Anda di halaman 1dari 39

Referat

INTRAUTERINE GROWTH RESTRICTION (IUGR)

Oleh:

Lie Vanny Leono NIM. 1930912320029

Erlina Wahyu Elmawati NIM. 1930912320046

Pembimbing:
dr. Setyo Teguh Waluyo, Sp.OG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
September, 2021
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi 3
B. Epidemiologi 3
C. Klasifikasi 4
D. Etiologi dan Faktor Risiko 6
E. Fisiologi Pertumbuhan Janin 9
F. Patofisiologi 14
G. Manifestasi Klinis 18
H. Diagnosis 20
I. Penatalaksanaan 27
J. Pencegahan 31
K.Prognosis 31
BAB III PENUTUP 33
DAFTARoPUSTAKA ............................................................................ 34

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Etiologi dari IUGR................................................................... 7

2.2 Interaksi antara faktor fetus, maternal dan plasenta dalam


pertumbuhan janin.................................................................... 10

2.3 Kurva Pertumbuhan Janin Hadlock di Indonesia..................... 13

2.4 Patofisiologi perubahan hemodinamik akibat IUGR............... 16

2.5 Gambaran fisik bayi yang lahir dengan IUGR......................... 19

iii
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Perbedaan tipe IUGR............................................................... 5

2.2 Rekomendasi total penambahan berat badan untuk wanita 14


hamil berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) ........................

2.2 Algoritma diagnosis IUGR berdasarkan parameter soliter dan 26


kontributif................................................................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan janin Terhambat

(PJT) merupakan suatu masalah dibidang obstetrik yang kompleks dan sering

ditemui. IUGR terjadi pada 10-15% ibu hamil. IUGR didefinisikan sebagai suatu

keadaan berat lahir kurang dari persentil 10 pada usia kehamilan, dalam artian

bayi baru lahir berukuran lebih kecil dibandingkan dengan usia kehamilanya.

IUGR hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting

ditingkat global karena merupakan penyebab utama dari mortalitas dan morbiditas

pada bayi.1

Sekitar 2/3 dari IUGR disebabkan oleh kelompok kehamilan yang berisiko

tinggi, misalnya hipertensi, perdarahan antepartum, penderita penyakit jantung,

dan kehamilan multipel sedangkan sepertiga lainnya berasal dari kelompok

kehamilan tidak mempunyai risiko. Nutrisi maternal juga berperan penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan janin. Beberapa bukti menunjukkan bahwa

pertumbuhan janin yang paling rentan terhadap kekurangan nutrisi maternal

(contohnya, protein dan mikronutrien) adalah selama periode peri-implantasi dan

periode perkembangan plasenta yang cepat.2

Insidensi IUGR bervariasi ditiap- tiap negara. Kejadian IUGR berkisar 4-8%

pada negara maju dan 6-30% di negara berkembang. Menurut WHO pada tahun

2013, prevalensi kejadian IUGR di Indonesia mengalami peningkatan yaitu

sekitar 30%-40%. Dampak yang dihasilkan dari IUGR adalah tingginya risiko

1
2

gangguan fisik, gangguan pertumbuhan, neurologis maupun mental dibandingkan

dengan bayi yang memilik pertumbuhan sesuai.3,4

IUGR dapat didiagnosis pada saat kehamilan menggunakan pemeriksaan

USG untuk menghitung estimasi berat janin berdasarkan penghitungan biometri.

Hasil penghitungan estimasi berat janin kemudian dicocokan dengan kurva

pertumbuhan Hadlock. Apabila ditemukan adanya berat janin dibawah persentil

10 maka perlu dilakukan adanya pemeriksaan lanjutan untuk menentukan etiologi

penyebab IUGR yang dialami oleh janin.5

Bayi yang lahir dengan IUGR sangat rentan terhadap masalah- masalah

seperti asfiksia, aspirasi mekonium, hipoglikemia, bahkan dapat mengalami

keterbelakangan mental serta komplikasi lainya, sehingga pengenalan dini

terhadap IUGR sangat penting dilakukan untuk dapat menimalkan dampak buruk

dari komplikasi yang dapat terjadi.6


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Intra-Uterine Growth Restriction atau disingkat IUGR adalah suatu

keadaan dimana bayi memiliki berat badan dibawah 10 persentil dari kurva berat

badan yang normal, di Indonesia IUGR dikenal dengan istilah Pertumbuhan

Janin Terhambat (PJT). Selain berat badan, beberapa penulis mendefinisikan

IUGR dengan Lingkar Perut <5 persentil atau Femur Lenght (FL) dibagi

abdominal circumference (AC) >24.1,2

Anak dengan IUGR mengalami gangguan pertumbuhan intrauterin. Berat

lahirnya tidak sesuai, artinya kurang bila dibandingkan dengan lamanya

kehamilan. Dahulu dikenal dengan istilah Intra-Uterine Growth Retardation,

small for date, namun isitilah retardation kirnya kurang tepat. IUGR

menunjukkan terlambatnya potensi pertumbuhan secara genetik yang patologis ,

sehingga didapatkan adanya bukti gangguan pada janin seperti gambaran

Doppler yang abnormal atau berkurangnya volume cairan ketuban. Untuk

mengetahui IUGR, kita harus mengetahui berat dan panjang badan yang

seharusnya pada umur kehamilan tertentu, serta usia kehamilan dengan pasti,

yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT).7

B. Epidemiologi

Angka kejadian IUGR bervariasi ditiap - tiap negara. Kejadian IUGR

berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% di negara berkembang.. Insidensi dari

3
4

IUGR enam kali lebih tinggi pada negara yang masih berkembang dan memiliki

sosio-ekonomi yang rendah ketimbang dengan negara maju. Di Asia angka

kejadian IUGR cukup tinggi, sekitar 75% pada bayi lahir diikuti oleh Afrika 20%,

dan Amerika Latin 5%. Menurut data World Health Organisation (WHO) tahun

2013, prevalensi IUGR di Indonesia meningkat sekitar 30-40%.

Angka pasti insiden IUGR sulit diketahui karena pencatatan tentang usia

gestasi tidak tesedia di negara yang sedang berkembang. Pencatatan prevalensi

IUGR tidak ada di Indonesia. Pemerintah, Dinas Kesehatan, maupun lembaga

riset hanya mempublikasikan angka kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),

tanpa mengklasifikasikan usia gestasi dan diagnosa pendukungnya. Tidak semua

BBLR dikategorikan IUGR, karena beberapa bayi prematur meskipun berat badan

lahirnya akan tetapi pertumbuhannya sesuai dengan usia gestasinya.3,4

C. Klasifikasi

IUGR dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu :3

a. Tipe Simetris

Gambaran pertumbuhan jann berupa pengurangan ukuran organ- organ

janin yang sifatnya menyeluruh, ukuran badanya secara proporsional kecil,

gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu,

sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi.

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal kehamilan,

saat hyperplasia, akan menyebabkan IUGR tipe simetris. Jumlah sel berkurang

dan secara permanen akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya

jelek.
5

b. Tipe Asimetris

Gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, ukuran

badanya tidak proporsional, sering disebabkan oleh insufisiensi plasenta. Jika

faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada usia lanjut, saat hipertrofi

(biasanya disebaban oleh gangguan fungsi plasenta, mis. Preeklamsia), akan

menyebabkan ukuran selnya berkurang dan menyebabkan IUGR yang

asimetris.

c. Tipe Campuran

Terjadi pada kehamilan 20-28 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin

untuk memperbesar (hipertrofi), biasa terjadi pada hipertensi pada kehamilan

disertai dengan insufisiensi plasenta.

Tabel 2.1 Perbedaan tipe IUGR3

Karakteristik IUGR simetris IUGR asimetris


Periode Trimester I Trimester II-III
Total Insidensi 20-30% kasus 70-80% kasus
Antenatal screening : LK, Semua menurun Lingkar abdomen
LP, Biparietal diameter, menurun, panjang femur
Panjang Femur dan lingkar kepala
normal
Jumlah dan Ukuran Sel Jumlah berkurang, Jumlah normal, ukuran
ukuran normal berkurang
Posnatal Antropometri Penurunan pada semua BB turun, lingkar dan
parameter panjang kepala normal
(Brain Sparing growth)
Etiologi Kelainan genetik, Hipoksia kronis,
infeksi TORCH malnutrisi
Prognosis Buruk Baik

D. Etiologi dan Faktor Risiko


6

Kecurigaan akan IUGR ditegakkan berdasarkan pengamatan faktor risiko

dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilan. Beberapa faktor

risiko IUGR antara lain lingkungan sosio-ekonomi rendah, adanya riwayat IUGR

dalam keluarga, riwayat obstetri yang buruk, dan berat badan sebelum dan selama

kehamilan yang rendah. Diantara faktor risiko tersebut ada beberapa faktor risiko

yang dapat dideteksi sebelum kehamilan dan selama kehamilan. Faktor risiko

yang dapat dideteksi sebelum kehamilan antara lain ada usia ibu saat hamil

(riwayat IUGR sebelumnya, riwayat penyakit kronis, indeks massa tubuh ibu yang

rendah, dan keadaan hipoksia maternal. Sedangkan faktor risiko yang dapat

dideteksi selama kehamilan antara lain peningkatan kadar MSAFP/hCG, riwayat

minum jenis obat-obatan tertentu seperti coumarin dan hydantoin, perdarahan

pervaginam, kelainan plasenta, partus prematur, kehamilan ganda & kurangnya

penambahan berat badan selama kehamilan.2,3

Kurang lebih 80-85% IUGR terjadi akibat perfusi plasenta yang menurun

atau insufisiensi utero-plasenta dan 20% akibat karena potensi tumbuh yang

kurang. Potensi tumbuh yang kurang tersebut disebabkan oleh kelainan genetik

atau kerusakan lingkungan. Secara garis besar, penyebab terjadinya IUGR terbagi

pada tiga kategori mayor yaitu pengaruh dari maternal, janin dan plasenta:8
7

Gambar 2.1 Etiologi dari IUGR9

a. Faktor maternal

1. Hipertensi dan penyakit vaskuler (Hipertensi gestasional, autoimun)

2. Diabetes Melitus

3. Infeksi HIV, TORCH, Hepatitis A dan B, listeriosis, TB, sifilis, dan

malaria

4. Hipoksemia maternal : penyakit pulmonal (asma tidak terkontrol, PPOK,

fibrosis kistik), penyakit jantung (penyakit jantung sianotik, gagal jantung,

status fungsional buruk dengan NYHA), anemia berat.

5. Malnutrisi

6. Merokok dan mengonsumsi alkohol atau narkotika.

Penyebab maternal ini umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran

darah uteroplasenta, mengurangi kapasitas pembawa oksigen, atau menurunnya

nutrisi ke janin. Kondisi sistemik maternal, seperti hipertensi kronis, preeklamsia,

diabetes pragestasional, insifusiensi ginjal kronik, SLE, sindrom antifosfolipid

(APS) dapat mempengaruhi mikrosirkulasi janin dan dengan demikian


8

menurunkan perfusi janin, menyebabkan hipoksia dan IUGR. Diabetes dapat

menyebabkan kerusakan berhubungan dengan lapisan endotel mikro dan sistem

makrovaskuler serta perubahan struktural dalam arteri desidua plasenta, sehingga

menyebabkan hipoperfusi dan pembatasan pertumbuhan pada janin perempuan

diabetes. Hipoksemia ibu kronis akibat penyakit paru, penyakit jantung, penyakit

hemoglobin dikaitkan dengan pertumbuhan janin berkurang. Kekurangan gizi ibu

dan kondisi pencernaan dapat menyebabkan BBLR karena penurunan nutrisi ke

janin.

Infeksi mikroorganisme memiliki implikasi 5% pada kasus IUGR. Paling

banyak diketahui antara lain, infeksi yang disebabkan oleh rubella dan CMV.

Mekanisme yang mempengaruhi pertumbuhan janin berbeda tergantung

penyebabnya. Sebagai contoh, CMV berhubungan dengan sitolisis langsung dan

hilangnya fungsional sel. Infeksi rubella menyebabkan insufisiensi vaskuler

dengan merusak endotel pembuluh darah kecil dan juga menurunkan pembelahan

sel.6,8,9

b. Faktor Janin

1. Kelainan bawaan : penyakit jantung kongenital, hernia diafragmatica,

defek dinding abdomen, dysplasia atau agenesis renal

2. Kelainan kromosom : sindrom turner, trisomi 13, trisomi 18, trisomi 21,

kelainan genetik lainnya yang tidak disebabkan oleh masalah kromosom

seperti sindrom Russel-Silver, pertumbuhan tulang skeletal abnormal dan

beberapa sindrom lainya

3. Infeksi fetal : rubella, CMV, herpes, toxoplasmosis, sifilis, malaria


9

4. Gestasi Multipel

5. Twin to Twin Transfusion Syndrome

c. Faktor Plasenta

1. Infark Plasenta

2. Solusio Plasenta

3. Plasenta Previa

4. Thrombosis pada pembuluh darah janin

5. Anomaly cord.

E. Fisiologi Pertumbuhan Janin

Pertumbuhan janin adalah proses yang kompleks dan tergantung pada

berbagai faktor. Hal ini termasuk interaksi hormon pankreas, kelenjar tiroid,

adrenal, dan hipofisis. Salah satu hormon yang paling signifikan terbukti berperan

dalam pertumbuhan ialah insulin-derived growth factor-I (IGF-I). IGF-1

mempengaruhi transpor asam amino dan glukosa pada plasenta dan berperan

dalam perkembangan saraf janin dengan meningkatkan pertumbuhan otak,

meningkatkan jumlah oligodendrosit, jumlah neuron dan meningkatkan

percabangan halus akson diujung terminalnya. Beberapa faktor lain yang terbukti

mempengaruhi patogenesis IUGR adalah vasoactive intestinal polypeptide (VIP),

IGF-II dan insulin-like growth factor binding protein (IGFBP)-2 dan 3.10
10

Gambar 2.2 Interaksi antara faktor fetus, maternal dan plasenta dalam
pertumbuhan janin11

Pertumbuhan janin juga dipengaruhi oleh faktor genetik serta faktor

lingkungan. Gen ibu memiliki pengaruh spesifik yang penting terhadap

pertumbuhan janin. Variabel fisiologis termasuk tinggi badan ibu, berat badan,

paritas, etnis, jenis kelamin janin, dan usia kehamilan, diketahui mempengaruhi

pertumbuhan janin. Secara khusus tinggi badan ibu menjadi faktor penentu

kapasitas uterus dan potensi pertumbuhan sehingga juga menentukan potensi

ukuran janin. Ibu juga merupakan satu-satunya pemasok oksigen dan nutrisi

penting ke janin melalui plasenta. Diet ibu, asupan kalori, dan fungsi metabolisme

memiliki peran penting dalam memasok nutrisi ke janin. Peningkatan aliran darah

ke uterus sangat penting untuk memenuhi kebutuhan metabolik dari pertumbuhan

plasenta dan janin. Jumlah volume darah dan curah jantung ibu meningkat sekitar

40% selama kehamilan dan total aliran darah uteroplasenta mengambil sekitar
11

25% dari curah jantung. Laju aliran darah arteri uterina juga meningkat lebih dari

3 kali lipat selama kehamilan, sebagian dipengaruhi oleh peningkatan diameter

arteri dan penurunan resistensi aliran. Selain meningkatkan aliran darah uterus

selama kehamilan normal, pembentukan pembuluh darah baru juga terjadi

diperkirakan akibat peran dari hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dan

IGF-II.12

Pertumbuhan janin dalam kandungan dibagi menjadi tiga fase berdasarkan

pembentukan selnya. Pertumbuhan janin normal melibatkan peningkatan jumlah

sel (hiperplasia) selama perkembangan embrio dan janin, diikuti oleh peningkatan

ukuran sel (hipertrofi) yang menjadi dominan setelah kehamilan 32 minggu. Fase

hiperplasia atau yang disebut sebagai fase inisial yang terjadi pada 16 minggu

pertama masa gestasi dan ditandai dengan peningkatan jumlah sel yang cepat.

Fase kedua dimulai pada minggu berikutnya hingga usia kehamilan 32 minggu

merupakan fase perubahan tahap hiperplasia menuju hipertrofi selular. Setelah 32

minggu massa janin bertambah akibat proses hipertrofi seluler yang lebih

dominan dan selama fase inilah sebagian besar lemak, otot, jaringan ikat dan

glikogen janin terakumulasi. Laju pertumbuhan janin yang sesuai selama tiga fase

tersebut ialah 5 gram/hari pada minggu ke-15 kehamilan, 15-20 gram/hari pada

minggu ke-24, dan 30-35 gram/hari pada minggu ke-34.2

Taksiran berat janin (TBJ) merupakan salah satu cara menafsir berat janin

ketika masih di dalam uterus. Taksiran berat janin berguna untuk memantau

pertumbuhan janin dalam rahim sehingga diharapkan dapat mendeteksi dini

kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin yang abnormal. Berat bayi yang


12

terlalu kecil atau besar berhubungan dengan meningkatnya komplikasi selama

masa persalinan dan nifas. Pengukuran TBJ dapat dilakukan secara manual

maupun menggunakan bantuan ultrasunografi (USG). Salah satu metode

sederhana untuk menaksirkan berat badan janin ialah menggunakan rumus

Johnson-Toshach yang mengukur taksiran berat janin dengan menggunakan tinggi

fundus uteri (TFU), yaitu dengan mengukur jarak antara tepi atas simfisis pubis

sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti lengkungan uterus dan nilai

konstanta sesuai dengan posisi kepala bayi.2

Keterangan:

TBJ : Taksiran Berat Janin


TFU : Tinggi Fundus Uteri dalam sentimeter (cm)
N : 13 jika kepala janin belum masuk PAP (floating)
12 jika kepala janin sudah memasuki PAP
11 jika kepala janin sudah melewati spina ischiadika (Hodge III)

Selain menggunakan rumus TBJ oleh Johnson-Toshach, terdapat pula

rumus TBJ oleh Risanto yang diformulasikan berdasarkan penelitian yang

dilakukan pada populasi masyarakat Indonesia meskipun rumus tersebut lebih

jarang digunakan oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan penelitian oleh Simanjuntak

dkk. disebutkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara taksiran berat janin

menggunakan rumus Johnson dan rumus Risanto dengan berat badan lahir.13

TBJ = (125 x TFU) - 880


Keterangan:
TBJ : Taksiran Berat Janin
TFU : Tinggi Fundus Uteri dalam sentimeter (cm)
13

Hasil penilaian TBJ kemudian dimasukkan ke dalam kurva pertumbuhan

janin yang disebut sebagai Kurva Hadlock. Kurva pertumbuhan menggunakan

persentil sesuai dengan berat janin populasi normal.

Gambar 2.3. Kurva Pertumbuhan Janin Hadlock di Indonesia14

Tinggi fundus uteri normal akan meningkat sekitar 1 cm per minggu pada

minggu 14-32 minggu dan lingkar perut ibu akan meningkat 1 inci per minggu

setelah 30 minggu menunjukkan pertumbuhan janin dalam kandungan yang

normal. Penambahan berat badan ibu selama kehamilan juga dapat menjadi

indikator relatif pertumbuhan janin dalam kandungan. Kenaikan berat badan

selama kehamilan telah terbukti berkaitan dengan berat lahir bayi. Penelitian oleh

Ludwig dan Currie menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 kilogram (kg)

pertambahan berat badan maternal saat hamil akan meningkatkan berat badan

lahir sekitar 7,35 gram dan variasi kenaikan berat badan kehamilan dalam batas

tertentu mempengaruhi berat lahir sekitar 200 gram. Penambahan berat badan ibu

yang tidak adekuat dapat menimbulkan komplikasi pada janin. Berikut ialah
14

rekomendasi penambahan berat badan maternal menurut IMT sebelum hamil

mengacu pada Institute of Medicine (IOM).10,15

Tabel 2.2. Rekomendasi total penambahan berat badan untuk wanita


hamil berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)16

Total penambahan BB selama


IMT sebelum kehamilan
kehamilan
BB kurang (IMT <18,5 kg/m2) 12,5 – 18 kg

BB normal (IMT 18,5 – 24,9 kg/m2) 11,5 – 16 kg

BB lebih (IMT 25,0 – 29,9 kg/m2) 7 – 11,5 kg

BB Obesitas (IMT > 30 kg/m2) 5 – 9 kg

F. Patofisiologi

Berkurangnya laju pertumbuhan janin yang patologis atau IUGR dapat

disebabkan oleh faktor maternal, fetal maupun faktor plasenta. Namun pada

sebagian besar kasus, IUGR terjadi akibat disfungsi plasenta. Istilah insufisiensi

plasenta secara luas digunakan untuk menggambarkan penurunan transfer oksigen

dan nutrisi ke janin, dengan efek samping pada perkembangan janin.

Abnormalitas pada fungsi plasenta menjadi indikator primer kondisi transfer

oksigen dan nutrisi pada janin kurang optimal dan pertumbuhan janin dapat

terpengaruh. Pada janin dengan insufisiensi plasenta ditandai dengan adanya

aliran darah yang lebih diutamakan ke organ vital (otak, miokardium, dan kelenjar

adrenal) sedangkan organ lain seperti saluran gastrointestinal, kulit, dan lain-lain

mungkin kekurangan aliran darah yang cukup. Janin melakukan respon

hemodinamik terhadap kondisi hipoksia, bertujuan untuk memastikan organ janin

yang paling penting mendapatkan suplai oksigen semaksimal mungkin. Respon


15

adaptif ini mendistribusikan darah menjauh dari pembuluh darah perifer dan

mendorongnya ke organ-organ penting. Mekanisme ini disebut sebagai brain

sparing effect. Kondisi ini mendistribusikan aliran darah untuk mendukung otak,

jantung, dan adrenal, dengan mengorbankan usus, ginjal, organ hematologi, dan

pembuluh darah perifer. Secara khas janin dengan hipoksia yang berkepanjangan

dapat mengurangi berat janin secara keseluruhan, tetapi juga mengurangi dengan

ukuran yang asimetris, dimana ukuran kepala relatif normal dengan ukuran tubuh

yang lebih pendek dan kurus. Sementara redistribusi hemodinamik yang bertujuan

upaya untuk melindungi organ vital dari kerusakan akibat hipoksia memberi

dampak buruk pada perkembangan organ janin lainnya. Sebagai contoh adanya

aliran darah ginjal yang berkurang dapat menyebabkan perkembangan ginjal

kurang optimal disertai penurunan jumlah nefron fungsional. Redistribusi aliran

darah janin ini terjadi sebagai akibat langsung dari hipoksia dan dapat terlihat

sebagai perubahan aliran arteri umbilikalis, uterina dan/atau aliran arteri serebri

media yang terlihat pada pemeriksaan Doppler.12

Akibat adanya resistensi plasenta yang sangat tinggi terkait dengan kondisi

kehamilan yang kurang optimal, jantung janin merespon terhadap peningkatan

afterload sehingga meningkatkan kerja diperlukan untuk berkontraksi,

menghasilkan peningkatan stres dinding jantung dan hipertrofi sehingga

meningkatkan ketebalan dinding ventrikel. Peningkatan afterload dibuktikan

dengan adanya peningkatan serum BNP pada bayi dengan IUGR. Jika terdapat

insufisiensi plasenta, jantung janin juga harus beradaptasi terhadap suplai glukosa

yang berkurang dengan produksi ATP jantung dari glikolisis dan oksidasi laktat.
16

Meskipun demikian, konsumsi glukosa jantung tidak berubah pada IUGR karena

peningkatan reseptor insulin GLUT4 di jantung, yang meningkatkan transpor

insulin untuk mempertahankan konsumsi glukosa.12

Gambar 2.4. Patofisiologi perubahan hemodinamik akibat IUGR17

Selain peran mendasar oksigen dan glukosa untuk perkembangan,

pertumbuhan janin tergantung pada sejumlah hormon anabolik utama yang

dihasilkan oleh plasenta, pankreas, tiroid, adrenal dan kelenjar hipofisis.

Gangguan apa pun yang menyebabkan gangguan produksi hormon tersebut juga

dapat menjadi penyebab terjadinya IUGR. Faktor pertumbuhan seperti Insulin

Growth Factor-I dan -II (IGF-I dan IGF-II) disebutkan memiliki peran yang besar

dalam pertumbuhan janin normal, merangsang proliferasi sel janin, diferensiasi,

sintesis protein dan glikogen. Kedua IGF ini terdeteksi pada sirkulasi janin pada

awal kehamilan sehingga diperkirakan penurunan serum IGF-1 berkorelasi


17

dengan penurunan pertumbuhan janin. IGF-1 juga memiliki peran sentral dalam

pertumbuhan otak dan konektivitas otak. Pregnancy-associated plasma protein-A

(PAPP-A) yang disekresikan oleh desidua plasenta merupakan regulator

bioaktivitas IGF, sehingga kadar PAPP-A yang rendah di awal kehamilan

dikaitkan dengan peningkatan risiko IUGR, meskipun nilai prediksi biomarker ini

masih rendah. Hormon glukokortikoid memainkan peran sentral dalam

perkembangan dan pematangan organ janin, sementara hormon pertumbuhan yang

merupakan pengatur hormonal utama pertumbuhan pascakelahiran tidak memiliki

efek nyata pada pertumbuhan janin. Glukokortikoid eksogen dapat diberikan pada

wanita hamil yang berisiko melahirkan prematur untuk mematangkan paru-paru

janin karena kelahiran prematur merupakan salah satu komplikasi umum dari

IUGR.12,17

Patofisiologi pada janin IUGR sebelum dan setelah 32 minggu juga

berbeda. Janin yang mengalami IUGR onset dini (<32 minggu) menunjukkan

adanya perubahan substansial pada implantasi plasenta, yang sering menyebabkan

peningkatan resistensi di arteri uterina dan peningkatan risiko terjadinya

preeklamsia. Dengan demikian, risiko terjadinya hipoksia janin lebih tinggi dan

membutuhkan adaptasi kardiovaskular janin. Sebagai mekanisme pertahanan,

janin menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap kadar oksigen yang rendah.

Risiko morbiditas dan mortalitas perinatal juga lebih tinggi. Pada IUGR onset

lambat (≥32 minggu), terdapat sedikit defisiensi pada plasenta yang menyebabkan

hipoksia ringan dan membutuhkan lebih sedikit adaptasi kardiovaskular oleh janin

namun memiliki tingkat toleransi terhadap hipoksia rendah. Dibandingkan dengan


18

kasus IUGR onset dini, janin tidak dapat mentolerir suplai oksigen yang rendah

ini untuk waktu yang lama. Tantangan utama pada kasus IUGR onset dini adalah

dari segi manajemen, sedangkan masalah yang terkait dengan IUGR onset lambat

adalah diagnosis dini, karena temuan Doppler arteri umbilikalis mungkin masih

normal sehingga tampak tidak ada kelainan.17

G. Manifestasi Klinis

Selama masa kehamilan kondisi IUGR tidak menimbulkan gejala apapun

baik pada ibu maupun pada janin yang dikandung. IUGR biasanya akan

ditemukan ketika ibu melakukan pemeriksaan antenatal terutama pada

pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan USG akan ditemukan adanya laju

pertumbuhan yang menurun dengan taksiran berat janin (TBJ) <10 persentil atau

lebih rendah dari 90% bayi pada usia gestasi yang sama. Bayi yang lahir aterm

dengan riwayat IUGR selama berada di dalam kandungan dapat memiliki

gambaran klinis malnutrisi seperti ukuran tubuh yang kecil berdasarkan kurva

Lubchenco, ukuran kepala yang lebih besar dibandingkan tubuhnya (brain

sparring effect), ubun-ubun yang lebar, wajah seperti orang tua, abdomen yang

cekung (scaphoid abdomen), tali pusar yang tipis dan kadang terwarnai oleh

mekonium, massa otot skeletal dan jaringan lemak subkutan yang berkurang, kulit

yang kering, mudah terkelupas dan lipatan kulit kendur pada leher, aksila, skapula

dan selangkangan.4,18
19

Gambar 2.5. Gambaran fisik bayi yang lahir dengan IUGR4

Bayi IUGR yang diakibatkan oleh kelainan kromosom, sindrom, maupun

akibat paparan obat intrauterin, maka dapat ditemukan gambaran klinis anomali

kongenital, wajah dismorfik dan juga gambaran infeksi virus kongenital, terutama

virus TORCH seperti mikrosefali, petekie, lesi kulit blueberry muffin, defek

jantung, hepatosplenomegali, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, dan

katarak.18,19

Penilaian maturitas neuromuskular menggunakan sistem penilaian Ballard

tidak terpengaruh pada bayi IUGR, tetapi skor maturitas fisik tidak dapat dinilai

karena kondisi kekurangan nutrisi intrauterin (termasuk oksigen) pada janin

dengan IUGR. Contoh temuan ini adalah:18

- Kulit pecah-pecah/terkelupas dan pola lipatan yang matang pada telapak kaki;

ini bukan indikasi kedewasaan, melainkan terjadi sebagai respons terhadap

paparan cairan ketuban tanpa efek perlindungan dari vernix caseosa.


20

- Tulang rawan telinga yang kurang berkembang dan kuncup payudara yang

berkurang, yang disebabkan oleh penurunan aliran darah, konsentrasi

estradiol rendah, dan lemak subkutan rendah.

- Penampilan alat kelamin wanita yang belum matang, yang disebabkan oleh

berkurangnya timbunan lemak di labia mayora

H. Diagnosis

IUGR didiagnosis berdasarkan usia gestasi yang akurat, penilaian faktor

risiko, dan diikuti oleh USG untuk pertumbuhan janin. Setelah penetapan usia

gestasi yang akurat, identifikasi faktor risiko dengan memperoleh riwayat medis

sangat penting untuk mengidentifikasi IUGR. Sebuah riwayat medis rinci dapat

berguna untuk mengidentifikasi penyakit sistemik ibu, yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin. Penyakit ibu yang kurang terkontrol, seperti hipertensi,

penyakit ginjal, diabetes pregestasional lama dengan vaskulopati dan penyakit

sistemik lainnya, dapat mempengaruhi pertumbuhan janin secara signifikan.

Identifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok dan

penggunaan obat-obatan terlarang, dapat berguna dalam memberikan intervensi

pencegahan. Pemantauan kenaikan berat badan pada kunjungan prenatal dapat

mengidentifikasi gizi ibu. Pemeriksaan tambahan lain dapat dilakukan untuk

menegakkan diagnosis maupun menyingkirkan etiologi penyebab yang lain.

Diagnosis IUGR dibuat ketika estimasi berat janin <10 persentil untuk usia

kehamilan dihitung dengan pengukuran biometrik.5

Pada populasi umum skrining dilakukan dengan cara mengukur tinggi

fundus uteri (TFU) yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal
21

sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm. Taksiran berat janin yang

dihitung menggunakan tinggi fundus uteri kurang baik sensitivitas dan spesifisitas

dan tidak boleh diandalkan untuk mendiagnosis IUGR tetapi perlu

dipertimbangkan dalam diagnosis banding ketika janin ditemukan kecil untuk usia

kehamilan. Penentuan TFU memiliki nilai terbatas dalam perawatan obstetri rutin,

tetapi tetap menjadi satu-satunya pemeriksaan fisik untuk skrining yang paling

mudah dan murah. Pengukuran tersebut dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan

janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Normalnya tinggi fundus uteri

dalam sentimeter pada usia gestasi 20-34 minggu akan sesuai dengan usia

kehamilannya dengan selisih ±2 cm. Pemeriksaan USG untuk perkiraan berat

janin dan volume cairan ketuban harus dipertimbangkan setelah 26 minggu jika

pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter menyimpang ≥3 cm dari usia

gestasi dalam minggu atau ada plateu pada pengukuran tinggi fundus uteri.2,3,5

Berdasarkan McGill University Health Centre (MUHC) menyebutkan

janin dikategorikan suspek IUGR jika memiliki satu atau lebih tanda-tanda di

bawah ini:3

- TFU 3 cm atau lebih dibawah normal


- Pertambahan berat badan <5 kg pada usia kehamilan 23 minggu atau <8 kg
pada usia kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI <30)
- Estimasi berat badan janin <10 persentil
- Lingkar kepala banding lingkar perut (HC/AC) pada USG > 1
- Amniotic Fluid Index (AFI) ≥5 cm
- Sebelum usia kehamilan 34 minggu plasenta grade 3
- Ibu merasa gerakan janin berkurang
22

a. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pada kehamilan yang berisiko terjadi IUGR, pemeriksaan USG dilakukan

pertama kali pada kehamilan trimester I untuk konfirmasi usia gestasi dan

kemungkinan kehamilan multipel. Jika didapatkan perbedaan usia gestasi antara

HPHT dengan USG >7 hari pada usia <13 minggu atau >10 hari pada usia 14-19

minggu, maka penghitungan usia gestasi mengikuti hasil pemeriksaan USG. Pada

pertengahan trimester II (18-20 minggu) dilakukan USG untuk mencari kelainan

bawaan dan patologi lain. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32

minggu untuk deteksi gangguan pertumbuhan dan ada tidaknya brain sparing

effect yaitu redistribusi aliran darah ke organ vital dengan cara mengurangi aliran

darah ke perifer dan plasenta. Pada wanita tanpa faktor risiko IUGR, pemeriksaan

komprehensif pada trimester ketiga kehamilan seperti pemeriksaan termasuk

profil biofisik, biometri janin, volume cairan ketuban, dan studi Doppler arteri

umbilikalis tidak direkomendasikan.2,3

Metode yang paling umum untuk mengidentifikasi pertumbuhan janin

yang buruk adalah mengukur estimasi berat badan janin menggunakan

pengukuran biometrik janin. Pada kehamilan berisiko tinggi, pemeriksaan USG

serial untuk mengukur pertumbuhan atau lingkar perut adalah prediktor terbaik

dari pertumbuhan janin. Empat pengukuran dasar, termasuk biparietal diameter

(BPD), lingkar kepala (HC), panjang tulang paha (FL), dan lingkar perut (AC),

dapat dilakukan mulai pada usia kehamilan 14 minggu. Perhitungan perkiraan

berat janin (EFW) dilakukan paling sering menggunakan rumus kurva Hadlock.5
23

Menggabungkan hasil pengukuran lingkar kepala, lingkar perut, dan

dimensi tulang femur memberikan akurasi yang optimal. Pengukuran panjang

femur secara teknis paling mudah sedangkan diameter biparietal dan lingkar

kepala tergantung pada potongan gambar USG dan mungkin juga dipengaruhi

oleh tekanan deformatif pada tengkorak. Pengukuran lingkar perut memberikan

hasil yang lebih bervariasi namun memberikan hasil pemeriksaan paling sesuai

dengan IUGR karena jaringan lunak mendominasi dalam dimensi ini. Penentuan

berat badan janin pada janin dengan biometrik sama efektifnya baik dengan

mengukur dengan lingkar perut saja atau dalam kombinasi dengan ukuran kepala

(diameter biparietal atau lingkar kepala) dan/atau panjang tulang paha untuk

menentukan perkiraan berat janin. Terdapat parameter ultrasound lainnya, seperti

AC saja, Rasio HC/AC, rasio FL/AC, dan indeks ponderal (PI), yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi janin IUGR. Rasio HC/AC dan rasio FL/AC

dapat memprediksi secara akurat IUGR asimetris terkait dengan insufisiensi

plasenta.5

Diagnosis IUGR selama janin masih berada di dalam kandungan

ditegakkan apabila estimasi berat janin atau estimated fetal weight (EFW) ≤10

persentil dan lingkaran perut ≤5 persentil atau panjang femur banding lingkar

perut (FL/AC) >24 atau biometri tidak berkembang setelah 2 minggu. Jika

ditemukan adanya estimasi berat janin atau lingkar perut <10 persentil, penyebab

yang mendasari terjadinya IUGR perlu digali lebih lanjut dengan pemeriksaan

USG yang lebih detail untuk meninjau anatomi janin, morfologi plasenta, dan

studi Doppler dari uterus dan arteri umbilikalis.2,3


24

b. Pengukuran Cairan Amnion

Hubungan antara restriksi pertumbuhan janin patologis dan

oligohidramnion telah lama diketahui. Petrozela dkk. (2011) melaporkan bahwa

penurunan volume cairan amnion antara kehamilan 24-34 minggu secara

signifikan berhubungan dengan malformasi janin. Berat lahir <3 persentil terlihat

pada 37% dari kehamilan dengan oligohidramnion, pada 21% dengan volume

cairan amnion diambang batas, dan hanya pada 4% dengan volume normal.

Penelitian metaanalisis terbaru dari 15 studi yang melibatkan lebih dari 35.000

kehamilan, kehamilan berisiko tinggi dengan oligohidramnion memiliki

kemungkinan berkomplikasi kepada berat lahir rendah dibandingkan dengan

kehamilan berisiko rendah dengan oligohidramnion. Hipoksia dan penurunan

darah ginjal rendah menjadi penjelasan yang tepat untuk oligohidramnion.2

c. Doppler Velocimetry

Doppler arteri umbilikalis dapat digunakan dalam manajemen dan tindak

lanjut janin dengan IUGR. Pada wanita dengan faktor risiko IUGR, pemeriksaan

Doppler arteri uterina pada minggu ke-19 hingga 23 diperkirakan dapat

mengidentifikasi kehamilan yang berisiko lahir mati dan kelahiran prematur

karena IUGR dan penyakit plasenta. Pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis dan

penilaian profil biofisik dapat digunakan sebagai prediktor jangka pendek

kesejahteraan janin. Jika ditemukan pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis yang

abnormal, pemeriksaan lebih lanjut dari sistem peredaran darah janin dengan

pemeriksaan Doppler dari arteri serebri media, duktus venosus, dan vena

umbilikalis dapat dipertimbangkan. Dengan pemeriksaan ini, perubahan awal


25

pada IUGR akibat faktor plasenta dapat terdeteksi di pembuluh perifer seperti

arteri umbilikalis dan arteri serebri media.2,8

Hipoksemia progresif dapat menyebabkan redistribusi aliran darah secara

terpusat ke otak, jantung, dan adrenal. Hal ini menyebabkan peningkatan aliran

diastolik di arteri serebri media. Temuan Doppler arteri umbilikalis abnormal

ditandai dengan tidak adanya atau terbaliknya aliran akhir diastolik (end-diastolic

flow) yang terkait dengan kondisi IUGR. Kondisi tersebut yang berlangsung terus

menerus memiliki berkorelasi dengan kejadian hipoksia, asidosis, dan kematian

janin. Perubahan lebih lanjut ditandai oleh adanya aliran balik arteri umbilikalis

serta aliran abnormal pada duktus venosus dan aliran keluar aorta dan paru janin.

Bentuk gelombang Doppler dari duktus venosus pada IUGR stadium lanjut dapat

mencerminkan tekanan akhir diastolik di ventrikel kanan dari peningkatan

afterload ventrikel kanan. Bentuk gelombang DV abnormal (menurun, tidak ada,

atau terbalik) dapat memprediksi asidemia janin dan peningkatan risiko kematian

perinatal.8

Konsensus dari suatu penelitian yang dilakukan oleh Gordjin et al.

merangkum definisi IUGR berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik yang

membagi parameter diagnostik menjadi yang bersifat soliter dan kontributif untuk

memberikan standar diagnosis yang lebih mudah dipahami.


26

Tabel 2.3 Algoritma diagnosis IUGR berdasarkan parameter soliter dan


Kontributif20

Parameter IUGR onset dini IUGR onset lambat


 AC < 3 persentil
 EFW < 3 persentil  AC < 3 persentil
Soliter
 Doppler: AEDF pada  EFW < 3 persentil
arteri umbilikalis
 AC < 10 persentil
 AC < 10 persentil
 EFW < 10 persentil
 EFW < 10 persentil
 AC atau EFW
Kontributif  Doppler PI arteri
memotong 2 kuartil
umbilikalis > 95 persentil
 CPR abnormal atau PI
 Doppler PI arteri uterina
arteri umbilikalis >
> 95 persentil
persentil 95

Ibu hamil dengan hasil pemeriksaan menunjukkan IUGR perlu

dipertimbangkan melakukan skrining untuk mengetahui etiologi infeksi yang

menjadi salah satu penyebab terjadinya IUGR pada janin. Berdasarkan riwayat

dan penilaian berbasis risiko, pemeriksaan infeksi termasuk serologi untuk IgG

dan IgM ibu untuk CMV, toksoplasmosis, dan HSV dapat dipertimbangkan.

Imunitas terhadap rubella juga harus diuji jika tidak dilakukan pemeriksaan

laboratorium prenatal rutin. Pemeriksaan APS (IgG dan IgM ACA, antikoagulan

lupus, IgG dan IgM beta-2 mikroglobulin) dapat dilakukan sebagai acuan untuk

manajemen kehamilan saat ini dan di masa depan. Setelah diagnosis ditegakkan

dengan USG sebelum usia kehamilan 24 minggu dan penyebabnya IUGR tidak

diketahui, amniosentesis harus dipertimbangkan untuk pemeriksaan kariotipe dan

infeksi (PCR untuk toksoplasmosis, CMV, HSV). Jika penyebab plasenta

dicurigai, biopsi plasenta dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kelainan

pada plasenta.5,8
27

I. Penatalaksanaan

Jika dicurigai adanya IUGR maka dilakukan upaya untuk mengkonfirmasi

diagnosis, menilai kondisi janin, dan mencari kemungkinan penyebabnya. IUGR

onset dini lebih sulit untuk ditangani daripada yang onset lambat. Pada kehamilan

yang dicurigai adanya kelainan pada janin maka diindikasikan untuk melakukan

konseling pasien dan tes diagnostik prenatal. Pedoman dari Royal College of

Obstetrics and Gynecology (RCOG) merekomendasikan manajemen janin dengan

IUGR mulai dari pengawasan hingga metode persalinan. Jika dicurigai adanya

kehamilan dengan IUGR, penilaian lebih lanjut dapat membantu dalam penegakan

diagnosis. Jika tersedia, pemeriksaan ultrasonografi plasenta untuk melihat untuk

bukti plasenta kecil dan menebal atau morfologi abnormal dan Doppler arteri

uterina harus dipertimbangkan pada 19-23 minggu. Apabila kasus terjadi pada

area pedesaan, tenaga kesehatan perlu memutuskan apakah pasien harus segera

dirujuk ke pelayanan kesehatan tersier.5

Hal pertama yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan IUGR pada

usia preterm ialah menentukan etiologinya. Setelah melakukan klasifikasi

berdasarkan etiologi, maka harus ditentukan tipe IUGR apakah termasuk tipe

simetris atau asimetris. Penatalaksanaan awal dilakukan terhadap semua kondisi

maternal seperti mengurangi stress, meningkatkan asupan nutrisi, menghentikan

penggunaan rokok dan/atau narkotika, dan anjurkan istirahat dalam posisi miring.

Janin yang mengalami IUGR pada usia kehamilan >37 minggu biasanya akan

dilakukan terminasi kehamilan mengingat usia gestasi sudah memasuki usia aterm

dan janin diharapkan sudah siap untuk dapat hidup diluar rahim. Namun jika janin
28

masih berada diusia preterm maka intervensi yang diberikan tergantung dari

kondisi janinnya masing-masing. Jika janin dengan berat badan <500 g ± usia

gestasi <24 minggu dapat dipertimbangkan melakukan konseling dengan tenaga

kesehatan multidisiplin untuk pemantauan janin dan rencana intervensi obstetri

sampai usia janin dapat hidup diluar kandungan. Jika janin memiliki berat badan

>500 g dan usia gestasi > 24 minggu dapat dilakukan pemeriksaan USG dasar

seperti menghitung estimasi berat janin, volume cairan amnion dan Doppler

umbilikalis. Pada trimester ketiga (~ 26 minggu) dapat dipertimbangkan

pemeriksaan profil biofisik mingguan dan pertumbuhan setiap 2 minggu. Jika

pertumbuhan berjalan sesuai kurva pertumbuhan maka dapat dipertimbangkan

persalinan aterm di usia gestasi 38-40 minggu jika tidak didapatkan adanya

masalah lain.5

Jika laju pertumbuhan janin mulai menunjukkan garis plateau, amniotic

fluid index (AFI) mulai menurun, serta tonus dan gerakan janin berkurang atau

tidak ada pada usia kehamilan <34 minggu maka pengawasan yang lebih intensif

dapat dilakukan. Wanita dengan usia gestasi antara 24-34 minggu kehamilan

dapat menerima satu dosis kortikosteroid antenatal. Pemberian kortikosteroid pada

ibu diindikasikan jika ada kemungkinan yang signifikan untuk melahirkan pada

usia kehamilan <34 minggu, karena adanya studi yang menunjukkan pengaruh

positif pemberian kortikosteroid terhadap hasil pemeriksaan Doppler arteri

umbilikal. Jika ditemukan keadaan seperti ICA < 2,5 persentil dengan Doppler

velocimetry arteri umbilikalis normal dan Doppler velocimetry arteri umbilikalis

abnormal maka pasien memerlukan pemanatauan ketat di rumah sakit. Jika pada
29

pasien ditemukan keadaan seperti anhidramnion (tidak ada kantung gestasi) pada

usia kehamilan 30 minggu atau lebih, adanya deselerasi berulang, selama 2

minggu tidak ada pertumbuhan janin dan paru janin sudah matang, dan pada

pemeriksaan Doppler velocimetry terdapat abnormalitas maka sudah terpenuhi

syarat untuk dilakukan terminasi kehamilan segera. Pertimbangan untuk

perawatan di rumah sakit dan perencanaan persalinan juga dapat dilakukan.

Lokasi persalinan yang direncanakan harus mempertimbangkan adanya fasilitas

dan tenaga kesehatan terlatih yang terlibat termasuk dokter kandungan, dokter

anak atau neonatologis yang sesuai, dokter anestesi, dan akses untuk melakukan

sectio caesarea. Jika pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis menunjukkan hasil

abnormal, dapat ditambahkan pemeriksaan arteri serebri media dan duktus

venosus. Jika hasil pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis, arteri serebri media

dan duktus venosus abnormal disertai pemeriksaan nonstress test (NST) maupun

profil biofisik abnormal, dapat dipertimbangkan persalinan segera. Apabila

ditemukan hasil pemeriksaan Doppler abnormal dengan profil biofisik dan NST

normal maka dapat dilanjutkan pemantauan intensif terhadap profil biofisik dan

Doppler umbilikal 2-3 kali per minggu. Persalinan segera dapat dilakukan jika

hasil profil biofisik atau Doppler umbilikal memburuk atau jika Doppler arteri

serebri media atau duktus venosus abnormal.2,4,5

Jika terjadi plateau atau deselerasi pertumbuhan pada usia gestasi sudah

>34 minggu dan ditemukan hasil pemeriksaan cairan amnion, profil biofisik dan

Doppler yang normal maka dapat dilakukan pengawasan ketat setiap minggu dan

merencanakan persalinan setelah usia 37 minggu. Jika ditemukan hasil


30

pemeriksaan cairan amnion yang abnormal (volume cairan amnion <5 cm atau

kantung vertikal maksimum < 2 cm), profil biofisik dan/atau pemeriksaan

Doppler abnormal dapat dipertimbangkan persalinan segera. Pada kasus IUGR

asimetris, terminasi kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria apabila skor

pelvik.5

J. Komplikasi

Kejadian IUGR meningkatkan risiko kematian intrauterine, kematian dan

morbiditas perinatal. Pada berat janin kurang dari persentil ke-10 untuk usia

kehamilan, risiko kematian janin adalah sekitar 1,5% yang merupakan dua kali

lipat dari janin yang pertumbuhanya normal. Bayi yang lahir dengan IUGR

cenderung mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat dikelompokkan

menjadi komplikasi jangka pendek (immediate) dan komplikasi jangka panjang

(late).19

Komplikasi langsung yang dapat tejadi diantaranya ialah asfiksia

neonatorum, kelahiran prematur dan kelainan yang berkaitan seperti sindrom

distres pernafasan, aspirasi meconium, kejang, sepsis, hipoglikemia, hipotermia

hingga kematian neonatal.

Selain komplikasi saat lahir, berdasarkan studi epidemiologi telah

mengatakan bahwa janin dengan IUGR cenderung mengalami keterlambatan

kognitif, cerebral palsy, short stature pada masa anak- anak dan munculnya

penyakit pada masa dewasa seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung

coroner, penyakit arteri dan stroke.8,19


31

K. Pencegahan

Beberapa penyebab dari IUGR tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga,

faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Langkah preventif

idealnya dilakukan sebelum konsepsi dengan optimalisasi kesehatan ibu,

pemberian obat dan perbaikan nutrisi. Pencegahan untuk IUGR pada setiap ibu

hamil adalah sebagai berikut:21

a. Usahakan hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang.

b. Hindari stress selama kehamilan.

c. Mencegah kehamilan multipel

d. Menstabilkan penyakit kronis yang dapat mengganggu vaskularisasi

plasenta.

e. Hindari mengonsumsi obat-obatan yang tidak dianjurkan selama

kehamilan. Jika ingin mengonsumsi obat, harus disertai dengan resep

dokter.

f. Olahraga teratur

Olahraga seperti senam hamil dapat membuat tubuh bugar, dan mampu

memberi keseimbangan oksigenasi, maupun berat badan.

g. Hindari alkohol, merokok, dan narkoba.

h. Memeriksakan kehamilan secara rutin sesuai dengan usia kehamilan atau

sesuai dengan anjuran dokter/ bidan.

L. Prognosis

Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan IUGR lebih tinggi

daripada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal antara lain prematuritas,


32

oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatnya angka SC, asfiksia

intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi,

hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal

dipengaruhi beberapa faktor, termasuk derajat keparahan IUGR, saat terjadinya

IUGR, umur kehamilan dan penyebab dari IUGR. Makin kecil persentil berat

badan makin tinggi angka kematian perinatal.

Pola kecepatan pertumbuhan bayi dengan IUGR bervariasi, pertumbuhan

tinggi badan dan berat badan bayi preterm yang IUGR lebih lambat dibandingkan

bayi preterm yang sesuai masa kehamilan dan tidak mengalami IUGR. Secara

umum, prognosis pada IUGR tipe asimetris lebih baik, sedangkan prognosis untuk

tipe simteris ialah buruk.3


BAB III

PENUTUP

Intra-Uterine Growth Restriction (IUGR) merupakan salah satu komplikasi

yang sering terjadi pada kehamilan di negara berkembang. Prevalensi IUGR

menyumbang angka morbiditas dan mortalitas perinatal mengingat implikasi yang

melibatkan multiorgan. IUGR diklasifikasikan menjadi IUGR simetris, asimetris,

dan kombinasi keduanya. Etiologinya dapat berasal dari ibu, uteroplasenta,

maupun dari janin itu sendiri. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan IUGR biasanya

tampak kurus, pucat, dan berkulit keriput. Diagnosis IUGR dapat ditegakkan

berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit ibu (faktor risiko), pemeriksaan fisik

(TFU yang tidak sesuai dengan usia kehamilan), dan pemeriksaan penunjang.

Komplikasi tidak hanya terjadi pada saat neonatus dan bayi, namun hingga

dewasa dimana menjadi faktor resiko berbagai penyakit terutama masalah

metabolik. Pemeriksaan kehamilan berkala perlu rutin dilakukan dikarenakan

screening terhadap IUGR memegang peranan penting. Diagnosis yang cepat dapat

memperbaiki prognosis dan komplikasi yang terjadi selain pengendalian faktor

risiko.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Djamhoer M, Firman F, Wirakusumah, Jusuf SF. Obstetri Patologi: Ilmu


Kesehatan Reproduksi. Ed.3. Jakarta: EGC. 2013

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Sherwood L. William


Obstetrics 25th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018: p 844-59

3. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Pengelolaan kehamilan


dengan pertumbuhan janin terhambat. 2016.

4. Sharma D, Pradeep S, Shastri S. Intrauterine growth restriction: antenatal and


postnatal aspect. Clinical medical insights: pediatrics. 2016;10(67):67-73

5. Lausman A, Kingdom J. Intrauterine growth restriction: screening, diagnosis


dan management. J Obstet Gynaecol Can. 2013;35(8): 744-6

6. Clinical Management Guidelines for Obstetrician- Gynecologists. The


American College of Obstetricians and Gynecologists. 2019: 133(2)

7. Wiknjosatro G. Pertumbuhan janin terhambat. In : Ilmu kebidanan. Saifudin


A, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G. Jakarta: Yayasan bina pustaka sarwono
prahardjo. 2014

8. Suhag A, Berghella V. Intrauterine growth restriction (IUGR): etiology and


diagnosis. Curr Obstet Gynecol Rep. 2013;2: 102-11

9. Sharma D, Pradeep S, Shastri S. Postnatal complication of intrauterine growth


restriction. J neonatal Biol. 2016:5 (4)

10. Shrivastava D, Master A. Fetal growth restriction. J Obstet Gynecol India.


2019: 1-2

11. Murphy VE, Smith R, Giles WB, Clifton VL. Endocrine regulation of human
fetal growth: the role of the mother, placenta, and fetus. Endocrine Reviews.
2006; 27(2): 155

12. Malhotra A, Allison BJ, Castillo-Melendez M, et al. Neonatal morbidities of


fetal growth restriction: pathophysiology and impact. Front Endocrinol.
2019;(10):8-9

13. Simanjuntak L, Simanjuntak PA. Perbandingan Rumus Johnson dan Rumus


Risanto dalam menentukan taksiran berat janin pada ibu hamil dengan berat
badan berlebih. NJM. 2020;5(2):25-6

34
35

14. Fattah ANA, Pratiwi KN, Susilo SA. Indonesian local fetal-weight standard: a
better predictive ability for low Apgar score of small-for-gestational age
neonates. Med J Indones. 2016;25:230

15. Ludwig DS, Currie J. The relationship between pregnancy weight gain and
birth weight: a within family comparison. Lancet. 2011;376(9745):6-7

16. Monte S, Valenti O, Giorgio E, et al. Maternal weight gain during pregnancy
and neonatal birth weight: a review of the literature. J Prenatal Med.
2011;5(2): 28

17. Nardozza LMM, Caetano ACR, Zamarian ACP, et al. Fetal growth
restriction: current knowledge. Arch Gynecol Obstet. 2017: 5-8

18. Kesavan K, Devaskar SU. Intrauterine growth restriction: postnatal


monitoring and outcomes. Pediatr Clin N Am. 2019:404-10

19. Armengaud JB, Yzydorczyk C, Siddeek B, et al. Intrauterine growth


restriction: clinical consequences on health and disease at adulthood.
Reproductive Toxicology 99. 2021; 168-76

20. Gordjin SJ, Beune IM, Thilaganathan B, et al. Consensus definition of fetal
growth restriction: a Delphi procedure. Ultrasound Obstet Gynecol. 2016;48:
338.

21. Nizard J. Prevention of IUGR. J Gynecol Obstet Biol Reprod. 2013:42(8).

Anda mungkin juga menyukai