Anda di halaman 1dari 93

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

T DENGAN GANGGUAN
MOBILITAS FISIK DALAM TINJAUAN TEORI PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA VIRGINIA HENDERSON
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA MADAGO
TENTENA

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan


Profesi Ners Pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu
Jurusan Keperawatan

NINING
PO7120421080

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022

i
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Ilmiah Akhir ini telah diperiksa dan disetujui untuk di uji oleh tim
Penguji Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi Profesi
Ners.

Nama : Nining

NIM : PO7120421080

Palu, September 2022


Pembimbing I

Iwan, S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIP. 197703262003121004

Palu, September 2022


Pembimbing II

Amyadin.,SKM.,M.Si
NIP. 196710021987031002

Mengetahui
Ketua Program Studi Profesi Ners

Dr. Jurana,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIP. 197112151991012001

ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Karya Ilmiah Akhir Ners ini telah dipertahankan didepan penguji


Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi Profesi Ners pada tanggal
September 2022

Nama : Nining
NIM : PO7120421080
Tim Penguji
Palu, September 2022

Dr. Jurana.S.Kep.,Ns.,M.Kes
Nip :197112151991012001
Penguji 1

Palu, September 2022

Lindanur Sipatu,S.Kep.,Ns.,MM
Nip :198006162002122002 Penguji 2

Palu, September 2022

Helena Pangaribuan S.Kep.Ns.,M.Kep Penguji 3


Nip :197205201996032002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Ners

Dr.Jurana,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIP .197112151991012001

iii
CURRICULUM VITAE

1. Data Umum
a. Nama Lengkap : Nining
b. Tempat/Tanggal Lahir : Paisulamo, 12 Januari 1999
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Status Perkawinan : Belum Kawin
f. Alamat Lengkap : Desa Paisulamo, Kecamatan Labobo,
Kabupaten Banggai Laut, Provinsi Sulawesi Tengah
g. Nomor Telepon Rumah/HP : 0821-8717-0305
h. Alamat e-mail : niningpamuna11@gmail.com
2. Riwayat Pendidikan
a. Sekolah Dasar : SDN Paisulamo 2007-2012
b. Sekolah Menengah Pertama : MTSN Mansalean, 2012-2014
c. Sekolah Menengah Atas : MAN Mansalean, 2014-2017
d. Diploma IV : Poltekkes Kemenkes Palu 2017-2021
a. Profesi Ners : Poltekkes Kemenkes Palu 2021 - 2022

Palu, September 2022


Penulis,

Nining,S.Tr.Kep

iv
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

Nining, 2022. Asuhan Keperawatan Pada Ny.T Dengan Gangguan Mobilitas Fisik
Dalam Tinjauan Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Virginia Henderson di Panti Sosial Tresna Werdah Tentena. Karya
Ilmiah Akhir Prodi Pendidikan Profesi Ners Palu Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu. Pembimbing (1) Iwan
(2) Amyadin.

ABSTRAK

(i-xi + 72 halaman + 6 tabel + 1 gambar + 2 lampiran)

Stroke Non Hemoragic adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak


akibat gangguan suplay darah kebagian otak. Stroke Non Hemoragic biasa disebut
dengan stroke iskemik yang muncul akibat gangguan pembuluh darah yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi gerak sehingga seseorang mengalami gangguan
anggota gerak. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana penerapan
asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik ditinjau dari teori pemenuhan
kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha
Tentena.
Studi kasus ini menggunakan metode laporan studi kasus keperawatan.
Pada penulisan metode ilmiah sesuai dengan kaidah dari proses keperawatan
yang meliputi : pengkajian, diagnosa, perencanaan keperawatan, implementasi
serta evaluasi.
Dari hasil pengkajian ditemukan diagnosa keperawatan yang ditegakkan ada
2, dengan diagnosa utama gangguan mobilitas fisik. Peneliti melakukan intervensi
latihan Range of Motion (ROM) kepada pasien. Hasil evaluasi menunjukkan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari latihan ROM belum dapat
mempengaruhi peningkatan kekuatan otot pada pasien Stroke Non Hemoragic.
Berdasarkan hasil penelitian dari pengkajian sampai evaluasi disimpulkan
bahwa setelah diberikan asuhan keperawatan dengan tindakan mandiri
keperawatan latihan Range of Motion (ROM) pasif selama 2 hari masalah
gangguan mobilitas fisik tidak dapat tercapaidengan kriteria hasil kekuatan otot
pada ekstremitas meningkat akan tetapi hasil dari intervensi yaitu kekuatan otot
ekstremitas bawah kanan dan kiri masih menurun 2/2.
Kata Kunci : Stroke Non Hemoragic, Gangguan mobilitas fisik, Range
Of motion (ROM)
Daftar Pustaka: 32 Pustaka (2009-2022)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini dengan
baik. Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada orang tua
saya, ibunda Zuhuria, kakak dan adik tercinta yang tidak pantang menyerah dalam
memberikan doa, bantuan dukungan material, kasih sayang, pengorbanan, dan
semangat disetiap langkah perjalanan saya dalam menuntut ilmu. Penulisan Karya
Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Profesi Ners Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu.
Karya Ilmiah Akhir ini terwujud atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Nasrul,SKM.,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kementrian Kesehatan Palu.

2. Selvi Alfrida Mangundap, S.Kp.,M.Si, selaku Ketua Jurusan Politeknik


Kementrian Kesehatan Palu.

3. Iwan, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing 1 yang memberikan bimbingan


dan arahan serta motivasi kepada penulis selama penyusunan Karya Ilmiah
Akhir hingga selesai.

4. Amyadin, SKM.,M.Si selaku pembimbing II yang memberikan bimbingan


dan arahan selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir hingga selesai.

5. Dr.Jurana.S.Kep.Ns.,M.Kes selaku penguji I yang telah memberikan


bimbingan dan arahan selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir hingga selesai.

6. Lindanur Sipatu,S.Kep.,Ns.,MM selaku penguji II yang telah memberikan


bimbingan dan arahan selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir hingga selesai.

7. Helena Pangaribuan,S.Kep.Ns.,M.Kep selaku penguji III yang telah


memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir
hingga selesai.

8. Bapak dan ibu pengelola Panti Sosial Tresna Werdha Tentena yang sudah
banyak membantu khususnya di wisma cempaka sehingga saya dapat
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.

vi
9. Bapak dan ibu pengelola Prodi Profesi Ners Politeknik Kementrian
Kesehatan Palu yang banyak membantu dari awal perkuliahan hingga
penyelesaian karya ilmiah akhir ini.

10. Seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun tidak
langusng. Peneliti hanya bisa berdoa, semoga Allah karuniakan kebaikan-
kebaikan kepada mereka. Aamiin.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Palu, September 2022

Nining,S.Tr.Kep

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI..........................................................iii
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian............................................................................................5
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................8
A. Konsep Teori Keperawatan............................................................................8
B. Konsep Stroke Non Hemoragic....................................................................11
C. Konsep Asuhan Keperawatan Terkait..........................................................18
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA.........................................33
A. Identitas Pasien.............................................................................................33
B. Rencana Asuhan Keperawatan.....................................................................50
C. Implementasi Keperawatan..........................................................................52
D. Catatan Perkembangan.................................................................................55
BAB IV ANALISIS...............................................................................................58
A. Analisis Masalah Keperawatan Utama Dengan Konsep Kasus Terkait.......58
B. Analisis Intervensi Utama dihubungkan Dengan Konsep Teori dan
Penelitian/ Jurnal Terkait..............................................................................61
C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dapat Dilakukan...............................64
BAB V PENUTUP.................................................................................................68
A. Kesimpulan...................................................................................................68
B. Saran.............................................................................................................69

viii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................70
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensin Keperawatan………………………………….….... 27


Tabel 3.1 Klasifikasi Data……………………….………………….……..49
Tabel 3.2 Analisa Data………………………………………………,……50
Tabel 3.3 Rencana Keperawatan Pada Ny.T………………………………51
Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan Pada Ny.T……………….……..….53
Tabel 3.5 Catatan Perkembangan Pada Tanggal 15 Juni 2022…….….…..57

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pathway.............................................................................................15

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Keaslian Tulisan


Lampiran 2 Lembar Konsultasi Karya Ilmiah Akhir

xi
xii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses pennuaan pada lansia terjadi seiring bertambahnya umur lansia,

yang akan menimbulkan permasalahan terkait aspek kesehatan, ekonomi,,

maupun sosial. Oleh karena itu perlunya peningkatan pelayanan kesehatan

terhadap lanjut usia sehingga lansia dapat meningkatkan kualitas hidupnya.(Pipit

Festi W, 2018)

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh m

anusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis yang

tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Kemenkes,

2019). Teori Pemenuhan kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson

mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia yaitu, bernafas secara normal, makan

dan minum cukup, eliminasi, bergerak dan mempertahankan posisi yang

dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur, memilih cara berpakaian,

mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam rentang normal, menjaga tubuh

tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya dari lingkungan, berkomunikasi

dengan orang lain, beribadah menurut keyakinan, menggali dan memuaskan rasa

keingintahuan yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal (Elon,

2021).

Kebutuhan dasar manusia salah satunya menurut Virginia Henderson

Adalah bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi).

1
2

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,

teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat (Asri &

Rahmawati, 2021).

Salah satu dampak imobilitas yang mempengaruhi tubuh yaitu penurunan

kekuatan otot. Penyakit-penyakit tertentu dan cidera yang berpengaruh terhadap

mobilitas dan aktivitas adalah penyakit multiple aklerosis, fraktur, atau cidera

pada urat saraf tulang belakang dan stroke (Rohman, 2019).

Stroke merupakan penyakit neurologi yang dapat menyebabkan gangguan

fungsi gerak sehingga seseorang mengalami gangguan anggota gerak. Stroke

terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah yang

mengakibatkan sebagian otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa

oksigen yang diperlukan sehingga mengalami kematian sel atau jaringan

(Kemenkes, 2019). Pada tahun 2019, penyebab kematian global teratas

berdasarkan total jumlah nyawa yang hilang terkait dengan kasus stroke. Sejak

tahun 2000, peningkatan kematian terbesar dengan kasus stroke meningkat lebih

dari 2 juta menjadi 8,9 juta kematian pada tahun 2019 dengan kasus penyebab

kematian ke 2 dan disabilitas ke 3 di dunia baik di negara maju maupun di negara

berkembang (WHO, 2020).

Di Indonesia masalah stroke menjadi masalah kesehatan yang sangat

penting dan mendesak baik stroke hemoragic maupun stroke non hemoragic. Di

Indonesia sendiri stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian tertinggi

setelah penyakit jantung dan kanker.


3

Menurut (World Stroke Organization, 2019) angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit stroke di Indonesia pada tahun 2018 adalah sebanyak

19,3% dan diperkirakan 550.000 kasus baru setiap tahunya. Berdasarkan Data

Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia

berdasarkan yang terdiagnosis pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 10,9%.

Berdasarkan kategori usia, penderita stroke dengan rentang usia 65-74 tahun dan

75+ tahun. Populasi penderita stroke di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin

laki-laki (11,0 %) dibandingkan perempuan (10,9 %). Dan diperkirakan lebih

banyak penderita stroke yang berdomisili di perkotaan (12,6 %) dibandingkan

yang berdomisili di pedesaan (8,8%) serta didominasi dengan penduduk yang

tidak bekerja (21,8 %) (Riskesdas, 2018).

Hal ini menunjukkan bahwa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya

stroke adalah kurang aktivitas fisik, hipertensi , diabetes mellitus, pola makan

yang buruk serta stress mental dan fisik (P2PTM Kemenkes RI, 2018). Dan di

Provinsi Sulawesi Tengah sendiri prevalensi terjadinya stroke sekitar 10,4 %

penderita stroke atau diperkirakan sebanyak 7.847 ribu orang (Dinkes Sulawesi

Tengah, 2020).

Mengingat tingginya prevalensi stroke yang tentu saja dapat memberikan

dampak yang sangat merugikan bagi penderitanya. Berdasarkan patofisiologinya

stroke terdiri dari stroke non hemoragic dan stroke hemoragic. Stroke non

hemoragic adalah tipe stroke yang paling sering terjadi, hampir 80% dari semua

stroke yang disebabkan oleh gumpalan atau sumbatan lain pada arteri yang
4

mengalir ke otak yang dapat mengakibatkan kelemahan anggota gerak Kondisi

klinis terkait kelemahan anggota gerak salah satunya adalah gangguan mobilitas

fisik, dimana pengertian mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik

dari satu atau lebih ektremitas secara mandiri. Dari pengertian tersebut gangguan

mobilitas dapat menggangu aktivitas seseorang dalam kehidupan sehari-hari dan

merupakan salah satu dampak yang paling sering terjadi pada penderita stroke

non hemoragic sehingga diperlukan solusi ataupun upaya untuk menghindari

komplikasi lebih lanjut (Sara, 2020) . Solusi yang dilakukan yaitu dengan adanya

latihan Range of Motion (ROM) aktif dan pasif pada penderita stroke. Hasil dari

penelitian Yudha dan Amitria, latihan Range of Motion (ROM) memiliki

pengaruh peningkatan kekuatan otot tangan serta kaki.

Landasan pakar model dalam teori Henderson dipertimbangkan sebagai

model teori penting yang mampu mewakili respon kebutuhan pasien terhadap

suatu penyakit. Ditinjau dari teori Henderson kasus gangguan mobilitas fisik

pada pasien stroke non hemoragic yang berkaitan dengan kebutuhan dasar

manusia dalam bergerak dan mempertahankan posisi tubuh (mobilisasi). Dimana

teori ini berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan dasar klien sebagai respons

ketidakberdayaan terhadap suatu penyakit, membantu meningkatkan hubungan

antara perawat dan klien, mengembangkan konsep pertolongan pada diri sendiri,

dan menurunkan ketergantungan pasien. (Zamrodah, 2021).

Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Oleh karena itu, perawat dalam
5

penanggulangan stroke non hemoragic dengan gangguan mobilitas fisik dapat

memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga dalam hal

pencegahan, pemulihan dari penyakit, serta memberikan informasi yang tepat

tentang penyakit stroke non hemoragic dengan gangguan mobilitas fisik

(Nusatirin, 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik melakukan asuhan

keperawatan pada Ny.T dengan gangguan mobilitas fisik dalam teori Virginia

Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha MadagoTentena.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah

yang perlu dibahas dalam Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah “Bagaimana

penerapan asuhan keperawatan pada Ny.T dengan ganggua n mobilitas fisik

dalam tinjaun teori Virginia Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha Maadago

Tentena?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah mendeskripsikan

penerapan asuhan keperawatan pada Ny.T dengan gangguan mobilitas fisik

dalam tinjaun teori Virginia Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha

Madago Tentena.
6

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny.T dengan gangguan

mobilitas fisik dalam tinjaun teori Virginia Henderson di Panti Sosial

Tresna Werdha MadagoTentena.

b. Menentukan rumusan diagnosa asuhan keperawatan pada Ny.T dengan

gangguan mobilitas fisik dalam tinjaun teori Virginia Henderson di Panti

Sosial Tresna Werdha MadagoTentena.

c. Menentukan intervensi asuhan keperawatan pada Ny.T dengan diagnosa

keperawatan gangguan mobilitas fisik dalam tinjauan teori Virginia

Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha Madago Tentena .

d. Melakukan implementasi asuhan keperawatan pada Ny.T dengan

diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik dalam tinjaun teori

Virginia Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha MadagoTentena.

e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Ny.T dengan diagnosa

keperawatan gangguan mobilitas fisik dalam tinjaun teori Virginia

Henderson di Panti Sosial Tresna Werdha MadagoTentena.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai bagaimana

penerapan asuhan keperawatan dengan gangguan mobilitas fisik dalam

tinjaun teori Virginia Henderson

2. Manfaat Praktis
7

a. Bagi Pelayanan Kesehatan

Dapat dijadikan sebagai dasar pengetahuan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan dalam memberikan informasi mengenai penerapan

asuhan keperawatan dengan gangguan mobilitas fisik dalam tinjaun

teori Virginia Henderson dengan menggunakan proses keperawatan

yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi, dan evaluasi.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil laporan ini dapat digunakan sebagai bahan dokumentasi dan bahan

sumber referensi tambahan dalam proses belajar dan perencanaan dalam

membuat penelitian tentang penerapan asuhan keperawatan dengan

gangguan mobilitas fisik dalam tinjauan teori Virginia Henderson.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti

mengenai penerapan asuhan keperawatan dengan gangguan mobilitas

fisik dalam tinjaun teori Virginia Henderson.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Keperawatan

1. Definisi Teori Keperawatan Menurut Virginia Henderson

Teori keperawatan Virginia Henderson mencakup seluruh kebutuhan

dasar seorang manusia. Virginia Henderson mendefinisikan keperawatan

dapat membantu individu yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan

aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya,

dimana individu tersebut akan mampu mengerjakanya tanpa bantuan bila ia

memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini

dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya

secepat mungkin (Elon, 2021) .

Virginia Henderson memperkenalkan definition of nursing (definisi

keperawatan). Definisinya mengenal keperawatan dipengaruhi oleh latar

belakang pendidikanya. Ia menyatakan bahwa definisi keperawatan harus

menyertakan prinsip keseimbangan fisiologis. Henderson sendiri kemudian

mengemukakan sebuah definisi keperawatan yang ditinjau dari sisi

fungsional. Menurutnya, tugas unik perawat adalah membantu individu, baik

dalam keadaan sakit maupun sehat melalui usaha melaksanakan berbagai

aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses

meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh individu

8
9

saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan, dan pengetahuan untuk

itu. Disamping itu, Henderson mengembagkan sebuah model keperawatan

yang dikenal dengan “The Activities of Living”, model tersebut menjelaskan

bahwa tugas perawat adalah membantu individu dalam meningkatkan

kemandirianya secepat mungkin. Perawat menjalankan tugasnya secara

mandiri, tidak tergantung pada dokter. Akan tetapi, perawat tetap

menyampaikan rencananya pada dokter sewaktu mengunjungi pasien

(Zamrodah, 2021).

Dari penjelasan diatas ada beberapa poin penting yang dapat diambil

yaitu :

a. Mempertahankan keseimbangan fisiologis dan emosional

b. Memperoleh kesehatan dan kemandirian atau meninggal dengan damai

c. Membutuhkan kekuatan yang diperlukan

d. Keinginan atau pengetahuan untuk mempertahankan kesehatan

2. Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia Henderson


Virginia Henderson mengemukakan konsep utama dari teorinya yaitu

manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan. Kebutuhan dasar manusia

menurut Virginia Henderson dengan 14 komponen yang merupakan

penanganan keperawatan yaitu :

a. Bernafas secara normal

b. Makan dan minum cukup

c. Eliminasi
10

d. Bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi)

e. Istirahat dan tidur

f. Memilih cara berpakaian

g. Mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam rentang normal

h. Menjaga tubuh tetap bersih dan rapi

i. Menghindari bahaya dari lingkungan yang dapat melukai

j. Berkomunikasi dengan orang lain

k. Beribadah menurut keyakinan

l. Menggali dan memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada

perkembangan dan kesehatan normal.

m. Bekerja dengan tata cara yang mengandung prestasi

n. Bermain atau terlibat dalam rekreasi.

Virginia Henderson menyebutkan keempat belas kebutuhan dasar

manusia diatas dapat diklasifikasikan menjadi empat komponen, yaitu

komponen biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual. Kebutuhan dasar

pada poin 1-9 termasuk komponen kebutuhan biologis. Pada poin 10 dan 14

termasuk komponen kebutuhan psikologis. Lalu pada poin 11 termasuk

komponen spiritual. Sedangkan poin 12 dan 13 termasuk komponen

kebutuhan sosiologis (Nur Aini, 2018).

Berdasarkan teori diatas serta judul dari karya ilmiah ini, penulis hanya

menggunakan kebutuhan dasar pada poin 4 yang merupakan komponen

kebutuhan biologis yaitu bergerak dan mempertahankan posisi yang


11

dikehendaki (mobilisasi). Sesuai dengan kasus asuhan keperawatan

gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragic. Ditinjau dari

teori Virginia Henderson kasus gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke

non hemoragic yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia dalam

bergerak dan mempertahankan posisi tubuh. Dimana teori ini berkontribusi

dalam memenuhi kebutuhan dasar klien sebagai respons ketidakberdayaan

terhadap suatu penyakit, mengembangkan konsep pertolongan pada diri

sendiri, dan menurunkan ketergantungan pasien (Zamrodah, 2021).

3. Aplikasi Teori Virginia Henderson Dalam Proses Keperawatan

Definisi ilmu keperawatan Henderson dalam kaitanya dengan

praktek keperawatan menunjukkan bahwa perawat memiliki tugas utama

sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien. Manfaat

asuhan keperawatan ini terlihat dari kemajuan kondisi pasien, yang semula

bergantung pada orang lain menjadi mandiri. Perawat dapat membantu

pasien beralih dari kondisi bergantung (dependent) menjadi (independent)

dengan melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan,

menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan

dan melakukan evaluasi keperawatan (Nur Aini, 2018)

B. Konsep Stroke Non Hemoragic

1. Pengertian
Menurut World Health Organization (WHO) stroke merupakan

gejala yang dapat diartikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
12

secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global

yang berlangsung 24 jam atau lebih ( Permatasari, 2020).

Stroke non hemoragic adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak

akibat gangguan suplay darah kebagian otak (Brunner & Suddarth, 2014).

Stroke non hemoragic biasa disebut dengan stroke iskemik yang muncul

akibat gangguan pembuluh darah (vaskuler). Gejala ini berlangsung 24 jam

atau lebih yang pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke

otak dimana sekitar 85% yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu

atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum (Cristy, 2019).

2. Etiologi
Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh satu dari kejadian dibawah ini :

a. Thrombolisis

Pengumpulan thrombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada

bagian garis endothelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis

menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak dinding

pembuluh darah menyempit (Black & Hawks, 2014).

b. Emboli Cerebral

Bekuan darah atau lainya seperti lemak yang mengalir melalui

pembuluh darah dibawa ke otak dan terjadi penyumbatan aliran darah

bagian otak tertentu (Black & Hawks, 2014).

c. Spasme pembuluh darah


13

Spasme arteri cerebral yang disebabkan oleh infeksi penurunan

aliran darah ke otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang menyempit

(Black & Hawks, 2014).

3. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik stroke menurut (Brunner & Suddarth, 2014) antara

lain :

a. Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang muncul secara mendadak

b. Gangguan sensibilitas pada satu sisi atau lebih anggota badan

c. Perubahan status mental yang mendadak

d. Bicara tidak lancar (afasia)

e. Gangguan keseimbangan anggota badan (ataksia)

f. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala

4. Patofisiologi
Stroke non hemoragic yang paling sering disebabkan oleh oklusi

pembuluh darah otak besar akibat emboli maupun thrombosis yang dapat

bersumber dari jantung arkus aorta, atau lesi arteri lainnya, seperti arteri

karotis. Emboli dan thrombus inilah yang mengakibatkan berkurangnya atau

adanya penurunan suplai darah keotak yang akan mengakibatkan infark

sehingga otak tidak dapat melakukan metabolisme anaerob. Luasnya infark

bergantung pada lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat (Black & Hawks,

2014).
14

Pasien stroke non hemoragik akan mengalami beberapa perubahan

pada daerah ekstremitas, perubahan yang terjadi ini sesuai dengan arteri

mana yang terkena infark (Masriadi, 2016).

Pasien paling sering mengalami disartria ialah berkurangnya

kemampuan berbicara namun masih dapat memahami kalimat yang

disampaikan seseorang. Disartria disebabkan oleh disfungsi saraf kranial

pada arteri vertebrobasilar atau cabangnya. Afasia merupakan penurunan

kemampuan berkomunikasi, afasia ini dibagi menjadi tiga dengan gangguan

yang berbeda yaitu Afasia wernic yang mempengaruhi pemahaman berbicara

sebagai hasil dari infark pada lobus temporal otak. Afasia Broca

mempengaruhi produksi bicara sebagai akibat dari infark lobus frontal otak

dan Afasia global mempengaruhi komprehensi dan produksi bicara (Black &

Hawks, 2014).

Hemiplegi dan hemiparesis merupakan kondisi dimana tubuh

mengalami penurunan kemampuan yang disebabkan oleh infark arteri

serebral anterior yang merupakan pusat pengontrol gerakan (Masriadi, 2016)


15

5. Pathway Gambar 2.1 Pathway

Sumber : (Nursatirin, 2018)


16

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan stroke menurut (Smeltzer & Bare, 2015), yaitu :

a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 jam. Pasien yang koma pada saat masuk

dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar

penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam

fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik.

b. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum

stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas

fungsional pasien stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan

aktivitas sehari-hari adekuat. Latihan rehabilitasi yang sering digunakan

salah satunya adalah Range of Motion (ROM) yang merupakan salah satu

bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk

keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan

terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah

sakit sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada

keluarga.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang stroke menurut (Brunner & Suddarth, 2014)

sebagai berikut:

a. CT scan (Computer Tomografi Scan)


Modalitas ini dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke non
17

hemoragik secara tepat dan cepat karena pasien stroke non hemoragik

memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu,

pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari

stroke dan menyingkirkan diagnosis banding stroke (hematoma,

neoplasma, abses).

b. MRA (Magnetik Resonan Angiografi)


MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih

awal pada stroke akut. Sayangnya, pemeriksaan ini dan pemeriksaan MRI

lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan

yang agak panjang.

c. Angiografi Serebral
Angiografi serebral dapat membantu untuk menentukan penyebab stroke

secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

d. Pemeriksaan foto thoraks


Pemeriksaan foto thoraks dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah

terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda

hipertensi kronis pada penderita stroke

e. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya

miokard infark, aritmia, atrial fibrilasi yang dapat menjadi faktor resiko

pada stroke.

f. Echokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
18

kelainan jantung yang dapat menyebabkan stroke emboli.

g. USG
USG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya stenosis atau oklusi

pada arteri karotis.

h. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan darah

lengkap, kolesterol, serta pemeriksaan gula darah.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Terkait

1. Pengkajian Fokus
Menurut (Debora, 2013) anamnesa pada stroke meliputi identitas

klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi


19

nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain

gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan

perubahan di dalam intrakranial. Keluhan dari perubahan perilaku juga

umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,

tidak responsif, dan koma.

d. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-

obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang

sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,

antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,

penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian

riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang

dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
20

memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas

mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian

mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai

respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat

g. Pola Persepsi Kesehatan

1) Pola nutrisi
Adanya kesulitan pada saat pasien menelan, nafsu makan menurun,

mual dan muntah pada fase akut.

2) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekatif

biasanya akan terjadi konstipasi karena akibat penurunan peristaltik

usus.

3) Pola aktivitas
Adanya kesusahan dalam melakukan aktivitas karena pasien

mengalami kelemahan, kehilangan sensori, mudah lelah.

4) Pola istirahat
Biasanya pasien cenderung mengalami kesusahan untuk tidur

karena kerusakan otot atau nyeri otot.

5) Pola hubungan dan peran


Terdapat perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
21

kesulitan dalam berkomunikasi akibat dari gangguan berbicara.

6) Pola presepsi dan konsep diri


Pasien merasa sudah tidak berguna lagi, tidak berdaya, tidak ada

harapan lagi, mudah marah, tidak kooperatif.

7) Pola sensori dan kognitif


Pada pola ini klien akan mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan dalam pandangan, sentuhan menurun pada
wajah sampai dengan ekstermitas yang terasa sakit. Pada pola
kognitif biasanya akan terjadi penurunan memori dan proses pikir.
8) Pola produksi seksual
Biasanya pasien akan mengalami penurunan gairah seksual akibat

beberapa pengobatan, seperti obat anti kejang, anti hipertensi.

9) Pola penanggulangan stress


Pasien biasanya akan mengalami kesulitan untuk memecahakan

suatu masalah karena dia mengalami gangguan pola pikir dan

kesulitan saat berkomunikasi.

10) Pola tata nilai kepercayaan


Pasien biasanya akan jarang melakukan ibadah karena keadaanya

yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu

bagian tubuhnya.

h. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara sistematis, bisa

berupa inspeksi, palpasi, perkusi maupun auskultasi. Pemeriksaan fisik

ini dapat dilakukan secara head to toe (kepala sampai dengan kaki).
22

1) Pemeriksaan kepala dan muka

Biasanya kepala dan wajah akan berbentuk selaras ataupun tidak

selaras, wajah pucat. Pada pemeriksaan nervus V (trigeminal) :

disitu pasien bisa menyebutkan lokasi usapan, pada pasien stroke

yang koma ketika diusap kornea matanya menggunakan kapas

halus, maka klien akan menutup kelopak matanya. Sedangkan pada

nervus VII (facialis) maka alis mata simetris, pasien dapat

mengangkat alis, mengerutkan dahinya, mengembungkan pipi, jika

pada saat pasien menggembungkan pipi muncul ketidak selarasan

kanan maupun kiri tergantung lokasi yang lemah dan dimana letak

posisi pasien kesulitan mengunyah.

2) Mata

Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterik, kelopak

mata tidak terdapat odema dan pada nervus II (optikus) : luas

pandang biasanya 90 derajat dan pada nervus III (okulomotirius) :

reflek kedip biasanya dapat dinilai jika pasien mau membuka

matanya, nervus IV (troklearis) : pasien biasanya dapat mengikuti

arahan dari perawat. Nervus VI (abdusen) pasien biasanya dapat

mengikuti arahan arahan tangan perawat ke kiri maupun kekanan.

3) Hidung

Selaras kiri maupun kanan, tidak terdapat cuping hidung. Pada

pemeriksaan nervus 1 (olfaktorius) : terkadang akan diberikan bau-


23

bauan dari perawat namun ada juga yang tidak diberikan, dalam

keadaan ini biasanya ketajaman penciuman antara posisi kanan dan

kiri memiliki nilai yang berbeda. Nervus VIII (akustikus) : pada

pasien yang tidak lemah biasanya anggota gerak atasnya dapat

melakukan gerak tangan-hidung.

4) Mulut dan gigi

Pada pasien apatis, spoor, spoors koma biasanya akan mengalami

masalah bau mulut dan mukosa bibir akan kering. Pemeriksaan

nervus VII (fasialis) : lidah biasanya akan mendorong pipi kekanan

maupun ke kiri, bibir simetris, dan dapat membedakan rasa asin

maupun manis. Pada nervus IX (glosofaringeal) : ovula yang

terangkat biasanya tidak simetris dan akan mencong kearah bagian

tubuh yang lemah. Pada nervus XII (hipoglosus) : pasien biasanya

dapat menjulurkan lidah dan lidah dapat dipencongkan kekanan

maupun kekiri

5) Telinga

Daun telinga biasanya akan sejajar antara kanan dan kiri.

Pemeriksaan nervus VIII (askustikus) : pasien biasanya kurang

dapat mendengar gerakan dari jari-jari perawat.

6) Leher

Biasanya bentuk leher, terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau

tidak, pembesaran vena jugularis dan biasanya keadan leher pun


24

normal.

7) Dada

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk dada, suara nafas,

retraksi, suara jantung, suara tambahan, ictus cordis, dan apa saja

keluahan yang dirasakan.

8) Pemeriksaan abdomen

Pemeriksaan ini biasanya bentuk perut, terdapat nyeri tekan atau

tidak, kembung, bising usus, dan keluahan yang dirasakan.

9) Pemeriksaan genetalia

Biasanya pemeriksaan ini meliputi kebersihan dari genetalia,

rambut pubis, terdapat hemoroid ataupun tidak.

10) Ekstermitas
Meliputi pemeriksaan rentan gerak dalam batas normal ataupun

tidak, edema, tremor, terdapat nyeri tekan atau tidak, alat bantu

jalan dan biasanya akan mengalami penurunan otot (skala 1-5).

Kekuatan otot :

1 : tidak terdapat kontraksi otot 0 paralis


2: Hanya terdapat kontraksi otot 10 sangat buruk (kelemahan berat)
3: ROM Pasif 25 (buruk)
4:Gerakan aktif, hanya dapat melawan gravitasi 50 (cukup/
kelemahan sedang)
5:Gerakan aktif, hanya dapat menahan sebagian tahanan 75
(kelemahan ringan)
6: Gerakan aktif, dapat melawan tahanan penuh 100 (normal)
25

11) Integument
Warna kulit biasanya sawo matang/putih/pucat, kulitg kering

ataupun lembab, terdapat lesi atau pun tidak, kulit bersih atau kotor,

CRT < 2 detik.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (PPNI, 2017) diagnosa yang dapat muncul pada kasus stroke

antara lain :

a. Gangguan mobilitasfisik berhubungan dengan gangguan

neuromuscular (D.0054)

b. Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun

(D.0143)

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan

neuromuscular (D.0109)

d. Gangguan komunikasi verbal berhubunga dengan gangguan

neuromuscular (D.0119)
26

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SLKI) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan mobilitas meningkat (I.05173) Observasi :
neuromuscular (D.0054) (L.05042) dengan kriteria hasil : - Identifikasi adanya nyeri atau
Pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik lainnya
Kekuatan otot meningkat - Identifikasi toleransi fisik melakukan
Rentang gerak (ROM) meningkat pergerakan
Kaku sendi menurun - Monitor frekuensi jantung dan
Gerakan terbatas menurun tekanan darah sebelum memulai
Kelemahan fisik menurun mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
27

- Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
2. Resiko jatuh dibuktikan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Jatuh (I. 14540)
kekuatan otot menurun 3x24 jam, diharapkan tingkat jatuh menurun Observasi :
(D.0143) (L.14138) dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko jatuh
Jatuh dari tempat tidur menurun - Identifikasi risiko jatuh
Jatuh saat berdiri menurun setidaknya sekali setiap shift
Jatuh saat duduk menurun - Identifikasi faktor lingkungan
Jatuh saat berjalan menurun yang meningkatkan risiko jatuh
Jatuh saat dipindahkan menurun - Hitung risiko jatuh dengan
Jatuh saat naik tangga menurun menggunakan skala skala
Jatuh saat di kamar mandi menurun (mis.Fall Morse Scale Humpty
Jatuh saat membungkuk menurun Dumpty Scale) jika perlu.
- Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya
Terapeutik :
- Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
- Pasang handrall tempat tidur
- Atur tempat
Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
28

Anjurkan berkonsentrasi untuk


menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
Perawat
29

3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan mampu melakukan atau Observasi :
neuromuscular (D.0109) menyelesaikan aktivitas perawatan diri (L.11103) - Identifikasi kebiasaan aktivitas
dengan kriteria hasil : sesuai usia
Kemampuan mandi meningkat - Monitor tingkat kemandirian
Kemampuan mengenakan pakaian meningkat - Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kemampuan makan meningkat kebersihan diri, berpakaian, berhias
Kemampuan ke toilet BAB/BAK meningkat dan makan
Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri Terapeutik :
meningkat - Sediakan lingkungan yang terapeutik
Minat melakukan perawatan diri meningkat (mis. suasana hangat, rileks, privasi)
Mempertahankan kebersihan diri meningkat - Siapkan keperluan pribadi (mis.
Mempertahankan kebersihan mulut meningkat Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi
- Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
- Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan perawatan
diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai dengan kemampuan

4. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Promosi Komunikasi: Devisit Bicara
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan komunikasi verbal (I.13492)
neuromuscular (D.0119) (L.13118) dengan kriteria hasil: Observasi :
Kemampuan berbicara meningkat - Monitor kecepatan, tekanan,
Kemampuan mendengar meningkat kuantitas, volume dasn diksi bicara
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat - Monitor proses kognitif, anatomis,
Kontak mata meningkat dan fisiologis yang berkaitan dengan
Respon perilaku membaik bicara
30

Pemahaman komunikasi membaik - Monitor frustrasi, marah, depresi


atau hal lain yang menganggu bicara
- Identifikasi prilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik :
- Gunakan metode komunikasi
alternative (mis: menulis, berkedip,
papan Komunikasi dengan gambar
dan huruf, isyarat tangan, dan
computer)
- Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan
pasien, dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami ucapan
pasien.
Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Berikan dukungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi :
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
31
32
32

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan

implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Debora, 2013).

5. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga

kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari

rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam

memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dalam keperawatan merupakan

kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,

untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan

mengukur hasil dari proses keperawatan (Debora, 2013).


BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Identitas Pasien

1. Identitas Diri Klien

Nama : Ny.T

Umur : 75 tahun

Pendidikan : SD

Status perkawinan : Tidak Menikah

Alamat : Tendeadongi

Jenis kelamin : Perempuan

Suku : Jawa

Agama : Kristen

Status : Single

Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2022

2. Keluhan Utama

Kedua kaki sukar di gerakkan

3. Riwayat Keluhan Utama :

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 14 juni 2022,

pukul 10.00 WITA, klien mengatakan kedua kaki sukar digerakkan

dengan skala kekuatan otot kaki kanan dan kaki kiri 2/2. Nampak

aktivitas klien di bantu pegawai di ruangan cempaka dan pada saat

dilakukan pengukuran tekanan darah di wisma cempaka dengan hasil

170/90 mmhg.

33
34

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan memiliki riwayat

hipertensi

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga klien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang

mengalami penyakit hipertensi

A. Pengkajian Dasar

1. kesadaran : GCS E: 4 V:5 M:6 = 15

Compos Mentis

2. pulse : 84 x/menit

3. respirasi : 24 x/menit

4. Temperature : 36,5oC

5. tekanan darah : 170/90

6. BB/TB :45 Kg/152 Cm

7. pola istirahat : Klien mengatakan tidur siang pukul 12.30

Wita dan tidur malam pukul 18.00 Wita. klien tidak memiliki

kesulitan tidur

B. sistem persyarafan

1. kesimetrisan wajah : Wajah nampak Simetris tidak ada

kelainan pada wajah

2. mata

a. pergerakan : Gerakan bola mata ke suatu arah

sama. Klien tidak mengalami strabismus


35

b. kejelasan melihat : Penglihatan mata klien kabur

c. katarak : Klien belum pernah operasi katarak

d. pupil : Isokor

3. sensorik :Klien mengalami gangguan

penglihatan/penglihatan kabur

4. pendengaran : klien tidak memiliki gangguan

pendengaran dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran

C. Sistem Kardiovaskuler

1. Sistem perifer, warnah dan kehangatan CRT ≤ 2 detik,

berwarna tidak pucat, akral teraba hangat.

2. Auskultasi denyut jantung : Tidak terdengar bunyi jantung

tambahan, bunyi jantung lup-dup

3. Tidak ada pembengkakan vena jugularis

4. Pusing (dizzineg) : Klien mangatakan tidak merasa pusing

5. Klien tidak mengatakan nyeri pada kepala

D. Oedema

Tidak terdapat edema pada ekstremitas bawah

E. Sistem Gastriontestinal

1. Status gizi : Baik

2. Pemasukan diet : Klien memiliki alergi makanan seperti telur

dan klien tidak alergi obat-obatan, Klien makan nasi, lauk dan

sayur
36

3. Anoreksi, Mual, Muntah : Klien merasa mual jika lambat

makan

4. Sebagian gigi klien sudah copot tetapi klien masih bisa

mengunyah makanan

5. Keadaan gigi : sebagian gigi sudah copot

6. Tidak ada konstipasi (sembelit) dan diare pada klien

7. Tidak terdengar bising usus, bising usus 15 x/menit

8. Frekuensi BAB 1-2 kali/hari konsistensi padat

F. Sistem Genitouronaria

1. Urine berwarna kuning, bau pesing

2. Tidak ada distensi kandung kemih, maupun inkontinesia

3. Fresiensi BAK 5-6 x/hari

4. Tidak ada keluhan nyeri pada saat Bak

5. Seksualitas: tidak ada

G. Sistem Kulit

1. Kulit

a. Temperatur 36,5 ºc

b. Tingkat kelembapan : kulit lembab

2. Togor kulit : tugor kulit baik

3. Tidak ada jaringan paruh

4. Keadaan kuku pendek dan bersih

5. Keadaan rambut : rambut cepak, Nampak adanya uban,

tampak kering, tidak terdapat ketombe.


37

H. Sistem Muskuloskeletal

1. Konraktur

a. Atrofiotot : otot betisnya mengecil

b. Mengecilnya tendon : tendon tidak mengecil

c. Ketidakadekuatnya gerakan sendi pelvis, plane, biseps dan

sendi tripes

2. Tingkat mobilitas

a. Ambulasi tanpa menggunakan alat bantu tongkat(kruk)

b. Keterbatasan gerak : gerak terbatas

c. Keuatan otot : 4 4

2 2

d. Kemampuan melangkah atau berjalan : klien tampak tidak

bisa berjalan. hanya bisa menggunakan kursi roda

3. Gerakan sendi : Agak susah mengerakan sendi

pelvis, plane, biseps dan sendi tripes

4. Paralisis (kelumpuhan) : Klien mengalami parese

5. Kifosis : Tidak terjadi kifosis


38

PENGKAJIAN KHUSUS LANSIA

1 Pengkajian fungsional klien

a Katz Indeks/Modifikasi dari Barthel Indeks (Teks Kemandirian Klien)

termasuk yang manakah Klien ?

Petunjuk Pengisian

1) Jika dilakukan dengan bantuan beri nilai 5 dan

2) Jika dilakukan mandiri beri nilai 10

Table 2 : pengkajian fungsional klien

No. KRITERIA DENGAN MANDIRI KETERANGAN


BANTUAN
1. Makan  Frekuensi : 3 kali sehari
Jumlah :1 porsi
dihabiskan
Jenis : nasi, ikan dan
sayur
2. Minum  Frekuensi : 7-8 x sehari
Jumlah : ± 1500 ml
Jenis : air putih
3. Berpindah dari kursi roda  Frekuensi : klien tidak
ketempat tidur atau menggunakan kursi roda
sebaliknya
4. Personal Toilet (cuci muka,  Frekuensi : 2-3x sehari
menyisir rambut, gosok
gigi)
5. Keluar masuk toilet  Frekuensi : 2-3x sehari
(mencuci pakaian,
menyeka tubuh, menyiram)
6. Mandi  Frekuensi : 2-3x sehari
7. Jalan dipermukaan datar  Frekuensi : setiap hari
8. Mengenakan pakaian  Frekuensi : 2-3x sehari
9. Kontrol Bowel (BAB)  Frekuensi : 1-2x sehari
10. Kontrol Bladder (BAK)  Frekuensi : 5-6x sehari
11. Naik turun tangga  Frekuensi : 1-2x sehari
12. Olahraga / latihan  Frekuensi : 2 kali
seminggu
Jenis : senam
39

13. Rekreasi / pemanfaatan  Tidak ada


waktu luang
Keterangan : Hasil pengkajian indeks di atas klien mendapatkan score nilai 16-
125 yang artinya klien memiliki ketergantungan pada orang lain
40

b. Pengkajian status mental :untuk penilaian deficit otak pada pasien

usila

(1) Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan

Short portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

Petunjuk / instruksi :

Ajukan pertanyaan 1 – 10 pada daftar ini dan catat semua jawaban

Catat jumlah Kesehatan total berdasarkan sepuluh pertanyaan

Table 3 :pengkajian status mental

No. Pertanyaan Benar Salah


1. Tanggal berapa sekarang ? 
2. Hari apa sekarang ? 
3. Apa nama tempat ini ? 
4. Dimana alamat anda ? 
5. Berapa umur anda ? 
6. Kapan anda lahir ? (minimal tahun lahir ) 
7. Siapa presiden Indonesia saat ini ? 
8. Siapa presiden Indonesia sebulamnya ? 
9. Siapa nama ibu anda ? 
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari stiap 
angka baru, semua secara menurun
Interpretasi : dari hasil pengkajian status mental klien menjawab

dengan semua dengan benar sehingga klien mendapatkan score total 10

artinya fungsi intelektuan klien masih utuh


41

c. Identifikasi aspek kognitif (pengetahuan) pemeriksaan yang dilakukan

untuk memulai status mental pasien dengan tujuan untuk mengetahui

bagaimana orientasi waktu dan tempat. Pengujian memori jangka

pendek dan jangka panjang, berhitung, kemampuan Bahasa, dan

kemampuan konstruksional dengan menggunakan mini mental Status

Exsam (MMSE) yang meliputi

Orientasi, Registrasi, Perhatian, Kalkulasi, Mengingat kembali,

Bahasa

Tabel 4 : aspek kognitif


No. Aspek Kognitif Nilai Nilai Kriteria
Maksimal Klien
1. Orientasi 10 10 Menyebutkan dengan benar :
a Tahun : +1
b Musim : -
c Tanggal : +1
d Hari : -
e Bulan : +1
Dimana kita sekarang ?
f Negara..………………+1
g Provinsi :……………..+1
h Kabupaten / kota……..+1
i Kecamatan.……… ...+1
j Desa............................. -
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing objek
(benda). Kemudian tanyakan kepada
klien ke-3 objek tadi untuk
disebutkan :
a. Objek pintu +
b. Objek jendela +
c. Objek lemari +
3. Perhatian dan kalkulasi 5 5 Minta klien untuk memulai dari
angka 100 kemudian dikurangi 7
sampa kali/tingkat :
a. 93 +
42

b. 86 +
c. 79 +
d. 72 +
e. 65 +
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangiketiga
objek pada no.2 (Registrasi) tadi.
Bila benar, 1 poin untuk masing-
masing objek
5. Bahasa 9 9 Tunjukan pada klien suatu benda
dan tanyakan Namanya pada klien
a. Misalnya : jam tangan +
Minta klien untuk mnegulangi
kata berikut : taka da, jika, dan
atau, tetapi
b. Bila benar, nilai 1 poin +1
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikutyang terdiri dari 4
langkah :
c. Ambil selembar kertas +1
d. Letakkan kertas di tangan anda
+1
e. Lipat dua +1
f. Taruh dilantai +1
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai 1 poin :
g. Tutut mata anda +1
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar
h. Tulis satu kalimat +
i. Menyalin gambar +
Mis :

Total Nilai 27
Interpretasi Nilai : dari pengkajian aspek kognitif klien mendapatkan

score 27 yang artinnya tidak ada gangguan kognitif pada klien


43

PENILAIAN SKALA DEPRESI (GERIATRIC DEPRESSION SCALE)

Tabel 5 :penilaian skala depresi


No. Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda ? 

2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan 


minat/kesenagan anda ?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong ? 

4. Apakah anda sering merasa bosan ? 

5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? 

6. Apakah anda merasa takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada 
anda ?
7. Apakah anda merasa Bahagia untuk Sebagian besar hidu panda ? 
8. Apakah anda merasa sering tidak berdaya? 

9. Apakah anda lebih sering dirumah dari pada pergi keluar dan 
mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya 
ingat anda di bandingkan kebanyakan orang ?
11. Apakah anda pikir bahwa kehidupan anda sekarang 
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat 
ini ?
13. Apakah anda merasa penuh semangat ? 

14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan ? 
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari 
pada anda ?
Interprestasi Nilai : dari hasil penilaian skala depresi klien mendapatkan
score nilai 10 artinya klien mengalami depresi

Catatan :bahwa setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor nilai 1 (satu)
44

APGAR KELUARGA (UNTUK MENGETAHUI SEBERAPA


BESAR TINGKAT HUBUNGAN KLIEN DENGAN KELUARGA
ATAU TEMAN-TEMANNYA)
Tabel 6 :apgar keluarga
No. Item Penilaian Selalu Kadang- Tidak
(2) Kadang Pernah
(1) (0)
1. A : Adatapsi 
Saya puas bahwa saya dapat Kembali pada
keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
saya pada waktu mendapat kesusahan
2. P :Parnership 
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya untuk membicarakan sesuatu dengan saya
dan mengungkapkan masalah dengan saya
3. G : Growth 
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktifitas
4. A : Afek 
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya mengekspresikan afek dan berespon
terhadap emosi-emosi saya seperti marah,
sedih atau mencintai
5. R : Resolve 
Saya puas dengan cara teman-teman saya dan
saya menyediakan waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan berespon
6. Jumlah 5

Interprestasi : dari hasil pengkajian apgar keluarga di atas klien


mendapatkan score nilai 5 yang artinya klien memiliki Disfungsi keluarga sedang
45

SCRENNING FAAL (pemeriksaan kerja alat tubuh sebagai man


mestinya)

Fungsional Reach (FR) Test

Tabel 7 :screnning faal


No. Langkah
1. Minta pasien berdiri disisi tembok dengan tangan direntangkan kedepan
2. Beri tanda letak tangan
3. Minta pasien condong kedepan tanpa melangkah selama 1-2 menit
dengan tangan direntangkan kedepan
4. Beri tanda letak tangan ke-2 pada posisi condong
5. Ukur jarak antara tanda tanga 1 & 2
Interpretasi : dari hasil screnning faal klien berusia 75 tahun dank lien
tidak bisa berdiri sendiri karena kaki sukar untuk digerakkan
46

2. Klasifikasi Data

Tabel 3. 1 Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif


a. Pasien mengatakan sulit a. Aktivitas pasien tampak
menggerakkan kedua dibantu oleh pegawai yang
kaki bertugas di wisma cempaka
b. Pasien mengatakan cepat lelah b. Kuku pasien tampak bersih
ketika melakukan aktivitas c. Kulit kepala pasien
meskipun hanya duduk tampak bersih
ditempat tidur d. Kekuatan otot kaki kanan dan
c. Pasien mengatakan kaki kiri pasien menurun 2/2
aktivitas dibantu oleh e. Ektremitas bawah kanan dan kiri :
pegawai yang bertugas di ROM pasif 25 (buruk)
wisma cempaka f. Tanda-tanda vital
a. Pasien mengatakan tidak TD : 170/90 mmhg
memakai sampo saat mandi N : 84 x/menit
b. Pasien tidak mampu mandi secara R : 24 x/menit
mandiri SB : 36oc

Sumber : Data Primer, 2022


47

3. Analisa Data

Tabel 3.3 Analisa Data


Data Etiologi Masalah

DS : Gangguan Gangguan mobilitas


a. Pasien mengatakan
neuromuskular fisik
sulit menggerakkan
kedua kaki
b. Pasien mengatakan
cepat lelah ketika
melakukan aktivitas
meskipun hanya
duduk ditempat
tidur
c. Pasien mengatakan
aktivitas dibantu
oleh pegawai yang
bertugas di wisma
cempaka

DO :
a. Aktivitas pasien
tampak dibantu
oleh pegawai yang
bertugas di wisma
cempaka
b. Kekuatan otot kaki
kanan dan kaki kiri
pasien menurun 2/2
c. Ekstremitas bawah
Kanan dan kiri :
ROM pasif 25
(buruk)
d. Tanda-tanda vital
TD : 170/90 mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
SB : 36oc
DS : Gangguan Defisit perawatan
a. Pasien mengatakan
neuromuskular diri
selama musim hujan
tidak pernah mandi
b. Pasien mengatakan
selama 3 hari tidak
pernah sikat gigi
c. Pasien mengatakan
selama 3 hari tidak
pernah cuci
48

DO :
a. Pasien tidak mampu
mandi secara
mandiri
b. Kuku pasien tampak
kotor dan panjang
c. Gigi pasien tampak
berwana kuning
d. Tanda-tanda vital
TD : 170/90 mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
SB : 36oc
DS : Kekuatan otot Risiko Jatuh
a. Pasien mengatakan
menurun
badan terasa lemas
b. Pasien mengatakan
cepat lelah ketika
melakukan aktivitas
meskipun hanya
duduk di tempat tidur
c. Pasien mengatakan
aktivitas dibantu oleh
keluarga
DO :
a. Kekuatan otot kaki
kanan dan kaki kiri
pasien menurun 2/2
b. Aktivitas pasien
tampak dibantu oleh
keluarga
c. Berdasarkan hasil
pengkajian resiko
jatuh pasien memiliki
skor 75 (pasien
memiliki resiko jatuh
tinggi)
d. Tanda-tanda vital
TD : 170/90 mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
SB : 36oc
49

B. Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 3.3 Rencana Keperawatan pada Ny. T Tanggal 14 Juni 2022


N PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
O Tujuan Intervensi
1. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan gangguan Observasi
keperawatan selama 2 x 24 menit
neuromuskular (D.0054) ditandai a. Identifikasi adanya nyeri atau
dengan: diharapkan mobilitas meningkat keluhan fisik lainnya
DO : b. Identifikasi toleransi fisik
(L.05042) dengan Kriteria hasil :
- Aktivitas pasien tampak melakukan mobilisasi
dibantu oleh pegawai yang a. Pergerakan ekstremitas meningkat c. Monitor frekuensi jantung dan
bertugas di wisma cempaka tekanan darah sebelum memulai
b. Kekuatan otot meningkat dari
- Kekuatan otot kaki kanan mobilisasi
dan kaki kiri pasien skala 2 menjadi 3 d. Monitor kondisi umum selama
menurun 2/2 melakukan mobilisasi
c. Kaku sendi menurun
- Ekstremitas bawah Kanan Terapeutik
dan kiri : ROM pasif 25 d. Rentang gerak ROM meningkat a. Fasilitasi melakukan
(buruk) latihan Range of Motion
e. Kelemahan fisik menurun
- Tanda-tanda vital (ROM)
TD : 170/90 mmHg f. Gerakan terbatas menurun b. Libatkan keluarga untuk
N : 84 x/menit membantu pasien dalam
R : 24 x/menit meningkatkan mobilitas
SB : 36oc dan latihan Range Of
Motion (ROM)
50

DS : Edukasi
- Pasien mengatakan sulit a. Jelaskan tujuan dan prosedur
menggerakkan kedua kaki mobilisasi
- Pasien mengatakan cepat lelah b. Anjurkan melakukan mobilisasi
ketika melakukan aktivitas dini
meskipun hanya duduk c. Ajarkan mobilisasi sederhana
ditempat tidur yang harus dilakukan (duduk
- Pasien mengatakan aktivitas disisi tempat tidur)
dibantu oleh pegawai yang
bertugas di wisma cempaka
51

C. Implementasi Keperawatan

Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan pada Ny. T Tanggal 14 Juni 2022


No Hari / Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi
Tanggal
1. Selasa, 14 Jam : Dukungan mobilisasi Hari / Tanggal : Selasa, 14 Juni 2022
08.30 Observasi :
Juni 2022 Wita 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau Jam : 01.30 Wita
keluhan fisik lainya
Hasil : Pasien mengatakan sulit S:
menggerakkan kaki kanan dan kaki kirinya
2. Mengidentifikasi toleransi fisik 1. Pasien mengatakan kesulitan
08.35 melakukan pergerakan saat menggerakkan kedua
Wita Hasil : Pasien mengatakan badan terasa lemas kakinya
3. Memonitor frekuensi jantung dan O:
tekanan darah sebelum memulai 1. Pasien tampak kesulitan
08.40 mobilisasi menggerakkan kedua
Wita Hasil : Tekanan darah : 140/80 mmHg kaki
Pernapasan : 20x/menit 2. Kekuatan otot kaki kanan
Nadi : 88x/menit dan kaki kiri pasien 2/2
08.45 4. Memonitor kondisi umum selama SB : 36oC
Wita melakukan mobilisasi A : Gangguan mobilitas fisik masih
Hasil : terjadi
- Aktivitas pasien dibantu oleh
pegawai di panti sosial tresna P : Lanjutkan intervensi
werdah Observasi
- Kekuatan otot kaki kanan dan kaki kiri 1. Identifikasi adanya nyeri
52

pasien menurun 2/2 atau keluhan fisik


- Ekstremitas bawah kanan dan kiri :ROM lainnya
pasif 25 (buruk) 2. Identifikasi toleransi
Terapeutik : fisik melakukan
1. Memfasilitasi melakukan latihan mobilisasi
08.50 Range of Motion (ROM) 3. Monitor frekuensi
Wita Hasil : Pasien dilatih untuk melakukan jantung dan tekanan
ROM dengan frekuensi 2x dalam sehari, darah sebelum memulai
yaitu pagi dan sore hari. mobilisasi
2. Melibatkan keluarga untuk membantu 4. Monitor kondisi umum selama
pasien dalam meningkatkan pergerakan melakukan mobilisasi
dan latihan Range of Motion (ROM) Hasil Terapeutik
: Pegawai di panti tresna werdah 1. Fasilitasi melakukan
mengikuti anjuran untuk membantu pasien latihan Range of
dalam melakukan pergerakan dan latihan Motion (ROM)
ROM 2. Libatkan keluarga
09.00 Edukasi : untuk membantu
Wita 1. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi pasien dalam
Hasil : Tujuan mobilisasi adalah untuk meningkatkan
memperbaiki fungsi saraf melalui terapi mobilitas
fisik. Prosedur mobilisasi antara lain Edukasi
melatih pasien untuk duduk ditempat 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
tidur mobilisasi
2. Mengajarkan melakukan mobilisasi dini 2. Anjurkan melakukan
Hasil : Pasien dan pegawai panti sosial mobilisasi dini
tresna werdah diajarkan untuk melakukan 3. Ajarkan mobilisasi sederhana
mobilisasi dini yaitu posisi tidur dengan yang harus dilakukan (duduk
cara berbaring terlentang, miring ke sisi disisi tempat tidur)
53

bagian tubuh yang sehat dan bagian tubuh


yang lemah.
3. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan yaitu duduk di tempat
tidur
Hasil : Pasien mengatakan bisa duduk
ditempat tidur dengan bantuan pegawai
di wisma cempaka
55

D. Catatan Perkembangan

Tabel 3.5 Catatan Perkembangan Pada Ny. T Tanggal 22 Juni 2022


NO Hari / Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi
Tanggal
1. Rabu, 15 Dukungan mobilisasi
Observasi : S:
Juni 2022 08.30 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau 1. Pasien mengatakan masih
Wita keluhan fisik lainnya kesulitan menggerakkan
Hasil : Pasien mengatakan masih sulit kedua kakinya
menggerakkan kaki kanan dan kaki kirinya. 2. Pasien mengatakan lemas
Pasien tampak kesulitan menggerakkan kedua O:
kakinya 1. Pasien tampak kesulitan
08.35
2. Mengidentifikasi toleransi fisik menggerakkan kedua kaki
Wita melakukan pergerakan 2. Kekuatan otot kaki kanan dan
Hasil : Pasien mengatakan badan masih kaki kiri pasien 2/2
terasa lemas 3. Ekstremitas bawah kanan dan
08.40 3. Memonitor frekuensi jantung dan kiri : ROM pasif 25 (buruk)
Wita tekanan darah sebelum memulai 4. Tanda-tanda vital
mobilisasi TD : 130/70 mmHg
Hasil : Tekanan darah : 130/70 mmHg N : 80 x/menit
Pernapasan : 20x/menit Nadi : R : 20 x/menit
08.45 80x/menit SB : 36OC
Wita 4. Memonitor kondisi umum selama A : Gangguan mobilitas fisik masih terjadi
melakukan mobilisasi P : Lanjutkan intervensi
Hasil : Observasi
56

- Aktivitas pasien dibantu oleh 1. Identifikasi adanya nyeri atau


pegawai dipanti tresna werdha keluhan fisik lainnya
- Kekuatan otot kaki kanan dan kaki 2. Identifikasi toleransi fisik
kiri pasien menurun 2/2 melakukan mobilisasi
- Ekstremitas bawah kanan dan kiri : 3. Monitor frekuensi jantung dan
ROM pasif 25 (buruk) tekanan darah sebelum memulai
Terapeutik : mobilisasi
09.00 1. Memfasilitasi melakukan latihan 4. Monitor kondisi umum
Wita Range of Motion (ROM) selama melakukan
Hasil : Pasien dilatih untuk melakukan mobilisasi
ROM dengan frekuensi 2x dalam sehari, Terapeutik
yaitu pagi dan sore hari. 1. Memfasilitasi melakukan latihan
2. Melibatkan keluarga untuk membantu Range of Motion (ROM)
pasien dalam meningkatkan pergerakan 2. Melibatkan keluarga untuk
09.10 dan latihan Range of Motion (ROM) membantu pasien dalam
Wita Hasil : Pegawai di panti tresna werdah meningkatkan mobilitas dan
mengikuti anjuran untuk membantu pasien latihan Range of Motion (ROM)
dalam melakukan pergerakan dan latihan Edukasi
ROM 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
Edukasi : mobilisasi
1. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Hasil : Tujuan mobilisasi adalah untuk 3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
memperbaiki fungsi saraf melalui terapi harus dilakukan (duduk disisi tempat
fisik. Prosedur mobilisasi antara lain tidur)Ajarkan mobilisasi sederhana
melatih pasien untuk duduk ditempat yang harus dilakukan (duduk disisi
tidur tempat tidur)
2. Mengajurkan melakukan mobilisasi dini
Hasil : Pasien dan pegawai panti sosial
57

tresna werdah diajarkan untuk melakukan


mobilisasi dini yaitu posisi tidur dengan
cara berbaring terlentang, miring ke sisi
bagian tubuh yang sehat dan bagian tubuh
yang lemah.
3. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan yaitu duduk di tempat
tidur
Hasil : Pasien mengatakan bisa duduk
ditempat tidur dengan bantuan pegawai di
wisma cempaka
58
BAB IV ANALISIS

A. Analisis Masalah Keperawatan Utama Dengan Konsep Kasus Terkait

Pembahasan hasil review kasus ini akan membahas mengenai

adanya kesesuaian dan kensenjangan antara teori dan pelaksanaan asuhan

keperawatan pada Ny. T dengan kasus Stroke Non Hemoragic, yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi dan evaluasi keperawatan.

Dalam teori kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson proses

keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai tahap evaluasi. Pada

tahap pengkajian perawat melakukan penilaian berdasarkan 14 komponen

kebutuhan dasar manusia yang dapat dilakukan pendekatan yang meliputi

psikologis, sosial, dan spiritual dengan demikian perawat dapat mengenali

kebutuhan yang diperlukan pasien sehingga dapat diterapkan dalam tahap

pengkajian (Desmawati, 2019).

Pengkajian pada pasien Ny.T dilakukan pada tanggal 14 Juni 2022

di Wisma Cempaka Panti Sosial Tresna Werdha MadagoTentena dengan

teknik wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Pada saat dilakukan

pengkajian, pasien mengeluh kesulitan menggerakkan kedua kaki. Hasil

pemeriksaan fisik menunjukkan kekuatan otot kaki kanan dan kaki kiri

pasien 2/2, ekstremitas bawah kanan dan kiri ROM pasif 25 (buruk), serta

aktivitas pasien tampak dibantu oleh pegawai yang berada di panti sosial

tresna werdha madago tentena khusunya wisma cempaka.

58
59

Dalam proses keperawatan, setelah didapatkan data pengkajian dari

pasien, tahap selanjutnya adalah menentukan diagnosa keperawatan. Begitu

juga dalam teori kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson pada tahap

perumusan diagnosa keperawatan, perawat menyimpulkan masalah

keperawatan apa saja yang muncul berdasarkan hasil pengkajian. Masalah

keperawatan yang ditetapkan akan menjadi fokus intervensi asuhan

keperawatan yang akan di implementasikan pada pasien (Desmawati, 2019).

Berdasarkan data hasil pengkajian diatas maka penulis menetapkan

diagnosa keperawatan yang utama pada kasus ini adalah gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular. Dalam Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) menyebutkan bahwa

gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerak fisik dari satu

atau lebih ekstremitas secara mandiri.

Gangguan mobilitas fisik yang terjadi pada pasien Stroke Non

Hemoragic diakibatkan oleh gangguan neuromuskuler yang terjadi akibat

obstruksi atau trombus yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak.

Thrombus terbentuk akibat plak arterosklerosis sehingga sering kali terjadi

penyumbatan pasokan darah ke organ ditempat terjadinya thrombosis.

Potongan-potongan thrombus terutama thrombus yang kecil yang biasanya

disebut dengan emboli akan lepas dan berjalan mengikuti aliran darah. Jika

aliran ke setiap bagian otak tersumbat karena thrombus atau emboli maka

akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan suplai

oksigen selama satu menit dapat menyebabkan nekrosis mikroskopis area


60

neuron. Area yang mengalami nekrosis yaitu area brodman 4 dan 6 dimana

area tersebut adalah bagian korteks, tepatnya korteks frontalis yang

merupakan area motorik primer. Hal ini mengakibatkan terjadinya

keterbatasan dalam menggerakkan bagian tubuh sehingga menimbulkan

gangguan mobilitas fisik (Ganong, 2008).

Hal ini sejalan dengan riset penelitian yang dilakukan oleh

(Khotimah et al., 2021) dengan judul “Asuhan Keperawatan Hambatan

Mobilitas Fisik pada Ny.S dengan Stroke Non Hemoragic di Ruang

Anggrek RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga” yang

mengatakan hambatan mobilitas fisik ditegakkan sebagai masalah

keperawatan yang utama karena Stroke Non Hemoragic dengan hambatan

mobilitas fisik banyak terjadi dan menyebabkan keseimbangan tubuh

pasien, gerak otot, dan gerak sendi mengalami kesulitan dalam

menggerakkan ekstremitas, kelemahan, dan gangguan aktivitas pada pasien.

Apabila tidak dilakukan pengobatan yang tepat hal ini bisa menyebabkan

terganggunya kebutuhan hidup sehat pasien.

Penulis berasusmsi bahwa pasien Ny,T mengalami gangguan

mobilitas fisik yang terjadi pada akibat proses metabolisme dalam otak

terganggu sehingga penurunan suplai darah dan oksigen ke otak terganggu

yang mempengaruhi disfungsi nervous XI (assesoris) dimana hal inilah yang

dapat mengakibatkan kelemahan anggota gerak sehingga menimbulkan

gangguan mobilitas fisik.

Berdasarkan analisis teori dan hasil penelitian diatas maka tidak


61

ada kesenjangan antara teori dan fakta dari kasus pasien Ny.T dengan

diagnosa medis Stroke Non Hemoragic yang menimbulkan masalah

keperawatan utama gangguan mobilitas fisik.

B. Analisis Intervensi Utama dihubungkan Dengan Konsep Teori dan

Penelitian/ Jurnal Terkait

Adapun masalah utama berdasarkan hasil pengkajian dari teori

Virginia Henderson yang muncul pada pasien yaitu kesulitan untuk bergerak

dan mempertahankan posisi. Untuk mengembalikan kemandirian pasien

sdalam memenuhi kebutuhan dasarnya, penulis menyusun intervensi

keperawatan gangguan mobilitas fisik dengan intervensi utama dukungan

mobilisasi. Penyusunan rencana tindakan keperawatan pada kasus ini

menggunakan referensi dari Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI) dengan merujuk pada tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan

menggunakan referensi Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).

Dalam teori kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson pada tahap

perencanaan tindakan keperawatan yaitu perawat melakukan aktivitas

penyusunan dan perbaikan susunan rencana tindakan perawatan terhadap

proses penyembuhan yang telah disusun antara perawat dengan pasien

mengenai proses bagaimana perawat membantu pemulihan dari sakit hingga

pasien sembuh atau meninggal dalam damai (Desmawati, 2019).

Intervensi yang diberikan pada kasus ini untuk diagnosis utama

gangguan mobilitas fisik adalah dukungan mobilisasi meliputi tindakan

observasi, terapeutik, dan edukasi. Rencana tindakan observasi yang


62

dilakukan yaitu identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya,

identifikasi toleransi fisik melakukan mobilisasi, monitor frekuensi jantung

dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi, monitor kondisi umum

selama melakukan mobilisasi. Rencana tindakan terapeutik yaitu fasilitasi

melakukan latihan Range of Motion (ROM), melibatkan pegawai yang

berada di wisma cempaka untuk membantu pasien dalam meningkatkan

mobilitas dan latihan Range Of Motion (ROM). Rencana tindakan edukasi

yaitu jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, anjurkan melakukan

mobilisasi dini, ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (duduk

disisi tempat tidur).

Menurut (Potter & Perry, 2010) tindakan keperawatan yang dapat

dilakukan dengan diagnosa medis Stroke Non Hemoragic pada masalah

gangguan mobilitas fisik yaitu dengan melatih teknik Range Of Motion

(ROM) pasif. Tindakan Range Of Motion (ROM) merupakan latihan

yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat

kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan

lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Rahmadani & Handi,

2019) mengatakan bahwa latihan yang efektif untuk dilakukan pada pasien

stroke selain fisioterapi adalah latihan ROM yang dapat diterapkan dengan

aman sebagai salah satu terapi pada berbagai kondisi pasien dan

memberikan dampak positif baik secara fisik maupun psikologis, latihan

ringan seperti ROM memiliki beberapa keuntungan antara lain lebih mudah
63

dipelajari dan diingat oleh pasien dan keluarga mudah diterapkan dan

merupakan intervensi keperawatan dengan biaya murah yang dapat

diterapakan oleh penderita stroke. Latihan ROM yang dilakukan pada

pasien stroke dapat meningkatkan rentang sendi, dimana reaksi kontraksi

dan relaksasi selama gerakan ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke

terjadi penguluran serabut otot dan peningkatan aliran darah pada daerah

sendi yang mengalami paralisis sehingga terjadi peningkatan penambahan

rentang sendi abduksi-adduksi pada ekstremitas atas dan bawah. Sehingga

ROM dapat dilakukan sebagai alternatif dalam meningkatkan rentang sendi

pada pasien stroke yang mengalami paralisis.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hidayah et al.,

2022) mengatakan bahwa pasien stroke yang tidak segera mendapatkan

penanganan medis dapat mengakibatkan kelumpuhan dan juga

menimbulkan komplikasi, salah satunya seperti terjadinya gangguan

mobilisasi, gangguan fungsional, gangguan aktivitas sehari-hari dan

kecacatan yang tidak dapat disembuhkan. Latihan Range of Motion (ROM)

adalah latihan pergerakan maksimal yang dilakukan oleh sendi. Latihan

ROM menjadi salah satu bentuk latihan yang berfungsi dalam pemeliharaan

fleksibilitas sendi dan kekuatan otot pada pasien stroke. (Hidayah et al.,

2022).

Peneliti berasusmsi bahwa pada pasien usia lanjut yang mengalami

Stroke Non Hemoragic umumnya mengalami gangguan sensori dan motorik

yang mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh dan postur dimana saat


64

penderita stroke tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri dan hanya

mengaharapkan keluarga untuk membantu sebagian aktivitas pasien, oleh

sebab itu untuk mencegah terjadinya proses penyembuhan yang sangat

lama maka perlu dilakukan latihan range of motion (ROM) agar dapat

mengurangi gejala stroke pada pasien-pasien yang usia lanjut.

C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dapat Di lakukan


Alternatif pemecahan masalah pada kasus ini dapat dilihat dan

dinilai dari implementasi keperawatan yang dilakukan. Dalam teori

kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson pada tahap implementasi

yaitu tahap dimana dalam pengaplikasianya terlebih dahulu melihat prinsip

fisiologis, usia, latar belakang budaya, keseimbangan emosional,

kemampuan intelektual dan fisik individu (Desmawati, 2019).

Berdasarkan fakta pada pasien Ny.T dengan masalah keperawatan

gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.

Sebelum dilakukan intervensi keperawatan sudah dilakukan observasi

terlebih dahulu dengan mengidentifikasi kekuatan otot pasien. Pengkajian

dilakukan dengan melakukan pengukuran kekuatan otot atau pemeriksaan

Range of Motion (ROM). Pada hari pertama dan hari kedua pasien dilatih

untuk melakukan ROM, pasien masih mengeluh kesulitan untuk

menggerakkan kaki kanan dan kaki kiri pasien, kekuatan otot kaki kanan

dan kaki kiri pasien masih menurun yaitu 2/2. Pada hari kedua pasien

dilatih untuk melakukan ROM, keluhan untuk menggerakkan kaki kanan

dan kaki kiri masih dirasakan sulit bagi pasien yang sudah lanjut usia,

kekuatan otot tangan kanan dan kiri pasien masih meningkat yaitu 4.
65

Penulis berasusmsi bahwa latihan Range of Motion (ROM) pada

pasien-pasien yang lanjut usia dapat menjadi alternatif pemecahan masalah

yang tepat terhadap gangguan mobilitas fisik pada pasien Stroke Non

Hemoragic di Wisma Cempaka Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tentena yang dapat mempengaruhi peningkatan kekuatan otot pada pasien

jika dilakukan dengan frekuensi dua kali sehari pagi dan sore dalam 5

hari dengan waktu 10-15 menit dalam sekali latihan dengan kriteria hasil

kekuatan otot pada ekstremitas meningkat yaitu pada ekstremitas bawah

kanan dan kiri dari skala 2 menjadi 3.

Menurut teori yang dikemukakan (Smeltzer & Bare, 2015) latihan

rentang gerak bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas

sendi, mengembalikan kontrol motorik, meningkatkan atau

mempertahankan integritas sendi, dan jaringan lunak, membantu sirkulasi

dan menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang

mengalami paralisis. Adanya pergerakan pada persendian akan

menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah kedalam kapsula sendi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Rahmadani & Handi,

2019) pada pasien stroke non hemoragik di Ruang ICU RSUD Curup,

bahwa setelah dilakukan observasi pada responden sebanyak 20 orang

menggunakan pedoman latihan dan pedoman pengukuran kekuatan otot,

terapi ROM dilakukan sebanyak 2x sehari selama 5 hari kemudian diukur

kembali kekuatan otot post latihan. Dimana hasil penelitian menunjukkan

bahwa latihan ROM pasif mempengaruhi rentang sendi pada ektremitas atas
66

pada pasien stroke. Latihan ROM pasif dapat menjadi alternatif untuk

meningkatkan rentang sendi pada ektremitas atas dan bawah pada pasien

stroke. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Agusrianto, 2020) di

ruang neuro stroke center RSUD Poso pada kasus non hemoragik stroke

yang mengalami kelumpuhan ekstremitas. Setelah diberikan asuhan

keperawatan dengan tindakan mandiri keperawatan latihan ROM pasif

selama 6 hari masalah gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan

kriteria hasil kekuatan otot pada kedua ekstremitas meningkat yaitu pada

ekstremitas bawah dari skala 2 menjadi 3 dan ekstremitas kiri atas dan

bawah dari skala 0 menjadi 1. Latihan ROM harus dilakukan sedini

mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi stroke (kontraktur),

melancarkan sirkulasi peredaran darah, dan meningkatkan kualitas hidup.

Pemberian latihan ROM dengan durasi waktu 15-35 menit dilakukan 2x

perhari di pagi dan sore.

Adapun alternatif pemecahan masalah pada kasus pasien Ny.T di

panti sosial tresna werdha tentena dengan masalah gangguan mobilitas fisik

yang dapat dilakukan oleh peneliti yaitu melakukan implementasi

keperawatan seperti sosialisasi oleh perawat kepada pegawai di wisma

cempaka tentang terapi nonfarmakologi untuk pasien-pasien yang lanjut

usia dengan melakukan mobilisasi miring kiri dan miring kanan tiap 2 jam

ditempat tidur, latihan untuk duduk dipinggir tempat tidur, pindah dari

tempat tidur ke kursi dan latihan berjalan kekamar mandi dengan tujuan

untuk meningkatkan kekuatan otot pasien usia lanjut pada kasus stroke non
67

hemoragic dengan masalah gangguan mobilitas fisik. Pada tahap ini peneliti

telah melakukan implementasi sesuai dengan intervensi keperawatan yang

sudah direncankan yang di terapkan langsung kepada pasien usia lanjut

yang berada di wisma cempaka untuk meningkatkan asuhan keperawatan

yang lebih efektif dan efisisen.


68
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Telah melakukan pengakajian keperawatan dengan diagnosa

keperawatan pada Ny. T dengan diagnosa keperawatan gangguan

mobilitas fisik dalam tinjauan teori virginia henderson (pemenuhan

kebutuhan dasar manusia) di wisma cempaka Panti Sosial Tresna Werdha

Madago Tentena

2. Telah menegakkan menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan

dengan pada Ny. T dengan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas

fisik dalam tinjauan teori virginia henderson (pemenuhan kebutuhan

dasar manusia) di wisma cempaka Panti Sosial Tresna Werdha Madago

Tentena

3. Telah Menyusun intervensi sesuai dengan intervensi yang bersumber dari

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan disesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan pasien.

4. Telah memberikan implementasi pada kasus ini sesuai dengan intervensi

keperawatan yang telah disusun, dengan memprioritaskan implementasi

memberikan latihan range of motion (ROM) untuk mencegah terjadinya

penyembuhan yang sangat lama pada Ny. T

5. Evaluasi dilakukan selama 2 hari dan didapatkan pada evaluasi hari

kedua masalah Gangguan mobilitas fisik belum tercapai karena pasien

Ny.T masih mengalami kesulitan untuk menggerakkan ektremitas bawah

kanan dan kiri dengan kekuatan otot masih menurun 2/2.

68
69
69

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat meningkatkan

kualitas dan pengembangan ilmu melalui studi kasus dalam asuhan

keperawatan dengan gangguan mobilitas fisik dalam tinjauan teori

pemenuhan kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Bagi pihak pelayanan kesehatan agar senantiasa menerapkan

asuhan keperawatan dengan gangguan mobilitas fisik dalam tinjauan

teori pemenuhan kebutuhan dasar manusia Virginia Henderson dengan

menggunakan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian,diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Dalam memberikan

pelayanan kesehatan terhadap pasien hendaknya tetap meningkatkan dan

mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Bagi Penulis

Hasil studi ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kembali

kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan

mobilitas fisik dalam tinjauan teori pemenuhan kebutuhan dasar manusia

Virginia Henderson dengan melakukan tindakan keperawatan secara

komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Agusrianto, N. R. (2020). Penerapan Latihan Range of Motion (Rom) Pasif


terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien dengan
Kasus Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan, (2), 61–66.

Black & Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika.

Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Salemba


Medika.

Desmawati. (2019). Teori Model Konseptual Keperawatan. Salemba


Medika.

Dinkes Sulawesi Tengah. (2020). Profil Kesehatan Tahun.

Elon, Y. (2021). Teori dan Model Keperawatan.

Felecia Cristy. (2019). Laporan Kasus Stroke Non Hemoragik.

Ganong, W. F. (2008). Fisiologi Kedokteran (22 ed.). Buku Kedokteran,


EGC.

Hidayah, F. W., Nurfadilah, F. F., & Hadayani, R. N. (2022). Implementasi


Range Of Motin ( ROM ) Pada Pasien Stroke Non Hemoragik ( SNH )
Dengan Masalah Gangguan Aktivitas dan Istirahat. Jurnal Ilmiah
Multidisiplin. Vol 1 No (8), 2355–2361.

Khotimah, N., Handayani, R. N., & Susanto, A. (2021). Asuhan


keperawatan hambatan mobilitas fisik pada Ny. S dengan stroke non
hemoragik di ruang anggrek RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga. ISSN 2809-2767

Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Trans Info Media.

Nia Permatasari. (2020). Perbandingan Stroke Non Hemoragik dengan


Gangguan Motorik Pasien Memiliki Faktor Resiko Diabetes Melitus
dan Hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11.

Nur Aini. (2018). Teori Model Keperawatan Beserta Aplikasinya Dalam


Keperawatan. Universitas Negeri Malang.

Nusatirin. (2018). Asuhan Keperawatan Tn. H Dengan Stroke Non


71

Hemoragik Di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Tk. Ii Dr. Soedjono


Magelang.

P2PTM Kemenkes RI. (2018). Faktor Risiko Stroke yang Bisa diubah.
kementerian kesehatan RI.

(2019). Apa yang dimaksud Sehat dan Bugar?


Kementerian Kesehatan RI.

Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing Consep, Proses and


Practice (7 ed., Vol. 3).

Pipit, F, W, (2018). Buku Lanjut Usia Perpektif Dan Masalah. Umsurabaya


Publishing.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):


Definisi dan Indikator Diagnostik (cetakan II) 1 ed.). DPP PPNI.

(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):


Definisi dan Tindakan Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). DPP PPNI.

(2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):


Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ((cetakan II 1 ed.). DPP
PPNI.

Rahmadani, E., & Handi. (2019). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke
Non Hemoragik Dengan Hemiparese Melalui Latihan Range Of
Motion (Rom) Pasif. Journal Of Telenursing Vol 1, ISSN 2684-
8988,354–363.

Riskesdas. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. kementerian


kesehatan RI.

Rohman, U. (2019). Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Imobilisasi Dalam


Waktu Lama. Journal Sport Area, 4(2), ISSN 2527-760X, 367–378.

Sara, A. S. K. & O. (2020). Penerapan Prosedur Latihan Range Of Motion


(Rom) Pasif Sedini Mungkin Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
(SNH). Jurnal Ilmiah Indonesia, ISSN 2541-0849, Vol 5, No 10.

Smeltzer & Bare. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. EGC.

Vellyana Diny Asri & Rahmawati. (2021). Dukungan Keluarga pada


Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Pasca Stroke Iskemik. Jurnal
Kesehatan Indonesia (The Indonesian Journal of Health), Vol.XI,No.
(2), 94–99.
72

WHO. (2020). The top 10 causes of death. World Health Organization.

World Stroke Organization. (2019). Kasus Baru dan Kematian Stroke.


World Stroke Organization.

Yudha, Fajar, & Amatiria, G. (2017). Pengaruh Range of Motion (ROM)


terhadap Kekuatan Otot Pasien Pasca Perawatan Stroke. Jurnal
Keperawatank. ISSN 1907-0357, Vol X No 2.

Zamrodah, Y. (2021). Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Mobilisasi Fisik Pada Keluarga Bapak S Khususnya Ibu J
Dengan Stroke Tahap Lansia Di Desa Banjar Agung Kecamatan
Pugung Tanggamus Tahun 2021 Asuhan Keperawatan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi Fisik P. 15(2), 1–23.

Anda mungkin juga menyukai