Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN INKLUSI

KELOMPOK 6 : AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD / AUTISME)

Dosen Pengampu : Angga Damayanto, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Mukharomah Ulul Azmi


19209241014 / Kelas A
Pendidikan Seni Tari

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Autism Spectrum Disorder”
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Inklusi sebagai nilai Ujian Tengah Semester. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang mengenai Autism Spectrum
Disorder bagi para pembaca maupun penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Angga Damayanto, S.Pd.,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah membimbing
saya dan teman-teman dalam hal mempelajari Anak Berkebutuhan Khusus mulai dari
pemahaman hingga pembuatan makalah. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral maupun material, serta
semua semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat saya harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membaca.

Yogyakarta, 2 April 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Inklusif ...................................................................... 6
2.2 Pengertian Autisme ........................................................................................ 7
2.3 Perilaku Autisme ............................................................................................ 8
2.4 Faktor Penyebab Autisme............................................................................... 8
2.5 Ciri-Ciri Penyandang Autisme ....................................................................... 9
2.6 Macam-Macam Terapi Untuk Anak Autisme .............................................. 10
Kondisi Autisme di Indonesia ................................................................................. 11
Kondisi Autisme di Mata Dunia .............................................................................. 11
2.7 Jumlah Penyandang Autisme : ..................................................................... 12
2.8 Tokoh Besar Dunia Penyandang Autisme :.................................................. 12
PEMBELAJARAN TARI MENGGUNAKAN METODE LEAP UNTUK
MENINGKATKAN SASARAN TERAPI OKUPASI PADA ANAK AUTIS DI
SLB BINA ANGGITA YOGYAKARTA .............................................................. 12
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 14
3.2 Saran ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Autisme merupakan kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf. Penyakit ini
mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang
tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan (Danuatmaja,
2003:2). Gejala-gejala yang tampak tersebut dapat didiagnosis ketika anak berusia tiga
tahun. Penyebab autis adalah gangguan neurobiologis yang menyerang fungsi otak
sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara
efektif.
Menurut Maulana (2007:19) salah satu penyebab autis adalah virus
(toxoplasmosis, cytomegalo, rubela dan herpes). Selain itu autis dapat juga disebabkan
selama kehamilan sang ibu mengonsumsi atau menghirup zat yang sangat polutif
sehingga meracuni janin. Gejala yang sangat menonjol dari anak autis adalah sikap
anak yang cenderung tidak mempedulikan orang-orang dan lingkungan di sekitarnya.
Mereka seolah-olah menolak untuk berkomunikasi dan seakan ingin hidup dengan
dunianya sendiri. Anak autis juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan
komunikasi verbal. Anak autis juga sering melakukan gerak yang diulang-ulang,
seperti berputar-putar, mengepakkan tangan seperti sayap, berjalan jinjit dan lainnya.
Secara garis besar gejala yang dialami oleh anak autis bervariasi. Sebagian anak
ada yang berperilaku agresif dan hyperaktif, sedangkan sebagian bersifat pasif. Untuk
anak yang hyperaktif mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya.
Kadang–kadang mereka menangis, tertawa bahkan mengamuk tanpa alasan yang jelas.
Sedangkan untuk anak yang pasif akan sangat sulit diajak berkomunikasi, terlebih
melakukan gerak yang tidak sesuai keinginannnya.
Kemampuan berkomunikasi adalah modal utama seseorang untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Jika seorang anak yang menderita autis tidak mampu
berkomunikasi dan tidak memperoleh pendidikan, maka anak tersebut tidak dapat
berperan secara independen dalam masyarakat dewasa. Oleh karena itu pendidikan
untuk anak autis sangat diperlukan agar anak autis dapat mengembangkan kemampuan,
dan keterampilannya dalam masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan untuk anak autis memiliki landasan yuridis sebagai
berikut : (a) UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran”, (b) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Biasa Pasal 3 Ayat 1, “Jenis kelainan peserta didik terdiri atas kelainan
fisik dan/atau mental, dan/atau kelainan perilaku“, dan (c) Rancangan Peraturan
Pemerintah Tahun 2002 tentang Pendidikan Luar Biasa yang merupakan
penyempurnaan terhadap PP PLB pada salah satu pasalnya berbunyi bahwa anak yang

4
memerlukan perhatian khusus, sehingga perlu pelayanan pendidikan khusus, antara
lain adalah anak autistik (Azwandi, 2005:134).
Dengan demikian proses pembelajaran untuk anak autis seharusnya mampu
meminimalkan kekurangan siswa autis. Pembelajaran tersebut harus memberikan
dampak nyata untuk membantu kehidupan siswa autis selanjutnya. Pembelajaran anak
autis cenderung menitikberatkan pada penguasaan materi berupa hafalan dan peniruan
gerak.
Keterampilan gerak pada pembelajaran tari untuk siswa autis memberikan
manfaat secara fisik. Ketika menguasai keterampilan motorik dasar, anak akan
membangun fondasi untuk keterampilan yang lebih kompleks. Manfaat secara emosi,
tari memungkinkan siswa untuk mengekspresikan perasaan yang dialami siswa, serta
memfasilitasi komunikasi yang baik antara siswa dengan orang lain. Selain itu, tari juga
dapat menciptakan peluang untuk interaksi yang lebih bermakna.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian pendidikan inklusi secara garis besar?
2. Apa saja landasan filosofis, yuridis, dan empiris yang mendasari adanya pendidikan
untuk Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Apa pengertian dari autis dan perilaku apa saja yang mencerminkan anak autisme?
4. Apa saja faktor dan ciri-ciri anak autisme?
5. Apa saja model terapi yang digunakan untuk anak autisme?
6. Bagaimana kondisi autisme di Indonesia maupun di mata dunia?
7. Bagaimana metode pengajaran tari jika diterapkan pada anak autisme?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian inklusi secara garis besar.
2. Mendeskripsikan landasan filosofis, yuridis, dan empiris yang mendasari adanya
pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Mendeskripsikan pengertian autis dan perilaku yang mencerminkan anak autisme.
4. Mengklasifikasi faktor dan ciri-ciri anak autisme.
5. Mengklasifikasi jenis-jenis terapi untuk anak autisme
6. Mengetahui secara garis besar mengenai kondisi autisme di Indonesia maupun di
mata dunia.
7. Sebagai referensi metode pengajaran tari untuk anak autisme.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif merupakan istilah yang dikumandangkan oleh
UNESCO, berasal dari kata Education for All yang artinya pendidikan yang ramah
untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua
orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama
untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan
itu tidak dibedakan oleh keragaman karakteristik individu secara fisik, mental,
sosial, emosional, dan bahkan status sosial ekonomi.
• Landasan Filosofis
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang
negara Burung Garuda yang berarti “Bhinneka Tunggal Ika”. Keragaman
dalam etnik, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan
bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pandangan agama khususnya Islam antara lain ditegaskan bahwa : (1)
manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang di hadapan
Tuhan bukan karena fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak akan merubah nasib
suatu kaum kecuali kaum itu sendiri, (4) manusia diciptakan berbeda-beda
untuk saling silaturahmi.
Pandangan Universal HAM, menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak
pekerjaan.
• Landasan Yuridis
UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31 ayat 1 & 2, berbunyi : (1) Setiap
warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 48 & 49.
Pasal 48, pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9
tahun untuk semua anak. Pasal 49, negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua
wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk
memperoleh pendidikan.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 5
ayat (1, 2, 3, 4), Pasal 11 ayat (1 dan 2), Pasal 12 ayat (1b), Pasal 32 ayat (1 dan
2).
Dalam penjelasan pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa pendidikan
khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang

6
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 45 ayat (1) Setiap satuan pendidikan formal dan non formal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 2 ayat (1) Lingkungan Standar Nasional Pendidikan meliputi
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan
kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 tersebut
juga dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas SDLB, SMPLB,
SMALB.
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 380/C.C6/MNB/2003
tanggal 20 Januari 2003 perihal pendidikan inklusif menyelenggarakan dan
mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 sekolah yang
terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK.
• Landasan Empiris
o Deklarasi Hak Azasi Manusia, 1948.
o Konvensi Hak Anak, 1989.
o Konferensi dunia tentang Pendidikan untuk semua, 1990.
o Resolusi PBB No. 48/49 Tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan bagi
Orang Berkelainan.
o Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, 1994.
o Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk semua, 2000.
o Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju
pendidikan inklusif”.
o Rekomendasi Bukit Tinggi (2005).

2.2 Pengertian Autisme


Autisme / ASD (Autism Spectrum Disorder) adalah gangguan
perkembangan neurobiologis yang kompleks mencakup bahasa, interaksi sosial,
komunikasi, maupun perilaku yang gejalanya sudah muncul pada anak sebelum
berusia 3 tahun.
Neurobiologi merupakan suatu pengetahuan yang mempelajari tentang
sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima kategori utama fungsi
otak : kognisi, persepsi, emosi, perilaku, dan sosialisasi, yang juga saling
berhubungan.

7
Menurut KBBI, autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang
berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan
dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Autis
berasal dari kata “auto”, yang berarti “sendiri”. Istilah autisme diperkenalkan oleh
Leo Kanner, 1943.
Pandangan lama : Autisme merupakan kelainan seumur hidup.
Fakta baru : Autisme masa kanak-kanak dapat dikoreksi.
Menurut Joko Yuwono (2012 : 26), berpendapat bahwa pengertian autisme
telah dimuat dalam IDEA (Individuals with Disabilities Education Act), yakni
masalah perkembangan yang secara signifikan berdampak pada kemampuan
komunikasi verbal, non verbal, interaksi sosial yang umumnya terjadi sebelum
umur 3 tahun.

2.3 Perilaku Autisme


1. Perilaku eksesif (berlebihan) : Hiperaktif dan tantrum (mengamuk)
berupa menjerit, menyepak, menggigit,
mencakar, memukul, dan lain-lain.
2. Perilaku defisit (berkekurangan) : Gangguan bicara, perilaku sosial kurang
sesuai, defisit sensoris sehingga dikira
tuli, emosi tidak tepat (menangis tanpa
sebab dan melamun).

2.4 Faktor Penyebab Autisme


a) Jenis kelamin. Anak laki-laki 4 kali lebih berisiko mengalami autisme
dibanding anak perempuan.
b) Faktor genetik. Sekitar 2-18% orang tua dari anak penderita autisme, berisiko
memiliki anak kedua dengan gangguan yang sama (kelainan genetik
multifaktoral).
c) Kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu atau
kurang.
d) Terlahir kembar. Pada kasus kembar tidak identik, terdapat 0-31%
kemungkinan autisme pada salah satu anak memengaruhi kembarannya juga
mengalami autisme. Pengaruh autisme makin besar pada anak yang terlahir
kembar identik, yaitu sekitar 36-95%.
e) Usia. Semakin tua usia saat memiliki anak, semakin tinggi risiko memiliki anak
autisme. Pada laki-laki, memiliki anak di usia 40-an dapat menjadi risiko
memiliki anak autis lebih tinggi 28%. Risiko meningkat menjadi 66% pada usia
50-an. Sedangkan pada wanita, melahirkan di atas usia 40-an, meningkatkan

8
risiko memiliki anak autis hingga 77% bila dibandingkan melahirkan di bawah
usia 25 tahun.
f) Pengaruh gangguan lainnya. Beberapa gangguan tersebut antara lain distrofi
otot, fragile X syndrome, lumpuh otak atau cerebral palsy, neurofibromatosis,
sindrom down, dan sindrom rett.
g) Kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum, dan sistem limbik.
h) Makanan selama dalam kandungan. Konsumsi minuman beralkohol atau
obat-obatan (terutama obat epilepsi) dalam masa kehamilan, dapat
meningkatkan risiko anak yang lahir menderita autisme.

2.5 Ciri-Ciri Penyandang Autisme


a. Gangguan Perilaku
1) Terpukau akan sebuah benda yang bergerak atau berputar seperti roda dan
kipas angin
2) Perilaku yang tidak terarah, misalnya mondar-mandir, berlarian, lompat-
lompat dan berputar-putar.
3) Anak tidak memiliki kemampuan untuk berempati serta membaca dan
memahami emosi yang dikeluarkan oleh orang lain.
4) Tidak memperdulikan lingkungan sekitar.
5) Ketertarikan terhadap benda tertentu.
6) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku baik minat
dan kegiatan.
b. Gangguan Komunikasi
1) Tidak dapat untuk memulai suatu pembicaraan yang mana pembicaraan
tersebut akan terlibatnya komunikasi dua arah yang baik.
2) Tidak memiliki imajinatif dan biasanya anak cenderung monoton dalam
segi hal permainan.
3) Kemampuan dalam berbicara anak tidak memiliki perkembangan atau
terjadi keterlambatan dalam berbicara.
4) Selalu mengulang-ngulang bahasa yang tidak lazim.
5) Anak tidak memiliki usaha dalam melakukan komunikasi terhadap
lingkungan sekitarnya.
c. Gangguan Interaksi Sosial
1) Anak tidak memiliki kemampuan dalam mencari teman secara spontan atau
tidak sengaja yang mana teman tersebut gunanya untuk berbagi sebuah
kesenangan dan melakukan sebuah kegiatan bersama-sama.
2) Terdapat sebuah kegagalan yang dimiliki anak dalam bertatap muka serta
menunjukkan wajah yang tidak memiliki ekspresi atau muka datar.
d. Gangguan Emosi

9
Tiba-tiba menangis tanpa sebab yang jelas. Takut tehadap sesuatu yang
bagi banyak orang umumnya tidak menakutkan. Marah-marah dan temper
tantrum.
e. Gangguan Sensori
1) Sangat peka terhadap rangsang tertentu. Misalnya terhadap suara
tertentu/suara dengan frekuensi tertentu, suara AC, hair dryer, siraman air
kloset, sangat peka terhadap sentuhan atau perabaan. Namun tidak tahan
jika ada label di belakang baju. Bisa juga kurang peka terhadap rangsang
tertentu. Misalnya tidak merasa sakit jika terjatuh atau disuntik. Batas
ambang rangsangnya tidak normal, bisa terlalu peka atau sangat tidak peka.
2) Tiba-tiba menangis tanpa sebab yang jelas. Takut tehadap sesuatu yang bagi
banyak orang umumnya tidak menakutkan. Marah-marah dan temper
tantrum.

2.6 Macam-Macam Terapi Untuk Anak Autisme


1. Metode ABA (Applied Behavior Analysis)
Applied Behaviour Analysis (ABA) merupakan terapi terstruktur yang
fokusnya mengajarkan berbagai keterampilan khusus dan berperilaku positif
untuk anak autis. Terapi ini mengajarkan anak mengenai komunikasi,
keterampilan sosial, perawatan pribadi, pekerjaan sekolah, merespons orang,
hingga mendeskripsikan sesuatu.
2. Terapi Bermain
Dengan terapi bermain, anak dapat melatih kemampuan bersosialisasi
serta berkomunikasi. Terapi autis jenis ini juga bisa dikombinasikan dengan
terapi bicara, terapi okupasi, serta terapi fisik.
3. Terapi Wicara
Ini dapat melibatkan keterampilan non-verbal, seperti melakukan
kontak mata, bergantian dalam percakapan, menggunakan dan memahami
gerakan. Mungkin juga mengajarkan anak-anak untuk mengekspresikan diri
menggunakan simbol gambar, bahasa isyarat, atau komputer.
4. Terapi Okupasi
Terapi ini berkaitan dengan pembentukan kemampuan hidup sehari-
hari. Terapis okupasi juga bisa memberikan latihan sensorik terintegrasi untuk
mengatasi hipersensitivitas terhadap suara, sentuhan, maupun cahaya.
5. Terapi Sensori Integritas
Banyak upaya yang dilakukan selama menjalani terapi sensori, seperti
terapi vibrasi atau getaran, aerobik, dan lainnya.

10
6. Terapi Biomedis
Terapi biomedis berkaitan dengan penggunaan obat-obatan dalam
penanganan autisme. Kebanyakan perawatan biomedis dilakukan berdasarkan
pendekatan DAN (Defeat Autism Now), yaitu menentukan diet khusus,
perawatan alternatif, ataupun suplemen untuk penanganan penyandang autis.
7. Terapi Hiperbarik Oxygen
Terapi hiperbarik oksigen adalah salah satu metode pengobatan yang
dilakukan dengan cara memberikan oksigen murni di dalam ruangan khusus
bertekanan udara tinggi.

Kondisi Autisme di Indonesia

Berdasarkan laman CNN Melly Budhiman, ketua Yayasan Autisme Indonesia


sekaligus sebagai seorang pakar autisme menyatakan bahwa sampai saat sekarang ini
terutama di Indonesia belum pernah ada suatu survey yang bersifat resmi berhubungan
angka pasti kejadian kasus anak dengan gangguan autisme spectrum disorder.
Di Indonesia sendiri belum ada data resmi yang mengatakan jumlah pasti anak
yang mempunyai gangguan perkembangan atau disebut dengan autism. Direktur Bina
Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan pada tahun 2013 pernah menduga bahwa
jumlah anak dengan gangguan autisme di Indonesia mencapai sekitar 112 orang dari
usia 5 tahun sampai pada usia 19 tahun. Dari angka kunjungan di rumah sakit jiwa,
yakni klinik tumbuh kembang anak dan rumah sakit umum dilihat dari tahun ketahun
yang terus meningkat membuat para pakar autisme percaya jika kasus autisme tersebut
akan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Indikasinya adalah pasien yang datang konsultasi ke dokter dan profesional
lainnya terus bertambah, bahkan terjadi antrian yang panjang. Di tempat terapi dan
sekolah khusus, jumlahnya kian meningkat. Di sekolah umum juga jumlahnya kian
meningkat. Anggota milis autisme jumlahnya terus bertambah. Di berbagai
tempat/daerah di Indonesia terbentuk PSG–PSG. Banyak di antara kita yang mengenal
atau mempunyai kenalan atau kerabat yang mempunyai anak autis (tetangga, anak dari
teman kerja dan lain-lain). Di seminar autisme berbagai tempat terlihat banyak peserta
yang para orangtuanya adalah penyandang autisme.

Kondisi Autisme di Mata Dunia

PBB telah menetapkan adanya World Autism Awareness Day atau Hari Peduli
Autisme Sedunia, yaitu setiap tanggal 2 April sejak tahun 2008. Ini menunjukkan
betapa persoalan tentang autisme begitu penting dan membutuhkan perhatian dari
semua pihak.

11
2.7 Jumlah Penyandang Autisme :
USA = 1 : 150 anak
Inggris = 1 : 100 anak
Indonesia = Tidak ada angka yang jelas.
Dunia = Sekitar 60 juta.

2.8 Tokoh Besar Dunia Penyandang Autisme :


1. Albert Einstein (Ilmuwan Fisika Dunia, Penemu Rumus Kesetaraan Masa
Energi e=mc², Penerima Nobel Fisika, Mekanika Fisika, Mekanika Kuantum,
Kosmologi dan Statistika).
2. Sir Isaac Newton (Seorang Fisikawan, Matematikawan, Ahli Astronomi,
Filsuf Alam, Alkimiawan, dan Teolog).
3. Charles Darwin (Seorang Naturalis, Ahli Geologi, Tokoh Teori Evolusi
Manusia Berasal dari Kera).

PEMBELAJARAN TARI MENGGUNAKAN METODE LEAP UNTUK


MENINGKATKAN SASARAN TERAPI OKUPASI PADA ANAK AUTIS DI
SLB BINA ANGGITA YOGYAKARTA

Pelaksanaan dilakukan di SLB Bina Anggita Yogyakarta yang diikuti oleh


siswa autis berusia 9 sampai 17 tahun yang memiliki karakteristik berbeda-beda.
Metode pengajaran yang dilakukan menggunakan metode LEAP untuk meningkatkan
kemampuan menari dan aspek sasaran terapi okupasi bagi siswa autis. Metode LEAP
adalah metode pembelajaran yang menempatkan anak autis untuk belajar dalam satu
lingkungan dengan anak normal. Jadi anak autis mampu menirukan perilaku dan
belajar dari kemampuan anak normal.
Sebelumnya, materi dan media pembelajaran dipersiapkan terlebih dahulu.
Materi yang diberikan adalah Tari Apuse karena mengandung materi gerak yang dapat
melatih kekuatan organ gerak siswa. Adapun langkah-langkah implementasi tindakan,
antara lain menggabungkan siswa autis dengan anak normal, penyampaian materi,
menciptakan kerjasama antara siswa autis dan anak normal, serta evaluasi.
Menggabungkan siswa autis dan anak normal yang dimaksud adalah menghadirkan
anak normal ke kelas tari siswa autis untuk belajar tari bersama. Dalam proses tersebut
akan timbul interaksi berupa perkenalan, anak normal akan mengajak berkomunikasi
dengan anak autis sehingga anak autis dapat beradaptasi dan melatih diri untuk
berkomunikasi dengan teman sebayanya.
Selanjutnya guru akan menyampaikan materi secara bertahap. Materi tersebut
disampaikan di depan siswa autis dan anak normal sehingga mereka bisa benar-benar
merasakan belajar bersama. Selama proses penyampaian materi, guru mengkondisikan

12
siswa autis untuk mengimitasi gerak dari anak normal, kemudian anak normal
didampingi guru untuk memberikan bantuan kepada siswa autis yang mengalami
kesulitan gerak dengan cara membenarkan sikap badan yang belum benar. Kemudian
untuk pendalaman Tari Apuse dilakukan dengan cara mengulang-ulang materi sampai
siswa dapat melakukan tarian mendekati cara menari anak normal.
Selanjutnya tindakan untuk peningkatan sasaran terapi okupasi dilakukan
dengan meningkatkan kerjasama antara anak normal dan siswa autis sehingga anak
normal dapat membantu siswa autis untuk menunjang terapi okupasi terutama dalam
aspek fisik, intelektual, sosial dan emosi.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Autisme merupakan kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf. Penyakit ini
mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang
tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Kemampuan
berkomunikasi adalah modal utama seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Jika seorang anak yang menderita autis tidak mampu berkomunikasi
dan tidak memperoleh pendidikan, maka anak tersebut tidak dapat berperan secara
independen dalam masyarakat dewasa.

3.2 Saran
Pendidikan untuk anak autis sangat diperlukan agar anak autis dapat
mengembangkan kemampuan dan keterampilannya dalam masyarakat. Proses
pembelajaran untuk anak autis seharusnya mampu meminimalkan kekurangan siswa
autis. Pembelajaran tersebut harus memberikan dampak nyata untuk membantu
kehidupan siswa autis selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I.pdf (ums.ac.id)

t_psn_1007069_chapter1.pdf (upi.edu)

Mengenal Penyebab Autis, Gejala, dan Terapi yang Bisa Dilakukan Halaman all -
Kompas.com

Penyakit Autisme - Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati | Halodoc.com

Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis | Rahayu | Jurnal Pendidikan Anak
(uny.ac.id)

https://eprints.uny.ac.id/20155/1/Desilia%20Kusmitantia%20Wardani%20082092410
25.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai