Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERPAJAKAN

“DASAR-DASAR PERPAJAKAN”

Disusun Oleh Kelompok 1 :

ROZA AMALYA PANGGABEAN


DEWI ELIZA

Dosen Pengampu :
DARUL QOTNI ABBAS M.E

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


INSTITUT DARUL ULUM SAROLANGUN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan
makalah ini. Kemudian shalawat beriringan salam senantiasa kita mohonkan kepada-Nya
agar selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan risalah-Nya kepada kita sehingga menjadikan kita manusia beradab dan
berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa di dalamnya masih belum
terlepas dari kekurangan dan kesalahan, baik dari segi penulisan maupun penyampaiannya.
Untuk itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran dari segenap pembaca untuk lebih
sempurnanya makalah ini. Atas kritik dan saran yang disampaikan, penulis ucapkan
terimakasih.

Sarolangun, 28 Februari 2024

Penulis

ii
BAB
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara meningkatkan pelayanan publik. Namun
permasalahan pajak di Indonesia terus berlangsung, padahal pajak merupakan kewajiban
masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih banyak warga negara yang tidak
membayar pajak. Bahkan banyak wajib pajak tidak melakukan pembayaran pajak. Hal
ini jelas merugikan negara. Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di
seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Karena jika wajib pajak
tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran,
pengelakan penyelundupan, dan pelalaian pajak, yang pada akhirnya tindakan tersebut
akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang.
Melaksanaan Pemungutan pajak suatu negara memerlukan suatu sistem yang
telah disetujui masyarakat melalui perwakilannya didewan perwakilan, dengan
menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan
perpajakan bagi fiskus maupun maupum bagi wajib pajak. Sistem pemungutan pajak
yang berlaku di Indonesia berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan
menuntut wajib pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban pepajakannya.
Sistem pemungutan yang berlaku adalah Self Assesment System, dimana segala
pemenuhan kewajiban perpajakan di lakukan sepenuhnya 1 2 oleh wajib pajak, fiskus
hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu pajak ?
2. Bagaimana pajak menurut persfektif islam ?
3. Apa saja hambatan dalam pemungutn pajak ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PAJAK
Banyak para ahli dalam bidang perajakan yang memberikan pengertian atau
definisi yang berbeda mengenai pajak, tetapi pada dasarnya mempunyai inti dan tujuan
yang sama. Dalam hal ini penulis mengutip pengertian pajak menurut beberapa para ahli,
antara lain:
1) Menurut Mardiasmo (2011:1) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang ( yang
dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontraprestasi ) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum”.
2) Menurut R. Santoso Brotodiharjo (2003:4) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan –peraturan dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan”.
3) Sedangkan menurut Soeparman Soemahamidjadja yang dikutip oleh Erly Suandy
(2002:9) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pengusaha
berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Berdasarkan undang-undang.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
Diguanakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
1. Fungsi Pajak Menurut Purwono (2009:8-10) ada empat fungsi pajak, yaitu:
a. Revenue (penerimaan Fungsi penerimaan atau yang dikenal pula dengan istilah
fungsi budgeteir (Anggaran) adalah fungsi utama dari pemungutan pajak.
Seperti telah kita ketahui bersama, dewasa ini pajak menyumbang hamper lebih

2
dari 70% total pendapatan Negara kita. Hal ini tentu saja menunjukkan
partisipasi dominan pajak sebagai penyokong pembiayaan penyelengaraan
pemerintahan yang meliputi belanja rutin pemerintah.
b. Redistribution (Pemerataan) Pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan
dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas publik di
seluruh wilayah Negara. Fungsi inilah yang seharusnya lebih ditonjolkan di
Negara kita sebagai bukti bahwa hasil pajak yang dipungut tersebut bahwa
benar-benar ditunjukkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, 13 sekaligus
menghapus kesenjangan social yang tidak dapat dipungkiri terjadi di Indonesia.
c. Repricing (Pengaturan Harga) Fungsi ini sama pengertiannya dengan Fungsi
Regulerent (mengatur) yang lebih sering digunakan dalam literature perpajakan.
Pajak digunakan sebagai alat untuk menagatur atau mencapai tujuan tertentu
dibidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.Contoh
nyata dari fungsi ini adalah pemberlakuan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) yang bertujuan untuk membatasi konsumsi masyarakat atas barang-
barang mewah.
d. Reprecentation (Legalitas Pemerintahan) Slogan revolusioner di Inggris yang
menyerukan “No taxation without representation”, dan di Amerika Serikat yang
berbunyi “Taxation without representation is robbery”, mengimplikasikan
bahwa pemerintah membebani pajak atas warga negara, dan warga negara
meminta akuntabilitas dari pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan
(pengenaan pajak tidak diputuskan secara sepihak oleh penguasa tetapi
merupakan kesepakatan bersama dengan rakyat melalui perwakilannya di
parlemen).
2. Pengelompokan Pajak
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri pleh Wajib Pajak dan
tidak dapat di bebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak
Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sifanya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh

3
Pajak Penghasilan.
2) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objkeknya, tanpa
memperhatikan keadaaan diri Wajib Pajak. Conttoh Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Menurut lembaga Pemungutnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh Pajak penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea
Materai.
2) Pajak Daerah, yaitu Pajak yang dipungut oleh pemerintah daeah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah Terdiri atas:
a) Pajak Propinsi, Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
b) Pajak Kabupaten/Kota, Contoh; Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan. 15 4. Wajib Pajak Wajib pajak sangatlah memegang peranan
yang sangat penting bagi kelancaran system dan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Menurut undang-undang No 28 Tahun 2007 Pasal
1 Ayat (1) Tentang Tata Cara Perpajakan bahwa yang dimaksud dengan
Wajib Pajak (Tax Payer) adalah sebagai berikut: “Wajib Pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu”.
Dengan demikian wajib pajak dituntut untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan agar Wajib Pajak
memahami sepenuhnya kewajibannya terhadap Negara dan mau
melaksankannya dengan itikad baik kewajiban perpajakannya.
3. Pemungutan Pajak
a. Definisi Pemungutan Pajak Menurut Purwono (2009:12-14) “pemungutan pajak
diperlukan penetapan tentang sistem, cara, asas, dan syarat pemungutan pajak
yang disepakati bersama antar rakyat selaku pemegang pajak melalui
perwakilannya di parlemen dan pemerintah selaku pemungut pajak (fiskus)”.
b. Sistem Pemungutan Pajak
1) Official Assesment system 16 Melalui sistem ini besarnya pajak ditentukan

4
oleh fiskus dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP Rampung).
Jadi, dapat dikatakan bahwa Wajib Pajak bersifat pasif.
2) Self Assesment System Sistem ini mulai diaplikasikan bersamaan dengan
reformasi perpajakan tahun 1983 setelah terbitnya Undang-undang Nomer 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1984.
3) Withholding Tax System Dengan sistem ini pemungutan dan pemotongan
pajak dilakukan denagan pihak ketiga. Untuk waktu sekarang, sistem ini
tercermin pada pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan dan Pajak
Pertambahan Nilai.
c. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas Domisili, yaitu bahwa pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan
berada di wilayah suatu Negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek
pajak yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak.
2) Asas Sumber yaitu bahwa pembebanan pajak oleh Negara hanya terdapat
objek pajak yang bersumber atau berasal dari wilayah tritorialnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3) Asas Kebangsaan, yaitu bahwa status kewarganegaraan seseorang
menentukan pembebanan pajak terhadapnya.
d. Cara Pemungutan Pajak
1) Stelsel Rill atau Nyata (Riele Stelsel) 17 Merupakan cara pengenaan pajak
yang didasarkan pada objek yang sesungguhnya, yang benar-benar ada, dan
dapat ditunjuk.
2) Stelsel Fiktif (Fictieve Stelsel) Merupakan cara pengenaan pajak yang
didasarkan pada suatu anggapan yang dilegalkan oleh undang-undang.
3) Stelsel Campuran Pada dasarnya merupakan gabungan dari dua stelsel yang
ada yaitu stelsel rill dan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak menggunakan
stelsel fiktif dan setelah akhir tahun menggunakan stelsel rill.

B. PAJAK MENURUT PERSFEKTIF ISLAM


Secara bahasa pajak dalam bahasa arab disebut dengan Dharibah, yang
berarti mewajibkan, menetapkan, menentukan. Para ulama memakai ungkapan
dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban.12 Adapun
pajak menurut istilah kontemporer adalah iuran rakyat kepada kas negara

5
(pemerintah) berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan
tiada mendapat balas jasa secara langsung. Ada istilah-istilah lain yang mirip
dengan pajak atau adh-Dharibah diantaranya adalah:
1. al-Jizyah (upeti yang harus dibayarkan ahli kitab kepada pemerintahan
Islam)
2. al-Kharaj (pajak bumi yang dimiliki oleh negara Islam)
3. al-„Usyur (bea cukai bagi para pedagang non muslim yang masuk ke negara
Islam).
Gusfahmi menyebutkan beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah)
menurut Islam, yang membedakan dengan pajak dalam sistem non-Islam, yaitu:
1. Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinu, hanya boleh
dipungut ketika di baitul mal sudah tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul
mal sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan.
2. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk
pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih.
3. Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari
non-muslim. Sebab, pajak (dharibah) dipungut untuk membiayai keperluan
yang menjadi kewajiban bagi kaum muslim, yang tidak menjadi kewajiban
bagi kaum non-muslim.
4. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak
dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki kelebihan
harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya bagi dirinya
dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitarnya.
5. Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang
diperlukan,tidak boleh lebih.
6. Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan.Sifat Ekonomi
Manajerial disebut juga dengan ekonomi mikro terapan, penerapan metode
dalam proses pengambilan keputusan manajerial. Ekonomi manajerial dapat
mengembangan prinsip ilmu yang tujuannya untuk meningkatkan
keefektifan saat mengambil keputusan. Setiap manajer pastinya akan
mendapat masalah manajerial dalam bisnisnya, permasalahan yang timbul
saat kesenjangan antara kondisi di lapangan dengan apa yang diharapkan
oleh seorang manager, masalah tersebut seperti :

6
a. Masalah dalam menentukan tingkatan harga maupun keluaran produk.
b. Masalah dalam memilih teknik industi dan teknologi.
c. Masalah dalam tingkat persediaan
d. Masalah dalam memilih media promosi atau media periklanan.
e. Masalah pendanaan dan masalah pelatihan tenaga kerja.

C. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK


Pajak Menurut Mardiasmo (2011:8-9) Hambatan terhadap pemungutan pajak
dapat dikelompokan menjadi;
1. Perlawanan Pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat
disebabkan antara lain;
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem control
tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif menjadi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain;
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-
undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan bebab pajak dengan cara melanggar undang-
undang (menggelapkan pajak ).

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Penerapan Self Assessment System PPh
Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Penerapan Self Assessment System pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Selatan secara umum sudah cukup baik, tetapi masih terdapat wajib pajak
orang pribadi yang tidak melaporkan SPT dan hal tersebut setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Selain wajib pajak yang tidak melaporkan SPT, masih ada juga wajib pajak
yang terlambat melaporkan SPT dan setiap tahunnya juga mengalami peningkatan.
Pelaksanaan Self Asessment System menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak agar
penerimaan pajak lebih optimal.
Kendala yang di hadapi pada penerapan Self Asessement System adalah masih
ada beberapa persepsi masyarakat yang menilai pajak itu sendiri sebagai hal yang
negatif. Pajak dianggap membebani dan memaksa, belum dianggap sebagai bentuk
pengabdian, dukungan atau partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan
nasional yang adil dan merata.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi, atas perhatiannya terimakasih.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Diana & Lilis Setiawati. 2010. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta : Andi
Erly Suandy, 2002, Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat.
Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi
Muljono, Djoko. 2010. Hukum Pajak Konsep Aplikasi dan Penentuan Praktis. Yogyakarta:
Andi
Moh.Nazir, Pd.D. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Bandung
Mohammad Zain, 2003, Manajemen Perpajakan, Edisi Kedua, Jakarta: Salemba Empat.
Purwono, Herry. 2009. Dasar-dasar Perpajakan & Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga Resmi,
Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat
R. Santoso Brotodiharjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Jakarta: PT. Reflika Aditama
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai