Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata Bimbingan Anak Berbakat dan
Berkelainan

Dosen Pengampu : Aditya Permana, M.Pd

Disusun Oleh :

Alifa Mita Silviana (18060058)


Nabila Pertiwi (18060001)
Nurul Rahayu (18060019)
Sasa Anisa (18060286)
Silvia Barokah (18060044)
Sumyati (18060057)
Tiska Nurhabibah (18060037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SILIWANGI
BANDUNG
2021

2
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak
Berbakat dan Berkelainan.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang turut
membantu baik moril maupun materil sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna


dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan nilai kebermanfaatan bagi perkembangan
dunia pendidikan.

Bandung, Maret 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................1
I. 1 Latar Belakang ..........................................................................................1
I. 2 Tujuan........................................................................................................2
I. 3 Metode Penulisan ......................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................3
2.1. Anak Autis ...............................................................................................3
2.2 Karakteristik Anak Autis ..........................................................................4
2.3 Layanan Anak Autis .................................................................................8
2.4. Hambatan Pembelajaran Anak Autis ........................................................9
2.5 Penyembuhan Anak Autis .........................................................................13
BAB III. PENUTUP.........................................................................................14
3. 1 Kesimpulan ...............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan fasilitas tumbuh kembang


khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas
mental dan fisik berdasarkan kesamaan dengan orang lain.Pemenuhan hak
anakberkebutuhan khusus merupakan tanggung jawab bersama yang harus
dilakukan oleh negara,pemerintah dan masyarakat.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan mengatur kewenangan pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pendidikan khusus yang
intinya bahwa pendidikan khusus melalui satuan pendidikan khusus
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan pendidikan khusus melalui satuan
pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan diselenggarakan oleh
pemerintah kabupaten/kota.
Dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan
bahwa “setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan”. Tentunya aspek-aspek tersebut mencakup pula
aspek pendidikan yang menjadi kebutuhan semua orang.
Kemudian terdapat penjelasan tentang pendidikan khusus ini disebutkan
pada pasal 32 ayat 1, pendidikan merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelaianan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan.
Terkait dengan peluang untuk memperoleh pendidikan, UU Nomor 20
Tahun 2003 tenyang Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. Pada pasal 5 ayat 2 Warga Negara yang mempenyai kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus.

1
Pemerintah daerah perlu melakukan adaptasi terhadap program yang
sudah ada sebelumnya dan juga harus melakukan inovasi program agar
penyandang cacat terfasilitasi dengan baik sebagaimana warga masyarakat pada
umumnya.

I. 2 Tujuan
Tujuan tim penulis mengangkat judul “Anak Berkebutuhan Khusus Autis”
yaitu :
1. Tujuan Akademis
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak Berbakat dan
Berkelainan
2. Tujuan Umum
Untuk memaparkan beberapa inti pembahasan mengenai Anak
Berkebebutuhan Khusus Autis,
a. Anak Autis
b. Karakteristik Anak Autis
c. Layanan Belajar Anak Autis
d. Hambatan Pembelajaran Pada Anak Autis
e. Penyembuhan Anak Autis
I. 3 Metode Penulisan

Pada penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode penulisan kajian


pustaka, yakni dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari berbagai
jenis literasi mulai dari buku serta artikel dalam laman internet.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Anak Autis
Autism berasal dari kata Yunani “autos” yang berarti self (diri). Kata
Autisme ini digunakan didalam bidang psikiatri untuk menunjukkan gejala
menarik diri. Istilah autisme pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada
tahun 1943
Greenspan & Wieder dalam Nafi (2012;4) autistic ialah suatu gangguan
perkembangan yang kompleks yang melibatkan keterlambatan serta masalah
dalam interaksi sosial, bahasa dan berbagai kemampuan emosional, kognitif,
motorik dan sensorik. Sering kali tampak perilaku-perlaku khusus, misalnya
memutar tubuh, menjejer mainan atau mengulang-ngulang kata tanpa tujuan atau
makna yang jelas
Autisme menurut Hidayati (2014) merupakan gangguan pervasif yang
mencakup gangguan dalam bidang interaksi sosial, adanya gangguan pola
perilaku, minat, kegiatan yang terbatas dan berulang dan kelemahan dalam
komunikasi verbal maupun non verbal.
Menurut Koswara (2013;11) menyimpulkan bahwa “autis ialah anak yang
mengalami ganguan perkembangan yang khas mencangkup persepsi, linguistik,
kognitif, komunikasi dari yang ringan sampai yang berat dan seperti hidup dalam
dunianya sendiri, ditandai dengan ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal
dan non verbal dengan lingkungan eksternalnya.
Melly Budiman dalam Koswara (2013;11) menjelaskan bahwa “Autis
adalah ganguan perkembangan pada anak . oleh karena itu diagnosis ditegakan
dari gejala - gejala yang nampak dan menunjukan adanya penyimpangan dari
perkembangan yang normal sesuai umurnya.
Sedangkan menurut Sri Mulyati dalam bukunya yang berjudul
Penanganan Anak Autis (2019;6) autis ialah suatu bentuk ketidakmampuan dan
gangguan perilaku yang membuat penyandangnya lebih suka menyendiri.

3
Autis menurut Mc. Candles dalam Nafi (2012;6) terdapat tingkat paling
tinggi dari spektrum autisme yakni disebut Asperger Sydrome atau sindroma
Asperger yang mendeskripsikan seorang anak autis yang cerdas, mereka memiliki
pembedaharaan kata yang luas, tetapi mereka memiliki minat yang sempit dan
menunjukan banyak kekurangan dari segi sosial dengan gejala berupa gangguan
atau kesulitan dalam berinteraksi sosial, sulit menerima perubahan, suka
melakukan hal ang sama berulang - ulang serta terobsesi dan sibuk sendiri
dengan aktivitas yang menarik perhatian , umumnya tidak mempunyai
keterlambatan bicara atau perkembangan kognitif.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa autis ialah
gangguan perkembangan yang kompleks mulai dari sulit berkomunikasi baik
verbal maupun non verbal, gangguan kognitif, emosional hingga motorik yang
melibatkan masalah dalam interaksi sosial dan lebih suka menarik diri atau
menyendiri.

2.2. Karakteristik Anak Autis


Karakteristik Autisme pada setiap anak sangat unik dan terkadang berbeda.
Ada beberapa individu yang mengalami gelaja autism yang banyak namun ada
juga yang sedikit. Pada sebagian individu, gejala sudah muncul sejak bayi. Ciri
yang paling menonjol yaitu kurangnya kontak mata dan reaksi terhadap ibu atau
pengasuhnya. Ciri tersebut semakin jelas seiring dengan pertambahan usia.
Sedangkan pada sebagiannya lagi, ciri autism justru tidak ditemukan pada
masa kecil. Tumbuh kembang saat bayi relatif normal, seperti menatap dan
mengoceh. Namun kemudian, saat 3 tahun ia berhenti berkembang dan malah
terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatapan mata, berhenti mengoceh dan
minim respon terhadap orang lain.
Karena karakeritik atau ciri anak autis sangat unik, maka seseorang
dikatakan menyandang autis jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam 3
aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang
kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas

4
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan yang sudah terlihat sebelum usia 3
tahun. Gangguan tersebut terbagi kedalam 5 poin yaitu :
1. Gangguan dalam komunikasi
a) Terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak
dan mimic
b) Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
c) Sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
d) Meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
e) Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
f) Bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
g) Tidak memahami pembicaraan orang lain
h) Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu
2. Gangguan dalam interaksi sosial
a) Menghindari atau menolak kontak mata
b) Tidak mau menengok bila dipanggil
c) Lebih asik main sendiri
d) Bila diajak main malah menjauh
e) Tidak dapat merasakan empati
f) Gangguan dalam tingkah laku
g) Asyik main sendiri
h) Tidak acuh terhadap lingkungan
i) Tidak mau diatur, semaunya
j) Menyakiti diri
k) Melamun, bengong dengan tatapan mata kosong
l) Kelekatan pada benda tertentu
m) Tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari,
manjat-manjat, berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak
tangan, berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.
3. Gangguan dalam emosi
a) Rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
b) Tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab

5
c) Tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya
4. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan
a) Menjilat-jilat benda
b) Mencium benda-benda atau makanan
c) Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
d) Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar
Selain ciri di atas, ada ciri umum yang sering terjadi adalah kegigihannya
terhadap hal yang sama secara terus – menerus yang jika berubah sedikit saja
akan menyebabkan mereka bingung, bahkan mengamuk. Hal ini disebabkan
karena ketidakmampuan mereka untuk memahami atau mengatasi situasi yang
baru.
Sekitar 40% penyandang autisme tidak suka pada suara-suara atau
frekuensi tertentu, sehingga seringkali mengalami ledakan emosi ketika
mendengar suara tangisan bayi atau sepeda motor. Sebaliknya, beberapa anak
penyandang autisme seperti tampak tuli karena tidak merespons terhadap
berbagai suara. Hal tersebut dikarenakan sebagian anak penyandang autisme
mengalami gangguan terhadap satu atau beberapa inderanya, yaitu meliputi
pendengaran, penglihatan, taktil (rabaan), pengecapan, keseimbangan,
penciuman, dan vestibular (penginderaan pada otot, urat/tendon, sendi, dan organ
keseimbangan, yang mendeteksi gerakan serta posisi tubuh dan anggota badan).
Menurut DSM 5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders)
yang dierbitkan oleh American Psychiatric Association (APA), autis dibagi
kedalam 3 level yaitu :

6
(Sumber : verywellhealth.com)
Level 1 : Membutuhkan dukungan
Mengalami kesulitan dalam memulai komunikasi dan membuka
pembicaraan dengan orang lain. Anak dapat berbicara satu kalimat penuh dan
dapat memulai pembicaraan meskipun terkadang gagal dan tampak aneh,
menunjukkan perilaku yang tidak luwes, dan mengalami kesulitan saat harus
mengganti aktivitasnya. Mereka jug keslutian mengartikan bahasa isyarat.
Mereka juga kesulitan berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya.
Selain itu, mereka mungkin memiliki masalah dengan organisasi dan perencanaan
yang menghambat sifat kemandirian.
Level 2 : Memerlukan bimbingan substansial
Memiliki masalah komunikasi verbal dan non verbal yang makin serius. Mereka
cenderung memiliki minat yang sangat sempit dan terlibat dalam perilaku
berulang. Serta sulit menyesuaikan diri.
Level 3 : Sangat membutuhkan bimbingan
Level 3 adalah bentuk autisme yang paling parah. Anak-anak dalam
kategori ini akan menunjukkan banyak perilaku yang sama seperti mereka yang
memiliki tingkat 1 dan 2, tetapi pada tingkat yang lebih ekstrem.
Seseorang dengan ASD level 3 akan memiliki kemampuan yang
sangat terbatas untuk berbicara dengan jelas dan jarang akan memulai interaksi.
Saat mereka memulai interaksi, mereka akan melakukannya dengan canggung.

7
2.3. Layanan Belajar Anak Autis
Pada prinsipnya, sekolah yang tepat ditentukan oleh kemampuan dan
keperluan anak. Beberapa kriteria sekolah yang ideal untuk anak autis adalah :

1. Sekolah dan para pengajar memiliki semangat dan kepercayaan bahwa


tiap anak mampu belajar (presume intellect).
2. Sekolah memiliki pengetahuan yang memadai tentang autisme.
3. Para guru di sekolah mendapatkan pelatihan secara berkala.
4. Ruang kelas sebaiknya tidak berisik, tidak banyak gambar-gambar di
dinding.
5. Sekolah dan guru menerima saran dari orangtua dan para ahli di luar
sekolah.
6. Jumlah murid di dalam kelas tidak terlalu banyak. Dan yang terakhir,
sekolah dan guru memprioritaskan kepentingan, keperluan, dan
kemampuan anak diatas kurikulum.
Kemudian dalam pendidikan inklusif (ketercakupan/kesetaraan), berbagai
lembaga biasanya menawarkan layanan dan program yang mungkin berbeda-beda
satu sama lain. Misalnya, ada yang mengedepankan Terapi Integrasi Sensori atau
SIT (Sensory Integration Therapy) sementara yang lainnya lebih menekankan
pada Analisis Perilaku Terapan atau ABA (Applied Behavior Analysis). Integrasi
sensori adalah proses neurologis untuk mengatur sensasi yang dirasakan tubuh
pada saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Terapi integrasi sensori adalah jenis terapi okupasi (occupational therapy)


untuk membantu anak dengan autis belajar mempergunakan indranya secara
efektif.Dalam terapi ini, anak ditempatkan dalam sebuah ruang khusus yang
dirancang untuk dapat merangsang dan melatih semua indranya. Anak autis
dilatih melalui sebuah permainan untuk melatih respon segera, insiatif dan
adaptif. Sedangkan ABA merupakan pendekatan ilmiah untuk mengevaluasi
perilaku. Terapi ini meliputi keahlian sosial, motorik, verbal, serta keterampilan
penalaran. Ide dasar ABA adalah menghilangkan atau mengganti perilaku yang
tidak di inginkan dengan perilaku baru yang diinginkan dari suatu pemicu yang

8
sama. Alat yang biasa digunakan dalam ABA antara lain pelatihan percobaan
diskrit, respons pivotal, pengajaran insidental, kefasihan, dan perilaku verbal.
Setelah dilakukan terapi, anak penyandang autis diharapkan bisa bergabung
dengan anak-anak normal, baik dalam aktifitas berinteraksi maupun bermain.
Proses penggabungan penyandang autis dengan anak normal inilah yang disebut
inklusif. Atas dasar kaidah-kaidah diatas, maka pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus ini harus didukung oleh semua kalangan masyarakat,
terutama lingkungan keluarga dan sekitar.

Dan akhirnya, dengan diadakanya pendidikan bagi autis ini, diharapkan


para penyandang autis nantinya dapat bergaul dan bergabung dengan lingkungan
sebagai salah satu individu lengkap.

2.4. Hambatan Pembelajaran Pada Anak Autis


Dalam Koswara (2013;20) Anak autis umumnya mengalami hambatan
komunikasi khususnya dalam bicara dan terkadang diidentikan dengan
tunawicara. Gangguan bicara atau komunikasi pada anak autis membutuhkan
penanganan dan antisipasi secara serius.
Dilihat dari aspek perkembangan seorang anak, bicara merupakan sebuah
proses perkembangan dari seorang anak yang dimulai dari masa bayi. Sebelum
usia satu tahun, anak yang tidak mengalami hambatan dapat mengucapkan 2-3
kata, memahami kata-kata sebagai simbol dan bertanya hingga menyatakan.
Sedangkan pada anak autis perkembangan tersebut tidak kontinue dan bahkan
menghilang begitu saja pada usia 18 -24 bulan.
Anak autis dapat menirukan satu lagu yang cukup panjang tetapi apabila
ditanya kata - kata dalam lagu tersebut anak tidak dapat menjawab atau hanya
diam saja.
Dengan melihat gangguan bicara pada anak autis, para pendidik dalam hal
ini guru hendaknya dapat membedakan seorang anak yang mengalami gangguan
bicara tersebut dengan menggunakan assesment yang tepat yakni dengan
mengidentifikasikan menggunakan diagnosis dengan menggunakan DSM

9
IV(diagnostic Manual of Mental Disorder, fourth edition) dengan instrumen
sebagai berikut,
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal Lahir :
Tanggal Assesment :

N Gangguan / Gejala Ya Tid Keterangan


O ak
1 Gangguan kualitatif dalam interaksi Minimal 2 gejala
sosial yang timbal balik.
a. Tak mampu menjalin interaksi
sosial yang cukup memadai : kontak
mata sangat kurang, ekspresi muka
kurang hidup, gerak gerik yang
kurang tertuju
b. Tidak bermain dengan teman
sebaya
c. Tak dapat merasakan apa yang
dirasakan orang lain
d. Kurangnya hubungan sosial dan
emosional yang timbal balik
2 Gangguan kualitatif dalam bidang Minimal 1 gejala
komunikasi.
a. Bicara terlambat atau bahkan sama
sekali tidak berkembang ( dan tidak
ada usaha untuk mengimbangi
komunikasi dengan cara lain tanpa
bicara)
b. Bisa bicara, bicaranya tidak

10
dipakai untuk komunikasi
c. Sering menggunakan bahasa yang
aneh dan diulang - ulang
d. Cara bermain kurang variatif,
kurang imajinatif dan kurang bisa
meniru
3 Suatu pola yang dipertahankan dan Minimal 1 gejala
diulang -ulang dari perilaku, minat
dan kegiatan
a. Mempertahankan satu minat atau
lebih dengan cara yang sangat khas
dan berlebihan
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang
ritualistik atau rutinitas yang tidak
ada gunanya
c. Ada gerakan - gerakan aneh yang
khas dan diulang - ulang
d. Seringkali terpukau pada bagian -
bagian benda
4 Sebelum umur 3 tahun tampak
keterlambatan atau gangguan dalam
bidang :
a. Interkasi sosial
b. Bicara dan Berbahasa
c. Cara bermain yang kurang variatif
5 Bukan disebabkan oleh sindroma
Rett atau Gangguan Distintegratif
masa kanak - kanak
Anak dapat didiagnosa autis apabila menunjukan 4 atau lebih dari gejala
diatas sehingga komunikasi dengan anak autis seorang guru harus
mengembangkan kemampuan tidak hanya bicara, tetapi perlu dikembangkan

11
kemampuan anak dalam mengekspresikan apa yang dikomunikasikan dengan
gerakan tangan, ekspresi wajah dan geraka tubuh lainnya untuk mengegaskan
yang dikomunikasikan.
Berikut beberapa hambatan belajar anak autisme
A. Interaksi sosial
Dalam aspek ini, anak autis akan mengalami kesulitan dalam tingkah laku
non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajar, gesture dalam melakukan
interaksi sosial. Anak autis tidak dapat melakukan relasi dengan teman sebaya
yang memiliki tingkat perkembangan yang sama. Lalu anak autis juga tidak dapat
berbagi kesenagan secara spontan dengan orang lain yang mana hal ini
menyebabkan tidak adanya hubungan sosioemosional secara timbal balik.

B. Komunikasi
Terlambatnya perkembangan bahasa, tidak adanya inisiatif /
mempertahankan sebuah percakapan, penggunaan bahasa yang stereotip atau
aneh, serta terhambatnya jiwa bermain secara sosial sesuai usianya.

C. Aktivitas dan minat


Kesenangan / minat pada satu atau lebih pola aktivitas yang stereotipe
baik intensitas maupun fokusnya, memiliki kesetiaan yang kuar untuk melakukan
suatu kegiatan yang spesifik, rutin dan tidak fungsional, anak autis juga memiliki
perilaku yang stereotipe dan repetitif seperti mengepak-ngepakan jari dan tangan,
mengoyang-goyangkan kaki dll
Kesulitan belajar / masalah belajar ini dikelompokan menjadi 2 bagian
yaitu dari segi perkenbangan dan akademik :
Kesulitan belajar dari segi perkembangan
1. Kesulitan belajar karena gangguan motorik dan persepsi,
2. Kesulitan belajar berbahasa dan berkomunikasi
3. Kesulitan belajat dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosi.
4. Sukar diketahui guru/orang tua, karena tidak ada pengukuran yang sistematis.
5. Sering tampak sebagai kesulitan belajaryang disebabkan oleh tidak dikuasainya

12
keterampilan prasyarat, sehingga tidak dapat menguasai keterampilan
berikutnya..

Kesulitan belajar dari segi akadenik


1. Kegagalan pencapaian prestasi akademik yang tidak sesuai dengan kapasitas.
2. Mencakup penguasaan keterampilan: membaca, menulis, dan berhitung
3. Dapat diketahui guru/ot ketika anak gagal menampilkan satu/lebih kemampuan
akademik.
4. Sering tampak pada kelemahan mengerjakan tugas-tugas sekolah. Konkritnya:
Nilai menurun dan masalah dalam kenaikan kelas.

2.5. Penyembuhan Anak Autis


Dalam buku Sri Mulyati (2019;44) penderita autis bisa ditolong menuju
penyembuhan melalui metode hypnotherapy. Terapi ini merupakan penyembuhan
melalui sugesti atau pemahaman meskipun pada dasarnya untuk kesembuhan
autis tergantung pada penyebabnya. Apabila penyebabnya autis itu adalah
gangguan dari otak maka autis tidak dapat disembuhkan tetapi gejalanya dapat
berkurang dan perilakunya dapat diubah kearah yang lebih positif. Akan tetapi
apabila penyebabnya dari luar gangguan otak seperti gangguan pencernaan,
keracunan logam berat maka harapan untuk sembuh akan sangat besar
Hypnotherapy dilakukan dengan menggunakan konsep dasar di dalam
pikiran bawah sadar, sehingga hal tersebut dapat memicu otak dalam mengontrol
tubuh dan fisik. Penyembuhan ini tentunya tidak dapat berlangsung secara instan
akan tetapi dengan tekad, kesabaran dan ketekunan penyembuhan akan berhasil
dengan baik dan lancar.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Autis ialah gangguan perkembangan yang kompleks mulai dari sulit


berkomunikasi baik verbal maupun non verbal, gangguan kognitif, emosional
hingga motorik yang melibatkan masalah dalam interaksi sosial dan lebih suka
menarik diri atau menyendiri.

Karakteristik Autisme pada setiap anak sangat unik dan terkadang


berbeda. Maka seseorang dikatakan menyandang autis jika ia memiliki gangguan
perkembangan dalam 3 aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan
emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan
minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan yang sudah
terlihat sebelum usia 3 tahun. Selain itu dapat identifikasikan menggunakan
diagnosis dengan menggunakan DSM IV(diagnostic Manual of Mental Disorder,
fourth edition) .

Berbagai lembaga biasanya menawarkan layanan dan program yang


mungkin berbeda-beda satu sama lain. Misalnya, ada yang mengedepankan
Terapi Integrasi Sensori atau SIT (Sensory Integration Therapy) sementara yang
lainnya lebih menekankan pada Analisis Perilaku Terapan atau ABA (Applied
Behavior Analysis).

Penderita autis bisa ditolong menuju penyembuhan melalui metode


hypnotherapy. Terapi ini merupakan penyembuhan melalui sugesti atau
pemahaman meskipun pada dasarnya untuk kesembuhan autis tergantung pada
penyebabnya. Penyembuhan ini tentunya tidak dapat berlangsung secara instan
akan tetapi dengan tekad, kesabaran dan ketekunan penyembuhan akan berhasil
dengan baik dan lancar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Tiyas Nur. 2014. Efektifitas Metode Pembelajaran Terapi Picture


Exchange Communication System (Pecs) Terhadap Komunikasi Verbal
Pada Anak Autis. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Koswara, Dede. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autis.


Jakarta:Luxima

Mulyati, Sri. 2019. Penanganan Anak Autis. Semarang: Mutiara Aksara

Nafi, Dian. 2012. Belajar dan Bermain Bersama ABK-AUTIS.


Yogyakarta:Familia

Rahardja , Djadja. 2006. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. University of


Tsukuba.

Sugiarmin, Muhammad. 2009. Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar.


Bandung: Pos Indonesia

Milla, Iddatul. 2016. Problematika Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus


Anak Autis. Malang

15

Anda mungkin juga menyukai