pernafasan bayi
Menghitung pernafasan bayi selama 1 menit penuh, memantau adanya
apnu dan dengarkan suara nafas dan memperhatikan tarikan dada bayi
(Pernafasan normal = 40-60 x/mnt).
15. Melakukan pemeriksaan kepala
a. Raba sepanjang garis sutura dan fontanel, apakah ukuran dan
tampilannya normal
b. Fontanel anterior harus diraba, fontanel yang besar dapat terjadi
akibat prematuritas atau hidrosefalus, sedangkan yang terlalu kecil
terjadi pada mikrosefali
c. Periksa adanya tauma kelahiran (caput suksedaneum, cephal
hematoma, perdarahan subaponeurotik/fraktur tulang tengkorak
d. Perhatikan adanya kelainan kongenital seperti: anensefali,
mikrosefali
16. Melakukan pemeriksaan mata
a. Periksa jumlah, posisi atau letak mata
b. Periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum
sempurna
c. Periksa adanya glaukoma kongenital, akan tampak sbg
pembesaran, lalu kekeruhan kornea
d. Periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva
atau retina
e. Periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman
gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan
f. Periksa keadaan sclera, apakah nampak gejala icterus atau tidak
g. Kaji eyeblink reflex: refleks gerakan seperti menutup dan
mengejapkan mata, jika bayi terkena sinar atau hembusan angin,
matanya akan menutup atau dia akan mengerjapkan Matanya.
17. Memeriksa telinga
a. Periksa dan pastikan jumlah, bentuk dan posisinya (simetris atau
tidak)
b. Pada bayi cukup bulan, tulang rawan sudah matang
c. Daun telinga harus berbentuk sempurna dengan lengkungan yang
jelas di bagian atas
d. Perhatikan letak daun telinga, daun telinga yang letaknya rendah
(low set ears) terdapat pada bayi yang mengalami sindrom tertentu
(Pierre robin)
18. Periksa hidung
a. Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya
harus lebih dari 2,5 cm
b. Bayi harus bernapas dengan hidung, jika melalui mulut harus
diperhatikan kemungkinan ada obstruksi jalan napas akarena
atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung atau ensefalokel yang
menonjol ke nasofaring
c. Periksa adanya sekret mukopurulen yang terkadang berdarah , hal
ini kemungkinan adanya sifilis congenital
d. Periksa adanya pernapasan cuping hidung, jika cuping hidung
mengembang menunjukkan adanya gangguan pernapasan
19. Melakukan pemeriksaan bibir dan mulut
a. Kaji bentuk bibir apakah simetris atau tidak
b. Perhatikan daerah langit-langit mulut dan bibir jika ada bibir
sumbing
c. Perhatikan jika ada bercak putih pada gusi maupun palatum
d. Kaji reflex rooting (mencari putting susu), reflex
sucking/menghisap dan reflex swallowing /menelan
20. Melakukan pemeriksaan leher
a. Leher bayi biasanya pendek dan harus diperiksa kesimetrisannya
b. Pergerakannya harus baik, jika terdapat keterbatasan pergerakan
kemungkinan ada kelainan tulang leher
c. Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan
pada fleksus brakhialis
d. Lakukan perabaan untuk mengidentifikasi adanya
pembengkakan/pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis
21. Melakukan periksa dada
a. Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernapas, pernapasan yang
normal dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan,
tarikan sternum atau interkostal pada saat bernapas perlu
diperhatikan
b. Pada bayi cukup bulan, puting susu sudah terbentuk dengan baik
dan tampak simetris, cek pengeluarannya
22. Memeriksa bahu, lengan, tangan
a. Kedua lengan harus sama panjang, periksa dengan cara meluruskan
kedua lengan ke bawah
b. Periksa jumlah jari, perhatikan adanya polidaktili atau sidaktili
c. Telapak tangan harus dapat terbuka, garis tangan yang hanya satu
buah berkaitan dengan abnormaltas kromosom, seperti trisomi 21
d. Kaji refleks moro dan kemungkinan adanya fraktur: bayi akan
mengembangkan tanganya ke samping dan melebarkan jari-jarinya
kemudian menarik tangannya kembali dengan cepat seperti ingin
memeluk seseorang
e. Kaji refleks palmar grasping/menggenggam: timbul bila kita
mengoreskan jari melalui bagian dalam atau meletakkan jari kita
pada telapak tangan bayi, jari-jari bayi akan melingkar ke dalam
seolah memegangi suatu benda dengan kuat
23. Memeriksa abdomen
a. Amati tali pusat: pada tali pusat, terdapat 2 arteri dan 1 vena
b. Observasi pergerakan abdomen, abdomen tampak bulat dan
bergerak serentak dengan pergerakan dada sat bernafas
c. Raba abdomen untuk memeriksa adanya massa
d. Melihat dan meraba bentuk abdomen: raba apakah ada massa
abnormal, bentuk perut sangat cekung kemungkinan terdapat
hernia diafragmatika, bentuk abdomen yang membuncit
kemungkinan karena hepato-splenomegali atau tumor lainnya
24. Memeriksa genetalia
Bayi laki-laki:
a. Pada bayi laki-laki panjang penis 3-4 cm dan lebar 1-1,3 cm
b. Periksa posisi lubang uretra (normal berada pada ujung penis),
prepusium tidak boleh ditarik karena akan menyebabkan fimosis
c. Skrortum harus dipalpasi untuk memastikan jumlah testis ada dua
(bayi cukup bulan testis sudah turun di skrotum)
Bayi perempuan:
a. Pada bayi cukup bulan labia mayora telah menutupi labia minora
b. Pastikan lubang uretra terpisah dengan lubang vagina
c. Terkadang tampak adanya sekret berwarna putih atau berdarah dari
vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (withdrawl
bleeding)
25. Memeriksa tungkai dan kaki
a. Periksa kesimetrisan tungkai dan kaki
b. Periksa panjang kedua kaki dengan meluruskan keduanya dan
bandingkan, juga hitung jumlah jari-jari kaki
c. Kedua tungkai harus dapat bergerak bebas, kurangnya gerakan
berkaitan dengan adanya trauma, misalnya fraktur, kerusakan
neurologis
d. Mengkaji refleks Babinski: dengan mengusap / menekan bagian
menonjol dari dasar jari di telapak kaki bayi keatas dan jari-jari
membuka
26. Periksa spinal/punggung
a. Periksa spina dengan cara menelungkupkan bayi, cari adanya
tanda-tanda abnormalitas seperti spina bifida, pembengkakan,
lesung atau bercak kecil berambut yang dapat menunjukkan adanya
abdormalitas medula spinalis atau kolumna vertebra
b. Periksa anus dan rectum
c. Periksa adanya kelainan atresia ani, kaji posisinya
d. Mekonium secara umum keluar pada 24 jam pertama, jika sampai
48 jam belumkeluar kemungkinan adanya mekonium plug
syndrom, megakolon atau obstruksi saluran pencernaan
27. Memeriksa kulit
a. Perhatikan kondisi kulit bayi: warna, ruam, pembengkakan, tanda-
tanda infeksi
b. Periksa adanya bercak atau tanda lahir
c. Perhatikan adanya vernik kaseosa
d. Perhatikan adanya lanugo, jumlah yang banyak terdapat pada bayi
kurang bulan
28. Menjelaskan pada orang tua hasil pemeriksaan dan memberinya
konseling
29. Merapihkan bayi dan memberikan pada keluarganya kembali
Membereskan alat dan bahan yang telah digunakan
30. Melepas sarung tangan, lalu mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, mengeringkan dengan handuk bersih
31. Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
BAB III
TINJAUAN KASUS

S : Bayi Ny. A lahir 1 jam yang lalu dengan persalinan normal, menangis kuat,
warna kulit kemerahan, tonus otot aktif, bergerak aktif, dan kesulitan menyusui

O:
Keadaan Umum : Baik
Pemeriksaan TTV : N : 139 x/menit
P : 43 x/menit
S : 36,2oC
Pemeriksaan Fisik

 Kepala : Caput (-), Chephalhematoma (-)


 Mata : Simetris, Sklera tidak ikterik
 Telinga : Normal, simetris
 Hidung : Tidak ada polip
 Mulut : Palatum (+), Simetris (-), Sumbing (+)
 Leher : Tidak ada pembengkakan
 Dada : Tarikan dinding dada normal
 Abdomen : Tidak ada pembesaran
 Genetalia : Labia mayora dan minora (+), uretra (+), vagina (+)
 Punggung : Tidak ada cekungan
 Anus : (+)
Pemeriksaan reflek

 Moro : (+)
 Rooting : (+)
 Sucking : (+)
Pemeriksaan antropometri
 BB : 3.000 gram
 PB : 50 cm
 LK : 33 cm
 LD : 34 cm
 JK : Perempuan

A : Neonatus cukup bulan sesuai masa gestasi usia 1 jam dengan labioskizis
P:
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
2. Memberikan injeksi Vit. K pada paha kiri 1/3 bagian luar secara IM
3. Memberikan salap mata pada bayi
4. Memberikan injeksi Hb0 pada 1 jam berikutnya
5. Memberitahu ibu untuk menjaga kehangatan bayinya
6. Memberitahu dan mengajarkan ibu cara menyusui pada bayi dengan
labioskiziz, dengan cara bayi diarahkan dengan posisi sedemikian rupa
agar sumbing bibir berada pada posisi atas payudara.
7. Menganjurkan ibu untuk dapat menutupi sumbing bibir dengan
menggunakan jari tangan dan/atau menekan pipi bayi untuk mengurangi
lebar celah sumbing bibir.
8. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI Ekslusif selama 6 bulan
pertama
9. Menganjurkan ibu untuk kontrol ke fasilitas kesehatan yang lebih
memadai untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
10. Mengajarkan ibu cara perawatan talit pusat dan memandikan bayi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital pada neonatus adalah kondisi medis yang
terjadi sejak lahir akibat kelainan genetik, faktor lingkungan, atau
kombinasi keduanya. Kelainan kongenital pada neonatus dapat
memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan perkembangan
bayi. Deteksi dini kelainan kongenital sangat penting untuk
memberikan perawatan secepat mungkin. Pemeriksaan bayi baru lahir,
skrining neonatal, dan pencitraan medis dapat membantu
mengidentifikasi kelainan secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Fajrin, D. H., Dini, A. Y. R., WulandarI, E., Ermawati, I., Herman, S., Aritonang,
T. R., Putri, D., Pelawi, A. M. P., Julianawati, T., & Nujulah, L. (2022).
Kelainan bawaan dan penyakit yang sering dialami bayi dan balita. Rena
Cipta Mandiri.
Kusumaningsih, F. S., Riyantini, Y., Devi, N. L. P. S., Rasmita, D., Noviana, U.,
Fabanjo, I. J., Nuryanti, Y., Puspita, L. M., Indriati, G., & Rahmawati, I.
(2023). ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KELAINAN
KONGENITAL DAN BAYI RISIKO TINGGI. PT. Sonpedia Publishing
Indonesia.
Murtini, N. K. A., Sriasih, N. G. K., & Suarniti, N. W. (2021). Gambaran
Karakteristik Ibu Dengan Bayi Yang Mengalami Kelainan Kongenital Di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2020. Jurnal Ilmiah
Kebidanan (The Journal Of Midwifery), 9(2), 116–122.
Sianipar, K. (2022). Asuhan Neonatus Dan Bayi Baru Lahir Dengan Kelainan
Bawaan. PT GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI.

Anda mungkin juga menyukai