Anda di halaman 1dari 85

HALAMAN JUDUL

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL


GANGGUAN CITRA TUBUH PADA KLIEN FRAKTUR TERBUKA
EKSTREMITAS BAWAH DI RUANG TRAUMA CENTER
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

INNAYAH NURSAFITRI
NIM 183110217

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL


GANGGUAN CITRA TUBUH PADA KLIEN FRAKTUR TERBUKA
EKSTREMITAS BAWAH DI RUANG TRAUMA CENTER
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan pada Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Padang

Innayah Nursafitri
183110217

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2021
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Innayah Nursafitri


NIM : 183110217
Tempat/Tanggal Lahir : Padang/ 18 Januari 2000
Agama : Islam
Orang Tua
Ayah : Wahab
Ibu : Sunarti
Alamat : Komplek Pemda Blok E.11 RT 03 RW 08 Kel.
Padang Sarai Kec. Koto Tangah Kota Padang

Riwayat Pendidikan:
No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun
1. TK TK Kemala Bhayangkari 19 Brimob 2005-2006
Padang
2. SD SD Negeri 02 Lubuk Buaya Padang 2006-2012
3. SMP SMP Negeri 34 Padang 2012-2015
4. SMA SMA Swasta Laboratorium UNP Padang 2015-2018
5. DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2018-2021

ii Poltekkes Kemenkes Padang


LEMBAR PENGESAHAN

iii Poltekkes Kemenkes Padang


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
karunianya serta memberikan kemudahan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ―Asuhan Keperawatan Jiwa dengan
Masalah Psikososial Gangguan Citra Tubuh pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang Tahun 2021‖.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep,
Sp.Jiwa selaku pembimbing satu, Ibu Ns. Murniati Muchtar, S.Kep, SKM, M.Biomed
selaku pembimbing dua, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan
petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga
berterima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI Padang.
2. Bapak Dr. dr. Yusirwan Yusuf , Sp.B, Sp.BA (K) MARS selaku direktur umum
RSUP Dr. M.Djamil Padang
3. Ibu Ns. Silla Dewi Anggreni, S.Pd, M.Kep,Sp.KMB selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang.
4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep, Sp.Jiwa selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Padang dan Ketua Penguji
5. Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku sebagai penguji dua.
6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kementrian
Kesehatan RI Padang.
7. Orang Tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan dan doa untuk
saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Lidia Warni dan Savikri Jurali selaku teman dekat saya yang membrikan doa dan
membantu untuk mengurus hal-hal yang dibutuhkan dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini.
9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Padang Program
Studi D-III Keperawatan Padang serta semua pihak yang tidak dapat saya

iv Poltekkes Kemenkes Padang


sebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberi dukungan untuk saya
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Last but not least, I wanna thank me, for believing in me, for doing all this hard
work, for having no days off, for never quitting, for just being me at all times.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan
masukannya untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya kepada-Nya jualah
kita berserah diri. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya profesi keperawatan.

Padang, 22 Juni 2021

Penulis

v Poltekkes Kemenkes Padang


LEMBAR ORISINALITAS

vi Poltekkes Kemenkes Padang


LEMBAR PERSETUJUAN

vii Poltekkes Kemenkes Padang


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2021


Innayah Nursafitri

“Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial Gangguan Citra


Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah Di Ruang Trauma
Center RSUP Dr. M.Djamil Padang”.
Isi: xiii + 66 Halaman, 3 Gambar, 1 Tabel, 14 Lampiran

ABSTRAK

WHO menuliskan kejadian fraktur akibat kecelakaan di Indonesia sebesar 12,2% per
100.000 populasi.Berdasarkan hasil Rekam Medis RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun
2018 jumlah fraktur ekstremitas bawah 114 pasien. Pada tahun 2019 jumlah fraktur
ekstermitas bawah 237 pasien. Tujuan penelitian mengetahui asuhan keperawatan
jiwa dengan masalah psikososial gangguan citra tubuh pada klien fraktur ekstremitas
bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang. Jenis penelitian
deskriptif dengan desain studi kasus. Penelitian dilakukan dari Januari sampai Juli
2021. Asuhan keperawatan dilakukan selama 7 hari dari tanggal 30 Maret – 06 April
2021. Populasi adalah pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah di ruangan Trauma
Center RSUP Dr. Mdjamil Padang saat dilakukan penelitian ada 4 orang. Sampel
diambil sebanyak satu orang dengan cara purposive sampling. Pengambilan
dilakukan dengan melakukan screening terhadap 4 pasien lalu mengambil satu pasien
dengan cara random sampling. Hasil penelitian didapatkan klien dengan fraktur
femur distal dextra terbuka, merasa asing, malu,kesal, takut, menolak melihat
kakinya,merasa merepotkan dan karna aktivitas dibantu. Didapatkan masalah
keperawatan diantaranya, gangguan citra tubuh, resiko harga diri rendah situasional,
dan ansietas. Tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yaitu
promosi citra tubuh, promosi harga diri, dan reduksi ansietas. Hasil evaluasi yang
didapatkan selama 7 hari yaitu masalah gangguan citra tubuh, harga diri rendah
situasional dan ansietas teratasi. Melalui pimpinan rumah sakit diharapkan perawat
pelaksana dapat memberikan asuhan keperawatan dengan masalah psikososial
gangguan citra tubuh khususnya dengan pasien fraktur dengan pendekatan
keperawatan jiwa.

Kata Kunci : Gangguan Citra Tubuh, Fraktur


Daftar Pustaka : 41 (2011-2020)

viii Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv
LEMBAR ORISINALITAS ...................................................................................... vi
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
C. Tujuan…………………………………………………………………………...6
D. Manfaat ................................................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 8
A. Fraktur…………………………………………………………………………..8
B. Gangguan Body Image ...................................................................................... 14
C. Asuhan Keperawatan ......................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 36
A. Desain Penelitian ............................................................................................... 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................................ 36
C. Populasi dan Sampel .......................................................................................... 36
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data ............................................................. 38
E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan ................................................................. 38
F. Prosedur Penelitian ............................................................................................ 39
G. Analisis Data ...................................................................................................... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................ 41
A. Hasil Penelitian .................................................................................................. 41
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................................. 41

ix Poltekkes Kemenkes Padang


2. Diagnosa Keperawatan .................................................................................... 45
3. Intervensi Keperawatan ................................................................................... 46
4. Implementasi Keperawatan ............................................................................. 48
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................................... 49
B. Pembahasan ....................................................................................................... 50
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................................. 50
2. Diagnosa Keperawatan .................................................................................... 56
3. Intervensi Keperawatan ................................................................................... 58
4. Implementasi Keperawatan ............................................................................. 61
5. Evaluasi Keperawatan ..................................................................................... 64
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 66
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 66
B. Saran…………………………………………………………………………...67
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 68

x Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Intervensi Berdasarkan SLKI dan SIKI .................................................... 31

xi Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 WOC Fraktur ......................................................................................... 12


Gambar 2. 2 Psikodinamika Gangguan Citra Tubuh ................................................. 19
Gambar 2. 3 Pohon Masalah ...................................................................................... 29

xii Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 3. 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah


Lampiran 3. 2 Informed Consent
Lampiran 3. 3 Format Skrining Gangguan Citra Tubuh
Lampiran 3. 4 Lembar Konsultasi Proposal Karya Tulis Ilmiah Pembimbing I
Lampiran 3. 5 Lembar Konsultasi Proposal Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II
Lampiran 3. 6 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing I
Lampiran 3. 7 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II
Lampiran 3. 8 Asuhan Keperawatan
Lampiran 3. 9 Surat Izin Survey Data Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 3. 10 Surat Izin Mengumpulkan Data Rekam Medis RSUP Dr. M.Djamil
Padang
Lampiran 3. 11 Surat Izin Penelitian Dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang
Lampiran 3. 12 Surat Izin Penelitian Dari Kepala RSUP Dr. M.Djamil Padang
Lampiran 3. 13 Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 3. 14 Daftar Hadir Penelitian

xiii Poltekkes Kemenkes Padang


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan salah satu penyebab cacat salah satunya akibat suatu trauma
karena kecelakaan. Fraktur yang terbanyak di Indonesia yaitu fraktur ekstremitas
bawah. Bagian tubuh yang banyak mengalami cedera adalah ekstremitas bagian
bawah (Riskesdas 2018a). Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang biasanya
disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang mengakibatkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Ridwan, Pattiiha, and Selomo 2019).

Fraktur ekstremitas bawah yang sebagian besar adalah hasil dari syok dampak
kecelakaan mempunyai taraf rawat inap yang tinggi, lama rawat dan operasi.
Fraktur ekstremitas bawah antara lain fraktur femur, tibia, dan fibula sebagai
akibatnya pasien tidak bisa beraktivitas seperti umumnya lantaran immobilisasi.
Dalam beraktivitas pasien fraktur sering kali mengandalkan orang lain bahkan bagi
kebutuhan dasar. Masalah sistem muskuloskeletal berdampak signifikan pada
orang lain, keluarga, masyarakat dan pula negara karena hal itu mengurangi
produktivitas individu (Dwira Mayorin 2018).

Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami fraktur terbuka ekstremitas bawah
yaitu nyeri, deformitas, hematoma yang jelas, edema berat, terganggunya
integritas integumen yang akan berisiko terjadinya infeksi dan waktu
penyembuhannya lebih lama dari pada fraktur tertutup. Pada pasien fraktur terbuka
atau kominutif dapat ditangani dengan pemasangan traksi (fiksator) internal atau
eksternal. Dengan adanya pemasangan alat, adanya keterbatasan gerak pada pasien
fraktur, perawatan yang mengharuskan pasien tirah baring dalam waktu lama,
kelemahan fisik, adanya luka akan dapat menimbulkan terjadinya perubahan pada
konsep diri pasien salah satunya citra tubuh, walaupun tidak semua pasien fraktur

1 Poltekkes Kemenkes Padang


2

terbuka ekstremitas bawah akan mengalami gangguan konsep diri (Smeltzer, S. C


& Barre 2017).

WHO menuliskan kejadian fraktur akibat kecelakaan lalu lintas di Liberia sebesar
35,9% per 100.000 populasi, di Karibia sebesar 35,4% per 100.000 populasi, di
Zimbabwe dan Burundi sebesar 34,7% per 100.000 populasi. Sedangkan di
Indonesia sebesar 12,2% per 100.000 populasi (WHO 2016).

Berdasarkan hasil (Riskesdas 2018a) kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera
antara lain karena terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau
tumpul. Proporsi bagian tubuh yang terkena cedera terbanyak adalah ekstremitas
bawah (67,9%), ekstremitas bagian atas (32,7%), cedera kepala (11,9%), cedera
dada (2,6%), cedera punggung (6,5%), dan cedera perut (2,2%). Selain itu, Proposi
kecacatan fisik permanen akibat dari cedera dengan bekas luka permanen
mengganggu kenyamanan (9,2%), kehilangan sebagian anggota badan (0,6%), dan
panca indra tidak berfungsi (0,5%).

Ketika seseorang mengalami fraktur ekstremitas bawah, upaya untuk


mengembalikan struktur dan fungsi tulang menjadi normal kembali salah satunya
adalah dengan melakukan pembedahan. Menurut (Gani Maisyaroh, Rahayu, and
Yuyun Rahayu 2015) masalah yang sering muncul setelah operasi, pasien telah
sadar dan berada di ruang perawatan dengan edema/ bengkak, nyeri, imobilisasi,
keterbatasan lingkup gerak sendiri, penurunan kekuatan otot, pemendekan
ekstremitas, perubahan warna, serta penurunan kemampuan untuk ambulasi dan
berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Selain masalah fisik,
pasien yang telah menjalani pembedahan umumnya akan mengalami masalah
psikososial antara lain: ansietas, ketidakberdayaan, keputusasaan,dan gangguan
body image.

Poltekkes Kemenkes Padang


3

Gangguan citra tubuh (body image) adalah perubahan persepsi tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna
dan objek seseorang. Gangguan ini dapat terjadi kapan saja seperti penurunan atau
peningkatan berat badan yang tidak diinginkan, berubahan bentuk tubuh,
kehilangan anggota tubuh, timbul jerawat dan sakit (Nugroho 2016).

Perubahan dan kehilangan anggota tubuh merupakan salah satu penyebab


terjadinya masalah pada pasien fraktur, di mana akan muncul masalah yang
kompleks baik fisik maupun psikologis. Orang yang mengalami psikologis shock
akan yang terjadi gangguan dalam tingkah laku, suasana hati, fikiran dan kognitif.
Hal ini akan memperngaruhi konsep dirinya (Purba 2017) tanda dan gejala
gangguan citra tubuh misalnya adanya perubahan dan kehilangan anggota tubuh,
baik struktur, bentuk, maupun fungsi tubuh, pasien mengatakan penolakan
terhadap perubahan anggota tubuh saat ini, tidak ingin melihat perubahan pada
tubuh, merasa syok, marah, kehilangan, ketakutan, tidak berdaya, tidak berharga,
keputusasaan, dan kegiatan sosial berkurang. Dan bila gangguan citra tubuh
tersebut tidak segera diatasi, maka masalah ini bisa mengakibatkan kasus
psikososial yang lebih berat misalnya harga diri rendah, isolasi sosial dan resiko
bunuh diri bahkan gangguan jiwa berat (Suerni, Keliat, and C.D 2013).

Hasil penelitian dari (Dwira Mayorin 2018) tentang Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah Dengan Gangguan Citra Tubuh Di
Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang dari 2 responden yang
termasuk kriteria inklusi dan eklusi terdapat pasien 2 lebih cepat mandiri dan citra
tubuh meningkat dari pada pasien 1. Citra tubuh pasien 2 lebih cepat meningkat
disebabkan karena pasien 2 memiliki faktor pendukung seperti teman, keluarga,
kemampuan diri pasien. Sedangkan pasien 1 faktor pendukung hanya keluarga saja
dan tingkat stress pasien 1 lebih tinggi dari pada pasien 2.

Poltekkes Kemenkes Padang


4

Menurut (Suerni, Keliat, and C.D 2013) tindakan keperawatan yang sesuai
menggunakan standar asuhan keperawatan jiwa. Standar pelaksanaan yang
diberikan untuk pasien yaitu membina hubungan saling percaya, mendiskusikan
mengenai citra tubuh, dan cara meningkatkan citra tubuh serta melatih hubungan
secara bertahap. Sedangkan strategi pelaksanaan untuk keluarga yaitu
mendiskusikan mengenai gangguan citra tubuh, melatih keluarga cara merawat
pasien dan menyusun rencana tindakan untuk pasien.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dibutuhkan peran perawat dengan


melakukan pengkajian secara psikologis (respon emosi) pasien selain melakukan
pengkajian kondisi fisik pasien dengan kemungkinan adanya perasaan cemas dan
malu melalui penilaian pasien terhadap kondisi tubuhnya. Perawat melakukan
pengkajian pada gambaran diri pasien dengan memperhatikan tingkat persepsi
pasien terhadap dirinya, menilai gambaran citra tubuh dan ideal diri pasien, serta
adanya gangguan penampilan peran dan gangguan identitas dengan meninjau
persepsi pasien terhadap perilaku pasien (Nurhalimah 2016).

RSUP Dr. M.Djamil Padang merupakan rumah sakit pendidikan serta milik
pemerintah pusat yang berada di Kota Padang. RSUP Dr. M.Djamil merupakan
rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Barat.yang telah lulus akreditasi dari
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan telah memenuhi syarat menjadi
Rumah Sakit negri tipe A.

Hasil data Rekam Medis RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tahun 2018
didapatkam jumlah fraktur ekstremitas bawah 114 pasien. Pada tahun 2019
didapatkan jumlah fraktur ekstermitas bawah 237 pasien. Jadi, terjadi peningkatan
angka kejadian fraktur ektremitas bawah tahun 2018 dan 2019 di RSUP Dr.
M.Djamil Padang. Sementara itu angka kejadian psikologis gangguan citra tubuh
di RSUP Dr. M.Djamil Padang Tahun 2020 tidak diketahui karena gangguan citra
tubuh tidak masuk dalam catatan rekam medis di RSUP Dr. Mdjamil Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang


5

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 25 Januari 2021 pukul 10.00 WIB
dengan 1 orang pasien post ORIF (Open Reduction Interna Fixation) dan OREF
(Open Reduction External Fixation) mengatakan ia malu dengan kondisinya saat
ini dan malu jika ada saudaranya melihat kondisi kakinya, serta ia saat ini enggan
untuk melihat kondisinya, dan ia merasa tidak bisa melakukan apapun dengan
kondisinya saat ini. Hasil wawancara dengan keluarga pasien, keluarga pasien ada
memotivasi pasien agar tidak merasa malu dan bersabar dengan keadaan saat ini.
Akan tetapi, keluarga juga mengatakan untuk saat ini perawat hanya memberikan
perawatan fisik yaitu terapi obat.

Hasil wawancara dengan perawat, perawat mengatakan pengkajian dan tindakan


untuk diagnosa keperawatan masalah psikososial gangguan citra tubuh belum
terdokumentasi. Tindakan yang dilakukan oleh perawat lebih mengutamakan
pemberian perawatan fisik dan terapi medis pada pasien fraktur.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis telah
melakukan penelitian tentang Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ―Bagaimana penerapan Asuhan
Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien
Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil
Padang‖.

Poltekkes Kemenkes Padang


6

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial
Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah di
Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan konsep dasar masalah psikososial Gangguan Citra
Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas Bawah di Ruang Trauma
Center RSUP Dr. M.Djamil Padang.
b. Mampu mendeskripsikan pengkajian Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan diagnosa Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang
d. Mampu mendeskripsikan intervensi Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang
e. Mampu mendeskripsikan implementasi Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang
f. Mampu mendeskripsikan evaluasi Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang
g. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial Gangguan Citra Tubuh Pada Klien Fraktur Terbuka Ekstremitas
Bawah di Ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang

Poltekkes Kemenkes Padang


7

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Karya Tulisa Ilmiah ini dapat menambah wawansan, ilmu pengetahuan dam
pengalaman serta mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh.
2. Bagi Rumah Sakit
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan masukan
bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien fraktur
terbuka ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh pada pasien fraktur.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk
pembaharuan praktik keperawatan dan pemecahan masalah keperawatan pada
pasien fraktur ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh
4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan acuan
yang perlu dipertimbangkan dalam program peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur
1. Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung ataupun
tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi
tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma. Patahan tadi mungkin
tidak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks,
biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit atasnya
masih keadaan utuh keadaan ini disebut fraktur tertutup (fraktur sederhana),
kalau kulit atau salah satu dari rongga tulang tertembus keadaan ini disebut
fraktur terbuka (fraktur compound) yang cenderung mengalami kontaminasi
dan infeksi (Manurung 2018).
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Noor 2016).

2. Penyebab Fraktur
Menurut (Manurung 2018) penyebab dari fraktur yaitu:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.

8 Poltekkes Kemenkes Padang


9

c. Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya dan
penarikan.
Adapun menurut (Rudi and Maria 2019) penyebab dari fraktur adalah:
a. Penyebab Ekstrinsik
Fraktur dapat terjadi karena adanya trauma langsung maupun trauma tidak
langsung. Trauma adalah penyebab paling umum patah tulang, biasanya
karena mobil atau jatuh dari ketinggian. Karena trauma langsung jarang
terjadi dalam jumlah yang dikalibrasi ke tempat tertentu, fraktur yang
dihasilkan jarang diprediksi. Jumlah dan arah gaya akan bervariasi dari
kecelakaan ringan hingga kecelakaan berat. Sebagian besar patah tulang
yang dihasilkan dari trauma langsung adalah comminuted atau multiple.
Sementara itu, fraktur karena trauma tidak langsung lebih mudah diprediksi
daripada trauma langsung. Umumnya gaya ditransmisikan ke tulang dengan
cara tertentu dan menyebabkan fraktur terjadi. Selain itu, fraktur juga dapat
terjadi akibat adanya gaya lentur, regangan torsial, gaya komprosi, dan gaya
geser tulang.
b. Penyebab Instrinsik
Penyebab instrinsik fraktur tulang berasal dari daya tahan tulang seperti
kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
3. Tipe Fraktur
Tipe-tipe fraktur menurut (Brunner dan Suddart 2017) yaitu sebagai berikut:
a. Fraktur komplet : dimana patah seluruh penampang lintang tulang yang
sering kali tergeser.
b. Fraktur inkomplet atau disebut juga fraktur greenstick : patah hanya terjadi
pada sebagian penampang lintang tulang.
c. Fraktur remuk (comminuted) : patah dengan beberapa fragmen tulang.

Poltekkes Kemenkes Padang


10

d. Fraktur tertutup atau fraktur sederhana : patah yang tidak menyebabkan


robekan di kulit.
e. Fraktur terbuka atau fraktur campuran atau kompleks : patah dengan luka
pada kulit atau pada membrane mukosa meluas ke tulang yang fraktur.
Tipe luka fraktur terbuka menurut (Rudi and Maria 2019) yaitu:
Tipe I : beupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur
dan bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif.
Biasanya luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in-out.
Tipe II : terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan
jaringan lunak dan fraktur tidak kominutif.
Tipe III : dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada
kulit, jaringan lunak dan putus atau hancur struktur neurovaskuler dengan
kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi
traumatic.
f. Fraktur intra-artikula : patah tulang yang meluas ke permukaan sendi tulang.
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Rudi and Maria 2019), manifestasi klinis dari fraktur yaitu:
a. Nyeri hebat
b. Deformitas, anggota badan terlihat tidak pada tempatnya.
c. Pembengkakan, memar, atau nyeri disekitar cedera.
d. Mati rasa dan kesemutan.
e. Masalah pergerakan anggota tubuh.
Menurut (Noor 2016) manifestasi klinis dari fraktur yaitu:
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Kekakuan/ instabilitas pada sendi
4. Pembengkakan/ benjolan
5. Kelemahan otot
6. Gangguan atau hilangnya fungsi

Poltekkes Kemenkes Padang


11

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan pada kasus fraktur adalah (Rudi
and Maria 2019)
1) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
2) Scan tulang, tomogram, atau CT/MRI scan untuk memperlihatkan fraktur
secara lebih jelas dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap. Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan. Selain itu, peningkatan lekosit terjadi sebagai respons
terhadap peradangan.
5) Kretinin. Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi,
atau cedera organ hati.

6. Patofisiologi
Fraktur bisa terjadi secara terbuka atau tertutup. Fraktur terbuka terjadi apabila
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit, sedangkan fraktur tertutup terjadi apabila kulit yang
menyelubungi tulang tetap utuh. Fraktur terjadi ketika kekuatan ringan atau
minimal mematahkan area tulang yang dilemahkan oleh gangguan (misalnya,
osteoporosis, kanker, infeksi, dan kista tulang) (Rudi and Maria 2019).

Poltekkes Kemenkes Padang


12

7. WOC
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Pergeseran Nyeri
Fraktur
frakmen tulang Kronis/ Akut

Diskontinuitas tulang

Perubahan Kerusakan
jaringan sekitar fragmen tulang
Leserasi kulit: Spasme otot
Pergeseran putus vena/ arteri
Tekanan sumsum
fragmen tulang Peningkatan tulang lebih tinggi
Pendarahan tekanan kapiler dari tekanan kapiller
Deformitas
Kehilangan Pelepasan histamine Reaksi stres klien
volume cairan
Kerusakan
Gangguan integritas
fungsi kulit Protein plasma hilang Melepaskan kalekolamin
Defisit
Volume
Hambatan Cairan Edema Memobilisasi asam
Mobilitas fisik gangguan lemak
citra tubuh Penekanan pembuluuh darah
Bergabung
Penurunan fungsi jaringan dengan trombosit
Gambar 2. 1
Menyumbat
WOC Fraktur pembuluh Emboli
Perfusi Perifer Tidak Efektif
darah
Sumber: (Rudi and Maria 2019)

Poltekkes Kemenkes Padang


13

8. Penatalaksanaan
1) Reduksi
Tujuan dari reduksi adalah untuk mengembalikan panjdang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi tertutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian memanipulasinya untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka nisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi internal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat
tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasikan fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat
tersambung kembali.
2) Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami
fraktur.
3) Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin (Rudi and Maria
2019).
Berbagai dampak negatif muncul yang diakibatkan oleh lamanya periode proses
penyembuhan pasien fraktur yang meliputi aspek psikologis, sosial, dan
spiritual. Berbagai efek tersebut masalah psikososial yang muncul pada pasien
fraktur yaitu, ansietas, kehilangan, ketidakberdayaan, keputusasaan, dan
gangguan citra tubuh (Umaroh 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


14

B. Gangguan Body Image

1. Pengertian Gangguan Citra Tubuh


Gangguan citra tubuh (body image) adalah perubahan persepsi tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan,
makna dan objek seseorang. Gangguan ini biasa terjadi kapan saja seperti
penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak diinginkan, berubahan
bentuk tubuh, kehilangan anggota tubuh, timbul jerawat dan sakit (Nugroho
2016).
Gangguan citra tubuh adalah keadaan di mana seseorang mengalami atau
beresiko mengalami gangguan dalam penerapan diri seseorang (Capenito-
Moyet dalam (Sutejo 2018). Gangguan ini biasnya melibatkan distorsi dan
persepsi negatif tentang penampilan fisik mereka. Gangguan citra tubuh ini,
misalnya dialami oleh seorang wanita selama masa kehamilan. Ketidakpuasan
tubuh berfokus pada ―membangun tubuh‖ dan sering dioperasionalkan sebagai
perbedaan antara sosok ideal dan sosok nyata diri saat ini.

2. Komponen Citra Tubuh


Simolak dan Levine dalam (Sutejo 2018) menyatakan bahwa citra tubuh terdiri
dari 3 komponen, yaitu kognitif-afektif (cognitive-affective), perseptual
(perceptual), dan tingkah laku (behavioral). Gangguan komponen kognitif-
afektif citra tubuh meliputi ketidakpuasan tubuh (evaluasi negative terhadap
tubuh sendiri), sedangkan gangguan komponen perseptual citra tubuh meliputi
distorsi perseptual seseorang yang memiliki penilaian yang salah terhadap
bentuk dan beratnya (estimasi berlebihan mengenai ukuran tubuhnya).
Sementara itu komponen tingkah laku dari citra tubuh berhubungan dengan
pikiran dan perasaan mengenai tubuh, seperti memeriksa tubuh dan sikap
menghindar.

Poltekkes Kemenkes Padang


15

Sedangkan menurut Price didalam (Sutejo 2018) menyatakan citra tubuh terdiri
dari tiga komponen yaitu:
a. Realitas tubuh
Pada komponen ini, tubuh seperti itu benar-benar ada, dibatasi oleh efek
genetika manusia dan keausan kehidupan di lingkungan luar (seperti yang
mungkin dijelaskan dalam pemeriksaan dokter formal). Hal ini dapat
berubah, baik akibat proses penuaan dan karena kita menggunakan dan
menyalahgunakannya. Perubahan nyata dalam realitas tubuh dikaitkan
dengan trauma, keganasan, infeksi, dan malnutrisi.
b. Ideal tubuh
Ideal tubuh merupakan gambaran di kepala kita tentang bagaimana kita ingin
tubuh kita terlihat dan tampil. Hal-hal yang mempengaruhi ideal tubuh
meliputi norma sosial dan budaya, periklanan, dan perubahan sikap terhadap
kebugaran dan kesehatan. Perubahan dalam realitas tubuh mengancam ideal
tubuh, namun kelainan pada ideal tubuh (misalnya: anoreksia nervosa) juga
dapat mempengaruhi ekuilibrium secara langsung.
c. Perwujudan Tubuh
Kenyataan tubuh jarang memenuhi standar ideal tubuh. Dalam upaya
membuat kedua keseimbangan ini, penyajian tubuh digunakan. Hal ini
adalah tentang bagaimana tubuh secara harafiah disajikan ke lingkungan
luar, seperti cara kita berpakaian, mempelai pria, berjalan, berbicara,
berpose, dan menggunakan alat peraga, seperti tongkat atau alat bantu
dengar. Sama halnya, kelumpuhan atau kehilangan anggota tubuh (realitas
tubuh) juga mempengaruhi penyajian tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang


16

3. Etiologi
Gangguan citra tubuh disebebkan oleh beberapa hal, yaitu kerusakan atau
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh,
serta tindakan pembedahan. Selain itu, gangguan citra tubuh juga dapat
disebabkan oleh penyakit, seperti Splenomegali. Splenomegaly merupakan
pembesaran organ limpa yang terus-menerus, sehingga mengakibatkan
pembesaran abdomen kuadran kiri klien. Kondisi semacam ini membuat klien
tidak puas dengan kondisi tubuhnya (Sutejo 2018).
Menurut (Stuart dalam Dwira Mayorin 2018) etiologi dari gangguan citra tubuh
yaitu:
a. Factor Predisposisi
1) Biologi
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat atau sakit. Stressor fisik atau jasmani yang lain seperti
suhu dingin atau panas, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan
yang tidak memadai.
2) Psikologi
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
Stresor lainnya adalah konflik, tekanan, krisis, dan kegagalan.
3) Sosio kultural
Factor sosio kultural yang mempengaruhi seperti peran, gender, tuntutan
peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok sebaya dan
perubahan struktur sosial.
4) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh.
5) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh.
6) Prosedur pengobatan seperti radiasi, transplantasi, kemoterapi
7) Faktor predisposisi gangguan harga diri.

Poltekkes Kemenkes Padang


17

8) Penolakan dari orang lain.


9) Kurang penghargaan.
10) Pola asuh yang salah.
11) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
12) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam maupun faktor
dari luar diri sendiri terdiri dari:
1) Operasi seperti mastektomi, amputasi, luka operasi.
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak
adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan
dengan hatinya atau tidak merasa cocok dengan melakukan perannya.
3) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
4) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
5) Prosedur medis dan perawatan.

4. Tanda dan Gejala


Menurut (Veolina Irman 2016) tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh yaitu
menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah, tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi, menolak penjelasan perubahan
tubuh, persepsi negative pada tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh yang
hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan
Menurut (Sutejo 2018) tanda dan gejala gengguan citra tubuh dapat dinilai dari
ungkapan klien yang menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri
hidup dan didukung dengan data hasil wawancara dan observasi.
a. Data Subjektif
1) Perubahan gaya hidup.
2) Takut akan penolakan atau reaksi oleh orang lain.
3) Fokus pada kekuatan, fungsi, atau penampilan masa lalu.
4) Perasaan negatif tentang tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang


18

5) Perasaan tak berdaya, keputusasaan, atau ketidakberdayaan.


6) Preokupasi (terpaku pada satu hal) dengan perubahan atau kerugian.
7) Penekanan pada kekuatan yang tersisa dan pencapaian yang tinggi .
8) Ekstensi batas tubuh untuk bergabung dengan objek lingkungan.
9) Depersonalisasi sebagian atau kerugian kata ganti.
10) Penolakan untuk memverifikasi perubahan yang sebenarnya.
b. Data Objektif
1) Hilangnya bagian tubuh.
2) Perubahan actual dalam struktur atau fungsi.
3) Menghindar untuk melihat atau menyentuh bagian tubuh.
4) Mengekspos tubuh secara berlebihan (overexposure) dengan sengaja atau
tidak disengaja.
5) Trauma atas adanya bagian tubuh yang tidak berfungsi.
6) Perubahan dalam keterlibatan sosial.
7) Perubahan kemampuan untuk memperkirakan hubungan spasial tubuh
terhadap lingkungan.

5. Gangguan Pada Citra Tubuh


Menurut (Muhith 2015) Beberapa gangguan citra tubuh yang menunjukkan
tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Respon pasien adaptif
1) Syok psikologis
Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat
terjadi pada saat pertama tindakan. Informasi yang banyak dan kenyataan
perubahan tubuh membuat pasien menggunakan mekanisme pertahanan
diri seperti mengingkari, menolak, dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.

Poltekkes Kemenkes Padang


19

2) Menarik diri
Pasien menjadi sadar pada kenyataan, tetapi karena ingin lari dari
kenyataan maka pasien akan menghindar secara emosional. Hal tersebut
menyebabkan pasien menjadi pasif, tergantung pada orang lain.
3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah pasien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau
berduka akan muncul. Dan setelah fase ini pasien akan mulai melakukan
reintegrasi terhadap gambaran dirinya yang baru.
b. Respon pasien maladaptive
1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang merubaha.
2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3) Perasaan atau pandangan negative terhadap tubuhnya.
4) Mengungkapkan keputusasaan.
5) Menolak penjelasan mengenai perubahan citra tubuhnya

6. Psikodinamika Gangguan Citra Tubuh

Penyakit Perubahan ukuran, bentuk,


Prosedur Medis
dan fungsi tubuh

Gangguan Citra Tubuh

Koping maladaptif Mengungkapkan


misal perubahan fungsi keputusasaan akibat merasa
Harga Diri Rendah
dan dan struktur tubuh tidak berdaya, tidak berguna,
kualitas hidup menurun

Perasaan atau
pandangan negative Koping tidak efektif
terhadap tubuhnya

Gambar 2. 2
Psikodinamika Gangguan Citra Tubuh

Poltekkes Kemenkes Padang


20

7. Tindakan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh


Menurut (Veolina Irman 2016) Tujuan dari tindakan keperawatan yang akan
dilakukan kepada klien dengan gangguan citra tubuh adalah agar klien mampu
mengenal bagian tubuh yang terganggu, mampu mengidentifikasi mana bagian
tubuh yang terganggu dan yang masih berfungsi, mampu mengafirmasi dan
melatih bagian tubuh yang sehat dan mampu melatih bagian tubuh yang
terganggu.
Tindakan Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Mendiskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya dahulu dan saat ini,
perasaan, dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
b. Memotivasi klien untuk melihat bagian tubuh yang hilang secara bertahap,
bantu klien menyentuh bagian tubuh tersebut.
c. Mendiskusikan kemampuan klien yang masih berfungsi dan yang terganggu.
d. Mengobservasi respon klien terhadap perubahan bagian tubuh.
e. Mendiskusikan bagian tubuh klien yang masih berfungsi dan yang
terganggu.
f. Membantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sehat.
g. Mengajarkan klien melakukan afirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat.
h. Memberikan pujian positif.
i. Memotivasi klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan aktivitas yang
mendukung dan mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal.

Poltekkes Kemenkes Padang


21

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut (Sutejo 2017) Pengkajian merupakan proses pertama dalam proses
keperawatan. Tahap pengkajian adalah proses pengumpulan data secara
sistematis untuk menentukan status kesehatan dan fungsional kerja serta
respons klien pada saat ini dan selamanya. Tujuan dari pengkajian keperawatan
adalah untuk menyusun database atau data dasar mengenai kebutuhan, masalah
kesehatan, dan respons klien terhadap masalah.
Isi dari pengkajian meliputi:
a. Identitas pasien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
pendidikan, status perkawainan, tanggal masuk RS, asuransi, nomor rekam
medis, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat dan
hubungan dengan pasien.
c. Alasan masuk
Yang menyebabkan pasien masuk Rumah Sakit dan dirawat. Biasanya
pasien masuk karena kecelakaan, fraktur, luka bakar, dan mengalami
penganiayaann fisik.
d. Riwayat penyakit sekarang dan faktor presipitasi
Biasanya pasien mengalami perubahan kondisi fisik, seperti adanya fraktur,
amputasi, luka bakar, yang dapat menimbulkan masalah psikologis pada
pasien.
e. Faktor predisposisi
Biasanya pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik atau seksual, kekerasan dalam keluarga
f. Pemeriksaan fisik
Meliputi pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan
keluhan fisik yang dirasakan pasien seperti fraktur,.

Poltekkes Kemenkes Padang


22

g. Pengkajian psikososial
1) Genogram
Genogram menggambarkan mengenai silsilah dan riwayat penyakit
pasien dan keluarga.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
Kaji mengenai persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukasi dan bagian tubuh yang tidak disukai. Persepsi pasien terhadap
citra tubuh dapat positif maupun negative. Biasanya pasien yang
mengalami gangguan citra tubuh akan memiliki citra tubuh yang
negative.
b) Identitas diri
Kaji mengenai status dan posisi pasien sebelum dirawat, kepuasan
pasien terhadap status dan posisinya serta keunikan yang dimilikinya
sesuai dengan jenis kelamin dan posisinya.
c) Harga diri
Kaji mengenai hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan
kondisi, dampak pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain,
ideal diri tidak sesuai harapan, dan penilaian pasien terhadap
pandangan atau penghargaan orang lain terhadap dirinya.
d) Ideal diri
Kaji mengenai harapan pasien dalam keluarga. Dan harapan pasien
terhadap penyakitnya serta adanya kesesuaian antara harapan dan
kenyataan.
e) Peran diri
Kaji mengenai tugas atau peran pasien dalam keluarga, pekerjaan,
kelompok masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi
dan perannya, perubahan yang terjadi saat pasien dirawat serta
perasaan pasien terhadap perubahan tersebut.

Poltekkes Kemenkes Padang


23

3) Hubungan sosial
Kaji mengenai orang penting bagi pasien, upaya yang dilakukan pasien
dalam menghadapi masalah, adanya hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, keterlibatan pasien mengikuti daam kegiatan
kelompok atau masyarakat.
4) Spiritual
Kaji mengenai nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah serta kepuasan pasien
dalam menjalankan ibadah.
h. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan pasien dan cara pasien menggunakan pakaian yang
sesuai dan seperti biasanya, nilai ketidakmampuan pasien dalam
berpenampilann terhadap status psikologis pasien.
2) Pembicaraan
Amati cara pasien dalam berbicara apakah cepat, keras, gagap, sering
terhenti, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu memulai
pembicaraan.
3) Aktivitas motorik
Amati aktivitas motorik pasien apakah lesu, tegang, gelisah, agitsi,
ataupun termor.
4) Afek dan emosi
a) Afek
Kaji afek meliputi:
(1) Adekuat merupakan perubahan roman muka yang sesuai dengan
stimulus eksternal.
(2) Datar merupakan tidak adanya perubahan roman muka saat ada
stimulus yang menyenangkan maupun menyedihkan
(3) Tumpul merupakan reaksi yang timbul ketika ada stimulus emosi
yang sangat kuat.
(4) Labil merupakan emosi pasien yang cepat berubah-rubah.

Poltekkes Kemenkes Padang


24

(5) Tidak sesuai merupakan emosi yang bertentangan atau


berlawanan dengan stimulus.
b) Emosi
Kaji mengenai perasaan kesepian, apatis, marah, anhedonia, eforia,
depresi, sedih, dan cemas yang dirasakan oleh pasien.
5) Interaksi selama wawancara
a) Kooperatif
Pasien berespon dengan baik terhadap pewawancara.
b) Tidak kooperatif
Pasien tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancaraa dengan
spontan.
c) Mudah tersinggung
d) Bermusuhan
Pasien berkata atau berpandangan yang tidak baik, tidak bersahabat
atau tidak ramah.
e) Kontak kurang
Pasien tidak mau menatap lawan bicara
f) Curiga
Pasien menunjukkan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
6) Persepsi sensori
a) Halusinasi
Kaji apakah pasien mengalami gangguan persepsi halusinasi
pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan penciuman.
b) Ilusi
c) Depersonalisasi
d) Derealisasi

Poltekkes Kemenkes Padang


25

7) Proses berfikir
a) Bentuk piker
(1) Otistik
Pasien hidup dalam dirinya sendiri dan cenderung tidak
memperdulikan lingkungannya.
(2) Dereistik
Proses mental pasien tidak diikuti dengan kenyataan, logika, dan
pengalaman
(3) Non realistic
Pikiran pasien tidak sesuai kenyataan
b) Arus pikir
(1) Sirkumtansial
Pasien berbicara berbelit-belit tapi sampai pada tujuan.
(2) Tangensial
Pasien berbicara berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan
(3) Kehilangan dan asosiasi
Tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya
dalam pembicaraan pasien.
(4) Flight of ideas
Cara bicara pasien meloncat dari satu topik ke topic lainnya.
(5) Bloking
Cara bicara pasien terhenti tiba-tiba tanpa ada gangguan dari luar
kemudian dilanjutkan kembali.
(6) Perseferasi
Dalam berbicara pasien menggunakan kalimat yang diulang
berkali-kali.

Poltekkes Kemenkes Padang


26

c) Isi pikir
(1) Obsesi merupakan pikiran yang selalu muncul walaupun pasien
berusaha menghilangkannya.
(2) Phobia merupakan ketakutan yang patologis atau tidak logis
terhadap objek atau situasi.
(3) Hipokondria merupakan keyakinan terhadap gangguan organ
tubuh yang sebenarnya tidak ada.
(4) Depersonalisasi merupakan keyakinan terhadap gangguan organ
tubuh terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
(5) Ide yang terkait merupakan keyakinan pasien terhadap kejadian
dilingkungan yang bermakna dan terkait dengan diri pasien.
(6) Pikiran magis merupakan keyakinan pasien tentang kemampuan
dalam melakukan hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.
(7) Waham
(a) Agama, keyakinan pasien terhadap suatu agama yang
berlebihan dan diucapkan terulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
(b) Somatik merupakan keyakinan pasien terhadap tubuhnya
dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
keyakinan.
(c) Kebesaran merupakan keyakinan pasien yang berlebihan
terhadap kemampuannya dan diucapkan secara berulang-
ulang tapi tidak sesuai kenyataan.
(d) Curiga merupakan keyakinan pasien bahwa ada orang yang
berusaha merugikan, mencederai dirinya yang diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

Poltekkes Kemenkes Padang


27

8) Tingkat kesadaran
(a) Bingung
Pasien tampak bingung dan kacau atau perilaku pasien tidak
mengarah pada tujuan
(b) Sedasi
Pasien mengatakan merasa melayang-layang antara sadar dan tidak
sadar.
(c) Stupor
Terjadinya gangguan motorik seperti ketakutan, ada gerakan yang
diulang-ulang tetapi pasien mengerti semua hal yang terjadi
dilingkungan.
9) Orientasi
Meliputi orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
10) Memori
(a) Gangguan menginat jangka panjang yaitu tidak dapat menginat
kejadian lebih dari satu bulan
(b) Gangguan mengingat jangka pendek yaitu tidak dapat mengingat
kejadian dalam minggu terakhir.
(c) Gangguan mengingat saat ini yaitu tidak dapat mengingat kejadian
yang baru saja terjadi.
(d) Konfabulasi yaitu hal yang dibicarakan pasien tidak sesuai dengan
kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk
menutupi gangguan daya ingatnya.
11) Tingkat konsentrasi
(a) Mudah beralih : perhatian pasien mudah berganti dari satu objek ke
objek lainnya.
(b) Tidak mampu berkonsentrasi : pasien selalu meminta agar
pertanyaan yang diajukan diulang Karena tidak dapat menangkap
apa yang ditanyakan.

Poltekkes Kemenkes Padang


28

(c) Tidak mampu berhitung : pasien tidak dapat melakukan


penambahan atau pengurangan pada benda yang nyata.
12) Kemampuan penilaian
Kaji mengenai kemamouan pasien dalam menilai situasi, kemudian
bandingkan dengan yang seharusnya.
13) Daya titik diri
(a) Pasien mengingkari penyakit yang dideritanya, yaitu pasien tidak
menyadari gejala penyakit serta perubahan fisik dan emosi pada
dirinya dan merasa tidak butuh bantuan orang lain.
(b) Paien menyalahkan hal-hal diluar dirinya dengan menyalahkan
orang lain atau lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit
atau masalah.
i. Kebutuhan persiapan pulang
Kaji mengenai pola makan, pola eliminasi, mandi, berpakaian, istirahat dan
tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah
serta aktivitas di liar rumah.
j. Mekanisme koping
Data didapatkan melalui wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Mekanisme Koping terbagi dua yaitu:
1) Mekanisme koping jangkas pendek
a) Memberikan pelarian sementara dari identitas.
b) Memberikan identitas pengganti sementara
c) Sementara memperkuat atau meningkatkan rasa membaur dengan diri
sendiri (Stuart, 2013)
2) Mekanisme koping jangka panjang
a) Menutup identitas
b) Identitas negative, yaitu asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.

Poltekkes Kemenkes Padang


29

k. Masalah Psikososial
Kaji mengenai masalah yang berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan,
ekonomi, pelayanan kesehatan dan lingkungan
l. Tingkat pengetahuan
Kaji mengenai masalah yang berkaitan dengan tingkat pendidikan pasien
misalnya tentang penyakit fisik, gangguan jiwa, faktor predisposisi dan
faktor presipitasi, mekanisme koping serta obat-obatan.
m. Aspek Medis
Merupakan diagnosa medis yang menyangkut masalah psikososial, obat-
pbatan pasien saat ini baik fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.

2. Pohon Masalah
Berdasarkan data yang dikaji, diagnosis masalah gangguan citra tubuh
ditampilkan dalam pohon masalah berikut ini:
Gangguan konsep diri: Harga
diri rendah Effect

Gangguan citra tubuh Core problem

Koping tidak efektif Causa

Perubahan bentuk, ukuran, fungsi,


serta kehilangan anggota tubuh

Gambar 2. 3
Pohon Masalah

Sumber: (Sutejo 2018)

Poltekkes Kemenkes Padang


30

3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah gangguan citra tubuh, dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
a. Gangguan citra tubuh
b. Harga diri rendah situasional
c. Koping tidak efektif (Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2019).

4. Intervensi Keperawatan
Standar asuhan keperawatan memiliki tiga komponen utama, yaitu diagnosis
keperawatan, intervensi keperawatan, dan luaran (outcome) keperawatan (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI 2016) Intervensi keperawatan secara komprehensif yang
meliputi intervensi pada berbagai level praktik (generalis dan spesialis),
berbagai kategori (fisiologis dan psikososial), berbagai upaya kesehatan
(kuratif, preventif, dan promotif), berbagai jenis klien (individu, keluarga,
komunitas) jenis intervensi (mandiri dan kolaborasi) serta intervensi
komplementer dan alternatif (Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018).

Intervensi keperawatan pasien fraktur dengan masalah psikososial gangguan


citra tubuh menggunakan dua acuan yaitu berdasarkan strategi pelaksanaan
pasien dan keluaga serta intervensi keperawatan berdasarkan SDKI (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan
Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia). Menurut
(Keliat 2011) Strategi Pelaksanaan (SP) pasien dan Strategi Pelaksanaan (SP)
keluarga pasien dengan gangguan citra tubuh yaitu:
a. Streategi Pelaksanaan Pasien
1) Strategi Pelaksanaan 1
a) Membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
b) Mendiskusikan tentang gangguan citra tubuh.
c) Mendiskusikan penerimaan terhadap gangguan citra tubuh
d) Mendiskusikan tentang aspek positif pada diri pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang


31

e) Mendiskusikan cara meningkatkan citra tubuh.


2) Strategi Pelaksanaan 2
a) Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan.
b) Mengidentifikasi dan melakukan cara meningkatkan citra tubuh
c) Melatih pasien berinteraksi secara bertahap.
b. Strategi Pelaksanaan Keluarga
1) Strategi Pelaksanaan 1
a) Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga.
b) Menjelaskan mengenai gengguan citra tubuh.
c) Menjelaskan cara mengatasi gangguan citra tubuh.
2) Strategi Pelaksanaan 2
a) Mengevaluasi mengenai kegiatan sebelumnya.
b) Menyusun rencana keperawatan bersama keluarga pasien yang
mengalami gangguan citra tubuh.
c) Melatih keluarga cara merawat pasien gangguan citra tubuh.

Tabel 2. 1
Intervensi Berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) Ber dasark an SLKI dan SI KI

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Gangguan Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh:
Citra Tubuh Indikator : Observasi
a. Melihat bagian a. Identifikasi harapan citra tubuh
tubuh membaik. berdasarkan tahap perkembangan.
b. Menyentuh bagian b. Identifikasi budaya, agama, jenis
tubuh membaik. kelamin, dan umur terkait citra tubuh.
c. Verbalisasi c. Identifikasi perubahan citra tubuh
kecacatan bagian yang mengakibatkan isolasi sosial.
tubuh meningkat. d. Monitor frekuensi pernyataan kritik
d. Verbalisasi terhadap diri sendiri
kehilangan bagian e. Monitor apakah pasien bisa melihat
tubuh membaik. bagian tubuh yang berubah.
e. Verbalisasi perasaan Terapeutik
negatif tentang a. Diskusikan perubahan tubuh dan
perubahan tubuh fungsinya.

Poltekkes Kemenkes Padang


32

menurun. b. Diskusikan perbedaan penampilan


f. Verbalisasi fisik terhadap harga diri
kekhawatiran pada c. Diskusikan perubahan akibat pubertas,
penolakan/ reaksi kehamilan dan penuaan.
orang lain menurun. d. Diskusikan kondisi stres yang
g. Verbalisasi mempengaruhi citra tubuh (mis. Luka,
perubahan gaya penyakit, pembedahan)
hidup membaik. e. Diskusikan cara mengembangkan
h. Menyembunyikan harapan citra tubuh secara realistis.
bagian tubuh f. Diskusikan persepsi pasien dan
berlebihan keluarga tentang perubahan citra
membaik. tubuh.
i. Menunjukkan Edukasi
bagian tubuh a. Jelaskan kepada keluarga tentang
berlebihan perawatan perubahan citra tubuh.
membaik. b. Anjurkan mengungkapkan gambaran
j. Fokus pada bagian diri terhadap citra tubuh.
tubuh membaik. c. Anjurkan menggunakan alat bantu
k. Fokus pada (mis. Pakaian, wig, kosmetik)
penampilan masa d. Anjurkan mengikuti kelompok
lalu berkurang. pendukung (mis. Kelompok sebaya)
l. Fokus pada e. Latih fungsi tubuh yang dimiliki.
kekuatan masa lalu f. Latih peningkatan penampilan diri
berkurang. (mis. Bedandan)
m. Hubungan sosial g. Latih pengungkapan kemampuan diri
membaik. kepada orang lain maupun kelompok.
2. Harga diri Harga diri Promosi harga diri:
rendah Indikator: Observasi
situasional a. Penilaian diri positif a. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis
meningkat kelamin, dan usia terhadap harga diri.
b. Perasaan memiliki b. Monitor verbalisasi yang
kelebihan atau merendahkan diri sendiri.
kemampuan positif c. Monitor tingkat harga diri setiap
meningkat waktu, sesuai kebutuhan.
c. Penerimaan Terapeutik
penilaian positif a. Motivasi terlibat dalam verbalisasi
terhadap diri sendiri positif untuk diri sendiri.
meningkat b. Motivasi menerima tantangan atau hal
d. Minat mencoba hal baru.
baru meningkat c. Diskusikan pernyataan tentang harga
e. Postur tubuh diri.
menampakkan d. Diskusikan kepercayaan terhadap
wajah meningkat penilaian diri.
f. Konsentrasi e. Diskusikan pengalaman yang

Poltekkes Kemenkes Padang


33

meningkat meningkatkan pengalaman diri.


g. Kontak mata f. Diskusikan persepsi negatif diri.
membaik g. Diskusikan alasan mengkritik diri atau
h. Aktif meningkat rasa bersalah.
i. Percaya diri h. Diskusikan penetapan tujuan realisis
berbicara meningkat untuk mencapai harga diri yang lebih
j. Kemampuan tinggi.
membuat keputusan i. Diskusikan bersama keluarga untuk
meningkat menetapkan harapan dan batasan yang
k. Perasaan malu jelas.
berkurang j. Berikan umpan balik positif atas
l. Perasaan bersalah peningkatan pencapaian tujuan.
berkurang k. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas
m. Perasaan tidak yang meningkatkan harga diri.
mampu melakukan Edukasi
apapun berkurang a. Jelaskan kepada keluarga pentingnya
n. Meremehkan dukungan dalam perkembangan
kemampuan konsep positif diri pasien.
mengatasi masalah b. Anjurkan mengidentifikasi kekuatan
berkurang yang dimiliki.
o. Ketergantungan c. Anjurkan mempertahankan kontak
pada penguatan mata saat berkomunikasi dengan
secara berlebihan orang lain.
berkurang d. Anjurkan membuka diri terhadap
p. Pencarian penguatan kritik negatif.
secara berlebihan e. Anjurkan mengevaluasi perilaku.
berkurang f. Anjurkan cara mengatasi bullying
g. Latih peningkatan tanggung jawab
untuk diri sendiri.
h. Latih pernyataan/ kemampuan positif
diri.
i. Latih cara berfikir dan berprilaku
positif
j. Latih meningkatkan kepercayaan pada
kemampuan dalam menangani situasi
3. Koping Tidak Status Koping Dukungan Pengambilan Keputusan
Efektif Indikator : Observasi
a. Kemampuan a. Identifikasi persepsi mengenai
memenuhi peran masalah dan informasi yang memicu
sesuai usia konflik
meningkat Terapeutik
b. Perilaku koping a. Fasilitasi mengklarifikasikan nilai dan
adaptif membaik harapan yang membantu membuat
c. Verbalisasi pilihan

Poltekkes Kemenkes Padang


34

kemampuan b. Diskusikan kelebihan dan kekurangan


mengatasi masalah dari setiap solusi
membaik c. Fasilitasi melihat situasi secara
d. Verbalisasi realistik
pengakuan masalah d. Motivasi mengungkapkan tujuan
membaik perawatan yang diharapkan
e. Verbalisasi e. Fasilitasi pengambilan keputusan
kelemahan diri secara kolaboratif
meningkat f. Hormati hak pasien untuk menerima
f. Perilaku asertif atau menolak informasi
meningkat g. Fasilitasi menjelaskan keputusan
g. Partisipasi sosial kepada orang lain, jika perlu
meningkat h. Fasilitasi hubungan antara pasien,
h. Tanggung jawab diri keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya
meningkat Edukasi
i. Orientasi realitas a. Informasikan alternatif solusi secara
meningkat jelas
j. Minat mengikuti b. Berikan informasi yang diminta pasien
perawatan/pengobat Kolaborasi
an meningkat a. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
k. Kemampuan lain dalam menfasilitasi pengambilan
membina hubungan keputusan
meningkat
l. Verbalisasi
menyalahkan orang
lain menurun
m. Verbalisasi
rasionalisasi
kegagalan menurun

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Tujuan dari tahap pelaksanaan proses keperawatan adalah
melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-
hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat
kepada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relavan
dengan perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien (Sutejo 2017).

Poltekkes Kemenkes Padang


35

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan
kondisi klien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Sutejo 2017).

7. Dokumentasi Keperawatan
Langkah terakhir dari asuhan keperawatan adalah melakukan dokumnetasi
asuhan keperawatan. Dokumentasi dilakukan pada setiap tahap proses
keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan,
intervensi, implementasi tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan
(Nurhalimah 2016).

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah
deskriptif dengan bentuk studi kasus. Penelitian deskriptif yaitu metode
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-
peristiwa yang terjadi pada masa kini. Sedangkan bentuk studi kasus
merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas,
atau institusi. (Nursalam 2013). Hasil yang diharapkan dari peneliti adalah
mengetahui asuhan keperawatan dengan masalah psikososial: gangguan citra
tubuh klien fraktur terbuka ekstremitas bawah di ruang Trauma Center RSUP
Dr. M.Djamil Padang tahun 2021.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di RSUP Dr. M.Djamil dengan gangguan citra
tubuh pada klien fraktur terbuka ekstremitas bawah di ruang Trauma Center
RSUP Dr. M.Djamil Padang dengan waktu dimulai dari bulan Januari hingga
Juli 2021. Waktu penelitian dilakukan dimulai tanggal 30 Maret sampai
dengan 06 April 2021 .
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sesuatu yang dikarakteristiknya mungkin
diselidiki atau diteliti (Surahman, Mochamad Rahmad 2016). Populasi
dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah yang tercatat selama sebulan
terakhir pada bulan Maret 2021 di ruang Trauma Center RSUP Dr.
M.Djamil Padang yaitu 4 pasien.

36 Poltekkes Kemenkes Padang


37

2. Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Teknik sampling adalah
proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang
ada (Nursalam 2013). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian inin
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penetapan
sampelnya dengan cara memilih sampel diantara populasi yang dapat
mewakili karakteristik populasinya (Nursalam 2013).
Sampel dalam penelitian ini satu orang yang diambil dari 4 pasien fraktur
terbuka ekstremitas bawah di ruang Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil
Padang. Agar menjaring pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah yang
mengalami gangguan citra tubuh, maka dilakukan screening pada seluruh
pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah. Kemudian penulis
menggunakan teknik random sampling untuk memilih Dilakukan teknik
purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian.
b. Pasien bersedia diberikan asuhan keperawatan.
c. Pasien fraktur terbuka ekstremitas bawah yang mengalami
gangguan citra tubuh.
d. Pasien kooperatif dan mampu berkomunikasi verbal dengan baik
dan benar.
e. Keluarga pasien bersedia menjadi responden dan berpartisipasi
dalam penelitian.
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien yang pindah ruang rawatan
b. Pasien yang tidak sadar
c. Pasien yang mengalami penyakit lain seperti cedera kepala berat

Poltekkes Kemenkes Padang


38

Berdasarkan kriteria diatas maka terdapat 2 orang responden yang


sesuai dengan kriteria penulis. Dan untuk memilih 1 orang
responden, maka penulis menggunakan teknik simple random
sampling. Setelah dilakukan teknik simple random sampling maka
didapatkan 1 orang responden.
D. Alat dan Instrumen Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fisik seperti tensi meter, stetoskop,
arloji, Tinggi Badan, berat badan dan thermometer. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan studi
dokumentasi.
1. Format skrining dan format pengkajian masalah psikososial terdiri dari:
identitas pasien, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial,
genogram, lingkungan pengetahuan, konsep diri, dan program pengobatan.
2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, data, masalah, dan etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama, diagnosa keperawatan,
tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta tanggal dan paraf
teratasinya masalah.
4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari: nama, diagnosa
keperawatan, dan intervensi keperawatan.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama,hari dan tanggal,
diagnisa keperawatan, implementasi keperawatan, dan paraf yang
melakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama, hari dan tanggal, diagnosa
keperawatan, evaluasi keperawatan dan parah yang melakukan evaluasi
keperawatan.
E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh penulis langsung dari
sumber data atau responden (Surahman, Mochamad Rahmad 2016). Data
tersebut berdasarkan dengan format pengkajian asuhan keperawatan

Poltekkes Kemenkes Padang


39

masalah psikososial, meliputi: identitas pasien, riwayat kesehatan pasien,


pola aktivitas sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersedia hasil pengumpulan data
untuk keperluan tertentu, yang dapat digunakan sebagian atau seluruhnya
sebagai sumber data penelitian (Surahman, Mochamad Rahmad 2016).
Data sekunder merupakan data pasien fraktur ekstremitas bawah dari
rekam medis RSUP Dr. M.Djamil Padang.
Teknik pengumpulan data melalui:
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan kedua responden menggunakan
format pengkajian yang telah disediakan mulai dari identitad, aspek
psikologis dan aspek medis
2. Pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik penulis mengobservasi atau melihat
kondisi dari pasien seperti keadaan umum pasien, ekspresi pasien saat
berkomunikasi, tanda-tanda vital, berat badan, dan tinggi badan pasien.
3. Dokumentasi
Penulis mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan
oleh penulis.
F. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara screening, wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan anamnesa. Pengambilan data menggunakan
format screening gangguan citra tubuh dan format pengkajian masalah
psikososial. Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang digunakan oleh
penulis adalah:
1. Penulis meminta surat rekomendasi pengambilan data dan surat izin
penelitian dari institusi pendidikan Poltekkes Kementrian Kesehatan RI
Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang


40

2. Penulis meminta izin ke RSUP Dr. M.Djamil Padang dan menyerahkan


surat penelitian dari institusi untuk mendapatkan surat rekomendari ke
RSUP Dr. M.Djamil Padang.
3. Penulis meminta data Rekam Medis pasien fraktur ekstremitas bawah
selama 3 tahun terakhir
4. Penulis meminta izin ruangan untuk survey pasien fraktur
5. Penulis meminta data pasien fraktur di ruang Trauma Center RSUP Dr.
M.Djamil Padang selama 1 bulan terakhir.
6. Penulis menentukan responden dengan menggunakan format screening
gangguan citra tubuh.
7. Penulis memberikan penjelasan mengenai tujuan dari penelitian
8. Penulis memberikan waktu atau kesempatan responden untuk bertanya
9. Responden menandatangani Inform Consent
10. Penulis melakukan pengkajian dengan format pengkajian masalah
psikososial
11. Penulis melakukan asuhan keperawatan pada responden dan melakukan
terminasi.
G. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan
teori keperawatan pada pasien fraktur ekstremitas bawah dengan gangguan
citra tubuh. Data yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa, merencanakan tindakan,
melakukan tindakan keperawatan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan
dinarasikan dan dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan masalah
psikososial dengan gangguan citra tubuh. Rencana analisa yang dilakukan
adalah untuk membandingkan antara teori yang ada dengan kondisi pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang ringkasan pelaksanaan asuhn
keperawatan jiwa dengan masalah psikososial gangguan citra tubuh pada klien
fraktur terbuka ekstremitas bawah di RSUP Dr. M.Djamil Padang dimulai
pada 30 Maret sampai dengan 6 April 2021 dengan proses asuhan
keperawatan yang telah penulis lakukan meliputi pengkajian keperawatan,
merumuskan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi keperawatan,
melakukan implementasi keperawatan sampai melakukan evaluasi
keperawaran. Secara rinci hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Hasil pengkajian dari identitas pasien yaitu pasien berjenis kelamin
perempuan berusia 16 tahun, dengan status belum menikah, agama
islam, pendidikan terakhir SMP, sebagai pelajar SMA. Pasien masuk RS
pada tanggal 30 Maret 2021 jam 06.25 WIB dengan no MR 01.10.18.41
dan sumber informasi bersumber dari pasien dan keluarga.
b. Keluhan Utama
Saat dilakukan pengkajian keluhan utama pada pasien yaitu pasien
tampak mengalami fraktur femur distal dextra terbuka. Pasien
mengatakan ia merasa , merasa asing, malu,kesal, takut dan enggan
melihat bagian tubuhnya terutama pada bagian kakinya saat ini, pasien
mengatakan ia merasa dalam melakukan pekerjaan baik setelah
perawatan tidak intensif, terhambat. Pasien mengatakan bahwa ia
berharap tidak ada efek samping dari perawatan yang dilakukannya saat
ini hingga menghambat aktivitas dan produktivitasnya, pasien juga

41 Poltekkes Kemenkes Padang


42

mengatakan bahwa ia merasa takut akan adanya yang beranggapan


buruk mengenai kondisi yang dialaminya nanti, dan pasien merasa
bahwa saat ini ia sedang diuji oleh Yang Maha Kuasa. Klien juga
mengatakan jika adanya efek samping dari tindakan medis klien akan
menyulitkan orang-orang disekitarnya terutama keluarganya. Saat
dilakukan observasi, pasien tampak menolak akan kondisi yang
dialaminya, menolak untuk melihat kakinya, kontak mata pasien tampak
kurang saat berkomunikasi, pasien tampak lesu dan lemah, pasien
tampak sedih serta tidak merima keadaan, aktivitas hanya dilakukan di
tempat tidur.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada pasien yaitu, tidak adanya salah satu anggota
keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa, , harapan pasien dengan
tubuhnya tidak tercapai karena mengalami fraktur yang mana dapat
membatasi aktivitas dan produktivitasnya.
d. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi pasien yaitu adanya transisi peran sehat-sakit yang
diakibatkan karena adanya perubahan fisik pasien yakni fraktur femur
terbuka pada ekstremitas kanan bawah pasien.
e. Pemeriksaan Fisik
Saat dilakukan pemeriksaan fisik pasien didapatkan tanda-tanda vital
yaitu, tekanan darah 115/78 mmHg, nadi 90x/I, suhu 36,5℃, pernafasan
20x/I, berat badan 43 kg, tinggi badan 149 cm. Pasien mengalami
fraktur femur distal dextra terbuka. Pada kaki kanan pasien terbalut
dengan perban dan terpasang skin traksi 4 kg, pasien tampak pucat dan
kaki tidak dapat digerakkan.
f. Psikososial: Identitas diri
Klien merupakan seorang perempuan berusia 16 tahun, klien merupakan
anak pertama dari 4 bersaudara. Saat ini klien merupakan seorang siswa

Poltekkes Kemenkes Padang


43

di salah satu sekolah di Lubuk Basung. Pasien mengatakan bisa


menerima kodratnya sebagai perempuan.
g. Psikososial: Citra Tubuh
Hasil pengkajian citra tubuh pada klien mengatakan adanya perubahan
pada tubuhnya yaitu pada kaki kanan yang mengalami fraktur dan kaki
kiri klien mengalami luka-luka. Pasien mengatakan ia merasa enggan
melihat bagian tubuhnya terutama pada bagian kakinya saat ini, pasien
mengatakan ia merasa dalam melakukan pekerjaan baik setelah
perawatan tidak intensif, terhambat. Pasien mengatakan bahwa ia
berharap tidak ada efek samping dari perawatan yang dilakukannya saat
ini hingga menghambat produktivitas dan aktivitasnya.
h. Psikososial: Ideal Diri
Hasil pengkajian ideal diri pada klien yaitu, klien berharap agar keadaan
kakinya segera membaik dan klien dapat segera pulang karena klien
berharap sepulang dari rumah sakit ia bisa kembali melakukan aktivitas
seperti sebelumnya dan dapat bertemu dengan teman-temannya.
i. Psikososial: Harga Diri
Hasil pengkajian mengenai harga diri klien mengatakan bahwa ia
merasa tidak percaya diri dengan kondisinya saat ini dengan keadaan
kakinya yang patah. Kontak mata dengan klien saat berinteraksi tampak
kurang, klien tampak lesu dan lemah.
j. Psikososial: Peran Diri
Hasil pengkajian mengenai peran diri klien yaitu, sebelum klien sakit,
sehari-harinya klien adalah seorang siswa di salah satu SMA di Lubuk
Basung.
k. Hubungan Sosial
Hasil pengkajian mengenai hubungan sosial klien yaitu, klien
mengatakan orang yang berarti baginya adalah keluarga yakni ayah, ibu
dan adik-adiknya. Klien mengatakan dalam pertemananya ia sering
berkumpul dan melakukan hal-hal kecil namun sangat membuatnya

Poltekkes Kemenkes Padang


44

bahagia, namun saat ini ia tidak bisa melakukan hal-hal tersebut karena
adanya keterbatasan fisik yang dirasakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain. Dan hal tersebut membuat klien tidak dapat
melakukan aktivitas seperti sebelumnya.
l. Spiritual
Dalam melakukan ibadah, pasien selalu tepat waktu dan tidak pernah
meninggalkan sholat, sesekali pasien bersama keluarga juga mengaji
bersama.
m. Status Mental
Hasil pengkajian mengenai status mental klien yaitu, klien menjawab
pertanyaan dengan cara berbelit-belit. Saat dilakukan observasi, pasien
tampak menolak akan kondisi yang dialaminya, menolak untuk melihat
kakinya, kontak mata pasien tampak kurang saat berkomunikasi, pasien
tampak sedih serta tidak merima keadaan, aktivitas hanya dilakukan di
tempat tidur. Afek pasien saat sedih dan senang pun tampak berbeda.
Pengkajian aktivitas motorik klien, saat wawancara klien tampak tenang
dalam berbicara, ada pergerakan pada tangan pasien terkadang juga
gemetar, Namun saat membicarakan mengenai citra diri ia tampak
sedikit gelisah. Pada saat dilakukan interaksi dengan klien tampak klien
kooperatif dan kontak mata kurang dengan penulis.
n. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Hasil pengkajian masalah psikososial dan lingkungan pada pasien yaitu,
pasien mengatakan tidak ada masalah baik dalam pendidikan ataupun
hal lain, namun disaat ia sakit
o. Terapi Medis
Nacl 0,9% 3x1(IV), Ceftriaxon 1gr 2x1 (IV), Katerolax 30mg 3x1 (IV).

Poltekkes Kemenkes Padang


45

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien didapatkan diagnosa
keperawatan yaitu gangguan citra tubuh, harga diri rendah situasional, dan
ansietas.
Diagnosa keperawatan 1 klien yaitu gangguan citra tubuh yang ditandai
dengan klien merasa bahwa saat ini merasa enggan untuk melihat kondisi
kakinya, pasien tidak mau menyentuh bagian kakinya. Klien takut jika
kakinya tidak sembuh dan menganggu atau tidak dapat beraktivitas seperti
sebelumnya. Klien merasa karena kondisinya saat ini akan membuat ia
malu didepan teman-temannya. Klien juga mengatakan jika adanya efek
samping dari tindakan medis klien akan merasa akan menyulitkan orang-
orang disekitarnya terutama keluarganya. Dan pada saat observasi, klien
tampak selalu menutupi kakinya dengan selimut serta kontak mata dengan
klien saat berinteraksi kurang.

Diagnosa Keperawatan 2 pasien yaitu resiko harga diri rendah situasional


ditandai dengan klien merasa ia tidak mampu melakukan apapun saat
dirumah sakit, klien merasa tidak berguna dengan kondisinya saat ini,
selalu merepotkan keluarga, dan klien merasa tidak mampu melakukan hal
apapun selama dirumah sakit secara mandiri. Dan pada saat diobservasi,
saat berbicara suara klien terdengar pelan, kontak mata saat interaksi
kurang, dan klien tampak lemah serta lesu.

Diagnosa Keperawatan 3 klien yaitu ansietas ditandai dengan klien


merasa bingung mengenai apa yang dapat dilakukan olehnya jika kondisi
fisiknya tidak efektif, klien merasa khawatir dengan efek tindakan rumah
sakit membuat ia menjadi cacat fisik, klien merasa masih tidak menerima
akan hal yang terjadi dengannya. Saat dilakukan observasi kontak mata
klien saat interaksi kurang, muka tampak pucat, suara klien terdengar
bergetar saat berinteraksi dengan penulis.

Poltekkes Kemenkes Padang


46

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosa
gangguan citra tubuh berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia). Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas
sebagai berikut, observasi (identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan
tahap perkembangan, identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur
terkait citra tubuh, identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan
isolasi sosial, monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang
berubah), terapeutik (diskusi perubahan tubuh dan fungsinya, diskusikan
perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri, diskusikan kondisi stress
yang mempengaruhi citra tubuh, diskusikan cara mengembangkan harapan
citra tubuh secara realistis, diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh), edukasi (jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh, anjurkan mengungkapkan gambaran diri
terhadap citra tubuh, anjurkan menggunakan alat bantu, anjurkan mengikuti
kelompok pendukung, latih fungsi tubuh yang dimiliki, latih peningkatan
penampilan diri, latih mengungkapan kemampuan diri kepada orang lain
maupun kelompok).

Intervensi Keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosa


harga diri rendah situasional berdasarkan SIKI (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia). Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan
terdiri atas sebagai berikut, observasi (identifikasi budaya ras, jenis
kelamin dan usia terhadap harga diri, monitor verbalisasi yang
merendahkan diri sendiri, monitor tingkat harga diri setiap waktu, motivasi
terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri), terapeutik (motivasi
menerima tantangan atau hal baru, diskusikan pernyataan tentang harga
diri, diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri, diskusikan
pengalaman yang meningkatkan harga diri, diskusikan persepsi negative
diri, diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa bersalah, diskusikan

Poltekkes Kemenkes Padang


47

penetapan tujuan realistis untuk mencapai harga diri yang lebih tinggi,
diskusikan bersama keluarga untuk menetapkan harapan dan batasan yang
jelas, diskusikan bersama keluarga untuk menetapkan mencapai tujuan,
fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang meningkatkan harga diri), edukasi
(jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan
konsep positif diri pasien, anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang
dimiliki, anjurkan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi
dengan orang lain, anjurkan membuka diri terhadap kritik negatif, anjurkan
mengevaluasi perilaku, ajarkan cara mengatasi bullying, latih peningkatan
tanggung jawab untuk diri sendiri, latih pernyataan/ kemampuan positif
diri, latih cara berfikir dan berperilaku positif, dan latih meningkatkan
kepercayaan pada kemampuan dalam menangani situasi).

Intervensi keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosa


ansietas berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia).
Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas sebagai berikut,
observasi (identifikasi saat tingkat ansietas berubah, identifikasi
kemampuan mengambil keputusan, monitor tanda-tanda ansietas),
terapeutik (ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan,
temani pasien untuk mengurangi kecemasan, pahami situasi yang membuat
ansietas, dengarkan dengan penuh perhatian, gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan, tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan, motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan,
diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang),
edukasi (jelaskan prosedur, termasuk sensai yang mungkin diambil,
informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis, anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, anjurkan
melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, anjurkan mengunkapkan
perasaan dan persepsi, latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan, latih menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tepat,

Poltekkes Kemenkes Padang


48

latih teknik relaksasi seperti relaksasi nafas dalam, hipnosis lima jari, dan
lainnya), dan kolaborasi (kolaborasi pemberian obat antiansietas).

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa
gangguan citra tubuh dilakukan pada Minggu 4 April 2021 pukul 15.00-
15.30 yaitu membina hubungan saling percaya, memonitor frekuensi
penyataan kritik terhadap diri sendiri, memonitor apakah pasien bisa
melihat bagian tubuh yang berubah, menganjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra tubuh, mendiskusikan perubahan tubuh dan
fungsinya dengan pasien, Senin 5 April 2021 pukul 16.00-16.15
mengedukasi kepada keluarga dan klien tentang perawatan perubahan citra
tubuh, Selasa 6 April 2021 pukul 17.00-17.35 mengevaluasi persepsi klien
terkait gangguan citra tubuh.

Implementasi Keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa


harga diri rendah situasional dilakukan pada Minggu 4 April 2021 pukul
14.00-14.25 membina hubungan saling percaya, mengindentifikasi jenis
kelamin dan usia terhadap harga diri, memonitor verbalisasi yang
merendahkan harga diri, mendiskusikan pengalaman yang meningkatkan
harga diri, mendiskusikan persepsi negatif diri, Senin 5 April 2021 pukul
16.50-17.10 memotivasi menerima tantangan atau hal baru, mendiskusikan
pernyataan tentang harga diri, mendiskusikan alasan mengkritik diri atau
rasa bersalah, Selasa 6 April 2021 18.00-18.20 pukul mengevaluasi klien
terkait harga diri, menjelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan
dalam perkembangan konsep positif diri klien, menganjurkan
mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain,
melatih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam menangani
situasi.

Poltekkes Kemenkes Padang


49

Implementasi keperawataan yang dilakukan pada pasien dengan diagnosa


ansietas dilakukan pada Minggu 4 April 2021 pukul 14.45-15.10
menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan,
memahami situasi yang membuat ansietas, mendengarkan penuh perhatian,
Senin 5 April 2021 pukul 17.30-16.55 mengevaluasi klien terkait
kecemasan, memotivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan,
dan melatih teknik relaksasi nafas dalam, Selasa 6 April 2021 pukul 18.30-
18.50 mengevaluasi dan mengajarkan hypnosis lima jari.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan setelah diberikan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien selama 5 hari yaitu pada diagnosa gangguan citra
tubuh, klien mengatakan bahwa saat ini ia sudah mulai merasa tidak asing
dengan kondisinya,sudah mulai menerima situasi mengenai kakinya, klien
mengatakan bahwa ia mampu menerima bagaimana kondisi kakinya
kedepannya nanti. Dan pada saat observasi klien tampak sudah berani
untuk melihat kakinya, kontak mata dengan klien sudah baik saat interaksi.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa harga diri rendah situasional, klien


sebelumnya mengatakan bahwa ia tidak mampu untuk melakukan hal
apapun saat dirumah sakit, namun saat ini klien sudah mampu melakukan
hal-hal kecil dirumah sakit seperti melipat baju. Saat dilakukan observasi
kontak mata sudah membaik,lemah dan lesu berkurang.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa ansietas, klien mengatakan ia masih


takut dengan efek samping dari tindakan rumah sakit akan membuatnya
cacat fisik. Saat dilakukan observasi, kontak mata dan bahasa verbal klien
sudah membaik dan tidak terbelit-belit saat dilakukan interaksi dengan
penulis.

Poltekkes Kemenkes Padang


50

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan psikososial penulis akan
membahas antara teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan dengan
masalah gangguan citra tubuh pada klien fraktur terbuka ekstremitas bawah
yang telah dilakukan sejak 30 Maret sampai 6 April diruang Trauma Center
RSUP Dr. M.Djamil Padang. Kegiatan dalam penyusunan asuhan
keperawatan penulis melakukan proses yang meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, membuat intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan melakukan evaluasi keperawatan dengan
uraian sebagai berikut:

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Pasien berjenis kelamin perempuan dengan usia remaja mengalami
kecelakaan yang menyebabkan pasien menderita fraktur.

Menurut penelitian (Platini dan Rizal Chaidir 2020) bahwa untuk usia
sebagian usia produktif. Hal ini dikarenakan usia tersebut merupakan
usia produktif yang lebih banyak melakukan aktivitas dan mobilisasi.
Pada usia produktif apabila terjadi fraktur maka akan memengaruhi
aktivitas dan produktivitas. Tidak hanya usia produktif, semua usia
apabila mengalami cedera seperti fraktur terutama ekstremitas bawah
maka akan mengalami penurunan fungsi.

Menurut (Yundarini 2017) perubahan fisik dalam masa remaja lebih


pesat dari pada masa kanak-kanak, sehingga menimbulkan respon
tersendiri barupa tingkah laku yang sangat memperhatikan bentuk
tubuhnya. Kurangnya hubungan antara kenyataan dan persepsi ideal
mengenai tubuh mereka dan keinginan untuk membentuk tubuh agar

Poltekkes Kemenkes Padang


51

sesuai dengan konsep sosial beberapa alasan utama uang menyebabkan


remaja mengalami gangguan citra tubuh.

Menurut hasil penelitian (Denich and Ifdil 2015) yang menyatakan usia
remaja terjadi proses peralihan perkembangan yang melibatkan
perubahan-perubahan dalam diri individu, seperti perubahan fisik, sosio-
emosional, dan kognitif. Dan menurut hasil penelitian (Purba 2017)
bahwa usia seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan
psikologis.

Hasil analisa penulis, rentang usia remaja akan mempengaruhi aktivitas


dan produktivitas. Pada kasus diatas karenakan usia remaja yang
melibatkan perubahan fisik menimbulkan dampak psikologis yang tidak
diinginkan dimana mayoritas anak muda lebih banyak memperhatikan
penampilan mereka daripada aspek lain sehigga dapat meninmbulkan
dampak psikologis yang tidak diinginkan terutama gangguan citra
tubuh.
b. Keluhan Utama
Pasien mengalami fraktur femur ⅓ distal dextra terbuka mengeluh
merasa asing, malu,kesal, takut dan , enggan melihat tubuhnya terutama
pada bagian kaki, pasien mengeluh bahwa ia berharap tidak ada efek
samping dari perawatan yang dilakukannya saat ini hingga menghambat
aktivitas dan produktivitasnya, ia merasa takut akan adanya yang
beranggapan buruk dengan kondisi yang dialaminya, dan aktivitas hanya
dapat dilakukan di tempat tidur.

Berdasarkan keluhan dan hasil observasi pada klien, sesuai menurut


teori oleh (Sutejo 2018) keadaan seseorang yang mengalami atau
beresiko mengalami gangguan dalam pengamatan diri seseorang yang
melibatkan persepsi negatif tentang penampilan fisiknya. Dan menurut

Poltekkes Kemenkes Padang


52

(Nugroho 2016) gangguan citra tubuh (body image) adalah perubahan


persepsi tubuh diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur,
fungsi, keterbatasan, makna dan objek seseorang. Gangguan ini biasa
terjadi kapan saja

Hasil analisa penulis, perubahan persepsi tubuh yang diakibatkan oleh


perubahan bentuk dan fungsi tubuh yang mempengaruhi citra tubuh
individu. Pada kasus, klien rentan mengalami gangguan citra tubuh yang
dikarenakan adanya perubahan bentuk tubuh dan fungsi tubuh
diantaranya fraktur terbuka ekstremitas bawah, ditandai dengan
ekstremitas bawah yang sulit digerakkan. Perubahan persepsi tubuh
yang diakibatkan oleh perubahan bentuk dan fungsi tubuh merupakan
salah satu akibat dari fraktur yang dialami oleh klien, sehingga untuk
menghindari masalah psikososial dibutuhkan penguatan positif dari
lingkungan dan pemberian pengetahuan tentang aspek positif yang dapat
dilakukan klien dengan kondisinya saat ini.
c. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada klien yaitu, tidak adanya salah satu anggota
keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa, harapan pasien dengan
tubuhnya tidak tercapai karena mengalami fraktur yang mana dapat
membatasi aktivitas dan produktivitas klien.

Menurut (D. Agustin, Iqomh, and Prasetya 2019) citra tubuh positif
terjadi karena responden memiliki hubungan interpersonal yang baik
sehingga mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi
bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Dan menurut (Turnip,
Hamid, and Wardani 2017) salah satu penyebab terjadinya konsep diri
yang negatif dipengaruhi oleh adanya proses kehilangan atau perubahan
bentuk, struktur, dan fungsi tubuh yang sifatnya sudah kronis.
Perubahan bentuk, struktur dan fungsi dapat dimaknai sebagai

Poltekkes Kemenkes Padang


53

pengalaman kehilangan juga frekuensi dirasakannya segala keluhan fisik


yang menghadirkan perasaan ―terancam‖.

Menurut analisa penulis faktor predisposisi pada klien karena adanya


persepsi membuat konsep diri klien menjadi takut dan berfikiran negatif
terhadap kesehatannya saat ini.
d. Faktor Presipitasi
Klien mengalami fraktur dikarenakan kecelakaan saat mengendarai
sepeda motor.

Menurut (Riskesdas 2018b) Proporsi bagian tubuh yang terkena cedera


terbanyak adalah ekstremitas bawah (67,9%), ekstremitas bagian atas
(32,7%), cedera kepala (11,9%), cedera dada (2,6%), cedera punggung
(6,5%), dan cedera perut (2,2%).
Menurut (Ilyas 2013) pada pasien fraktur dapat terjadi perubahan baik
fisik maupun psikologis. Perubahan fisik dapat menyebabkan perubahan
citra diri, identitas, ideal diri dan harga diri. Perubahan tersebut pemicu
terjadinya gangguan body image yang potensial dalam meningkatkan
stress individu

Hasil analisa penulis faktor presipitasi pada klien yaitu disebabkan oleh
kecelakaan. Dan tingginya angka kejadian kecelakaan juga dapat
menyebabkan tingginya angka kejadian fraktur. Oleh sebab itu, klien
fraktur sangat rentan untuk mengalami gangguan citra tubuh walaupun
belum semua klien fraktur mengalami gangguan citra tubuh.
e. Konsep Diri
Hasil pengkajian mengenai konsep diri salah satunya citra tubuh, klien
mengatakan ia merasa enggan melihat bagian tubuhnya terutama pada
bagian kakinya saat ini, pasien mengatakan ia merasa dalam melakukan
pekerjaan baik setelah perawatan tidak intensif, terhambat. Pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


54

mengatakan bahwa ia berharap tidak ada efek samping dari perawatan


yang dilakukannya saat ini hingga menghambat aktivitas dan
produktivitasnya. Dilakukan observasi klien tampak menolak untuk
melihat kakinya, aktivitas hanya dilakukan di tempat tidur.

Sesuai dengan penulisan (Laura Sri Hamdani Sitepu 2014), tentang


gambaran citra tubuh pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menunjukkan bahwa 42 orang
responden terdapat 24 orang yang mengalami gangguan citra tubuh dan
18 orang yang tidak mengalami gangguan citra tubuh. Dan menurut
(Daniel, Warjiman 2016) Citra tubuh positif adalah mampu menerima
perubahan dalam penampilan, strukur, atau fungsi tubuh, tidak
mengekspresikan perasaan tidak berdaya, tidak putus asa, mampu
mengendalikan situasi dan tidak mengalami kerapuhan.

Menurut (Hasmalawati 2017) tingkat body image individu digambarkan


oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh
dan penampilan fisik merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan
penampilan fisik secara keseluruhan serta menambahkan tingkat
penerimaan citra raga yang sebagian besarnya tergantung pada pengaruh
sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain,
perbandingan dengan orang lain, peranan individu, dan identifikasi
terhadap orang lain.

Berdasarkan hasil analisa penulis, gangguan citra tubuh yang dirasakan


oleh pasien karena fraktur yang mengakibatkan perubahan bentuk dan
penurunan fungsi pada kaki klien. Keadaan yang dialami klien dapat
mengakibatkan klien memiliki citra tubuh negative. Jadi menurut
penulis, gangguan citra tubuh yang dialami oleh klien sama dengan teori
yang ada.

Poltekkes Kemenkes Padang


55

Hasil pengkajian mengenai harga diri klien mengatakan bahwa ia


merasa tidak percaya diri dengan kondisinya saat ini dengan keadaan
kakinya yang patah. Saat berbicara suara klien terdengar pelan. Kontak
mata dengan klien saat berinteraksi tampak kurang, klien tampak lesu
dan lemah.

Sesuai menurut (Daniel, Warjiman 2016) harga diri tinggi adalah hasil
dari kemampuan bertahan dan beradaptasi dengan kebutuhan dan
tekanan secara lebih baik sehingga tidak menyebabkan perasaan kosong
dan terpisah dari orang lain, yidak mengalami depresi, rasa gelisah atau
rasa cemas yang berkepanjangan. Sedangkan menurut pendapat Potter
dan Perry didalam (Daniel, Warjiman 2016) perasaan dasar tentang diri
cenderung bersifat konstan meskipun terkadang situasi krisis
mempengaruhi harga diri.

Menurut (Willianto 2017) seorang individu yang memiliki pemahaman


terkait sikap, harapan dan penilaian tentang dirinya dengan positif maka
akan memunculkan harga diri atau penilaian tentang diri yang tinggi.
Semakin positif konsep diri yang dimiliki oleh seseorang seperti mampu
menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya cenderung
memiliki harga diri yang tinggi.

Berdasarkan dari analisa penulis, persepsi negatif terhadap diri yang


dirasakan oleh klien disebabkan oleh perubahan bentuk dan perubahan
fungsi tubuh. Maka dari itu, klien akan berpresepsi negatif terhadap
tubuh.
f. Diagnosa Medis
Pasien mengalami fraktur femur distal dextra terbuka.
Menurut (Daniel, Warjiman 2016) pada penderita fraktur yang
mengalami perubahan dari sehat menjadi sakit yang mengakibatkan

Poltekkes Kemenkes Padang


56

terjadinya perubahan, baik perubahan fisik maupun psikologis.


Perubahan yang terjadi berupa citra diri, identitas personal, konsep diri,
performa peran, ideal diri dan harga diri. Menurut (Fatma Desi 2016)
citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan
ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempresepsikan dan
memberikan penilaian atas apa yang dipikirkan dan rasakan terhadap
ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas penilaian orang lain terhadap
dirinya.

Dari hasil pengkajian yang didapatkan adanya keterbatasan gerak klien


hingga diharuskan tirah baring dalam waktu lama, kelemahan, adanya
luka yang dapat menimbulkan perubahan konsep diri klien. Maka dari
itu, dibutuhkan peran perawat untuk mengkaji masalah psikososial
terutama gangguan citra tubuh yang diakibatkan karena penyakit, atau
fraktur dan trauma.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil yang didapatkan penulis pada pengkajian didapatkan
diagnosa keperawatan pada klien yaitu gangguan citra tubuh, harga diri
rendah situasional dan ansietas. Pada diagnosa pertama yaitu gangguan
citra tubuh, hal ini sejalan dengan penelitian (Daniel, Warjiman 2016)
mengenai gambaran konsep diri pasien post op fraktur ekstremitas di ruang
rawat inap tahun 2015 pada penderita fraktur yang mengalami perubahan
dari sehat menjadi sakit yang mengakibatkan terjadinya perubahan, baik
perubahan fisik maupun psikologis. Perubahan yang terjadi berupa citra
diri, identitas personal, konsep diri, performa peran, ideal diri dan harga
diri.

Diagnosa kedua pada klien yaitu harga diri rendah situasional. Kasus
ini terjadi pada klien sesuai menurut (I. M. Agustin and Handayani 2017)

Poltekkes Kemenkes Padang


57

klien yang mengalami gangguan pada fraktur akan menimbulkan respons


dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya dan
lingkungan disekitarnya serta mempengaruhi diri dalam berinteraksi
dengan orang lain. Dan menurut (D. Agustin, Iqomh, and Prasetya 2019)
ketidakpuasan dalam penampilan fisik dapat menyebabkan harga diri, citra
tubuh dan ideal diri yang negatif.

Berdasarkan analisa penulis, diagnosa keperawatan kedua klien mengalami


harga diri rendah situasional yang disebabkan klien merasa tidak dapat
melakukan aktvitas secara mandiri, dimana menurut teori klien dengan
fraktur merasa tidak puas dengan penampilan fisik yang menimbulkan
penyesuaian diri klien dengan lingkungan sekitarnya.

Diagnosa ketiga pada klien yaitu ansietas. Kasus ini terjadi menurut
(Ayuningtyas, Triredjeki, and Talib 2018) usia remaja rentan terhadap
terjadinya kecemasan, karena remaja masih menggantungkan diri kepada
orang yang lebih tua dan lingkungannya. Selain itu, seorang remaja
memperhatikkan keutuhan dan kesempurnaan bentuk tubuhnya, sehingga
setiap perubahan yang membedakan bentuk tubuhnya dengan teman
sebayanya membuat remaja mengalami kecemasan.

Menurut hasil penelitian Muslimin didalam (Ilyas 2013) klien dengan


fraktur femur dengan pemakaian skeletal traksi dapat menimbulkan
perasaan klien kurang sempurna, sehingga klien merasa cemas dengan
keadaannya dan merupakan salah satu gangguan konsep diri.

Berdasarkan analisa penulis, diagnosa keperawatan ketiga klien mengalami


ansietas yang disebabkan klien merasa khawatir dengan efek tindakan
rumah sakit membuat ia menjadi cacat fisik, dimana menurut teori klien
usia remaja rentan terhadap cemas.

Poltekkes Kemenkes Padang


58

Secara teori terdapat tiga diagnosa keperawatan jiwa yaitu gangguan citra
tubuh, harga diri rendah situasional dan koping tidak efektif namun
terdapat diagnosa gangguan citra tubuh harga diri rendah situasional dan
ansietas, hal ini dikarenakan pada kasus tidak ditemukannya tanda dan
gejala yang sesuai dengan standar yang merujuk pada SDKI.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan diagnosa
gangguan citra tubuh diantaranya, menjalin hubungan saling percaya,
meningkatkan keterbukaan, mengidentifikasi dan mendiskusikan
perubahan yang terjadi pada klien, mengidentifikasi persepsi klien terhadap
tubuhnya, mendiskusikan persepsi keluarga terkait citra tubuh, serta
membuat pernyataan positif mengenai kondisi klien.

Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018) intervensi yang dilakukan
untuk diagnosa gangguan citra tubuh yaitu identifikasi harapan citra
tubuh berdasarkan tahap perkembangan, identifikasi budaya, umur, agama,
jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh, monitor frekuensi pernyataan
kritik terhadap diri sendiri, monitor apakah pasien bisa melihat bagian
tubuh yang berubah, diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya,
diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh,
jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh, latih
peningkatan penampilan diri.

Menurut (Cheryl Wagner dkk 2013) intervensi yang dilakukan untuk


diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh yaitu bantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan yang disebabkan oleh penyakit dengan cara yang
tepat, bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan actual dari
tubuh atau tingkat fungsinya, bantu pasien mendiskusikan stressor yang

Poltekkes Kemenkes Padang


59

mempengaruhi citra diri terkait dengan kondisi penyakit, tentukan persepsi


pasien dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri dan realita, bantu
pasien untuk mengidentifikasi tindakan yang akan meningkatkan
penampilan, bantu pasien memeriksa persepsi negatif terhadap diri,
eksplorasi pencapaian keberhasilan sebelumnya, memotivasi keluarga
untuk memberikan dukungan pada pasien, dan buat pernyataan positif
mengenai pasien.

Menurut analisa penulis terdapat kesamaan antara teori dan penelitian


orang lain dalam memberikan rencana keperawatan pada pasien gangguan
citra tubuh, yang mana tindakan yang akan dilakukan yaitu menentukan
persepsi pasien dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri dan realita.

Intervensi keperawatan pada diagnosa harga diri rendah situasional


menurut (I. M. Agustin and Handayani 2017) masalah harga diri rendah
situasional dengan diagnosa medis fraktur femur perlu diintervensi dengan
tepat karena jika tidak mendapat penanganan yang baik, bukan hanya
mempengaruhi kualitas hidup pasien tetapi juga dapat berkembang menjadi
masalah psikologis yang lebih serius yang mana dapat berkembang
menjadi resiko bunuh diri dan keputusasaan.

Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018) intervensi yang dilakukan pada
diagnosa harga diri rendah situasional diantaranya monitor verbalisasi
yang merendahkan diri sendiri, motivasi terlibat dalam verbalisasi positif
untuk diri sendiri, diskusikan pernyataan tentang harga diri, diskusikan
kepercayaan terhadap penilaian diri, diskusikan pengalaman yang
meningkatkan harga diri, diskusikan persepsi negatif diri, diskusikan alasan
mengkritik diri atau rasa bersalah, diskusikan bersama keluarga untuk
menetapkan harapan dan batasan yang jelas, jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan dalam perkembangan konsep positif diri pasien,

Poltekkes Kemenkes Padang


60

anjurkan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan orang


lain, anjurkan membuka diri terhadap kritik negatif, anjurkan mengevaluasi
perilaku, latih cara berfikir dan berperilaku positif.

Menurut analisa penulis, terdapat kesamaan antara teori dengan penelitian


dimana perencanaan keperawatan dilakukan menganjurkan untuk
membuka diri terhadap kritik negatif.

Intervensi keperawatan pada diagnosa ansietas menurut (Gani Maisyaroh,


Rahayu, and Yuyun Rahayu 2015) intervensi keperawatan pada kecemasan
dasar diantaranya yaitu bantu pasien untuk mengidentifikasi perasaannya
dan penyebab yang menimbulkan kecemasan, jalin komunikasi terapeutik
dengan pasien, bantu pasien untuk membuat solusi dari kekhawatiran-
kekhawatiran yang dirasakan. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh
perawat yaitu membuat lingkungan yang nyaman dan berpengaruh positif
bagi pasien.

Intervensi keperawatan pada diagnosa ansietas menurut (Tim Pokja SIKI


DPP PPNI 2018) yaitu identifikasi saat tingkat ansietas berubah,
identifikasi kemampuan mengambil keputusan, monitor tanda-tanda
ansietas, ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan,
pahami situasi yang membuat ansietas, dengarkan dengan penuh perhatian,
gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan, anjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien, anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi, latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan, latih
teknik relaksasi.

Menurut analisa penulis, terdapat kesamaan antara teori dengan penelitian


yaitu menjalin komunikasi terapeutik dengan pasien dan membantu pasien
untuk membuat solusi dari kekhawatiran yang dirasakan.

Poltekkes Kemenkes Padang


61

Dari hasil intervensi yang didapatkan adanya keterbatasan gerak klien


hingga diharuskan tirah baring dalam waktu lama, kelemahan, adanya luka
yang dapat menimbulkan perubahan konsep diri klien. Maka dari itu,
dibutuhkan peran perawat untuk melakukan perencanaan keperawatan
dengan masalah psikososial terutama gangguan citra tubuh yang
diakibatkan karena penyakit, atau fraktur dan trauma.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan diagnosa
gangguan citra tubuh yang dilakukan dengan membina hubungan saling
percaya, meningkatkan keterbukaan, mengidentifikasi dan mendiskusikan
perubahan yang terjadi pada klien, mengidentifikasi persepsi klien terhadap
tubuhnya, mendiskusikan persepsi keluarga terkait citra tubuh, serta
membuat pernyataan positif mengenai kondisi klien.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis sesuai dengan hasil


penelitian (Laura Sri Hamdani Sitepu 2014) memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien tentang gangguan citra tubuh, mendiskusikan
persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan dan
harapan yang dulu san saat ini terhadap citra tubuhnya, mengajarkan dan
membantu meningkatkan fungsi tubuh yang terganggu, serta mendorong
untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam keluarga dan
sosial, selain itu lakukan pemberian pendidikan kesehatan kepada keluarga.
Dimana keluarga adalah orang yang paling dekat dengan pasien dan sangat
dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri pasien.

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan diagnosa


gangguan citra tubuh menurut (Veolina Irman 2016) tujuan dari tindakan
keperawatan yang akan dilakukan dengan diagnosa gangguan citra tubuh
adalah agar klien mampu mengenal bagian tubuh yang terganggu, mampu

Poltekkes Kemenkes Padang


62

mengidentifikasi mana bagian tubuh yang terganggu dan yang masih


berfungsi, mengafirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat dan mampu
melatih bagian tubuh yang terganggu. Tindakan keperawatan yang
dilakukan seperti, mendiskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya
dahulu dan saat ini, perasaan dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini,
memotivasi klien untuk melihat bagian tubuh yang hilang secara bertahap,
bantu klien menyentuh bagian tubuh tersebut, mengobservasi respon klien
terhadap perubahan bagian tubuh, mendiskusikan kemampuan klien
mengatasi masalah bagian tubuh, mendiskusikan bagian tubuh klien yang
masih berfungsi dan yang terganggu, membantu klien untuk meningkatkan
fungsi bagian tubuh yang sehat, mengajarkan klien melakukan afirmasi dan
melatih bagian tubuh yang sehat, memberikan pujian positif, memotivasi
klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan aktifitas yang mendukung
dan mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal.

Menurut analisa penulis, terdapat kesamaan antara teori dan penelitian


dalam memberikan impelementasi keperawatan dengan tujuan klien
mampu melihat bagian tubuh membaik, klien mampu menyentuh bagian
tubuh, dan verbalisasi perubahan gaya hidup membaik.

Menurut (Veolina Irman 2016) tujuan umum dari pelaksanaan intervensi


pada klien harga diri rendah situasional adalah agar klien mampu
mencapai kembali harga diri terdahulu yang positif, tujuan khusus adalah
agar klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara
harga diri dan pemecahan masalah yang efektif, klien dapat melakukan
keterampilan perawatan diri uuntuk meningkatkan harga diri, klien dapat
melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan balik yang positif
antara harga diri dan kesehatan fisik.

Poltekkes Kemenkes Padang


63

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan diagnosa


harga diri rendah situasional yaitu memonitor verbalisasi yang
merendahkan harga diri, mendiskusikan pengalaman yang meningkatkan
pengalaman diri, mendiskusikan persepsi negatif diri, memotivasi
menerima tantangan atau hal baru, mendiskusikan pernyataan tentang
harga diri, mendiskusikan pengalaman yang meningkatkan pengalaman
diri, mendiskusikan alasan mengkritik diri atau rasa bersalah dan
menjelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan
konsep positif diri klien.

Menurut analisa penulis, terdapat kesamaan antara teori dan penelitian


dalam memberikan impelementasi keperawatan dengan tujuan klien
mampu menilai diri positif meningkat, memiliki perasaan kelebihan atau
kemampuan positif terhadap diri sendiri, dan kontak mata membaik.

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan diagnosa


ansietas yaitu, menciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan, memahami situasi yang membuat ansietas, mendengarkan
penuh perhatian, dan melatih teknik relaksasi nafas dalam dan hypnosis
lima jari.

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan penelitian (Nurhalimah 2016)


yaitu membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal
ansietas, mengajarkan teknik nafas dalam dan mengajarkan klien hypnosis
lima jari.

Menurut analisa penulis, terdapat kesamaan antara teori dan penelitian


dalam memberikan impelementasi keperawatan dengan tujuan kemampuan
membina hubungan membaik, partisipasi sosial meningkat, dan tanggung
jawab diri membaik.

Poltekkes Kemenkes Padang


64

Dari hasil implementasi yang didapatkan, dibutuhkan peran perawat untuk


melakukan implementasi dengan masalah psikososial terutama gangguan
citra tubuh yang diakibatkan karena penyakit, atau fraktur dan trauma.

5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi keperawatan setelah diberikan asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien selama 5 hari yaitu pada diagnosa gangguan citra
tubuh, setelah dilakukan implementasi keperawatan selama tiga hari klien
mengatakan bahwa saat ini ia sudah mulai merasa tidak asing dengan
kondisinya,sudah mulai menerima situasi mengenai kakinya, klien
mengatakan bahwa ia mampu menerima bagaimana kondisi kakinya
kedepannya nanti. Dan pada saat observasi klien tampak sudah berani
untuk melihat kakinya, kontak mata dengan klien sudah baik saat interaksi.

Menurut Kany, 2015 didalam (Willianto 2017) ketika seseorang memiliki


pengharapan dalam citra tubuh yang positf, ia akan memandang apa yang
ia lakukan saat ini akan berhasil dimasa yang akan datang. Dengan
demikian, harapan atau keinginan yang positif terhadap citra tubuh akan
menimbulkan hasrat dan keinginannya untuk lebih baik. Dan menurut
(Muhith 2015) kriteria hasil yang diharapkan dari klien dengan gangguan
citra tubuh diantaranya klien dapat meningkatkan keterbukaan dan
hubungan saling percaya, dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi
pada tubuhnya, dapat menerima realita, dapat menilai kemampuan yang
dapat digunakan, melakukan tindakan yang sesuai dengan kondisi sakit dan
dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Hasil Evaluasi keperawatan pada diagnosa harga diri rendah situasional,


setelah dilakukan implementasi keperawatan selama tiga hari klien
sebelumnya mengatakan bahwa ia tidak mampu untuk melakukan hal
apapun saat dirumah sakit, namun saat ini klien sudah mampu melakukan

Poltekkes Kemenkes Padang


65

hal-hal kecil dirumah sakit seperti melipat baju. Saat dilakukan observasi
kontak mata sudah membaik.

Hasil evaluasi sesuai dengan hasil penelitian (Solistiawati and


Novendawati 2015) ketika remaja memiliki kesadaran mengenai dirinya
maka akan membuat remaja memiliki pemikiran yang rasional mengenai
persepsi diri mengenai citra tubuh. Dari pemikiran rasional menghasilkan
penilaian-penilaian positif sehingga mengarah pada rasa bangga hingga
membentuk harga diri menjadi lebih tinggi.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa ansietas, setelah dilakukan


impelementasi keperawatan selama tiga hari klien mengatakan ia masih
takut dengan efek samping dari tindakan rumah sakit akan membuatnya
cacat fisik. Saat dilakukan observasi, kontak mata dan bahasa verbal klien
sudah membaik dan tidak terbelit-belit saat dilakukan interaksi dengan
penulis.

Hasil evaluasi sesuai dengan penelitian (Turnip, Hamid, and Wardani


2017) klien yang menderita penyakit fisik dengan permasalahan
psikososial ansietas dan gangguan citra tubuh mengalami penurunan.

Poltekkes Kemenkes Padang


66

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
citra tubuh diruang Trauma Center RSUP Dr. Mdjamil Padang, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan klien didapatkan adanya perubahan persepsi
negatif yang diakibatkan oleh fraktur. Klien mengatakan ia merasa enggan
melihat bagian tubuh terutama pada bagian kakinya, mengatakan takut
nantinya akan adanya penolakan ataupun reaksi teman-teman sebayanya
mengenai kondisinya saat ini.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengumpulan data, diagnosa yang ditemukan pada klien
yaitu, gangguan citra tubuh ,harga diri rendah situasional dan ansietas.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dibuat secara teoritis dan menerapkan
berdasarkan SDKI, SLKI dan SIKI yang disesuaikan dengan strategi
pelaksanaan keperawatan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan kepada klien dengan diagnosa
gangguan citra tubuh, harga diri rendah situasional dan ansietas yaitu
promosi citra tubuh dilanjutkan dengan promosi harga diri, serta reduksi
ansietas.
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi yang dilakukan selama 5 hari pada klien masalah dengan
masalah gangguan citra tubuh, harga diri rendah situasional, dan ansietas
sudah teratasi.
67

B. Saran
1. Bagi perawat ruang rawat inap Trauma Center
Disarankan dapat memberikan wawasan dan masukan bagi perawat dalam
meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka ekstremitas
bawah dengan gangguan citra tubuh pada pasien fraktur.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk pembaharuan praktik
keperawatan dan pemecahan masalah keperawatan pada pasien fraktur
ekstremitas bawah dengan gangguan citra tubuh
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan acuan yang perlu
dipertimbangkan dalam program peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
4. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan penulis dapat melakukan pengkajian secara tepat dan optimal
lagi dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mendokumentasikan
hasil tindakan yang telah dilakukan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Dian, Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, and Hendra Adi Prasetya.
2019. ―Gambaran Harga Diri, Citra Tubuh, Dan Ideal Diri Remaja Putri
Berjerawat.‖ Jurnal Keperawatan Jiwa 6(1): 8.
Agustin, Ike Mardiati, and Sri Handayani. 2017. ―Case Report: Afirmasi Positif Pada
Harga Diri Rendah Situasional Pasien Fraktur Femur.‖ Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan 13(2): 94–98.
Ayuningtyas, Vincenicia Desy, Hermani Triredjeki, and Susi Tentrem Roestyati
Talib. 2018. ―Psikoedukasi Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre
Operasi Fraktur Usia Remaja.‖ Jurnal Riset Kesehatan 7(2): 110.
Brunner dan Suddart. 2017. Keperawatan Medikal Bedah. ed. EGC. Jakarta.
Budi Anna Keliat, Novi Helena dan Pipin Farida. 2011. Manajemen Keperawatan
Psikososial Dan Kader Kesehatan JIwa. ed. Pamilih Eko Karyuni. Jakarta:
EGC.
Cheryl Wagner dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Eds Bahasa
Indosensia. Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia.
Daniel, Warjiman, Siti Munawaroh. 2016. ―Gambaran Konsep Diri Pasien Post Op
Fraktur Ekstremitas Di Ruang Rawat Inap.‖ 1: 37–44.
Denich, Amandha Unziila, and Ifdil Ifdil. 2015. ―Konsep Body Image Remaja Putri.‖
Jurnal Konseling dan Pendidikan 3(2): 55.
Dwira Mayorin. 2018. ―Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Terbuka
Ekstremitas Bawah Dengan Gangguan Citra Tubuh Di Ruang Trauma Center
RSUP Dr. Mdjamil Padang.‖ Poltekkes Kemenkes Padang.
Fatma Desi, Anisah. 2016. 9 Revista Brasileira de Ergonomia ―Pengaruh Citra Tubuh
Terhadap Keyakinan Kemampuan Diri Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 9
Yogyakarta.‖
Gani Maisyaroh, Seviya, Urip Rahayu, and Siti Yuyun Rahayu. 2015. ―Tingkat
Kecemasan Pasien Post Operasi Yang Mengalami Fraktur Ekstremitas.‖ Jurnal
Keperawatan Padjadjaran v3(n2): 77–87.
Hasmalawati, Nur. 2017. ―Pengaruh Citra Tubuh Dan Perilaku Makan Terhadap
Penerimaan Diri Pada Wanita.‖ Jurnal Psikoislamedia 2(2): 107–15.
Ilyas, Muh. 2013. ―Gambaran Body Image Pada Pemakaian Skeletal Traksi Pada
Klien Fraktur Femur Di Ruang Bedah RSUD Labuang Baji Makasar.‖ 3: 7–11.
Laura Sri Hamdani Sitepu. 2014. ―Gambaran CitraTubuh Pasien Paska Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau, Medan.‖

68 Poltekkes Kemenkes Padang


Universitas Sumatera Utara.
Manurung, Nixson. 2018. Keperawatan Medikal Bedah. Jilid 3. Jakarta: Trans Info
Media.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi. ed.
Monica Bendetu. Yogyakarta.
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. 2nd ed. ed. Pem Puji
Lestari. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, Rizal. 2016. ―Citra Tubuh Dengan Depresi Pada Lansia Wanita.‖ 25: 1–18.
Nurhalimah. 2016. ―Keperawatan Jiwa.‖ : 202.
Nursalam. 2013. Salemba Medika Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. 4th ed. Jakarta.
Platini, Hesti, and Urip Rahayu , Rizal Chaidir. 2020. ―Karakteristik Paisen Fraktur
Ekstremitas Bawah.‖ 7(1): 49–53.
Purba, Maria Magdalena. 2017. ―Gambaran Konsep Diri Klien Dengan Fraktur
Ekstremitas Bawah Di Ruang Dahlia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.‖ E-Journal.Poltekkes-Palangkaraya.Ac ….
Ridwan, Utari Nurul, Abdul Muthalib Pattiiha, and Prita Aulia M. Selomo. 2019.
―Karakteristik Kasus Fraktur Ekstremitas Bawah Di Rumah Sakit Umum Daerah
DR H CHASAN BEOSOIREIE Ternate.‖ Kieraha Medical Journal 1(23): 301–
16.
Riskesdas. 2018a. ―Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar.‖ : 1–100.
Riskesdas, Kemenkes. 2018b. ―Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS).‖
Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical 44(8): 1–200.
Rudi, and Maria. 2019. Keperawatan Medikal Bedah 2. ed. Ridma Widyastanti dan
Hesti Pratiwi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.
Smeltzer, S. C & Barre, B. G. 2017. ―Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth.‖ Journal of Chemical Information and Modeling.
Solistiawati, Ayu, and Novendawati. 2015. ―Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan
Harga Diri Remaja Akhir Putri (Studi Pada Mahasiswi Reguler Universitas Esa
Unggul).‖ Jurnal Psikologi Esa Unggul 13(1): 13–20.
Suerni, Titik, Budi Anna Keliat, and Novy Helena C.D. 2013. ―Penerapan Terapi
Kognotif Dan Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Harga Diri Rendah Di Ruang
Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2013.‖ Jurnal
Keperawatan Jiwa.
Surahman, Mochamad Rahmad, Sudibyo Supardi. 2016. Metodologi Keperawatan.
Kementrian Kesehatan RI.
Sutejo. 2017. Keperawatan Kesehatan Jiwa: Prinsip Dan Praktik Asuhan

69 Poltekkes Kemenkes Padang


Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru.
———. 2018. Keperawatan Jiwa : Konsep Dan Praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa; Gangguan Jiwa Dan Psikososial. Yogyakarta: PT Pustaka
Baru.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi Dan Faktor Risiko. 1st ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. 1st ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Standar
Luaran Keperawatan Indonesia DPP PPNI : Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan. 1st ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Turnip, Maria, Achir Yani Suhaemi Hamid, and Ice Yulia Wardani. 2017.
―Manajemen Asuhan Keperawatan Spesialis Pada Klien Dengan Diagnosis
Ansietas Dan Gangguan Citra Tubuh Di Unit Umum.‖ Jurnal Kesehatan 6(1):
48.
Umaroh, Zuhrotul. 2016. ―Efektifitas Psikoedukasi Terhadap Adaptasi Pasien
Fraktur.‖ 1: 74–80.
Veolina Irman, Nike Puspita dan Helena. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Jiwa.
1st ed. ed. UNP Press. Padang: UNP Press Padang.
WHO. 2016. ―Road Traffic Deaths.‖ https://apps.who.int/gho/data/view.main.51310.
Willianto, Dian Anggreini. 2017. ―Hubungan Antara Konsep Diri Dan Citra Tubuh
Pada Perempuan Dewasa Awal.‖ : 1–154.
Yundarini, Saitri dan Utami. 2017. ―Hubungan Antara Citra Tubuh Dengan Perilaku
Makan Pada Remaja Putri Di SMA Dwijendra Denpasar.‖

70 Poltekkes Kemenkes Padang


Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai