Anda di halaman 1dari 13

PERAN KELUARGA

DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN


HALUSINASI

Disusun oleh :

VENNY NOVITA 04064881517002


TINTASIA YIDRA 04064881517006
JANATIA ANGGRAINI 04064881517022
CHRYSTIN YULISKA P 04064881517032
MELISA CHINTIA S 04064881517042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Mencegah kekambuhan pada pasien  gangguan jiwa dengan


halusinasi
Sub pokok bahasan : Peran keluarga dalam mencegah  kekambuhan gangguan jiwa
dengan  halusinasi
Sasaran : Keluarga pengunjung RSJ Ernaldi Bahar Palembang
Hari / Tanggal : Senin, 1 Agustus 2016
Waktu : 35 menit
Tempat : Ruang tunggu RSJ Ernaldi Bahar Palembang

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan  keluarga yang berkunjung ke RSJ Ernaldi
Bahar Palembang mampu memahami apa perannya dalam mencegah kekambuhan
penderita gangguan jiwa di rumah dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 X 35 menit diharapkan  keluarga yang
berkunjung ke RSJ Ernaldi Bahar Palembang, mampu:
a. Menyebutkan pengertian halusinasi
b. Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
c. Menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
d. Menyebutkan tipe-tipe halusinasi
e. Menyebutkan proses terjadinya halusinasi
f. Menyebutkan cara pencegahan pasien halusinasi
B. GARIS BESAR MATERI
a.       Pengertian halusinasi
b.      Menyebutkan pencetus terjadinya halusinasi
c.       Tanda dan gejala halusinasi
d.      Tipe-tipe halusinasi
e.       Proses terjadinya halusinasi
f.       Cara mengatasi pada pasien halusinasi
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
NO KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU
1 Pembukaan danMenyampaikan salam Menjawab salam 5 menit
salam Menjelaskan tujuan Mendengarkan
Apersepsi Memberi respon

2 Penyampaian Menyampaikan materi: Mendengarkan dan15 menit


materi  Pengertian halusinasi memperhatikan
 Menyebutkan pencetus
terjadinya halusinasi
 Tanda dan gejala halusinasi
 Tipe-tipe halusinasi
 Proses terjadinya
halusinasi
 Cara mengatasi pasien
dengan  halusinasi

Tanya jawab
3 Penutup dan
salam Mengajukan pertanyaan
15 menit
Mengajukan pertanyaan Menjawab pertanyaan

Menyimpulkan hasil materi Mendengarkan

Menyampaikan salam
penutup Menjawab salam

D. METODE
     Prolog
     Ceramah
     Tanya jawab
E. MEDIA
Leaflet dan poster

F. SETTING TEMPAT
Peserta duduk di kursi tunggu
Penyaji didepannya

G. PENGORGASIAN
1. Moderator                     : Janatia Anggraini
2. Penyaji                          : Tintasia Yidra
3. Observer                       : Venny Novita
4. Fasilitator                      : Chrystin Yuliska dan Melisa Chintia S

H. EVALUASI

1. Kegiatan : Jadwal, alat bantu atau media, pengorganisasian, proses penyuluhan

2. Hasil penyuluhan : memberi pertanyaan pada pasien dan keluarga yang mengikuti

penyuluhan di RSJ Ernaldi Bahar Palembang tentang :

a. Apa pengertian halusinasi

b. Menyebutkan proses pencetus halusinasi

c. Apa tanda dan gejala halusinasi

d. Apa saja tipe-tipe halusinasi

e. Menyebutkan poses terjadinya halusinasi

f. Cara mengatasi pasien dengan halusinasi

I. SUSUNAN ACARA
NO WAKTU ACARA PETUGAS
1. 08.00 -08.05 Pembukaan Janatia Anggraini
Pencatan kehadiranMelisa Chintia
audiens Tintasia Yidra
Observasi Venny Novita

2. 08.05 – 08.15 Penyampaian materi Tintasia Yidra


Pencatan kehadiranMelisa Chintia
audiens
Observasi Venny Novita

3. 08.15 – 08.30 Pengarah diskusi danJanatia Anggraini


tanya jawab
Pengisi Diskusi danTintasia Yidra
evaluasi
Pencatatan pertanyaanChristin Yuliska
dan jawaban
Observasi Venny Novita

4. 08.30 – 08.35 Salam penutup Janatia Anggraini


Observasi Venny Novita
Lampiran materi
PERAN KELUARGA
DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN
PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI
DI RUMAH

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata

terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial

dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi

dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi

sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah

dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek,

namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama.

Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera

menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang

dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal

yang atau tidak masuk logika.

B. Pencetus terjadinya halusinasi

1. Sakit dengan panas tinggi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh.

2. Gangguan jiwa Skizofrenia

3. Pengkonsumsian narkoba atau narkotika tertentu seperti : ganja,morphin, kokain, dan ltd

4. Mengkonsumsi alkohol berkadar diatas 35% : seperti vodka, gin diatas batas kewajaran

5. Trauma yang berlebihan.
Faktor predisposisi dari halusinasi menuruut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek

biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia. Dari predisposisi tersebut pada klien Ny. Y

yang dominan adalah faktor sosial karena klien menikah dalam usia muda (belum siap fisik

dan psikis)dan orang tua klien bercerai pada saat klien berusia 11 tahun dan faktor psikologis

dimana klien mempunyai kepribadian tertutup. Jika tugas perkembangan terlambat atau

hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan.

Beberapa faktor  di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga

menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem

metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen.

Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah stresor sosial dimana stress

dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari

orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelomppok/masyarakat; faktor biokimia dapat

meyebabkan partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi

(sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik;

faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan

disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai

berkembangnya perubahan sensori persepsi klien, biasanya hal ini untuk pengembangan

koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang

menyenangkan.

Masalah keperawatan yang menjadi penyebab (sebagai Triger) munculnya halusinasi

adalah harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart & Laraia, 1998). Akibat rendah diri dan

kurangnya keterampilan mengakibatkan sosial klien menjadi menarik diri dari


lingkungan.selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus inernal akan

menjadi lebih dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan

kemampuanmembedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu terjadinya

halusinasi. Selain itu akibat lanjut dari kondisi rendah diri dan kuranngnya kemampuan klien

berhubungan dengan orang lain yang membuat klien menarik diri dari lingkungan membuat

klien mengalami penurunan motivasi karena ia merasa tidak mampu melakukan apapun

sehingga akan memunculkan masalah kurangnya perawatan diri klien.

Masalah keperawatan rendah diri yang terjadi pada klien dapat didukung oleh koping

keluarga tidak efektif: kurang pengetahuan, ketidakmampuan merawat klien dan bahkan

menolak klien berada di rumahnya. Hal ini dapat membuat klien kurang mendapat penguatan

terhadap kemampuan yang ia miliki sehinggga klien menganggap dirinya makin tidak

berharga dan mengakibatkan keluarga kurang tepat dalam menanganni klien di rumah atau

regimen therapeutik tidak efektif.

C. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.

2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang

tidak nyata.

3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu

melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan

berhias yang rapi.


5. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah

tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak

masuk akal, banyak keringat.

D. Tipe-tipe Halusinasi 

Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):

1. Halusinasi Pendengaran

Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau

membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering

dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.

2. Halusinasi Penglihatan

Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang telah

mati.

3. Halusinasi Penciuman

Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada

klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.

4. Halusinasi Sentuhan

Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.

5. Halusinasi Pengecapan

Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai

zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien

.
E. Proses terjadinya Halusinasi

Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri

dari:

1. Fase Pertama

Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin

melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk

menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan

datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas

persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,

individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi

menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas.

Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-

olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan

tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan

dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.

Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah,

memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat

atau bahkan selamanya.

F. Penanggulangan Pasien dengan Halusinasi

Penanggulangan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang nyaman

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,

sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar

terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi

baik secara fisik atau emosional. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat

merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya

jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi

yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.Keluarga harus

mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, keluargadapat menggali masalah pasien

yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang

ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain

yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien


Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,

bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke

kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun

jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

Pencegahan kekambuhan penderita di rumah:

1. Berikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial kepada penderita

2. Awasi kepatuhan penderita dalam minum obat

3. Bantu penderita untuk selalu berinteraksi dengan lingkungan

4. Beri kegiatan yang positif, jangan biarkan penderita menyendiri

5. Memberikan pujian jika penderita melakukan hal yang positif

6. Menjauhkan penderita dari pengalaman atau keadaan yang menyebabkan penderita

merasa tidak berdaya dan tidak berarti

7. Membawa penderita untuk kontrol rutin kepelayanan kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Ana. (1995).Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. EGC.

Keliat, Budi Ana dkk. (1987). Proses Keperawatan Jiwa. EGC.

Stuart and Sunden. (1998).Pocket Guide To Psychiatric Nursing. EGC.

Anda mungkin juga menyukai