Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI

HALUSINASI PENDENGARAN

OLEH

NI PUTU DIAH PRADNYA PARAMITHA

NIM.2214901093

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI PENDENGARAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap stimulus
dengar eksternal yang tidak mampu diidentifikasi (Beck dan Wiliam, 1980).
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran
individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen,
1984).
Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau kebisingan,
paling sering mendengar suara orang, suara membentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata jelas berbicara pada klien, bahkan sampai ada
percakapan lengkap antara dua orang. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan (stuart, 2007).
b. Tahap terjadinya halusinasi
Tahapan Halusinasi Karakteristik

Stage I: sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin


Fase awal seorang sebelum menghindar dari lingkungan, takut diketahui
muncul halusinasi orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah makin terasa sulit karena stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah
kampus, drop out, dst. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan
support system kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus- menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan –
lamunan awal tersebut sebagai pemecah
masalah.

Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut


Halusinasi secara umum ia seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
terima sebagai sesuatu yang perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba
alami memusatkan pikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggap bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapan dia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya

Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering


Secara umum halusinasi datang dan mengalami bias. Klien mulai
sering mendatangi klien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan
mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.

Stage IV: Controlling Severe Klien mencoba melawan suara-suara sensori


Level of Anxiety abnormal yang datang. Klien dapat
Fungsi sensori menjadi tidak merasakan kesepian bila halusinasinya
relevan dengan kenyataan berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.

Stage V: ConQuering Pengalaman sensorinya terganggu. Klien


Panic Level of Anxiety mulai terasa terancam dengan datangnya
Klien mengalami gangguan suara-suara terutama bila klien tidak dapat
dalam menilai lingkungannya menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal 4 jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik terjadi gangguan
psikotik berat.

III. Pohon Masalah


Pohon masalah adalah kerangka berfikir logis yang berdasarkan prinsip sebab
dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria,2012).

Effect Risiko Tinggi Prilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

IV. Data yang perlu dikaji


a. Data Obyektif
1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
berbicara.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang
berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,tembok dll
3) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab
suara
4) Tidur kurang/terganggu
5) Penampilan diri kurang
6) Keberanian kurang
7) Bicara tidak jelas
8) Merasa malu
9) Mudah panik
10) Duduk menyendiri.
11) Tampak melamun.
12) Tidak peduli lingkungan.
13) Menghindar dari orang lain.
14) Adanya peningkatan aktifitas motorik.
15) Perilaku aktif ataupun destruktif.
b. Data Subyektif
1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan
2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
V. Diagnosa Keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respon aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan klinis/proses kehidupan (Direja,2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi adalah (Fitria,2012).
1. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
4. Harga diri rendah.
VI. Rencana Tindakan Keperawatan

STRATEGI PELAKSANAAN

BHSP

1) Menyapa klien dengan ramah baik verbal


atau nonverbal
2) Perkenalkan diri
3) Menanyakan nama klien
4) Menjelaskan tujuan pertemuan
5) Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
6) Beri perhatian dan penghargaan
7) Perhatikan kebutuhan dasar klien
SP 1 PASIEN SP 1 KELUARGA

1) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan


2) Mengidentifikasi isi halusinasi klien keluarga dalam merawat klien
3) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien 2. Memberikan pendidikan kesehatan
4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi tentang pengertian halusinasi, jenis
klien halusinasi yang dialami klien, tanda dan
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat gejala halusinasi, serta proses terjadinya
menimbulkan halusinasi klien halusinasi
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap 3. Menjelaskan cara merawat klien dengan
halusinasi klien halusinasi
7) Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8) Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik kedalam kegiatan harian
SP 2 PASIEN SP 2 KELUARGA

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1) Melatih keluarga mempraktikkan cara


2) Melatih klien mengendalikan halusiansi merawat klien dengan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan orang 2) Melatih keluarga melakukan cara merawat
lain langsung kepada klien halusinasi
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian

SP 3 PASIEN SP 3 KELUARGA

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1) Membantu keluarga membuat jadwal


2) Melatih klien mengendalikan aktifitas dirumah termasuk minum obat
halusinasinya dengan cara melakukan (discharge planning)
kegiatan 2) Menjelaskan follow up setelah pulang
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
SP 4 PASIEN

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2) Memberikan pendidikan kesehatan
tentang pengobatan obat secara teratur
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian

VII. Diagnosa Medis


a. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn,
1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,2005).
b. Etiologi
a) Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
dalam penyakit ini.
b) Faktor presipitasi
1. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga
halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
teratasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, hal isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tidak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya,
seolah-olah dia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu
tersebut, sehingga perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau
orang lain, keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga
klien selalu berinteraksi dengan lingkungnnya dan halusinasi tidak
berlangsung.
e. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkadiannya
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk.
c. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau kebisingan,
paling sering mendengar suara orang suara membentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata jelas berbicara pada klien, bahkan sampai
ada percakapan lengkap antara dua orang. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan (stuart, 2007).
a. Data objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri.
2) Marah-marah tanpa sebab.
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu.
4) Menutup telinga.
b. Data subjektif
4) Mendengar suara atau kegaduhan
5) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
6) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
2. Halusinasi Pengelihatan
Halusinasi pengelihatan merupakan stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster. (stuart, 2007)
a. Data objektif
1) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
2) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas.
b. Data subjektif
1) Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster.
3. Halusinasi penghidu
Halusinasi penghidu adalah membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urine, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau dimensia.
(stuart, 2007).
a. Data objektif
1) Menghidu sedang membaui bau-bauan tertentu
2) Menutup hidung
b. Data subjektif
1) Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses kadang-kadang
bau itu menyenangkan.
4. Halusinasi Pengecap
Halusinasi pengecap adalah merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urine atau feses (Stuart, 2007).
a. Data objektif
1) Sering meludah
2) Muntah
b. Data subjektif
1) Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses
5. Halusinasi Perabaan
Halusinasi perabaan adalah mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain. (stuart, 2007)
a. Data objektif
1) Menggaruk-garuk permukaan kulit
b. Data subjektif
1) Menyatakan ada serangga di permukaan kulit
2) Merasa tersengat listrik
d. Penatalaksanaan
Menurut (Maramis, 2005) pengobatan harus secepat mungkin, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapat perawatan di RSJ dan klien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakologi
a. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita
Skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam
dua tahun penyakit.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik atau Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat
dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan
Skizofrenia dan mempermudah kontak dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien
bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Diharapkan
klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari:
a. Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada: pendengaran, memainkan alat musik, bernyanyi yaitu
menikmati dengan relaksasi jenis musik yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
3) Terapi Menari
Fokus: untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan
tubuh.
4) Terapi Relaksasi
Fokus: belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional: meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam
kehidupan.
5) Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
6) Terapi Kelompok
a) Group therapy (Terapi kelompok)
b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
7) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga (home
like atmosphere).
Daftar Pustaka
Boyd dan Nihart. 1998. Psychiatric Nursing & Contemporary Practice. I Edition.
Lippincott. Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition.
Lippincott. Philadelphia.
Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta
Stuart dan sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC.Jakarta.
Townsend. 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care
Plan Construction. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai