Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran II. Proses Terjadinya Masalah a. Pengertian Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu diidentifikasi (Beck dan Wiliam, 1980). Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 1984). Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang, suara membentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata jelas berbicara pada klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan (stuart, 2007). b. Tahap terjadinya halusinasi Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage I: sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seorang sebelum menghindar dari lingkungan, takut diketahui muncul halusinasi orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah kampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus- menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan – lamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut
Halusinasi secara umum ia seperti adanya perasaan cemas, kesepian, terima sebagai sesuatu yang perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba alami memusatkan pikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggap bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapan dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering
Secara umum halusinasi datang dan mengalami bias. Klien mulai sering mendatangi klien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
Stage IV: Controlling Severe Klien mencoba melawan suara-suara sensori
Level of Anxiety abnormal yang datang. Klien dapat Fungsi sensori menjadi tidak merasakan kesepian bila halusinasinya relevan dengan kenyataan berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
Panic Level of Anxiety mulai terasa terancam dengan datangnya Klien mengalami gangguan suara-suara terutama bila klien tidak dapat dalam menilai lingkungannya menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik terjadi gangguan psikotik berat.
III. Pohon Masalah
Pohon masalah adalah kerangka berfikir logis yang berdasarkan prinsip sebab dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria,2012).
Effect Risiko Tinggi Prilaku Kekerasan
Core Problem Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Causa Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah
IV. Data yang perlu dikaji
a. Data Obyektif 1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara. 2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,tembok dll 3) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara 4) Tidur kurang/terganggu 5) Penampilan diri kurang 6) Keberanian kurang 7) Bicara tidak jelas 8) Merasa malu 9) Mudah panik 10) Duduk menyendiri. 11) Tampak melamun. 12) Tidak peduli lingkungan. 13) Menghindar dari orang lain. 14) Adanya peningkatan aktifitas motorik. 15) Perilaku aktif ataupun destruktif. b. Data Subyektif 1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan 2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap 3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. V. Diagnosa Keperawatan Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan klinis/proses kehidupan (Direja,2011). Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi adalah (Fitria,2012). 1. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain. 2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi 3. Kerusakan interaksi sosial: menarik diri 4. Harga diri rendah. VI. Rencana Tindakan Keperawatan
STRATEGI PELAKSANAAN
BHSP
1) Menyapa klien dengan ramah baik verbal
atau nonverbal 2) Perkenalkan diri 3) Menanyakan nama klien 4) Menjelaskan tujuan pertemuan 5) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 6) Beri perhatian dan penghargaan 7) Perhatikan kebutuhan dasar klien SP 1 PASIEN SP 1 KELUARGA
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
2) Mengidentifikasi isi halusinasi klien keluarga dalam merawat klien 3) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien 2. Memberikan pendidikan kesehatan 4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi tentang pengertian halusinasi, jenis klien halusinasi yang dialami klien, tanda dan 5) Mengidentifikasi situasi yang dapat gejala halusinasi, serta proses terjadinya menimbulkan halusinasi klien halusinasi 6) Mengidentifikasi respon klien terhadap 3. Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi klien halusinasi 7) Mengajarkan klien menghardik halusinasi 8) Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik kedalam kegiatan harian SP 2 PASIEN SP 2 KELUARGA
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1) Melatih keluarga mempraktikkan cara
2) Melatih klien mengendalikan halusiansi merawat klien dengan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang 2) Melatih keluarga melakukan cara merawat lain langsung kepada klien halusinasi 3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP 3 PASIEN SP 3 KELUARGA
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1) Membantu keluarga membuat jadwal
2) Melatih klien mengendalikan aktifitas dirumah termasuk minum obat halusinasinya dengan cara melakukan (discharge planning) kegiatan 2) Menjelaskan follow up setelah pulang 3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian SP 4 PASIEN
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengobatan obat secara teratur 3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
VII. Diagnosa Medis
a. Pengertian Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,2005). b. Etiologi a) Faktor predisposisi Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi adalah: 1. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. 2. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. 3. Faktor Biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. 4. Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. 5. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh dalam penyakit ini. b) Faktor presipitasi 1. Perilaku Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu: a. Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. b. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat teratasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, hal isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. c. Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua prilaku klien. d. Dimensi Sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah dia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain, keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungnnya dan halusinasi tidak berlangsung. e. Dimensi Spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk. c. Klasifikasi 1. Halusinasi pendengaran Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang suara membentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata jelas berbicara pada klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan (stuart, 2007). a. Data objektif 1) Bicara atau tertawa sendiri. 2) Marah-marah tanpa sebab. 3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu. 4) Menutup telinga. b. Data subjektif 4) Mendengar suara atau kegaduhan 5) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap 6) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya 2. Halusinasi Pengelihatan Halusinasi pengelihatan merupakan stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. (stuart, 2007) a. Data objektif 1) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu 2) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas. b. Data subjektif 1) Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster. 3. Halusinasi penghidu Halusinasi penghidu adalah membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau dimensia. (stuart, 2007). a. Data objektif 1) Menghidu sedang membaui bau-bauan tertentu 2) Menutup hidung b. Data subjektif 1) Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses kadang-kadang bau itu menyenangkan. 4. Halusinasi Pengecap Halusinasi pengecap adalah merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feses (Stuart, 2007). a. Data objektif 1) Sering meludah 2) Muntah b. Data subjektif 1) Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses 5. Halusinasi Perabaan Halusinasi perabaan adalah mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. (stuart, 2007) a. Data objektif 1) Menggaruk-garuk permukaan kulit b. Data subjektif 1) Menyatakan ada serangga di permukaan kulit 2) Merasa tersengat listrik d. Penatalaksanaan Menurut (Maramis, 2005) pengobatan harus secepat mungkin, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapat perawatan di RSJ dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat. 1. Farmakologi a. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita Skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit. b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. 2. Terapi Kejang Listrik atau Electro Convulsion Therapy (ECT) Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Skizofrenia dan mempermudah kontak dengan klien. 3. Penatalaksanaan Keperawatan Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari: a. Terapi Aktivitas 1) Terapi Musik Fokus pada: pendengaran, memainkan alat musik, bernyanyi yaitu menikmati dengan relaksasi jenis musik yang disukai klien. 2) Terapi Seni Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni. 3) Terapi Menari Fokus: untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh. 4) Terapi Relaksasi Fokus: belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok Rasional: meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan. 5) Terapi Sosial Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain. 6) Terapi Kelompok a) Group therapy (Terapi kelompok) b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik) c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok) 7) Terapi Lingkungan Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga (home like atmosphere). Daftar Pustaka Boyd dan Nihart. 1998. Psychiatric Nursing & Contemporary Practice. I Edition. Lippincott. Philadelphia. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition. Lippincott. Philadelphia. Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta Stuart dan sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC.Jakarta. Townsend. 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care Plan Construction. Edisi 3. EGC. Jakarta.