Anda di halaman 1dari 170

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI DI


KELURAHAN SURAU GADANG WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

TILLA VANA ILHAM


NIM : 143110271

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI DI


KELURAHAN SURAU GADANG WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NANGGALO KOTA PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan

TILLA VANA ILHAM


NIM : 143110271

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan Judul“Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi Di Kelurahan
Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun
2017”Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,
sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Renidayati, S.Kp, M.Kep, Sp. Kep. Jiwa selaku pembimbing I yang telah
mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam menyusun penelitian ini.
2. Bapak Idrus Salim, SKM, M. Kes selaku pembimbing II yang telah
mengarahkan membimbing dan memberikan masukan dengan penuh
kesabaran dan perhatian dalam menyusun penelitian ini
3. Ibu Heppi Sasmita, S.Kp, M. Kep, Sp.Jiwa selaku penguji I yang telah
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan hasil penelitian yang
peneliti susun.
4. Bapak Drs. Maswardi, M.Kes selaku penguji II yang telah memberikan
masukan dan saran demi kesempurnaan hasil penelitian yang peneliti susun.
5. Bapak H. Sunardi, SKM. M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Padang.
6. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang
7. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Padang
8. Bapak Drg. Darius, selaku pimpinan Puskesmas Belimbing Kota Padang
beserta staf yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Identitas Diri
Nama : Tilla Vana Ilham
Nim 143110271
Tempat / Tanggal Lahir : Padang/ 25 November 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nama Orang Tua
Ayah : Syamsul Alimin
Ibu : Ilweni
Alamat : Jl. Ampang Pondok Mungil RT 04/RW 01 Padang

B. Riwayat Pendidikan
Tingkat Tempat Tahun Tahun
Pendidikan Masuk Lulus
TK TK Darul „Ulum PGAI Padang 2001 2002
SD SD Bhayangkari 02 Padang 2002 2008
SMP SMP Adabiah Padang 2008 2011
SMA SMA N 5 Padang 2011 2014
Poltekkes Kemenkes Padang
PT 2014 2017
Prodi D III Keperawatan Padang
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN PADANG
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017
Tilla Vana Ilham

Asuhan Keperawatan pada Klien Halusinasi di Kelurahan Surau Gadang


Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2017

Isi : xi + 81 Halaman + 2 tabel + 1 gambar + 2 bagan + 10 lampiran

ABSTRAK

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 diperkirakan sekitar 400 ribu orang
mengalami skizofrenia. Data Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 penderita
skizofrenia yaitu 7.059 orang. Laporan data yang didapatkan di Puskesmas
Nanggalo tahun 2016 klien dengan skizofrenia berjumlah 107 orang. Tujuan
penelitian ini menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada klien
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang tahun 2017.

Desain penelitian adalah deskriptif dengan tipe studi kasus. Populasi penelitian 63
orang skizofrenia dan sampel 11 orang skizofrenia yang mengalami halusinasi di
Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2016.
Dua orang diambil untuk menjadi partisipan dengan teknik random sampling.
Waktu penelitian telah dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni
2017. Waktu menerapkan asuhan keperawatan telah dilakukan mulai tanggal 22
Mei 2017 sampai dengan tanggal 31 Mei 2017. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan meliputi wawancara, observasi dan pengukuran. Instrumen yang
digunakan format asuhan keperawatan jiwa. Analisa data meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan.

Hasil penelitian didapatkan klien mengatakan mendengar suara-suara seperti


menyuruh, menasehati, melihat bayangan dan tampak ketakutan. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 10 hari klien mampu melakukan secara
mandiri mengontrol halusinasi, mengontrol emosi, menjaga kebersihan diri,
berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain dengan latihan strategi pelaksanaan
yang telah diajarkan.

Melalui pemegang progam keperawatan jiwa Puskesmas Nanggalo diharapkan


dapat mengembangkan program kesehatan jiwa yang dapat memfasilitasi
penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa yang dialami klien dan keluarga
dengan halusinasi.

Kata Kunci (Key Word) : Halusinasi, Asuhan Keperawatan

Daftar Pustaka : 29 (2007-2017)


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
LEMBAR ORISINALITAS........................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR BAGAN................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii

BABI PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................8


A. Konsep Dasar Halusinasi...........................................................................8
1. Pengertian Halusinasi............................................................................8
2. Proses Terjadinya Halusinasi...............................................................8
3. Mekanisme Koping Halusinasi.............................................................10
4. Rentang Respon Halusinasi.................................................................12
5. Tanda dan gejala Halusinasi................................................................14
6. Penatalaksanaan Halusinasi..................................................................16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi..................................................18
1. Pengkajian Keperawatan.......................................................................18
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................24
3. Intervensi Keperawatan........................................................................24
4. Implementasi Keperawatan..................................................................37
5. Evaluasi Keperawatan...........................................................................37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................39


A. Desain Penelitian..................................................................................39
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................39
C. Populasi dan Sampel.............................................................................40
D. Instrumen..............................................................................................41
E. Pengumpulan Data.................................................................................42
F. Prosedur Penelitian...............................................................................44
G. Analisa Data..........................................................................................44

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS............................. ... 45


A. Hasil Penelitian............................................................................... 45
1. Pengkajian Keperawatan........................................................... 45
2. Diagnosa Keperawatan............................................................. 51
3. Intervensi Keperawatan............................................................ 52
4. Implementasi Keperawatan....................................................... 55
5. Evaluasi Keperawatan............................................................... 58
B. Pembahasan..................................................................................... 61
1. Pengkajian Keperawatan........................................................... 61
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 67
3. Intervensi Keperawatan............................................................. 50
4. Implementasi Keperawatan....................................................... 71
5. Evaluasi Keperawatan............................................................... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................79


A. Kesimpulan..........................................................................................79
B. Saran....................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Ganchart

Lampiran 2 :Surat izin pengambilan data dan melakukan studi awal di


Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang

Lampiran 3 : Format skrinning halusinasi

Lampiran 4 : Surat izin penelitian di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja


Puskesmas Nanggalo Padang

Lampiran 5 : Informed consent

Lampiran 6 : Surat selesai melakukan penelitian

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Proposal

Lampiran 8 : Lembar Konsultasi KTI

Lampiran 9 :Lembar Asuhan Keperawatan Jiwa

Lampiran 10 : Dokumentasi Kunjungan ke rumah partisipan


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi..................................................................12


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Skema Halusinasi................................................................................23

Bagan 2.2 Pohon masalah Halusinasi....................................................................24


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan.........................................................................28

Tabel 4.1 Deskripsi kasus klien kelolaan di Kelurahan Surau Gadang Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2017.........................49
.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan jiwa
memiliki rentang respon adaptif yang merupakan sehat jiwa, masalah
psikososial, dan respon maladaptif yaitu gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun
2014).

Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive), kemauan


(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut
Malim (2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab. Umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang tidak wajar atau
tumpul (Yusuf, dkk, 2015).

Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013)


menyatakan hampir 400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan
jiwa. Satu dari empat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan
seringkali tidak terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh
perawatan dan pengobatan dengan tepat. Data Riset Kesehatan Dasar (2013)
prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per
mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), Jawa Tengah (2,3 per
mil), Bangka Belitung (2,2 per mil), Nusa Tenggara Barat (2,1 per mil),
Bengkulu (1,9 per mil) dan Sumatera Barat urutan ke sembilan dengan
jumlah (1,9 per mil) (Riskesdas, 2013).

Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan


pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan,
motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga
mengganggu dalam proses hidup di masyarakat dan timbulah perasaan
tertekan. Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya
pencapaian sebuah keinginan yang akan menurunnya semua fungsi kejiwaan.
Perasaan tertekan atau depresi akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi
sebuah tuntutan akan mengawali terjadinya penyimpangan kepribadian yang
merupakan awal dari terjadinya gangguan jiwa (Nasir, 2011). Secara umum,
klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
dibagi menjadi dua bagian, yaitu gangguan jiwa ringan meliputi semua
gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam
perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok psikosa yaitu skizofrenia
(Yusuf,dkk. 2015).

Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa kronik (Mirza, dkk, 2015).


Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik,
dan gejala tersebut dapat menyebabkan penderita sikzofrenia mengalami
penurunan kualitas hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan. Hasil survey World
Healt Organization (WHO 2013) menyatakan saat ini diperkirakan sekitar 26
juta orang di dunia akan mengalami skizofrenia. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (2013) diperkirakan sekitar 400 ribu orang yang mengalami
skizofrenia (Riskesdas, 2013).

Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala positif.
Gejala negatif yaitu menarik diri, tidak ada atau kehilangan dorongan atau
kehendak. Gejala positif yaitu halusinasi, waham, pikiran yang tidak
terorganisir, dan perilaku yang aneh (Videbeck, 2008). Dari gejala tersebut,
halusinasi merupakan gejala yang paling banyak ditemukan, lebih dari 90%
pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2013).

Halusinasi merupakan terganggunya persepsi dari panca indera seseorang


dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar), dimana klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa adanya
suatu objek (Yosep, 2013). Sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa yaitu halusinasi dengar, 20% mengalami halusinasi
penglihatan dan 10% mengalami halusinasi penghidu, pengecap, perabaan.
Halusinasi dapat mengancam dan menakutkan bagi klien walaupun klien
lebih jarang melaporkan halusinasi sebagai pengalaman yang menyenangkan.
Mula-mula klien merasakan halusinasi sebagai pengalaman nyata, tetapi
kemudian dalam proses penyakit tersebut, dia dapat mengakuinya sebagai
halusinasi (Videbeck, 2008).

Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa


sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
maka perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu
bagian dari pendekatan holistik pada asuhan klien. Peran perawat dalam
menangani halusinasi antara lain melakukan penerapan standar asuhan
keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat
klien dengan halusinasi. Menurut Keliat (2007) Strategi pelaksanaan pada
klien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan klien
menghardik halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan
orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk
mencegah halusinasi (Afnuhazi, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Anggraini, dkk (2013) tentang Pengaruh


Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien
Skizofrenia di RSJD Dr. Aminogondohutomo Semarang, terapi menghardik
dengan menutup telinga responden mengalami penurunan tingkat halusinasi
dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden menutup telinga saat
melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan
berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga dianjurkan untuk para perawat
di rumah sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga
karena hasilnya akan lebih baik (Anggraini, dkk, 2013). Hasil penelitian
Halawa (2015) tentang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur
Surabaya, kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi
pendengaran sebelum pemberian Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 didapatkan bahwa ada pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia (Halawa, 2015).

Data Dinas Kesehatan Kota Padang (2015) terdapat 11.993 orang dengan
gangguan jiwa di kota Padang. Dimana dari 22 Puskesmas di kota Padang,
Puskesmas Nanggalo menjadi urutan ke lima dengan kasus gangguan jiwa
terbanyak pada tahun 2015. Data gangguan jiwa di Puskesmas Nanggalo
tahun 2015 terdapat 667 orang. Data Dinas Kesehatan Kota Padang (2015)
penderita skizofrenia di kota Padang yaitu 7.059 orang. Dimana dari 22
Puskesmas di kota Padang, Puskesmas Nanggalo menjadi urutan ke dua
dengan kasus skizofrenia terbanyak pada tahun 2015, data yang didapatkan
penderita skizofrenia di Puskesmas Nanggalo tahun 2015 yaitu 569 orang
(DKK Padang, 2015).

Laporan data yang didapatkan di Puskesmas Nanggalo tahun 2016 klien


dengan skizofrenia berjumlah 107 orang, berdasarkan wilayah kerja,
Kelurahan Surau Gadang menjadi urutan pertama dengan skizofrenia
berjumlah 63 orang, untuk Kelurahan Kurao Pagang terdapat 32 orang, dan
Kelurahan Gurun Laweh 5 orang dengan skizofrenia (Puskesmas Nanggalo,
2016).

Hasil wawancara dengan pemegang progam Keperawatan Jiwa di Puskesmas


Nanggalo Padang bahwa klien yang datang kunjungan ke Puskesmas
Nanggalo biasanya untuk mengambil obat dan meminta rujukan untuk
pengambilan obat ke RSJ. Ketika klien dan keluarga datang ke Puskesmas,
tidak ada progam yang diberikan seperti mengajarkan strategi pelaksanaan
halusinasi. Selain itu ada kunjungan yang dilakukan ke rumah-rumah klien,
untuk mengobservasi keadaan klien serta melakukan wawancara kepada
keluarga klien untuk mengetahui perkembangan klien, dan memberikan
penyuluhan kesehatan mengenai halusinasi serta mengajarkan klien dan
keluarga strategi penatalaksanaan halusinasi.

Hasil penelitian Sari (2014) tentang Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang


Perawatan Pasien Halusinasi dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Halusinasi di Rumah menyatakan kesadaran dan pengetahuan keluarga yang
tinggi tentang kesehatan, belum menjamin praktek tentang kesehatan atau
perilaku hidup keluarga sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Perlu
dilakukan upaya peningkatan lingkungan baik fisik maupun nonfisik sebagai
penunjang pengetahuan yang ada yang dapat membawa perubahan perilaku
keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Keluarga belum tentu berperilaku
sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak ada perbedaan yang
signifikan pada frekuensi kekambuhan pada keluarga dengan tingkat
pengetahuan tinggi maupun rendah. Keluarga yang aktif menerima informasi,
berdiskusi dan adanya komunikasi dua arah antara keluarga dan perawat yang
berjalan dengan baik akan meningkatkan perilaku keluarga yang dapat
menunjang kesembuhan dan meminimalkan resiko terjadinya kekambuhan
pasien halusinasi (Sari, 2014).

Hasil wawancara dengan klien dengan halusinasi yang dilakukan di rumah


klien tanggal 17 Februari 2017, klien mengatakan bahwa klien merasa
terganggu dengan halusinasinya yang menganggunya, namun klien rutin
kontrol ke Puskesmas jika obat klien habis. Klien mengatakan kadang ikut
pengambilan obat, kadang hanya ibu klien yang mengambil obat. Hasil
wawancara dengan keluarga klien, keluarga mengatakan klien berbicara
sendiri, tertawa sendiri, mondar-mandir. Upaya yang dilakukan klien jika
halusinasi tiba adalah dengan menerapkan cara menghardik dan mengalihkan
halusinasi dengan mengajak orang terdekatnya untuk berbicara dengannya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis telah memberikan
asuhan keperawatan pada klien halusinasi secara holistik dan komunikasi
terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul pada karya tulis ilmiah
ini Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Halusinasi di Kelurahan Surau
Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi di Kelurahan
Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017 ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang tahun 2017.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada klien dengan
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
d. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada klien dengan
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada klien dengan
halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang.
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Padang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Studi kasus ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis, disamping itu dapat memberikan
pengalaman dalam asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa Puskesmas Nanggalo
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran, wawasan serta
informasi bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi


1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).

2. Proses Terjadinya Halusinasi


Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami,
dkk, 2014) :
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru
mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
adanya kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo,
2014) :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

3. Mekanisme Koping Halusinasi

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari


pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku


kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut


(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cari ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.

4. Rentang Respon Halusinasi


Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya
akurat mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti
dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi 1.


Gangguan
2. Persepsi akurat pikiran ilusi pikir/delusi
3. Emosi 2. Reaksi 2. Halusinasi
konsisten emosi 3. Sulit
dengan berlebihan merespo
pengalaman 3. Perilaku n emosi
4. Perilaku sesuai aneh atau 4. Perilaku
5. Berhubunga tidak biasa disorganisas
n sosial 4. Menarik diri i
5. Isolasi sosial
Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi
Sumber : Muhith, 2015
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi :
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca
indra
3) Emosi berlebihan atau kurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.

5. Tanda dan gejala Halusinasi

Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati
sebagai berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Halusinasi penglihatan
1)Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
saja yang sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang
lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah :
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau
darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi pengecapan adalah :
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan
adalah :
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.

Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari


hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan
gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan
:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit

6. Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan,
disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan
perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Prabowo, 2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien
skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum
digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg

Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg


Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.

2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang
terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak
hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada
keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam
mengontrol halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah
dalam merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol
halusinasi klien dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi
b. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat
baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain,
perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan
diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi
relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa,
dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping,
dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal
dirawat, nomor rekam medis.
2) Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,
mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,
membanting peralatan dirumah, menarik diri.
3) Faktor predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu
4) Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5) Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
6) Psikososial
a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu
begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya,
ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri :
klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien
menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu,
ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga diri
yang rendah sehubungan dengan sakitnya.
c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan
keluarga.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang
tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
7) Mental
a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok
dan berubah dari biasanya
b) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan,
tidak logis, berbelit-belit
c) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan
yang abnormal.
d) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor
presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
g) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat
membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan
perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka
tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit.
Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut dan
merasa aneh terhadap klien.
i) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses
stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat
menimbulkan waham.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu.
k) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka
pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan
yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali
menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah
dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
m) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak
merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap
lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan,
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama
seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat
sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien
8) Kebutuhan persiapan klien pulang
a) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi
sama sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam :
biasanya
istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.
f) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti
menyapu.
9) Aspek medis
a) Diagnosa medis : Skizofrenia
b) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya
diberikan antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine
(CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski
phenidol (THP), triplofrazine arkine.
10) Skema Masalah Halusinasi

Gangguan jiwa ringan


Gangguan jiwa
Ganguan jiwa berat

skizofrena

Gejala positif Gejala negatif

Perilaku Harga diri Isolasi


kekerasan Waham HALUSINASI rendah sosial

Faktor predisposisi : biologis, psikologis, sosialbudaya Faktor presipitasi : biologis, stress lingkungan, su

Mekanisme koping tidak Mengeluh adanya suara lain, takut, menutup


Terbiasa
telinga,
menghayal
efektif bicara dan tertawa sendiri
Pengalaman
sensori berlanjut
Berfikir negatif MK: Gangguan persepsi sensori
Merasa malu dengan pengalaman sendiri
Menyalahkan diri sendiri
Motivasi perawatan diri
Menarik diri

MK: harga diri rendah


MK : Defisit Perawatan
Kesulitan berhubungan dengan orang lain

Halusinasi mengancam, mememerintah,


MK :Resiko perilaku kekerasan
MK : Isolasi sosial

Bagan 2.1 Skema Halusinasi

Sumber : Yusuf, dkk, 2015


11) Pohon Masalah

Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai


berikut (Prabowo, 2014).

Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core


problem

Isolasi sosial Cause

Bagan 2.2 Pohon masalah halusinasi


Sumber : Prabowo, 2014

2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi sosial

3. Intervensi keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan
:
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar
atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon
klien saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
(1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik
halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini,
menguatkan perilaku klien.
(2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien
gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami
putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan.
Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
(3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang
lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien akan beralih
dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain
tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas
secara terjadwal klien tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu
klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi


Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga,
sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol
halusinasi. Tujuan : keluarga mampu :
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan
dalam merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi
3) Merawat klien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up
klien secara teratur.

Tindakan keperawatan :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
klien dengan menghardik
Tahapan sebagai berikut :
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
(2)Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
halusinasi (gunakan booklet)
(3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara
menghardik
(4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan enam benar minum obat
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi klien, merawat klien dalam mengontrol
halusinasi dengan menghardik
(2) Berikan pujian
(3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
(4) Latih cara memberikan/membimbing minum
obat (5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi
klien dan merawat/melatih klien menghardik, dan
memberikan obat
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3)Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi
(4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien
terutama saat halusinasi
(5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan
pujian
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala
halusinasi pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik,
memberikan obat, bercakap-cakap
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga
(3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda
kekambuhan, rujukan
(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pujian.

Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko perilaku NOC NIC
kekerasan 1. Setelah dilakukan 1. Manajemen perilaku:
terhadap diri tindakan menyakiti diri sendiri
sendiri keperawatan
diharapkan kontrol a. Tentukan motif atau
diri terhadap impuls alasan tingkah laku
dapat dilakukan b. Kembangkan
dengan kriteria hasil : harapan tingkah
laku yang tepat
a. Secara konsisten dan
menunjukkan konsekuensinya,
mengidentifikasi berikan pasien
perilaku impulsif tingkat fungsi
yang berbahaya kognitif dan
b. Secara konsisten kapasitas untuk
menunjukkan mengontrol diri
mengidentifikasi c. Pindahkan barang
perasaan yang yang berbahaya
mengarah pada dari lingkungan
tindakan impulsif dari lingkungan
c. Secara konsisten sekitar pasien
menunjukkan d. Instrusikan pasien
mengidentifikasi untuk melakukan
konsekuensi dari strategi koping
(mislnya latihan
tindakan impulsif asertif, impuls
d. Secara konsisten kontrol training,
menunjukkan relaksasi otot
menghindari progresif) dengan
lingkungan yang cara yang tepat
berisiko tinggi e. Antisipasi situasi
e. Secara konsisten pemicu yang
menunjukkan mungkin membuat
mengontrol pasien menyakiti
impulsif diri
f. Secara konsisten f. Bantu pasien untuk
menunjukkan mengidentifikasi
mempertahankan situasi atau
kontrol diri tanpa perasaan yang
pengawasan mungkin memicu
perilaku menyakiti
2. Setelah dilakukan diri
tindakan g. Lakukan kontrak
keperawatan dengan pasien untuk
diharapkan kontrol tidak menyakiti diri,
diri terhadap distorsi dengan cara yang
pemikiran dapat tepat
dilakukan dengan h. Ajarkan dan kuatkan
kriteria hasil : pasien untuk
melakukan tingkah
a. Secara konsisten laku koping yang
menunjukkan efektif dan untuk
mengenali mengekspresikan
halusinasi atau perasaan dnegan
delusi yang sedang cara yang tepat
terjadi i. Monitor pasien
b. Secara konsisten untuk adanya
menunjukkan impuls menyakiti
menahan diri dari diri jika mungkin
mengikuti memburuk menjadi
halusinasi atau pikiran atau sikap
delusi bunuh diri
c. Secara konsisten
menunjukkan 2. Manajemen Halusinasi
menahan diri dari
bereaksi terhadap a. Bangun hubungan
halusinasi atau interpersonal dan
delusi saling percaya
d. Secara konsisten dengan klien
menunjukkan b. Monitor dan atur
monitor frekuensi tingkat aktivitas dan
halusinasi atau stimulasi lingkungan
delusi c. Pertahankan
lingkungan yang
aman
e. Secara konsisten d. Catat perilaku klien
menunjukkan yang menunjukkan
menjelaskan isi dari halusinasi
halusinasi atau e. Tingkatkan
delusi komunikasi yang
f. Secara konsisten jelas dan tebuka
menunjukkan f. Berikan klien
pemikiran yang kesempatan untuk
berdasarkan mendiskusikan
kenyataan halusinasinya
g. Secara g. Dorong klien untuk
konsisten mengekspresikan
menunjukkan perasaan secara tepat
melaporkan h. Fokuskan kembali
penurunan klien mengenai topik
halusinasi atau jika komunikasi klien
delusi tidak sesuai situasi
h. Secara konsisten i. Dorong klien untuk
menunjukkan memvalidasi
mempertahankan halusinasi dengan
afek yang orang yang
konsisten dengan dipercaya
alam perasaan j. Berikan pengajaran
i. Secara konsisten terkait obat pada
menunjukkan pola klien dan orang-orang
pikir yang logis terdekat (klien)
j. Secara konsisten k. Berikan pengajaran
menunjukkan isi terkait penyakit
pikiran yang kepada klien/ orang
tepat terdekat (klien) jika
halusinasinya
didasarkan karena
penyakit (misalnya
delirium, skizofrenia
dan depresi)
l. Didik keluarga dan
orang terdekat
mengenai cara untuk
menangani klien yang
mengalami halusinasi
m. Monitor kemampuan
merawat diri
n. Bantu dengan
perawatan diri jika
dibutuhkan
o. Libatkan klien
dalam aktivitas
berabasis realitas
yang mampu
mengalihkan
perhatian dari
halusinasi

3. Manajemen
lingkungan :
pencegahan kekerasan

a. Singkirkan senjata
potensial dari
lingkungan
(misalnya, objek
yang tajam yang
mirip tali seperti
senar gitar)
b. Periksa lingkungan
secara rutin untuk
memastikan bebas
dari bahan
berbahaya
c. Monitor pasien
selama penggunaan
barang yang bisa
digunakan menjadi
senjata (misalnya
pisau cukur)
d. Tempatkan pasien di
ruangan yang
mudah diamati
sehingga mudah
dilakukan observasi
sesuai kebutuhan
e. Gunakan alat makan
dari plastik dan
kertas
f. Lakukan
pengawasan terus-
menerus terhadap
semua area yang
bisa diakses pasien
untuk menjaga
keamanan pasien
dan pemberian
intervensi terapeutik
jika diperlukan
2 Resiko perilaku NOC NIC
kekerasan 1. Setelah dilakukan 1. Bantuan kontrol
terhadap orang tindakan marah
lain keperawatan
diharapkan menahan a. Bangun rasa percaya
diri dari kemarahan dan hubungan yang
dapat dilakukan dekat dan harmonis
dengan kriteria hasil : dengan pasien
b. Gunakan pendekatan
a. Dilakukan secara yang tenang dan
konsisten menyakinkan
mengidentifikasi c. Tentukan harapan
kapan (merasa) mengenai tingkah
marah laku yang tepat
b. Dilakukan secara dalam
konsisten mengekspresikan
mengidentifikasi perasaan marah,
tanda-tanda marah tentukan fungsi
c. Dilakukan secara kognitif dan fisik
konsisten pasien
mengidentifikasi d. Monitor potensi
situasi yang dapat agresi yang
memicu amarah diekspresikan
d. Dilakukan secara dengan cara tidak
konsisten tepat dan lakukan
mengidentifikasi intervensi sebelum
alasan marah (agresi ini)
e. Dilakukan secara diekspresikan
konsisten e. Cegah menyakiti
bertanggung jawab secara fisik jika
terhadap perilaku marah diarahkan
diri pada diri sendiri
f. Dilakukan secara atau orang lain
konsisten f. Berikan pendidikan
mencurahkan mengenai metode
perasaan negatif untuk mengorganisir
dengan cara yang pengalaman emosi
tidak mengancam yang sangat kuat
g. Dilakukan secara g. Sediakan umpan
konsisten balik pada
menggunakan perilaku (pasien)
aktivitas fisik untuk membantu
untuk mengurangi pasien
rasa marah yang mengidentifikasi
tertahan kemarahannya
h. Dilakukan secara h. Bantu pasien
konsisten membagi mengidentifikasi
perasaan marah sumber dari
kemarahan
dengan orang lain i. Identifikasi
secara baik konsekuensi dari
i. Dilakukan secara ekspresi kemarahan
konsisten yang tidak tepat
menggunakan j. Bantu pasien terkait
strategi untuk dengan strategi
mengendalikan perencanaan untuk
amarah mencegah ekspresi
kemarahan yang
2. Setelah dilakukan tidak tepat
tindakan k. Berikan model peran
keperawatan yang bisa
diharapkan menahan mengekspresikan
diri dari agresifitas marah dengan cara
dapat dilakukan yang tepat
dengan kriteria hasil : l. Dukung pasien
untuk
a. Dilakukan secara mengimplementasik
konsisten an strategi
mengidentifikasi mengontrol
tanggung jwab kemarahan dengan
untuk menggunakan
mempertahankan ekspresi kemarahan
kendali diri yang tepat
b. Dilakukan secara m. Sediakan penguatan
konsisten untuk ekspresi
mengidentifikasi kemarahan yang
saat merasa agresif tepat
c. Dilakukan secara
konsisten 2. Manajemen perilaku
menunjukkan
perasaan negatif a. Berikan pasien
dengan cara yang tanggung jawab
tidak merusak terhadap
d. Dilakukan secara perilakunya (sendiri)
konsisten menahan b. Komunikasi harapan
diri dari bahwa pasien dapat
memaki/berteriak tetap mengontrol
e. Dilakukan secara (perilakunya)
konsisten menahan c. Komunikasikan
diri dari menyerang dengan keluarga
orang lain dalam rangka
f. Dilakukan secara mendapatkan
konsisten menahan (informasi)
diri dari mengenai kondisi
membahyakan kognisi dasar klien
orang lain d. Tingkatkan aktivitas
fisik dengan cara
g. Dilakukan secara yang tepat
konsisten menahan e. Gunakan suara
diri dari bicara yang lembut
menghancurkan dan rendah
barang-barang f. Jangan memojokkan
h. Dilakukan secara pasien
konsisten g. Turunkan
mengendalikan (motivasi) perilaku
rangsangan pasif agresif
i. Dilakukan secara h. Acuhkan perilaku
konsisten yang tidak tepat
menggunakan i. Berikan
teknik untuk penghargaan apabila
mengendalikan pasien dapat
amarah mengontrol diri

3 Isolasi sosial NOC NIC


1. Setelah dilakukan 1. Peningkatan sosialisasi
tindakan
keperawatan a. Anjurkan
diharapkan peningkatan
keparahan kesepian keterlibatan dalam
dapat dilakukan hubungan yang
dengan kriteria hasil : sudah mapan
b. Tingkatkan
a. Tidak ada rasa hubungan dengan
perasaan terisolasi orang-orang yang
secara sosial memiliki minat dan
b. Tidak ada tujuan yang sama
kesulitan dalam c. Anjurkan kegiatan
membuat kontak sosial dan
dengan orang lain masyarakat
c. Tidak ada rasa d. Anjurkan
keputusasaan partisipasi dalam
d. Tidak ada rasa kelompok dan/atau
kehilangan harapan kegiatan- kegiatan
reminiscence
2. Setelah dilakukan individu
tindakan e. Bantu meningkatkan
keperawatan kesadaran pasien
diharapkan mengenai kekuatan
keterlibatan sosial dan keterbatasan-
dapat dilakukan keterbatasan dalam
dengan kriteria hasil : berkomunikasi
dengan orang lain
a. Secara konsisten f. Anjurkan pasien
menunjukkan untuk mengubah
berinteraksi dengan lingkungan seperti
teman dekat pergi ke luar untuk
b. Secara konsisten jalan-jalan
menunjukkan
berinteraksi dengan 2. Peningkatan
tetangga keterlibatan keluarga
c. Secara konsisten
menunjukkan a. Bangun hubungan
berinteraksi dengan pribadi dengan
keluarga pasien dan anggota
d. Secara konsisten keluarga yang
menunjukkan akan terlibat dalam
berpatisipasi dalam perawatan
aktivitas waktu b. Identifikasi
luang dengan orang kemampuan anggota
lain keluarga untuk
terlibat dalam
perawatan pasien

3. Terapi aktivitas

a. Kembangkan
kemampuan klien
dalam berpatisipasi
melalui aktivitas
spesifik
b. Bantu klien utuk
mengeksplorasi
tujuan personal dari
aktivitas-aktivitas
yang biasa dilakukan
(misalnya, bekerja
dan aktivitas-aktivitas
yang disukai)
c. Bantu klien memilih
aktivitas dan
pencapaian tujuan
melalui aktivitas yang
konsisten dengan
kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
d. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
diinginkan
e. Bantu klien untuk
menjadwalkan waktu-
waktu spesfik terkait
dengan aktivitas
harian
f. Instrusikan klien
dan keluarga untuk
melaksanakan
aktivitas yang
diinginkan maupun
yang (telah)
diresepkan
g. Bantu dengan
aktivitas fisik
secara teratur
(misalnya
berpindah, berputar
dan kebersihan diri)
sesuai dengan
kebutuhan
h. Berikan pujian positif
karena kesediannya
untuk terlibat dalam
kelompok
i. Berikan kesempatan
keluarga untuk
terlibat dalam
aktivitas, dengan cara
yang tepat
j. Bantu klien untuk
meningkatkan
motivasi dri dan
penguatan
k. Monitor respon
emosi, fisik, sosial
dan spiritual
terhadap aktivitas
l. Bantu klien dan
keluarga memantau
perkembangan
terhadap pencapaian
tujuan (yang
diharapkan)
Sumber : Nursing Intervention Classification (NIC). 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 2016. NANDA. 2016.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan
halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan tindakan
keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan (Afnuhazi, 2015):
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap
halusinasi
c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan
kegiatan terjadwal

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada


situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih
sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now).
Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal,
intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan
(Dalami, dkk, 2014).

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan
(Afnuhazi, 2015).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan diuraikan
sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada yang
kontradiksi dengan masalah yang ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang dipilih oleh
peneliti dalam upaya menjawab masalah penelitian. Desain penelitian yang
yang dipilih harus dapat menjawab tujuan penelitian, meminimalkan
kesalahan dengan memaksimalkan reliabilitas (kepercayaan) dan validitas
(kesahihan) hasil penelitian (Mardalis, 2010).

Dalam penelitian ini design penelitian yang digunakan peneliti adalah


penelitian deskriptif yang berbentuk studi kasus. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek
yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung (Budiman,
2013).

Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau


lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antara fenomena yang diselidiki, dalam penelitian ini
dilakukan dengan tujuan menggambarkan penerapan asuhan keperawatan
pada klien halusinasi di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas
Nanggalo Padang tahun 2017.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja


Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2017. Waktu penelitian telah dilakukan
mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2017. Waktu untuk
menerapkan asuhan keperawatan telah dilakukan mulai tanggal 22 Mei 2017
sampai dengan tanggal 31 Mei 2017. Kunjungan dilakukan sebanyak (14)
kali pertemuan dalam (10) sepuluh hari ke rumah partisipan.
C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang ingin
diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi atau generalisaisi (Supardi,
2013).

Penelitian ini populasinya adalah semua klien yang menderita skizofrenia di


Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun
2016. Data yang didapatkan penderita skizofrenia di Kelurahan Surau Gadang
wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun 2016 yaitu sebanyak 63
orang.

Sampel adalah sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota himpunan yang
dipilih dengan cara tertentu agar mewakili populasi (Supardi, 2013). Sampel
penelitian ini klien dengan skizofrenia yang mengalami halusinasi di
Kelurahan Surau Gadang wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang tahun
2016. Jumlah klien dengan halusinasi di Kelurahan Surau Gadang wilayah
kerja Puskesmas Nanggalo terdapat 11 orang.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Dalam sampling


ini, yang diambil sebagai sampel hanyalah daerah-daerah/kelompok-
kelompok tertentu yang dipandang sebagai daerah/kelompok kunci,
sedangkan daerah/kelompok lain tidak diambil sebagai sampel (Bagyono,
2013). Penulis mengumpulkan data pasien skizofrenia dari Puskesmas
Nanggalo Kota Padang, kemudian penulis menelusuri alamat partisipan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan peneliti. Penulis memberikan
kuisioner kepada partisipan untuk mengetahui partisipan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan penulis. Dalam penelitian ini sampel yang
diambil 2 (dua) orang , dengan kriteria sampel adalah :

1. Kriteria inklusi

a. Bersedia menjadi partisipan.


b. Partisipan memiliki tanda dan gejala halusinasi
c. Partisipan kooperatif yaitu mampu berkomunikasi dengan baik dan
benar
d. Partisipan masih berkunjung untuk pengobatan di Puskesmas
Nanggalo 1 tahun terakhir
e. Partisipan ada pada saat penelitian.
f. Partisipan dengan halusinasi lebih dari 3 bulan
g. Partisipan dengan halusinasi yang pernah di rawat/rutin kontro ke
Rumah Sakit Jiwa
2. Kriteria eksklusi
a. Partisipan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa
b. Partisipan tidak pernah berobat ke Puskesmas Nanggalo Padang
c. Partisipan dan keluarga yang menolak untuk dilakukan penelitian
Jika setelah melakukan skrinning terdapat lebih 2 (dua) orang yang
memenuhi kriteria yang ditentukan, maka pengambilan sampel dilakukan
dengan random sampling, dengan cara undian untuk mendapatkan 2 (dua)
sampel.

D. Instrumen
Instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini format asuhan keperawatan
(pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, evaluasi), dan format skrinning pengambilan sampel untuk
klien halusinasi

1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas klien, faktor


predisposisi, fisik, psikososial, status mental, mekanisme koping,
masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek medik, analisa
data, daftar masalah, pohon masalah, diagnosa keperawatan.
2. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: diagnosa keperawatan, tanggal
munculnya masalah, tanggal teratasi masalah dan tanda tangan.
3. Format rencana tindakan keperawatan terdiri dari: diagnosa keperawatan,
rencana tindakan yang terdiri dari tujuan, kriteria evaluasi dan intervensi.
4. Format implementasi dan evaluasi keperawatan terdiri dari: hari, tanggal,
jam, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.

E. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data subjektif
Data subjetif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak
bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien
tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah,
ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu (Potter, 2005).

b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat
diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba)
selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan,
tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Potter, 2005).

2. Sumber Data

a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari
sumber data atau responden (Supardi, 2013). Seperti pengkajian
kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien,
pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.

Data primer dari penelitian ini, diperoleh dari hasil wawancara dengan
klien halusinasi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Padang
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersedia hasil pengumpulan data
untuk keperluan tertentu yang dapat digunakan sebagian atau
seluruhnya sebagai sumber data penelitian (Supardi, 2013). Data
sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.
Data yang diperoleh dari Medical Record Puskesmas Nanggalo
Padang.

c. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data antara lain adalah wawancara, observasi,


pengukuran, dokumentasi (Supardi, 2013).

1) Wawancara adalah cara pengumpulan data penelitian melalui


pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada responden untuk
menjawabnya. Wawancara bisa dilakukan secara tatap muka antara
peneliti dengan responden atau cara lain, misalnya telepon
(Supardi, 2013).

2) Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui


pengamatan terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual
maupun alat. Kelebihan observasi adalah mudah, murah dan
langsung. Kekurangan observasi adalah memerlukan pedoman
pengamatan (Supardi, 2013).

3) Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan


mengukur objek menggunakan alat ukur tertentu, misalnya berat
badan dengan timbangan badan, tensi darah degan tensimeter, dan
sebagainya(Supardi, 2013).

4) Dokumentasi adalah cara pengumpulan data penelitian dengan


menyalin data tersedia ke dalam form isian yang telah disusun
Dokumentasi dapat berupa rekam medik hasil rumah sakit, kartu
stasus pasien (Supardi, 2013).
F. Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah prosedur penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah:
1. Penulis mengurus surat izin penelitian dari institusi asal peneliti yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang.
2. Penulis mendatangi Dinas Kesehatan Kota Padang dan menyerahkan
surat izin penelitian dari institusi ke ruangan Kepala Dinas Kesehatan
Kota Padang.
3. Penulis mengurus surat rekomendasi ke Puskesmas Nanggalo kota
Padang
4. Penulis mengurus surat izin ke Kepala Puskesmas Nanggalo kota Padang
5. Penulis mendatangi responden dan menjelaskan tentang tujuan penelitian
6. Penulis memberikan Informed Consent kepada partisipan
7. Partisipan diberikan kesempatan untuk bertanya
8. Partisipan menandatangani Informed Consent, peneliti meminta waktu
partisipan untuk melakukan asuhan keperawatan, dan kemudian peneliti
pamit.

G. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi yang dijelaskan secara deskriptif. Dari
data yang dikumpulkan dan didokumentasikan dalam format pengkajian
kesehatan jiwa, maka perawat melakukan analisa data berupa data objektif
dan data subjektif, lalu merumuskan diagnosa keperawatan pada setiap
kelompok data yang terkumpul. Setelah itu membuat intervensi keperawatan
berdasarkan prinsip strategi pelaksanaan, kemudian melakukan implementasi
dan melakukan evaluasi keperawatan (Yusuf, dkk, 2015).
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
Pada BAB IV ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada partisipan dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi mulai dari
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat intervensi
keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Pelaksanaan asuhan keperawatan telah dilakukan dari tanggal 22 Mei 2017
sampai dengan tanggal 31 Mei 2017 di Kelurahan Surau Gadang Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Padang dengan kunjungan ke rumah partisipan.

Kasus kelolaan berjumlah dua orang partisipan. Partisipan pertama bernama


Nn.E, berumur 32 tahun, jenis kelamin perempuan, tinggal di Jl. Handayani 4
no. 148, pendidikan terakhir SMA, partisipan tidak bekerja, status belum
kawin, beragama islam.

Partisipan kedua bernama Nn. I, berumur 39 tahun, jenis kelamin perempuan,


tinggal di Jl. Solok 5 no. 344, pendidikan terakhir SMA, partisipan tidak
bekerja, status belum kawin, beragama islam. Secara rinci hasil deskripsi kasus
kelolaan sebagai berikut :

Tabel 4.1
Deskripsi kasus partisipan kelolaan di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2017
Asuhan
Partisipan 1 Partisipan 2
Keperawatan
1. Pengkajian Saat dilakukan pengkajian Saat dilakukan pengkajian
a. Keluhan partisipan mengatakan saat partisipan mengatakan saat ini
saat ini masih sering mendengar masih mendengar suara-suara
dikaji suara-suara seperti seperti mengajak, menyuruh,
menasehati, menakuti dan dan bercakap-cakap. Partisipan
melihat bayangan putih. mengatakan mendengar suara-
Partisipan mengatakan suara tersebut jika sendirian
mendengar suara-suara dan sedang melamun, saat
tersebut ketika partisipan mendengar suara-suara
sedang duduk sendirian dan tersebut pasien mengusir
melamun. Partisipan suara-suara dan kadang-
mengatakan jika mulai kadang membiarkan suara
mendengar suara-suara tersebut menganggu partisipan
tersebut partisipan sampai suara tersebut hilang.
menyibukkan diri dengan
bermain gitar ,bernyanyi
dan mengusir suara-suara Partisipan mengatakan mudah
tersebut. Namun partisipan marah apabila kehendaknya
mengatakan cara tersebut tidak dituruti. Jika marah
kadang tidak dapat partisipan akan berbicara
menghilangkan suara-suara keras, dan mengeluarkan kata-
yang terdengar oleh kata kasar, namun partisipan
partisipan. Partisipan tidak pernah melempar barang,
mengatakan sangat melukai diri sendiri atau orang
terganggu dengan suara- lain. Partisipan mengatakan
suara yang terdengar susah untuk mengontrol
marahnya.
Partisipan mengatakan
mudah marah apabila ada
orang yang membuat
partisipan kesal, partisipan
mengatakan susah untuk
mengontrol rasa marah yang
dirasakan.
b. Faktor Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
predispo partisipan pernah partisipan pernah mengalami
sisi mengalami gangguan jiwa gangguan jiwa di masa lalu.
di masa lalu.

Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan


partisipan pernah dirawat pengobatan sebelumnya sudah
2 kali di RSJ Prof HB pergi berobat ke psikiater,
Saanin Padang tahun 2010. dukun, dan ke RSJ Prof HB
Saat masuk pertama Saanin Padang. Partisipan
partisipan dirawat selama 1 minum obat sejak tahun 2001.
minggu. Setelah itu Namun obat dihentikan selama
partisipan pulang di rawat di 2 tahun karena partisipan
rumah setelah 3 bulan. mengikuti pengobatan
Kemudian partisipan masuk tradisional. Setelah itu
kembali ke RSJ Prof HB dilanjutkan kembali minum
Saanin Padang dan dirawat obat tahun 2004 sampai
kembali selama 1 minggu. sekarang.

Partisipan mengatakan tidak Partisipan mengatakan tidak


pernah mengalami aniaya pernah mengalami aniaya
fisik, seksual, penolakan fisik, aniaya seksual,
ataupun kekerasan dalam penolakan, kekerasan dalam
keluarga. Partisipan keluarga dan tindakan
mengatakan pernah melukai kriminal.
tangan saudaranya dengan
pecahan kaca.

Keluarga mengatakan tidak Keluarga mengatakan tidak


ada anggota keluarga yang ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa mengalami gangguan jiwa
seperti partisipan. seperti partisipan. Partisipan
partisipan juga mengatakan juga mengatakan pernah
pernah mengalami mengalami pengalaman masa
pengalaman masa lalu yang lalu yang tidak menyenangkan
tidak menyenangkan dijauhkan dalam pergaulan
diputuskan oleh pacarnya oleh teman-temannya karena
saat SMA. partisipan pendiam.
c. Pemerik Hasil pemeriksaan fisik Hasil pemeriksaan fisik pada
saan pada partisipan tidak ada partisipan tidak ada kelainan.
fisik kelainan. Tanda-tanda vital Tanda-tanda vital dalam batas
dalam batas normal (TD: normal
130/80 mmHg, N : 87 x/m, (TD: 110/80 mmHg, N : 80
S : 36,50C, P : 20 x/m), x/m, S : 36,60C, P : 18 x/m),
TB : 155 cm, BB : 60 kg TB : 158 cm, BB : 65 kg dan
dan tidak ada keluhan fisik. tidak ada keluhan fisik
d. Psikosos Gambaran diri partisipan Gambaran diri partisipan
ial mengatakan malu dengan mengatakan menyukai seluruh
dirinya dan merasa dirinya anggota tubuhnya.
tidak baik.

Identitas diri, partisipan Identitas diri partisipan


mengetahui dirinya sebagai mengetahui dirinya sebagai
anak dan dahulunya pernah anak dan perannya sebagai
sekolah. Partisipan anak karena partisipan sering
mengatakan mengetahui mengerjakan kegiatan rumah
keadaan penyakitnya saat seperti menyapu, mencuci
ini. piring untuk membantu
ibunya, dan menjadi kakak
bagi adiknya, dahulunya
partispan mengatakan pernah
sekolah tamatan SMA.
Partisipan mengatakan
mengetahui penyakitnya saat
ini.

Ideal diri partisipan ingin Ideal diri partisipan ingin


sembuh dari penyakitnya sembuh dari penyakitnya agar
agar bisa hidup seperti bisa hidup seperti orang lain
orang lain. dan merasa tenang.

Harga diri, partisipan Harga diri, partispan


mengatakan merasa putus mengatakan kurang percaya
asa, tidak percaya diri dan diri dan mudah putus asa.
kadang merasa tidak berarti
bagi keluarganya dan
merasa hanya bisa
menyusahkan keluarganya,
karena partisipan tidak bisa
melakukan apapun untuk
membantu keluarganya.
Partisipan mengatakan tidak
bisa bekerja karena
kondisinya saat ini.
Partisipan mudah curiga dan
mudah marah sehingga sulit
untuk berhadapan dengan
orang lain. Karena klien
susah untuk mengontrol
perasaan dan perilakunya.

Partisipan mengatakan saat Partisipan mengatakan saat ini


ini orang yang berarti adalah orang yang berarti adalah ibu
ibu dan kakaknya yang dan ayahnya, partisipan tidak
bekerja di Malaisya, ada ikut peran serta dalam
partisipan mengatakan ada kegiatan kelompok/
ikut peran serta dalam masyarakat. Partisipan
kegiatan mengatakan tidak mau ikut
kelompok/masyarakat karena malas dan merasa tidak
seperti mengikuti acara menyenangkan baginya
lomba 17 Agustus seperti
lomba joget, puisi, dan
partisipan dahulunya juga
ikut dalam band.

Partisipan mengatakan tidak Partisipan mengatakan


ada hambatan dalam mengalami hambatan dalam
berhubungan dengan orang berhubungan dengan orang
lain. lain karena partisipan memiliki
sifat pendiam

Partisipan beragama islam, Partisipan beragama islam,


namun partisipan tidak dan partisipan ada
sholat mengerjakan sholat 5 waktu.
e. Status Hasil observasi partisipan Hasil observasi partisipan
mental didapatkan tampak gigi dan didapatkan tampak gigi dan
mulut kotor, dan bau mulut mulut kotor, tampak ada
akibat partisipan merokok, karang gigi, dan gigi yang
dan partisipan mengatakan menguning. Partispan mandi
jarang mandi dan tidak dua kali sehari. Makan tiga
gosok gigi, karena klien kali sehari. Partsipan mencuci
malas, partisipan makan tiga piring setelah makan. Jika
kali sehari. Namun tidak ada ingin BAB/BAK partsipan
cuci piring setelah makan, pergi ke WC.
jika ingin BAB/BAK
partsipan pergi ke WC.

Selama wawancara Selama wawancara partisipan


partisipan kooperatif, tampak kontak mata kurang
berbicara cepat dan keras. dan kurang kooperatif.
partisipan berbicara lambat,
Proses pikir partisipan tidak mampu memulai
berbelit-belit dan pembicaraan, dan membisu,
mengulang pembicaraan partisipan tampak terhenti
namun sampai pada tujuan sejak saat berbicara, partisipan
pembicaraan. tampak lesu dan tegang,
partisipan tampak ketakutan.

Partisipan memiliki isi pikir Partisipan mengalami


obsesi, magis, dan gangguan persepsi
partisipan tampak mudah pendengaran ditandai dengan
tersinggung dan curiga partisipan mendengar suara-
kepada orang lain. suara yang mengajak dan
menyuruh. Suara-suara
Partisipan mengalami tersebut sering terdengar oleh
gangguan persepsi pada partisipan hampir setiap hari,
pendengaran dan suara tersebut muncul di saat
penglihatan ditandai dengan pasien sedang melamun.
pasrtisipan mengatakan Suara-suara tersebut terdengar
mendengar suara-suara tiga sampai lima kali dalam
seperti menakuti, sehari. Apabila mendengar
menasehati dan melihat suara-suara tersebut partisipan
bayangan putih. Suara- tidak ada melakukan apapun
suara setiap hari terdengar dan membiarkan suara-suara
oleh partisipan, dan suara- tersebut hilang dengan
suara tersebut muncul saat sendirinya.
partisipan sendiri dan
melamun, partisipan sering Partisipan mengalami
mendengar suara-suara gangguan pada memori jangka
tersebut hampir setiap hari, panjang, konsentrasi partisipan
dan suara itu mucul lima mudah beralih dan kurang
sampai empat kali. mampu berkonsentrasi.
Partsisipan mengatakan jika
mendengar suara tersebut Partisipan mengalami
menyibukkan diri dengan gangguan kemampuan
bermain gitar dan penilaian ringan, yaitu dapat
bernyanyi. Setelah mengambil keputusan
melakukan hal tersebut sederhana dengan bantuan
suara-suara yang terdengar orang lain, partisipan
oleh partisipan dapat menyadari penyakit yang
berkurang. partisipan dideritanya
tampak sedih, ketakutan,
khawatir karena partisipan
sering diganggu oleh
saudaranya.

Partisipan mengalami
gangguan pada memori
jangka panjang, konsentrasi
partisipan mudah beralih.
partisipan mengalami
gangguan kemampuan
penilaian ringan, yaitu dapat
mengambil keputusan
sederhana dengan bantuan
orang lain.
f. Mekanis Partisipan memiliki Partisipan memiliki
me mekanisme koping mekanisme koping maladaptif
koping maladaptif karena reaksi karena reaksi lambat, bersifat
berlebihan dengan menghindar
mengamuk jika ada hal yang
membuat partisipan emosi
seperti diganggu oleh
saudaranya
g. Masalah Partisipan mengalami Partisipan mengalami masalah
psikosos masalah dengan pendidikan dengan berhubungan dengan
ial dan karena partisipan orang lain dan lingkungan
lingkung mengalami perasaan ingin sekitarnya karena partisipan
an merasakan kuliah, dan memiliki sifat yang pendiam
partisipan juga ingin bekerja
namun tidak memungkinkan
karena penyakit partisipan,
partisipan juga mengalami
masalah ekonomi partisipan
mengatakan cemas nanti ibu
partisipan semakin tua dan
tidak bisa bekerja lagi, dan
kakak partisipan yang
biasanya memberikan uang
nanti jika sudah menikah
tidak bisa lagi membantu
kehidupan partisipan dengan
ibunya sepenuhnya

h. Pengetah Partisipan mengatakan Partisipan mengatakan kurang


uan kurang tahu tentang obat- tahu tentang penyakit jiwa,
kurang obatan yang diminumnya, obat-obatan yang diminumnya,
tentang dan koping terhadap dirinya dan koping terhadap dirinya
i. Aspek Diagnosa medis Diagnosa medis Skizofrenia.
medik Skizofrenia. Partisipan minum obat
Partisipan minum obat Haloperidol (2x1), Trihenski
Haloperidol (2x1), Phenidol (2x1),
Risperidon 3 ml (2x1), Chlorpromazine (1x1),
Chlorpromazine (1x1), Carbamarzepine (2x1),
Trihenski phenidol (2x1), Risperidone (2x1)
Amitripilin (2x1), Vitamin
B kompleks (2x1)
2.Diagnosa Diagnosa keperawatan yang Diagnosa keperawatan yang
keperawatan ditemukan pada partisipan ditemukan pada partisipan
yang pertama ada tiga yaitu yang kedua ada tiga yaitu
yang pertama gangguan yang pertama gangguan
persepsi : halusinasi persepsi : halusinasi
pendengaran ditandai pendengaran ditandai dengan
dengan partisipan partisipan mengatakan ada
mengatakan ada mendengar mendengar suara-suara seperti
suara-suara yang melarang, mengajak dan menyuruh,
menasehati, menakuti, partisipan tampak binggung
partisipan juga mengatakan
ada melihat bayangan putih,
partisipan tampak binggung,
tertawa sendiri, fikiran
partisipan magis.

Diagnosa kedua adalah Diagnosa kedua adalah resiko


resiko perilaku kekerasan perilaku kekerasan ditandai
ditandai dengan partisipan dengan partisipan mengatakan
mengatakan susah untuk partisipan mengatakan mudah
mengontrol rasa marah marah jika kehendaknya tidak
apabila ada yang membuat diberikan dan keluarga
partisipan emosi, dan mengatakan partisipan egois
partisipan pernah masuk ke dengan keinginannya tidak
RSJ karena melukai mau dilarang
kakaknya, partisipan tampak
berbicara keras dan cepat,
partisipan tampak mudah
tersinggung dan curiga
kepada orang lain.

Diagnosa ketiga adalah Diagnosa ketiga adalah isolasi


defisit perawatan diri sosial ditandai dengan
ditandai dengan partisipan partisipan mengatakan
mengatakan jarang mandi, dahulunya dijauhkan oleh
partisipan mengatakan teman-temannya karena
malas mandi, jarang gosok partisipan pendiam, partisipan
gigi, gigi dan mulut mengatakan kurang
partisipan tampak kotor dan berkomunikasi dengan orang
mulut partisipan berbau. lain, partisipan tampak
menyendiri, partisipan tampak
berbicara lambat dan
membisu, dan partisipan
tampak menghindar, partisipan
tampak sulit memulai
pembicaraan dengan orang
lain.
3.Intervensi Intervensi yang dilakukan Intervensi yang dilakukan
Keperawatan pada partisipan untuk pada partisipan untuk
diagnosa gangguan persepsi diagnosa gangguan persepsi
sensori: halusinasi adalah sensori: halusinasi adalah
membuat rencana membuat rencana keperawatan
keperawatan dengan dengan tindakan strategi
tindakan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu
pelaksanaan halusinasi yaitu membina hubungan saling
membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi
keluarga, identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu
halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon, latihan
perasaan, respon, latihan strategi pelaksanaan untuk
strategi pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi dengan
mengontrol halusinasi cara minum obat secara teratur
dengan cara minum obat , latihan cara menghardik,
secara teratur , latihan cara latihan cara bercakap-cakap,
menghardik, latihan cara dan latihan dengan melakukan
bercakap-cakap, dan latihan aktivitas sehari-hari.
dengan melakukan aktivitas
sehari-hari.

Intervensi yang dilakukan Intervensi yang dilakukan


untuk keluarga yaitu untuk keluarga yaitu
diskusikan masalah yang mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam dirasakan keluarga dalam
merawat partisipan, merawat partisipan,
menjelaskan tentang menjelaskan tentang
pengertian, tanda dan gejala, pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya halusinasi proses terjadinya halusinasi
dan cara merawat partisipan dan cara merawat partisipan
halusinasi, serta melakukan halusinasi, serta melakukan
latihan strategi pelaksanaan latihan strategi pelaksanaan
halusinasi kepada keluarga halusinasi kepada keluarga
dengan melatih keluarga dengan melatih keluarga
merawat partisipan merawat partisipan halusinasi
halusinasi dengan minum dengan minum obat secara
obat secara teratur, latihan teratur, latihan cara
cara menghardik, bercakap- menghardik, bercakap-cakap,
cakap, melakukan aktivitas melakukan aktivitas sehari-
sehari-hari, serta hari, serta memanfaatkan
memanfaatkan fasilitas fasilitas kesehatan untuk
kesehatan untuk follow up follow up partisipan halusinasi
partisipan halusinasi

Intervensi yang dilakukan Intervensi yang dilakukan


pada partisipan untuk pada partisipan untuk
diagnosa kedua resiko diagnosa kedua resiko perilaku
perilaku kekerasan yaitu kekerasan yaitu membina
membina hubungan saling hubungan saling percaya pada
percaya pada partisipan dan partisipan dan keluarga,
keluarga, identifikasi identifikasi penyebab, tanda
penyebab, tanda dan gejala dan gejala perilaku kekerasan,
perilaku kekerasan, akibat akibat perilaku kekerasan dan
perilaku kekerasan dan melakukan strategi
melakukan strategi pelaksanaan untuk mengontrol
pelaksanaan untuk rasa marah dengan cara minum
mengontrol rasa marah obat secara teratur, latihan
dengan cara minum obat fisik tarik napas dalam dan
secara teratur, latihan fisik pukul bantal, latihan verbal
tarik napas dalam dan pukul (mengungkapkan, meminta
bantal, latihan verbal dan menolak dengan cara yang
(mengungkapkan, meminta baik) serta latihan cara
dan menolak dengan cara spiritual.
yang baik) serta latihan cara
spiritual.

Intervensi yang dilakukan Intervensi yang dilakukan


untuk keluarga adalah untuk keluarga adalah
diskusikan masalah yang mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam dirasakan keluarga dalam
merawat partisipan, merawat partisipan,
menjelaskan pengertian, menjelaskan pengertian, tanda
tanda dan gejala, proses dan gejala, proses terjadinya
terjadinya resiko perilaku resiko perilaku kekerasan, cara
kekerasan, cara merawat merawat partisipan dengan
partisipan dengan resiko resiko perilaku kekerasan,
perilaku kekerasan, serta serta melakukan latihan
melakukan latihan strategi strategi pelaksanaan resiko
pelaksanaan resiko perilaku perilaku kekerasan dengan
kekerasan dengan melatih melatih keluarga merawat
keluarga merawat partisipan partisipan dengan minum obat
dengan minum obat secara secara teratur, latihan fisik
teratur, latihan fisik tarik tarik napas dalam dan pukul
napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal
bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta
(mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang
dan menolak dengan cara baik), dan spiritual.
yang baik), dan spiritual
serta memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up
partisipan resiko perilaku
kekerasan

Intervensi yang dilakukan Intervensi yang dilakukan pada


pada partisipan untuk partisipan untuk diagnosa
diagnosa ketiga defisit ketiga isolasi sosial yaitu
perawatan diri yaitu membina hubungan saling
membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi penyebab
keluarga, identifikasi isolasi sosial, melakukan
masalah perawatan diri, strategi pelaksanaan dengan
kebersihan diri, berdandan, melatih partisipan berinteraksi
makan dan minum, dengan orang lain secara
BAB/BAK, pentingnya bertahap, berkenalan dengan
kebersihan diri, melakukan keluarga, melatih partisipan
strategi pelaksanaan dengan berinteraksi dengan 2-3 orang
melatih partisipan cara lain, melatih partisipan
menjaga kebersihan diri berinteraksi dengan 4-5 orang
mandi, cuci rambut, gosok lain, melatih partisipan
gigi, dan potong kuku, berinteraksi saat melakukan
melatih cara berdandan, kegiatan sosial.
melatih cara makan dan
minum yang baik, serta
melatih cara BAB/BAK
ynag baik.

Intervensi yang dilakukan Intervensi yang dilakukan


untuk keluarga adalah untuk keluarga adalah
diskusikan masalah yang diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam dirasakan dalam merawat
merawat partisipan, jelaskan partisipan, menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala, pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya serta cara proses terjadinya, dan cara
merawat kebersihan diri, merawat partisipan, melakukan
serta melakukan strategi strategi pelaksanaan pada
pelaksanaan pada keluarga keluarga dengan melatih cara
dengan melatih keluarga berkenalan dan berkomunikasi
untuk membimbing saat melakukan kegiatan
partisipan menjaga dan harian. melatih keluarga untuk
merawat kebersihan diri, melibatkan partisipan dalam
berdandan yang baik dan kegiatan rumah tangga
benar, makan dan minum sekaligus melatih bicara pada
yang baik, serta BAB/BAK kegiatan tersebut, melatih
yang baik, dan follow up keluarga untuk berkomunikasi
partisipan ke pelayanan saat melakukan kegiatan
kesehatan sosial, melatih keluarga
memafaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up
partisipan
4.Implementasi Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan
Keperawatan yang telah dilakukan pada yang telah dilakukan pada
partisipan untuk diagnosa partisipan untuk diagnosa
pertama gangguan persespsi pertama gangguan persespsi
sensori: halusinasi yaitu sensori: halusinasi yaitu
membina hubungan saling membina hubungan saling
percaya pada partisipan dan percaya pada partisipan dan
keluarga, melakukan keluarga, melakukan
identifikasi halusinasi, identifikasi halusinasi,
frekuensi, waktu terjadi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
situasi pencetus, perasaan, pencetus, perasaan, respon
respon partisipan serta partisipan serta masalah yang
masalah yang dirasakan dirasakan keluarga dalam
keluarga dalam merawat merawat partisipan
partisipan dilaksanakan dilaksanakan satu kali
satu kali kunjungan. kunjungan
Melakukan penyuluhan Melakukan penyuluhan
tentang halusinasi kepada tentang halusinasi kepada
partisipan dan keluarga partisipan dan keluarga
dilakukan satu kali dilakukan satu kali kunjungan.
kunjungan. Melakukan latihan strategi
Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 untuk
pelaksanaan 1 untuk mengontrol halusinasi pada
mengontrol halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan
partisipan dan keluarga minum obat secara teratur
dengan minum obat secara dilaksanakan satu kali
teratur dilaksanakan satu kunjungan.
kali kunjungan. Melakukan latihan strategi
Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 halusinasi pada
pelaksanaan 2 halusinasi partisipan dan keluarga dengan
pada partisipan dan keluarga cara menghardik dilaksanakan
dengan cara menghardik satu kali kunjungan.
dilaksanakan satu kali Melakukan latihan strategi
kunjungan. pelaksanaan 3 halusinasi pada
Melakukan latihan strategi partisipan dan keluarga dengan
pelaksanaan 3 halusinasi cara bercakap-cakap dilakukan
pada partisipan dan keluarga satu kali kunjungan.
dengan cara bercakap-cakap Melakukan latihan strategi
dilakukan satu kali pelaksanaan 4 halusinasi
kunjungan. dengan cara melakukan
Melakukan latihan strategi aktivitas sehari-hari, serta
pelaksanaan 4 halusinasi menjelaskan pemanfaatan
dengan cara melakukan fasilitas kesehatan untuk
aktivitas sehari-hari, serta follow up partisipan kepada
menjelaskan pemanfaatan partisipan dan keluarga
fasilitas kesehatan untuk dilakukan satu kali kunjungan
follow up partisipan kepada
partisipan dan keluarga
dilakukan satu kali
kunjungan

Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan


yang telah dilakukan pada yang telah dilakukan pada
partisipan untuk diagnosa partisipan untuk diagnosa
kedua resiko perilaku kedua resiko perilaku
kekerasan yaitu membina kekerasan yaitu membina
hubungan saling percaya hubungan saling percaya pada
pada partisipan dan partisipan dan keluarga,
keluarga, melakukan melakukan identifikasi
identifikasi penyebab, tanda penyebab, tanda dan gejala
dan gejala perilaku perilaku kekerasan, akibat
kekerasan, akibat perilaku perilaku kekerasan, serta
kekerasan, serta masalah masalah yang dirasakan
yang dirasakan keluarga keluarga dalam merawat
dalam merawat partisipan partisipan dilaksanakan satu
dilaksanakan satu kali kali kunjungan.
kunjungan. Melakukan latihan strategi
Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 resiko perilaku
pelaksanaan 1 resiko kekerasan pada partisipan dan
perilaku kekerasan pada keluarga untuk mengontrol
partisipan dan keluarga rasa marah dengan cara minum
untuk mengontrol rasa obat secara dilakukan satu kali
marah dengan cara minum kunjungan.
obat secara dilakukan satu Melakukan latihan strategi
kali kunjungan pelaksanaan 2 resiko perilaku
Melakukan latihan strategi kekerasan dengan cara latihan
pelaksanaan 2 resiko fisik tarik napas dalam dan
perilaku kekerasan dengan pukul bantal pada partisipan
cara latihan fisik tarik napas dan keluarga dilaksanakan satu
dalam dan pukul bantal pada kali kunjungan.
partisipan dan keluarga Melakukan latihan strategi
dilaksanakan satu kali pelaksanaan 3 resiko perilaku
kunjungan. dengan latihan verbal
Melakukan latihan strategi (mengungkapkan, meminta
pelaksanaan 3 resiko dan menolak dengan cara yang
perilaku dengan latihan baik) pada partisipan dan
verbal (mengungkapkan, keluarga dilaksanakan satu kali
meminta dan menolak kunjungan.
dengan cara yang baik) pada Melakukan latihan strategi
partisipan dan keluarga pelaksanaan 4 resiko perilaku
dilaksanakan satu kali kekerasan dengan cara
kunjungan spiritual serta menjelaskan
Melakukan latihan strategi pemanfaatan fasilitas
pelaksanaan 4 resiko kesehatan untuk follow up
perilaku kekerasan dengan partisipan kepada partisipan
cara spiritual serta dan keluarga dilaksanakan satu
menjelaskan pemanfaatan kali kunjungan.
fasilitas kesehatan untuk
follow up partisipan kepada
partisipan dan keluarga
dilaksanakan satu kali
kunjungan.

Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan


yang telah dilakukan pada yang telah dilakukan pada
partisipan untuk diagnosa partisipan untuk diagnosa
ketiga defisit perawatan diri ketiga isolasi sosial yaitu
yaitu membina hubungan membina hubungan saling
saling percaya pada percaya pada partisipan dan
partisipan dan keluarga, keluarga, melakukan
melakukan identifikasi identifikasi penyebab isolasi
masalah perawatan diri, sosial serta masalah yang
kebersihan diri, berdandan, dirasakan keluarga dalam
makan dan minum, merawat partisipan
BAB/BAK, pentingnya dilaksanakan satu kali
kebersihan diri, serta kunjungan.
masalah yang dirasakan Melakukan latihan strategi
keluarga dalam merawat pelaksanaan 1 dengan melatih
partisipan dilaksanakan satu cara berkenalan dan
kali kunjungan, melakukan berinteraksi dengan orang lain
latihan strategi pelaksanaan secara bertahap berkenalan
1 dengan melatih cara dengan keluarga dilaksanakan
menjaga kebersihan diri satu kali kunjungan.
mandi, cuci rambut, gosok Melakukan strategi
gigi, dan potong kuku pada pelaksanaan 2 dengan melatih
partisipan dan keluarga berinteraksi dengan 2-3 orang
dilakukan satu kali lain dilakukan satu kali
kunjungan. kunjungan.
Melakukan latihan strategi Melakukan strategi
pelaksanaan 2 dengan pelaksanaan 3 dengan melatih
melatih cara berdandan pada partisipan berinteraksi dengan
partisipan dan keluarga 4-5 orang lain dilakukan satu
dilakukan satu kali kali kunjungan.
kunjungan, melakukan Melakukan strategi
latihan strategi pelaksanaan pelaksanaan 4 dengan melatih
3 dengan melatih cara partisipan berinteraksi saat
makan dan minum yang melakukan kegiatan sosial,
baik pada keluarga dan serta melibatkan keluarga
partisipan dilakukan satu untuk latihan strategi
kali kunjungan. pelaksanaan dengan melatih
Melakukan latihan strategi keluarga untuk membimbing
pelaksanaan 4 dengan partisipan dalam berinteraksi
melatih cara BAB/BAK dilakukan satu kali kunjungan.
ynag baik pada partisipan
dan keluarga dilakukan satu
kali kunjungan.

5.Evaluasi Evaluasi yang dilakukan Evaluasi yang dilakukan pada


Keperawatan pada diagnosa pertama yaitu diagnosa pertama yaitu
gangguan persepsi sensori: gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran halusinasi pendengaran setelah
setelah dilakukan empat kali dilakukan empat kali
kunjungan partisipan kunjungan partisipan mampu
mampu membina hubungan membina hubungan saling
saling percaya dengan percaya dengan perawat, saat
perawat, saat ditanyakan ditanyakan tentang
tentang halusinasinya halusinasinya partisipan
partisipan bersedia bersedia menceritakan tentang
menceritakan tentang masalah yang dialaminya,
masalah yang dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan
mulai dari penyebab, tanda gejala yang dirasakan dan
dan gejala yang dirasakan tindakan yang dilakukan
dan tindakan yang partisipan untuk mengontrol
dilakukan partisipan untuk suara-suara yang didengarnya,
mengontrol suara-suara serta penyelesaian masalah
yang didengarnya, serta keluarga dalam merawat
penyelesaian masalah partisipan. Partisipan dan
keluarga dalam merawat keluarga mampu mengetahui
partisipan. obat-obatan dan kegunaan
Partisipan mampu obat-obatan yang diminumnya
mengetahui obat-obatan dan serta mengetahui cara minum
kegunaan obat-obatan yang obat yang benar dan
diminumnya serta melakukan minum obat secara
mengetahui cara minum teratur dan dilakukan secara
obat yang benar dan mandiri dan memasukkan ke
melakukan minum obat dalam jadwal harian.
secara teratur dan dilakukan Partisipan dan keluarga
mandiri dan dimasukkan ke mampu mendemonstrasikan
jadwal harian. cara menghardik secara
Partisipan dan keluarga mandiri dan memasukkan ke
mampu mendemonstrasikan dalam jadwal harian.
cara menghardik secara Partisipan mampu mengontrol
mandiri dan memasukkan halusinasinya dengan
ke dalam jadwal harian. melakukan cara bercakap-
Partisipan mampu cakap dengan orang
mengontrol halusinasinya disekitarnya secara mandiri
dengan melakukan cara dan memasukkan ke dalam
bercakap-cakap dengan jadwal harian.
orang disekitarnya secara Partisipan mampu mengontrol
mandiri dan memasukkan halusinasi dengan melakukan
ke dalam jadwal harian. aktivitas sehari-hari seperti
Partisipan mampu menyapu, mencuci kain,
mengontrol halusinasi menjemur kain, melipat kain
dengan melakukan aktivitas dan mencuci piring secara
sehari-hari seperti menyapu, mandiri dan memasukkan ke
dan melakukan hobinya dalam jadwal harian.
bermain gitar dan bernyanyi
secara mandiri dan
memasukkan ke dalam
jadwal harian.

Evaluasi yang dilakukan Evaluasi yang dilakukan pada


pada diagnosa kedua yaitu diagnosa kedua yaitu resiko
resiko perilaku kekerasan perilaku kekerasan setelah
setelah dilakukan empat kali dilakukan empat kali
kunjungan. kunjungan.
Partisipan mampu Partisipan mampu
menceritakan penyebab, menceritakan penyebab, tanda
tanda dan gejala, akibat dan gejala, akibat serta cara
serta cara yang dilakukan yang dilakukan partisipan
partisipan untuk mengontrol untuk mengontrol rasa
rasa marahnya, serta marahnya, serta penyelesaian
penyelesaian masalah masalah keluarga dalam
keluarga dalam merawat merawat partisipan.
partisipan. Partisipan mampu mengetahui
Partisipan mampu obat-obatan dan kegunaan
mengetahui obat-obatan dan obat-obatan yang diminumnya
kegunaan obat-obatan yang serta mengetahui cara minum
diminumnya serta obat yang benar dan
mengetahui cara minum melakukan minum obat secara
obat yang benar dan teratur dan dilakukan secara
melakukan minum obat mandiri dan memasukkan ke
secara teratur dan dilakukan dalam jadwal harian.
mandiri dan memasukkan Partisipan mampu melakukan
ke dalam jadwal harian. latihan fisik tarik napas dalam
Partisipan mampu dan pukul bantal secara
melakukan latihan fisik tarik mandiri dan memasukkan ke
napas dalam dan pukul dalam jadwal harian.
bantal secara mandiri dan Partisipan mampu melakukan
memasukkan ke dalam mengontrol rasa marah dengan
jadwal harian. cara verbal (mengungkapkan,
Partisipan mampu menolak dan meminta dengan
melakukan mengontrol rasa cara yang baik) secara mandiri
marah dengan cara verbal dan memasukkan ke dalam
(mengungkapkan, menolak jadwal harian.
dan meminta dengan cara Partisipan mampu melakukan
yang baik) secara mandiri mengontrol rasa marah dengan
dan memasukkan ke dalam cara spiritual seperti berdzikir,
jadwal harian. sholat dan berpuasa secara
mandiri dan memasukkan ke
Partisipan mampu dalam jadwal harian.
melakukan mengontrol rasa
marah dengan cara spiritual
seperti berdzikir secara
mandiri dan memasukkan
ke dalam jadwal harian.

Evaluasi yang dilakukan Evaluasi yang dilakukan pada


pada diagnosa ketiga yaitu diagnosa ketiga yaitu isolasi
defisit perawatan diri sosial meliputi kunjungan
setelah dilakukan empat kali pertama partisipan mampu
kunjungan. menceritakan penyebab isolasi
Partisipan mampu sosial dan penyelesaian
menceritakan masalah masalah keluarga dalam
perawatan diri, kebersihan merawat partisipan
diri, berdandan, makan dan Partisipan mampu melaku kan
minum, BAB/BAK, berkenalan dan berinteraksi
pentingnya kebersihan diri, dengan 1 orang secara mandiri
serta penyelesaian masalah dan memasukkan ke dalam
yang dirasakan keluarga jadwal harian
dalam merawat partisipan, Partisipan mampu berinteraksi
Partisipan mampu dengan 2-3 orang lain secara
mengetahui cara cara mandiri dan memasukkan ke
menjaga kebersihan diri dalam jadwal harian.
mandi, cuci rambut, gosok Partisipan mampu berinteraksi
gigi, dan potong kuku dan dengan 4-5 orang lain secara
melakukannya dengan baik mandiri dan memasukkan ke
dan benar. dalam jadwal harian.
Partisipan mampu Partisipan mampu berinteraksi
mengetahui cara berdandan saat melakukan kegiatan sosial
yang baik dan melakukan secara mandiri dan
berdandan dengan baik memasukkan ke dalam jadwal
secara mandiri dan harian, serta keluarga mampu
memasukkan ke dalam membimbing dan terlibat
jadwal harian. dalam merawat dan latihan
Kunjungan keempat latihan pasien.
strategi pelaksanaan 3
partisipan mampu
mengetahui cara
makan/minum yang baik
serta mampu melakukan
makan/minum yang baik
secara mandiri dan
memasukkan ke dalam
jadwal harian.
Partisipan mampu
mengetahui cara BAB/BAK
yang baik dan benar dan
melakukannya dengan baik
dan benar secara mandiri
dan memasukkan ke dalam
jadwal harian.

B. Pembahasan Kasus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan, maka penulis akan
membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang
ditemukan dalam perawatan kasus gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran pada kedua partisipan yang telah dilakukan asuhan keperawatan
pada tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei 2017 di rumah partisipan,
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 22 Mei 2017 pada
partisipan pertama didapatkan keluhan yang dirasakan partisipan
mengatakan saat ini masih sering mendengar suara-suara seperti
menasehati, menakuti dan melihat bayangan putih. Partisipan mengatakan
mendengar suara-suara tersebut ketika partisipan sedang duduk sendirian
dan melamun. Partisipan mengatakan jika mulai mendengar suara-suara
tersebut partisipan menyibukkan diri dengan bermain gitar ,bernyanyi dan
mengusir suara-suara tersebut. Namun partisipan mengatakan cara tersebut
kadang tidak dapat menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh
partisipan. Partisipan mengatakan sangat terganggu dengan suara-suara
yang terdengar.
Hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 22 Mei 2017 pada partisipan
kedua didapatkan keluhan partisipan mengatakan saat ini masih mendengar
suara-suara seperti mengajak, menyuruh, dan bercakap-cakap. Partisipan
mengatakan mendengar suara-suara tersebut jika sendirian dan sedang
melamun, saat mendengar suara-suara tersebut pasien mengusir suara-suara
dan kadang-kadang membiarkan suara tersebut menganggu partisipan
sampai suara tersebut hilang.

Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap partisipan serta ungkapan partisipan seperti partisipan
mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya, melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster.

Berdasarkan hasil peneltian dari dua kasus kelolaan dan teori yang telah
dijelaskan diatas, maka penulis beransumsi keluhan yang akan ditemukan
pada partisipan dengan halusinasi partisipan akan mengatakan mendengar
suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya,
melihat bayangan.

Berdasarkan hasil penelitian partisipan pertama faktor predisposisi


terjadinya halusinasi yaitu keluarga mengatakan partisipan pernah
mengalami gangguan jiwa di masa lalu, partisipan pernah dirawat dua kali
di RSJ Prof HB Saanin Padang tahun 2010, saat masuk pertama partisipan
dirawat selama satu minggu setelah itu partisipan pulang dan di rawat di
rumah, setelah tiga bulan partisipan masuk kembali ke RSJ Prof HB
Saanin Padang dan dirawat kembali selama satu minggu. Partisipan
mengatakan pernah ada niat untuk bunuh diri. Partisipan mengatakan
pernah melukai tangan saudaranya dengan pecahan kaca, partisipan
mengatakan pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan diputuskan oleh pacarnya saat SMA, keluarga mengatakan
tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti
partisipan.

Hasil penelitian pada partisipan kedua faktor predisposisi terjadinya


halusinasi yaitu keluarga mengatakan partisipan pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, sebelumnya sudah pergi berobat ke psikiater,
dukun, dan ke RSJ Prof HB Saanin Padang, partisipan minum obat sejak
tahun 2001 namun obat dihentikan selama 2 tahun karena partisipan
mengikuti pengobatan tradisional, lalu dilanjutkan minum obat tahun 2004
sampai sekarang, keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa seperti partisipan, partisipan mengatakan pernah
mengalami pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan dijauhkan
dalam pergaulan oleh teman-temannya saat sekolah karena partisipan
pendiam.

Menurut Dalami (2014) faktor presdisposisi meliputi faktor biologis yaitu


faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza,
faktor biologis keluarga, pengasuh dan lingkungan partisipan sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis partisipan salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup partisipan adanya
kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif dan
faktor sosial budaya. Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam), kegagalan dalam hubungan sosial, dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Berdasarkan dari hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang telah
dijelaskan diatas maka penulis beransumsi faktor predisposisi yang
menyebabkan partisipan mengalami halusinasi yaitu faktor sosial budaya
karena kedua partisipan mengalami kegagalan dalam hubungan sosial.
Partisipan pertama terdapatnya faktor biologis adanya niat untuk bunuh diri.
Oleh sebab itu apabila perawat melakukan pengkajian faktor predisposisi
terjadinya halusinasi harus menemukan data fokus seperti yang diatas.

Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan pertama didapatkan tekanan darah


130/80 mmHg, nadi 87 x/m, suhu 36,50C, pernapasan 20 x/m, tinggi badan
155 cm, berat badan 60 kg, dan partisipan tidak ada memiliki keluhan fisik .
Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan kedua didapatkan tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 80 x/m, suhu 36,60C, pernapasan 18 x/m, tinggi badan
158 cm, berat badan 65 kg, dan partisipan tidak ada memiliki keluhan fisik.

Menurut Afnuhazi, Ridhyalla (2015) pada partisipan yang mengalami


gangguan halusinasi tidak mengalami keluhan fisik. Berdasarkan hasil
penelitian dari dua kasus kelolaan dan teori yang telah dijelaskan diatas
maka penulis beransumsi tidak ada kesenjangan antara teori dengan data
yang ditemukan, maka apabila perawat melakukan pemeriksaan fisik pada
partisipan halusinasi maka akan menemukan data seperti yang diatas.

Hasil penelitian partisipan pertama pada pengkajian psikosial dan spiritual,


partisipan mengatakan saat ini orang yang berarti adalah ibu dan kakaknya
yang bekerja di Malaisya, partisipan mengatakan ada ikut peran serta dalam
kegiatan kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus
seperti lomba joget, puisi, dan partisipan dahulunya juga ikut dalam band,
dan partisipan juga mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, partisipan beragama islam, namun partisipan tidak
sholat.

Hasil penelitian partisipan kedua pada pengkajian psikosial dan spiritual,


partisipan mengatakan saat ini orang yang berarti adalah ibu dan ayahnya,
partisipan tidak ada ikut peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat,
partisipan mengatakan mengalami hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain karena partisipan memiliki sifat pendiam, partisipan beragama
islam, dan partisipan ada mengerjakan sholat dan berpuasa.

Menurut Afnuhazi (2015) hubungan sosial partisipan dengan halusinasi


kurang dihargai di lingkungan dan keluarga. Spiritual nilai dan keyakinan
biasanya partisipan dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai dengan agama
dan budaya, kegiatan ibadah partisipan biasanya menjalankan ibadah di
rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat berlebihan.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan penjelasan teori


diatas, maka penulis beransumsi partisipan halusinasi kurang dihargai dalam
kehidupan sosial diakibatkan oleh kondisinya. Namun dalam kegiatan
spiritual tidak semua partisipan dengan halusinasi terganggu spiritualnya
dibuktikan oleh partisipan kedua yang mengerjakan sholat serta berpuasa.
oleh karena itu apabila perawat melakukan pengkajian tentang psikosial dan
spiritual pada partisipan halusinasi akan menemukan data fokus seperti yang
diatas.

Hasil penelitian partisipan pertama didapatkan partisipan minum obat


Haloperidol (2x1), risperidon 3 ml (2x1), Chlorpromazine (1x1), Trihenski
phenidol (2x1), amitripilin (2x1) ,Vitamin B kompleks (2x1). Sedangkan
partisipan kedua, partisipan minum obat Haloperidol (2x1), Trihenski
phenidol (2x1), Chlorpromazine (1x1), carbamarzepine (2x1), Risperidone
(2x1).

Menurut Afnuhazi (2015) obat yang diberikan pada partisipan dengan


halusinasi biasanya diberikan antipsikotik seperti Haloperidol (HLP)
fungsinya adalah untuk menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh
partisipan, chlorpromazine (CPZ) fungsinya adalah untuk menenagkan,
Triflnu perazin (TFZ), dan Anti parkinson trihenski phenidol (THP),
triplofrazine arkine fungsinya adalah untuk menghilangkan rasa kaku dan
tegang. Efek samping dari obatn-obatan tersebut adanya klien merasa
tenggorokan kering, sering merasa haus.
Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan mengenai hasil
pengkajian dan teori yang telah dijelaskan, penulis beransumsi partisipan
dengan halusinasi akan meminum obat antipsikotik seperti haloperidol,
chlorpromazine dan Trihenski phenidol, dimana obat-obat tersebut memiliki
fungsi yang berbeda-beda, sedangkan efek samping dari obat tersebut
biasanya partisipan akan mengatakan mudah haus, dan tenggorokan terasa
kering. Oleh sebab itu perlu bagi perawat untuk memberikan informasi
mengenai obat-obat yang diminum oleh partisipan. apabila perawat
mengkaji obat yang diminum oleh partisipan.

2. Diagnosa keperawatan
Hasil peneltian partisipan pertama ditemukan tiga diagnosa keperawatan,
diagnosa keperawatan pertama adalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran ditandai dengan partisipan mengatakan ada
mendengar suara-suara yang melarang, menasehati, menakuti, partisipan
juga mengatakan ada melihat bayangan putih, partisipan tampak binggung,
tertawa sendiri, fikiran partisipan magis. Diagnosa kedua adalah resiko
perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan susah untuk
mengontrol rasa marah apabila ada yang membuat partisipan emosi, dan
partisipan pernah masuk ke RSJ karena melukai kakaknya, partisipan
tampak berbicara keras dan cepat, partisipan tampak mudah tersinggung dan
curiga kepada orang lain. Diagnosa ketiga adalah defisit perawatan diri
ditandai dengan partisipan mengatakan jarang mandi, partisipan mengatakan
malas mandi, jarang gosok gigi, gigi dan mulut partisipan tampak kotor dan
mulut partisipan berbau.

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan kedua ada tiga yaitu
yang pertama gangguan persepsi : halusinasi pendengaran ditandai dengan
partisipan mengatakan ada mendengar suara-suara seperti mengajak dan
menyuruh, partisipan tampak binggung. Diagnosa kedua adalah resiko
perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan partisipan
mengatakan mudah marah jika kehendaknya tidak diberikan dan keluarga
mengatakan partisipan egois dengan keinginannya tidak mau dilarang.
Diagnosa ketiga adalah isolasi sosial ditandai dengan partisipan mengatakan
dahulunya dijauhkan oleh teman-temannya karena partisipan pendiam,
partisipan mengatakan kurang berkomunikasi dengan orang lain, partisipan
menyendiri, partisipan tampak berbicar lambat dan membisu, dan partisipan
tampak menghindar, partisipan tampak sulit memulai pembicaraan dengan
orang lain.

Menurut Dalami, dkk, (2014) masalah keperawatan yang terdapat pada


partisipan dengan gangguan persepsi sensori halusinasi adalah resiko
perilaku kekerasan, gangguan persepsi sensori halusinasi dan isolasi sosial.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan mengenai diagnosa


keperawatan yang ditemukan dan teori telah dijelaskan diatas, maka penulis
beransumsi berdasarkan pohon masalah core poblem yaitu halusinasi,
dimana disebabkan oleh isolasi sosial dan berakibat pada resiko perilaku
kekerasan, sehingga dari pohon masalah tersebut tidak ada kesenjangan
antara teori dengan data yang ditemukan. Oleh sebab itu apabila perawat
ingin menegakkan diagnosa pada partisipan dengan halusinasi maka harus
menemukan data fokus seperti yang diatas.

3. Intervensi Keperawatan
Hasil penelitian pada kedua kasus kelolaan untuk diagnosa pertama
gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah membuat rencana keperawatan
dengan tindakan strategi pelaksanaan halusinasi yaitu membina hubungan
saling percaya pada partisipan dan keluarga, identifikasi halusinasi,
frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon, latihan strategi
pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara
teratur , latihan cara menghardik, latihan cara bercakap-cakap, dan latihan
dengan melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk keluarga intervensi yang
dilakukan yaitu mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat partisipan, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala,
proses terjadinya halusinasi dan cara merawat partisipan halusinasi, serta
melakukan latihan strategi pelaksanaan halusinasi kepada keluarga dengan
melatih keluarga merawat partisipan halusinasi dengan minum obat secara
teratur, latihan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas
sehari-hari, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up
partisipan halusinasi.

Menurut Keliat (2007) intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada


partisipan dengan halusinasi yaitu membantu partisipan mengenali
halusinasi, melatih partisipan mengontrol halusinasi , strategi pelaksanaan 1
latihan cara menghardik halusinasi, strategi pelaksanaan 2 minum obat
secara teratur , strategi pelaksanaan 3 latihan bercakap-cakap dengan orang
lain, strategi pelaksanaan 4 melakukan aktivitas sehari-hari. Tindakan
keperawatan tidak hanya ditujukan untuk partisipan tetapi juga diberikan
kepada keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan partisipan dalam
mengontrol halusinasi dengan strategi pelaksanaan 1 keluarga mengenal
masalah dalam merawat partisipan halusinasi dan melatih mengontrol
halusinasi partisipan dengan menghardik, strategi pelaksanaan 2 keluarga
melatih keluarga merawat partisipan halusinasi dengan enam benar minum
obat, strategi pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat partisipan
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan, strategi
pelaksanaan 4 keluarga melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
untuk follow up partisipan halusinasi.

Hasil penelitian Sari (2014) tentang Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang


Perawatan Pasien Halusinasi dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien
Halusinasi di Rumah menyatakan kesadaran dan pengetahuan keluarga yang
tinggi tentang kesehatan, belum menjamin praktek tentang kesehatan atau
perilaku hidup keluarga sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Perlu
dilakukan upaya peningkatan lingkungan baik fisik maupun nonfisik
sebagai penunjang pengetahuan yang ada yang dapat membawa perubahan
perilaku keluarga dalam merawat pasien halusinasi. Keluarga yang aktif
menerima informasi, berdiskusi dan adanya komunikasi dua arah antara
keluarga dan perawat yang berjalan dengan baik akan meningkatkan
perilaku keluarga yang dapat menunjang kesembuhan dan meminimalkan
resiko terjadinya kekambuhan pasien halusinasi.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan yang telah dilakukan dan
teori yang telah dijelaskan diatas, penulis beransumsi intervensi yang
dilakukan pada partisipan dengan halusinasi berupa mengindentifikasi
halusinasi, isi, frekuensi dan situasi, serta latihan mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, minum obat secara teratur, bercakap-cakap dan
melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu apabila perawat membuat
intervensi pada partisipan dengan halusinasi harus memperhatikan prinsip
strategi pelaksanaan halusinasi seperti yang dijelaskan teori diatas.

Intervensi yang dilakukan pada kedua partisipan untuk diagnosa kedua


resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada
partisipan dan keluarga, identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, akibat perilaku kekerasan dan melakukan strategi pelaksanaan
untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum obat secara teratur, latihan
fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan,
meminta dan menolak dengan cara yang baik) serta latihan cara spiritual.
Untuk keluarga intervensi yang dilakukan adalah mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian,
tanda dan gejala, proses terjadinya resiko perilaku kekerasan, cara merawat
partisipan dengan resiko perilaku kekerasan, serta melakukan latihan
strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan dengan melatih keluarga
merawat partisipan dengan minum obat secara teratur, latihan fisik tarik
napas dalam dan pukul bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta
dan menolak dengan cara yang baik), dan spiritual.

Menurut Dermawan (2013) intervensi yang diberikan pada partisipan


dengan resiko perilaku kekerasan adalah latihan strategi pelaksanaan yaitu
dengan identifikasi penyebab dan tanda gejala perilaku kekerasan, cara yang
dilakukan partispan untuk mengontrol marah, latihan mengontrol marah
dengan tarik napas dalam dan pukul bantal, latihan minum obat secara
teratur, latihan cara verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan
yang baik), spiritual. Intervensi yang diberikan pada keluarga meliputi
identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
dilakukan latihan mengontrol rasa marah kepada keluarga dengan latihan
tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat teratur, latihan cara verbal,
spiritual dan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partsipan.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang telah
dijelaskan, penulis beransumsi intervensi yang diberikan pada partisipan
dengan resiko perilaku kekerasan sesuai dengan prinsip strategi pelaksanaan
resiko perilaku kekerasan meliputi identifikasi penyebab, tanda dan gejala
serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol marahnya, dan
latihan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat secara teratur,
latihan verbal dan spiritual. Oleh sebab itu jika perawat ingin membuat
intervensi keperawatan pada partisipan dengan perilaku kekerasan harus
sesuai dengan prinsip strategi pelaksanaan yang telah dijelaskan.

Intervensi yang dilakukan pada partisipan pertama untuk diagnosa ketiga


defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling percaya pada
partisipan dan keluarga, identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri,
melakukan strategi pelaksanaan dengan melatih partisipan cara menjaga
kebersihan diri mandi, cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku, melatih
cara berdandan, melatih cara makan dan minum yang baik, serta melatih
cara BAB/BAK ynag baik. Untuk keluarga intervensi yang dilakukan adalah
diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya serta cara merawat
kebersihan diri, serta melakukan strategi pelaksanaan pada keluarga dengan
melatih keluarga untuk membimbing partisipan menjaga dan merawat
kebersihan diri, berdandan yang baik dan benar, makan dan minum yang
baik, serta BAB/BAK yang baik, dan follow up partisipan ke pelayanan
kesehatan.

Intervensi yang dilakukan pada partisipan kedua untuk diagnosa ketiga


isolasi sosial yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, identifikasi penyebab isolasi sosial, melakukan strategi
pelaksanaan dengan melatih partisipan berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap, berkenalan dengan keluarga, melatih partisipan berinteraksi
dengan 2-3 orang lain, melatih partisipan berinteraksi dengan 4-5 orang lain,
melatih partisipan berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial. Untuk
keluarga intervensi yang dilakukan adalah diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat partisipan, menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala, proses terjadinya, dan cara merawat partisipan, melakukan strategi
pelaksanaan pada keluarga dengan melatih cara berkenalan dan
berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian, melatih keluarga untuk
melibatkan partisipan dalam kegiatan rumah tangga sekaligus melatih bicara
pada kegiatan tersebut, melatih keluarga untuk berkomunikasi saat
melakukan kegiatan sosial, melatih keluarga memafaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up partisipan.

4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian pada kedua kasus kelolaan untuk partisipan
pertama dan kedua implementasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa keperawatan pertama gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, melakukan identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon partisipan serta masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan
penyuluhan tentang halusinasi kepada partisipan dan keluarga dilakukan
satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 untuk
mengontrol halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan minum obat
secara teratur dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 2 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara
menghardik dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 3 halusinasi pada partisipan dan keluarga dengan cara
bercakap-cakap dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 4 halusinasi dengan cara melakukan aktivitas sehari-hari, serta
menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow up partisipan
kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan.

Menurut Afnuhazi (2015) implementasi adalah pelaksanaan keperawatan


oleh partisipan. Hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi
adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan implementasi pada
partisipan dengan halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan
tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan membina
hubungan saling percaya, identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon
partisipan terhadap halusinasi, melatih partisipan mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, melatih partisipan mengontrol halusinasi dengan
cara patuh minum obat, melatih partisipan mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap, melatih partisipan mengontrol halusinasi dengan cara
melaksanakan kegiatan terjadwal.

Berdasarkan hasil penelitian Anggraini, dkk (2013) tentang Pengaruh


Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien
Skizofrenia di RSJD Dr. Aminogondohutomo Semarang, terapi menghardik
dengan menutup telinga responden mengalami penurunan tingkat halusinasi
dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden menutup telinga saat
melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan
berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga dianjurkan untuk para perawat
di rumah sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup
telinga karena hasilnya akan lebih baik.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan tindakan keperawatan


yang telah dilakukan dan teori yang telah dijelaskan diatas, penulis
beransumsi implementasi yang harus dilakukan adalah membina hubungan
saling percaya dengan partisipan, mengidentifikasi halusinasi, isi, frekuensi
dan situasi serta melakukan strategi pelaksanaan halusinasi untuk
mengontrol halusinasi. Oleh sebab itu apabila perawat melakukan
implementasi keperawatan pada partisipan dengan halusinasi harus sesuai
seperti yang dijelaskan teori diatas.

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada kedua kasus kelolaan


untuk partisipan pertama dan kedua diagnosa kedua resiko perilaku
kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, melakukan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, akibat perilaku kekerasan, serta masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan,
melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 resiko perilaku kekerasan pada
partisipan dan keluarga untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum
obat secara dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi
pelaksanaan 2 resiko perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik tarik
napas dalam dan pukul bantal pada partisipan dan keluarga dilaksanakan
satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 resiko
perilaku dengan latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak
dengan cara yang baik) pada partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali
kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 resiko perilaku
kekerasan dengan cara spiritual serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas
kesehatan untuk follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga
dilaksanakan satu kali kunjungan.

Menurut Dermawan (2013) implementasi keperawatan yang dilakukan pada


partisipan dengan resiko perilaku kekerasan meliputi, membina hubungan
saling percaya kepada perawat dan partisipan, mengidentifikasi penyebab,
tanda dan gejala serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol
marah, melakukan latihan mengontrol marah dengan tarik napas dalam dan
pukul bantal, minum obat secara teratur, melakukan latihan mengontrol
marah dengan cara verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan
yang baik) latihan spiritual. Implementasi yang dilakukan pada keluarga
meliputi mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
partisipan, melakukan latihan mengontrol rasa marah kepada keluarga
dengan latihan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat teratur,
latihan cara verbal, spiritual dan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk
follow up partsipan.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan dan teori yang dijelaskan,
penulis beransumsi implementasi yang dilakuka pada partisipan dengan
resiko perilaku kekerasan adalah melakukan strategi pelaksanaa meliputi
mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala serta cara yang dilakukan
partisipan untuk mengontrol marah, melakukan latihan mengontrol marah
dengan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat secara teratur,
melakukan latihan mengontrol marah dengan cara verbal (mengungkapkan,
meminta dan menolak dengan yang baik) latihan spiritual Apabila perawat
melakukan implementasi keperawatan pada partisipan dengan resiko
perilaku kekerasan harus sesuai dengan prinsip strategi pelaksanaan resiko
perilaku kekerasan.

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan pertama


untuk diagnosa ketiga defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling
percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi masalah
perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB/BAK,
pentingnya kebersihan diri, serta masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan
strategi pelaksanaan 1 dengan melatih cara menjaga kebersihan diri mandi,
cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku pada partisipan dan keluarga
dilakukan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 2
dengan melatih cara berdandan pada partisipan dan keluarga dilakukan satu
kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 dengan melatih
cara makan dan minum yang baik pada keluarga dan partisipan dilakukan
satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 dengan
melatih cara BAB/BAK ynag baik pada partisipan dan keluarga dilakukan
satu kali kunjungan.

Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada partisipan kedua


untuk diagnosa ketiga isolasi sosial yaitu membina hubungan saling percaya
pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi penyebab isolasi sosial
serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan
dilaksanakan satu kali kunjungan, melakukan latihan strategi pelaksanaan 1
dengan melatih cara berkenalan dan berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap berkenalan dengan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan,
melakukan strategi pelaksanaan 2 dengan melatih berinteraksi dengan 2-3
orang lain dilakukan satu kali kunjungan, melakukan strategi pelaksanaan 3
dengan melatih partisipan berinteraksi dengan 4-5 orang lain dilakukan satu
kali kunjungan, melakukan strategi pelaksanaan 4 dengan melatih partisipan
berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial, serta melibatkan keluarga untuk
latihan strategi pelaksanaan dengan melatih keluarga untuk membimbing
partisipan dalam berinteraksi dilakukan satu kali kunjungan.

5. Evaluasi keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian pada partisipan pertama untuk evaluasi
keperawatan diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali partisipan dan
keluarga mampu membina hubungan saling percaya antara perawat dan
partisipan, partisipan bersedia menceritakan tentang masalah yang
dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan
tindakan yang dilakukan partisipan untuk mengontrol suara-suara yang
didengarnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat
partisipan, partisipan dan keluarga mampu mengetahui obat-obatan dan
kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat
yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan
mandiri, partisipan dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara
menghardik, partisipan mampu mengontrol halusinasinya dengan
melakukan cara bercakap-cakap dengan orang disekitarnya, partisipan
mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyapu, dan melakukan hobinya bermain gitar dan bernyanyi
dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.

Evaluasi yang dilakukan pada partisipan pertama untuk diagnosa kedua


yaitu resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan lima kali kunjungan
partisipan dan keluarga mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala,
akibat serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol rasa
marahnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan,
mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang
diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan
minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri, partisipan mampu
melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal
(mengungkapkan, menolak dan meminta dengan cara yang baik), partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti
berdzikir dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.

Evaluasi yang dilakukan pada partisipan pertama untuk diagnosa ketiga


yaitu defisit perawatan diri setelah dilakukan lima kali kunjungan partisipan
dan keluarga mampu menceritakan masalah perawatan diri, kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, serta
penyelesaian masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
partisipan mampu mengetahui cara cara menjaga kebersihan diri mandi,
cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku dan melakukannya dengan baik
dan benar, partisipan mampu mengetahui cara berdandan yang baik dan
melakukan berdandan dengan baik, partisipan mampu mengetahui cara
makan/minum yang baik serta mampu melakukan makan/minum yang baik,
partisipan mampu mengetahui cara BAB/BAK yang baik dan benar dan
melakukannya dengan baik dan benar dilakukan secara mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian.

Berdasarkan hasil penelitian pada partisipan kedua, evaluasi yang dilakukan


pada diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali partisipan dan
keluarga mampu membina hubungan saling percaya antara perawat dan
partisipan, partisipan bersedia menceritakan tentang masalah yang
dialaminya, mulai dari penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan
tindakan yang dilakukan partisipan untuk mengontrol suara-suara yang
didengarnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat
partisipan, partisipan dan keluarga mampu mengetahui obat-obatan dan
kegunaan obat-obatan yang diminumnya serta mengetahui cara minum obat
yang benar dan melakukan minum obat secara teratur dan dilakukan
mandiri, partisipan dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara
menghardik, kunjungan keempat partisipan mampu mengontrol
halusinasinya dengan melakukan cara bercakap-cakap dengan orang
disekitarnya, partisipan mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktivitas sehari-hari seperti menyapu, mencuci kain, menjemur kain, melipat
kain dan mencuci piring dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam
jadwal harian.

Evaluasi yang dilakukan pada partisipan kedua untuk diagnosa kedua yaitu
resiko perilaku kekerasan setelah dilakukan kunjungan sebanyak lima kali
partisipan dan keluarga mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala,
akibat serta cara yang dilakukan partisipan untuk mengontrol rasa
marahnya, serta penyelesaian masalah keluarga dalam merawat partisipan,
partisipan mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang
diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan
minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri, partisipan mampu
melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal
(mengungkapkan, menolak dan meminta dengan cara yang baik), partisipan
mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti
berdzikir, sholat dan berpuasa dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke
dalam jadwal harian.

Evaluasi yang dilakukan pada partisipan kedua untuk diagnosa ketiga yaitu
isolasi sosial setelah dilakukan lima kali kunjungan partisipan dan keluarga
mampu menceritakan penyebab isolasi sosial dan penyelesaian masalah
keluarga dalam merawat partisipan, partisipan mampu melaku kan
berkenalan dan berinteraksi dengan 1 orang, partisipan mampu berinteraksi
dengan 2-3 orang lain, partisipan mampu berinteraksi dengan 4-5 orang lain,
partisipan mampu berinteraksi saat melakukan kegiatan sosial, serta
keluarga mampu membimbing dan terlibat dalam merawat dan latihan
pasien dilakukan secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.

Menurut Afnuhazi (2015) evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk


menilai efek dari tindakan keperawatan pada partisipan. Evaluasi dilakukan
sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan
dengan membandingkan respon partisipan pada tujuan yang telah
ditentukan.

Berdasarkan hasil penelitian kedua kasus kelolaan evaluasi keperawatan


yang telah dilakukan dan teori yang telah dijelaskan diatas, penulis
beransumsi evaluasi keperawatan yang diharapkan pada partisipan dengan
halusinasi adalah partisipan mengetahui tentang halusinasinya dan mampu
melakukan latihan untuk mengontrol halusinasi dengan mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian. Oleh sebab itu penting bagi perawat
melakukan evaluasi keperawatan untuk menilai sejauh mana kemampuan
klien dalam latihan yang diberikan dan harus sesuai seperti yang dijelaskan
teori diatas.
BAB V
PENUTUP

Berdasarkan hasil deskripsi asuhan keperawatan pada kedua partisipan dengan


halusinasi yang dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2017 sampai dengan 31 Mei
2017 maka dapat disimpulkan :

A. Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian penulis menemukan keluhan partisipan berupa mendengar
suara-suara yang mengajak bercakap-cakap, menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya. Faktor predisposisi partisipan dengan halusinasi adanya
faktor biologis dari keluarga, faktor psikologis dan sosial budaya seperti
kegagalan dalam hubungan sosial. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan
keluhan dan kelainan pada kedua partisipan. Status mental kedua partisipan
mengalami gangguan pada persepsi, isi pikir dan proses pikir. Terapi medis
yang diberikan antipsikotik seperti Haloperidol, Chlorpromazine anti
parkinson seperti Trihenski phenidol.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua partisipan yaitu pada
diagnosa keperawatan pertama adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran dan diagnosa keperawatan kedua yaitu resiko perilaku
kekerasan. Untuk diagnosa ketiga partisipan satu mengalami defisit
perawatan diri dan partisipan dua mengalami isolasi sosial. Dalam
mengumpulkan data dan menegakkan diagnosa penulis tidak menemukan
hambatan karena partisipan cukup kooperatif dan keluarga partisipan
terbuka dengan penulis.

3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan yang ditemukan pada
kedua partisipan sesuai dengan teori. Diagnosa pertama halusinasi untuk
kedua partisipan yaitu membuat intervensi mengacu pada prinsip strategi
pelaksanaan halusinasi mulai dari identifikasi halusinasi, isi, frekuensi,
situasi dan latihan mengontrol halusinasi dengan menghardik, minum obat
secara teratur, bercakap-cakap dan melakukan aktivitas sehari-hari dan
diharapkan dapat mengatasi masalah partisipan. Diagnosa kedua resiko
perilaku kekerasan untuk kedua partisipan intervensi keperawatan meliputi
prinsip strategi pelaksanaan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, latihan tarik napas dalam dan pukul bantal, minum obat secara
teratur, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan yang
baik), dan spiritual. Diagnosa ketiga defisit perawatan diri untuk partisipan
pertama meliputi melatih menjaga kebersihan diri mandi, gosok gigi dan
cuci rambut, melatih cara berdandan yang baik, melaatih cara makan/minum
yang baik, melatih BAB/BAK yang baik. Diagnosa ketiga isolasi sosial
untuk partisipan kedua meliputi latihan berkenalan dengan satu orang,
latihan berkenalan dan berinteraksi dengan 2-3 orang, latihan berkenalan
dan berinteraksi dengan 4-5 orang, latihan berinteraksi dengan melakukan
kegiatan sosial.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang
telah dibuat sebelumnya untuk ketiga masalah keperawatan yang ditemukan
untuk kedua partisipan. Implementasi meliputi strategi pelaksanaan
halusinasi, resiko perilaku kekerasan , defisit perawatan dan isolasi sosial.
Dengan harapan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan dan kriteria yang
telah ditetapkan.

5. Evaluasi keperawatan
Pada evaluasi untuk masalah keperawatan sudah dapat teratasi. Dibuktikan
dengan kedua partisipan mampu mengetahui dan melakukan latihan strategi
pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi telah diajarkan dengan dilakukan
secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian. Partsipan mampu
mengetahui dan melakukan latihan strategi pelaksanaan untuk mengontrol
marah yang telah diajarkan dengan dilakukan secara mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian. Partsipan mampu menjaga kebersihan
diri dengan mandi, gosok gigi, cuci rambu, berdandan yang benar,
makan/minum, BAB/BAK yang benar dengan dilakukan secara mandiri dan
dimasukkan ke dalam jadwal harian. Partisipan mampu berkenalan dan
berinteraksi dengan orang lain dan melakukan kegiatan sosial dilakukan
secara mandiri dan dimasukkan ke dalam jadwal harian.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Bagi Penulis agar dalam penerapan asuhan keperawatan pada partisipan
dengan halusinasi tidak hanya tertuju kepada klien, tetapi juga kepada
keluarga dan orang terdekat partisipan sebagai wujud asuhan keperawatan
yang komprehensif.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi di klinik maupun di komunitas masyarakat.

3. Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa Puskesmas Nanggalo


Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa Puskesmas Nanggalo dapat
mengembangkan program kesehatan jiwa yang dapat memfasilitasi
penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa yang dialami klien dan
keluarga dengan halusinasi.

4. Penulis Selanjutnya
Dapat mengembangkan penulisan lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan pada klien halusinasi. Selain itu peneiti selanjutnya dapat
menggali lebih dalam lagi proses asuhan keperawatan yang berbasis klien
dan keluarga pada masalah kesehatan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat


Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr.
AminogondohutomoSemarang. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses
tanggal 17 Januari 2017 pukul 13.51 WIB.

Bagyono, Tuntas. 2013. Kunci Praktis Untuk Metodelogi Penelitian Kesehatan


Promotif- Preventif. Yogyakarta: Ombak.
Budiman. 2013. Penelitian Kesehatan. Bandung: PT Refika Aditama.

Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Data Progam Kesehatan Jiwa Dinas
Kesehatan Kota Padang.

Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Halawa, Aristina. 2015. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi


Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
Pasien Skizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwamenur
Surabaya. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 18 Januari
2017 pukul 13.04 WIB.

Herdman, T. Heather. 2017. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan


Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Mardalis. 2010. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal) edisi 1. Jakarta:
Bumi Aksara.
Mirza, dkk. 2015. Hubungan Lamanya Perawatan Paseien Skizofrenia dengan
Stres Keluarga. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 17
Januari 2017 pukul 07.50 WIB.
Medical Record Puskesmas Nanggalo Padang. 2016.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.

Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2
edisi 4. Jakarta: EGC.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa


Masyarakat. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar. 2013.

Sari. 2014. Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien Halusinasi


Dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Halusinasi Di Rumah.
http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 03 Maret 2017 pukul
06.23 WIB.

Supardi, Sudibyo dan Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: TIM.
Swanson, Elizabeth, dkk. Copyright 2013. Nursing Outcomes (NOC) Edisi
Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia
Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wagner, Cherly M, dkk. Copyright 2013. Nursing Interventions Classification


(NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia.
Yosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

.................... 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Lampiran 3

Format Skrinning Klien yang mengalami Skizofrenia dengan Halusinasi


1. Klien dengan halusinasi memiliki tanda dan gejala berikut :
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Ya Tidak
b. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu dan monster
Ya Tidak
c. Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
Ya Tidak
d. Bicara atau tertawa sendiri
Ya Tidak

e. Marah tanpa sebab


Ya Tidak
f. Mondar mandir tanpa arah
Ya Tidak

2. Klien mengalami halusinasi lebih dari 3 bulan


Ya Tidak

3. Klien dengan halusinasi yang pernah di rawat di rumah sakit jiwa


Ya Tidak

4. Klien dengan halusinasi melakukan kontrol/ pengobatan ke Puskesmas


Nanggalo Padang (1 tahun terakhir)

Ya Tidak

CAT : Jika jumlah jawaban “YA” >= 8 maka klien termasuk dalam kriteria
sampel, jika jumlah jawaban “YA” < 8 maka klien tidak termasuk dalam
kriteria sampel.
Lampiran 9

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

I. IDENTITAS KLIEN

Inisial : Ny.E Tanggal Pengkajian :22 Mei 2017

Umur : 32 tahun

II. KELUHAN SAAT DIKAJI

Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan saat ini masih sering mendengar
suara-suara seperti menasehati, menakuti dan melihat bayangan putih. Klien
mengatakan mendengar suara-suara tersebut ketika klien sedang duduk
sendirian dan melamun. Klien mengatakan jika mulai mendengar suara-suara
tersebut klien menyibukkan diri dengan bermain gitar ,bernyanyi dan
mengusir suara-suara tersebut. Namun klien mengatakan cara tersebut
kadang tidak dapat menghilangkan suara-suara yang terdengar oleh klien.
Klien mengatakan sangat terganggu dengan suara-suara yang terdengar. Klien
mengatakan mudah marah apabila ada orang yang membuat klien kesal, klien
mengatakan susah untuk mengontrol rasa marah yang dirasakan.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Gangguan Jiwa dimasa Lalu
Keluarga mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu

2. Pengobatan Sebelumnya
Keluarga mengatakan Ny.E pernah dirawat 2 kali di RSJ Prof HB Saanin
Padang tahun 2010 saat masuk pertama klien dirawat selama 1 minggu
setelah itu klien pulang di rawat di rumah setelah 3 bulan klien masuk
kembali ke RSJ Prof HB Saanin Padang dan dirawat kembali selama 1
minggu.

3. Trauma
klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma.
a. Aniaya Fisik
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik.
b. Aniaya Seksual
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual.
c. Penolakan
klien mengatakan tidak pernah mengalami penolakan dalam keluarga
ataupun dilingkungan rumahnya.
d. Kekerasan dalam Keluarga
Klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam
keluarganya.
e. Tindakan Kriminal
Klien pernah melukai tangan kakaknya dengan kaca.

Masalah Keperawatan : resiko perilaku kekerasan

4. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa


Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa seperti klien.

Masalah Keperawatan :

5. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan


klien mengatakan pernah diputuskan oleh pacarnya ketika SMA.

Masalah Keperawatan :

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda vital : TD : . 130/80 mmHg N : 87 x/m S : 36,50C P : 20 x/m
2. Ukuran : TB : 155 cm BB : 60 Kg
3. Keluhan Fisik : tidak ada

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah


V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

Keterangan :

: Perempuan : Klien

: Laki-laki : Hubungan keluarga

: Meninggal --------- : Tinggal serumah

Jelaskan : klien tinggal serumah bersama ibunya, pengambil


keputusan adalah ibu, ayah klien sudah meniggal.

Masalah Keperawatan :

2. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien mengatakan malu dengan dirinya, dan
merasa dirinya tidak baik
b. Identitas : klien mengetahui dirinya sebagai anak dan
dahulunya pernah sekolah. Klien mengatakan mengetahui keadaan
penyakitnya saat ini.
c. Peran : klien mengatakan tidak ada peran dalam keluarga
d. Ideal diri : klien ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa
hidup seperti orang lain
e. Harga diri : klien mengatakan merasa putus asa, tidak percaya
diri dan kadang merasa tidak berarti bagi keluarganya dan merasa
hanya bisa menyusahkan keluarganya, karena klien tidak bisa
melakukan apapun untuk membantu keluarganya. Klien mengatakn
tidak bisa bekerja karena kondisinya saat ini. Klien mudah curiga dan
mudah marah sehingga sulit untuk berhadapan dengan orang lain.
Karena klien susah untuk mengontrol perasaan dan perilakunya.

Masalah Keperawatan: harga diri rendah

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
ibu dan kakaknya yang bekerja di Malaisya

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat


klien mengatakan ada ikut peran serta dalam kegiatan
kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus
seperti lomba joget, puisi, dan klien dahulunya juga ikut dalam band

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain


Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain.

Masalah keperawatan :

4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
klien mengatakan beragama islam

b. Kegiatan ibadah
klien mengatakan tidak ada sholat

Masalah Keperawatan :

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan
√ Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian
tidak tidak sesuai biasanya
Jelaskan : tampak gigi dan mulut kotor, dan bau mulut akibat klien
merokok, dan klien mengatakan jarang mandi dan tidak gosok gigi,
karena klien malas.

2. Pembicaraan
√ Cepat √ Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan
Jelaskan : saat berbicara klien berbicara cepat dan keras
Masalah Keperawatan :

3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

4. Alam perasaaan
√ Sedih √ Ketakutan √ Putus asa √ Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan
:
Masalah Keperawatan :

5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :
6. lnteraksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif √ Mudah tersinggung
Kontak mata (-) Defensif √ Curiga
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

7. Persepsi
√ Pendengaran √ Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien mengatakan mendengar suara-suara seperti menakuti,
menasehati dan melihat bayangan putih.
Masalah Keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi
8. Proses Pikir

√ sirkumtansia tangensial kehilangan asosiasi


l


flight of idea blocking pengulangan
pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : pembicaraan berbelit-belit namun sampai pada tujuan
Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir
9. Isi Pikir
√ Obsesi √ Fobia Hipokondria
Depersonalisasi √ ide yang pikiran magis
terkait √
Jelaskan : klien mengatakan ada niat untuk bunuh diri
Masalah Keperawatan : gangguan isi pikir
10. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor
Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan :
............................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

11. Memori
√ Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka
pendek gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan :
............................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


√ mudah beralih √ tidak mampu konsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

13. Kemampuan penilaian


√ Gangguan ringan gangguan bermakna
Jelaskan :
..........................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

14. Daya tilik diri


mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan :
...........................................................................................................................
Masalah Keperawatan :
VII. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah √ reaksi lambat/berlebih

Teknik relaksasi bekerja berlebihan


Aktivitas konstruktif menghindar
Olahraga mencederai diri
Lainnya lainnya :
Masalah Keperawatan :

VIII. Masalah Psikososial dan Lingkungan:


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : tidak ada
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: tidak ada

√ Masalah dengan pendidikan, spesifik karena klien mengalami perasaan


ingin merasakan kuliah

√ Masalah dengan pekerjaan, spesifik : klien juga ingin bekerja namun tidak
memungkinkan karena penyakit klien
Masalah dengan perumahan, spesifik : tidak ada

√ Masalah ekonomi, spesifik: klien mengatakan cemas nanti ibu klien


semakin tua dan tidak bisa bekerja lagi, dan kakak klien yang biasanya
memberikan uang nanti jika sudah menikah tidak bisa lagi membantu
kehidupan klien dengan ibunya sepenuhnya
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: tidak ada
Masalah lainnya, spesifik : tidak ada

X. Pengetahuan Kurang Tentang:


Penyakit jiwa sistem pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik

√ Koping √ obat-obatan
Lainnya :

XI. Aspek Medik


Diagnosa Medik : skizofrenia
Terapi Medik : Haloperidol (2x1),
Risperidon 3 ml (2x1),
Chlorpromazine (1x1),
Trihenski phenidol (2x1),
Amitripilin (2x1),
Vitamin B kompleks (2x1)
B. FORMAT ANALISA DATA

No Data Masalah
1. DO: partisipan tampak binggung, tertawa Gangguan persepsi
sendiri, fikiran partisipan magis. sensori halusinasi :
pendengaran

DS: partisipan mengatakan ada mendengar


suara-suara yang melarang, menasehati,
menakuti, partisipan juga mengatakan ada
melihat bayangan putih

2. DO: partisipan tampak mudah tersinggung dan Resiko perilaku


curiga kepada orang lain kekerasan

DS: partisipan mengatakan susah untuk


mengontrol rasa marah apabila ada yang
membuat partisipan emosi, dan partisipan
pernah masuk ke RSJ karena melukai
kakaknya

3. DO: gigi dan mulut partisipan tampak kotor Defisit perawatan diri
dan mulut partisipan berbau.

DS: partisipan mengatakan jarang


mandi, partisipan mengatakan malas
mandi, jarang gosok gigi
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tanggal Tanggal Paraf


Keperawatan Muncul Teratasi
1. Gangguan persepsi 22 Mei 2017 31 Mi 2017
sensori halusinasi
Resiko perilaku 22 Mei 2017 31 Mei 2017
kekerasan
2. Defisit perawatan 22 Mei 2017 31 Mei 2017
diri
C. FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x SP 1 pasien :
persepsi sensori mengontrol pertemuan diharapkan
: halusinasi 1. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi,
halusinasi klien mampu
pencetus, perasaan, respon
sesuai strategi mengontrol halusinasi
pelaksanaan dengan cara : 2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi minum obat teratur ,
meghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari
tindakan
1. Minum obat secara 3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur
keperawatan
teratur dan jelaskan 6 benar minum obat
2. Dengan cara latihan 4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian klien
menghardik
3. Dengan cara latihan Sp 2 pasien :
bercakap-cakap 1. Evaluasi kegiatan minum obat, beri pujian
4. Dengan cara latihan 2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
melakukan aktivitas 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien
sehari-hari
Sp 3 pasien

1. Evaluasi kegiatan latihan minum obat teratur dan latihan


menghardik
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Sp 4 pasien :

1. Evaluasi kegiatan latihan minum obat, menghardik dan bercakap-


cakap. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian
3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Keluarga Setelah dilakukan Sp 1 keluarga
mampu pertemuan 2-4 x
1. Diskusikan masalah yang dirasakan merawat pasien halusinasi
mengenal pertemuan keluarga
2. Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses terjadinya halusinasi
masalah mampu mengarahkan
3. Jelaskan cara merawat pasien halusinasi
halusinasi, pasien dalam
mampu mengontrol halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi :minum obat teratur
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. beri pujian
merawat
pasien
Sp 2 keluarga
halusinasi
dengan baik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih pasien minum
memanfaatkan obat secara teratur, beri pujian
fasilitas 2. Jelaskan cara latihan menghardik
pelayanan 3. Latih cara menghardik
kesehatan 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian
untuk folow up
pasien secara
teratur Sp 3 keluarga

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien minum


obat teratur, menghardik, beri pujian
2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien
terutama saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian

Sp 4 keluarga

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien minum


obat teratur, menghardik, dan bercakap-cakap, beri pujian
2. Latih cara merawat pasien dengan mengontrol halusinasi
melalui kegiatan sehari-hari
3. Jelaskan follow up PKM tanda kambuh, rujukan
4. Anjurkan membantu pasien sesuai dengan jadwal dan
berikan pujian

Resiko perilaku Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x SP 1 Pasien


kekerasan mengontrol pertemuan diharapkan
1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan
rasa marah klien mampu
dan akibat perilaku kekerasan
sesuai strategi mengontrol rasa marah
2. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik,
pelaksanaan dengan cara :
minum obat secara teratur, verbal dan spiritual
tindakan 1. Minum obat secara 3. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik
keperawatan teratur tarik napas dalam dan pukul bantal
2. Dengan cara latihan 4. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
fisik tarik napas
dalam dan pukul SP 2 Pasien
bantal 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul
3. Dengan cara latihan bantal. Beri pujian
verbal 2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
(mengungkapkan, teratur (jelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi
meminta dan dan cara kontinuitas minum obat)
menolak dengan 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
cara yang baik)
4. Dengan cara SP 3 Pasien
spiritual 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan minum obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal (mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara
yang baik)
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4 Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan minum obat serta latihan
verbal. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
3. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga Setelah dilakukan SP 1 Keluarga
mampu pertemuan 2-4 x
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
mengenal pertemuan keluarga
2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses
masalah resiko mampu mengarahkan
terjadinya perilakun kekerasan
perilaku pasien dalam
3. Jelaskan cara merawat perilaku kekerasan‟
kekerasan, mengontrol perilaku
4. Latih cara merawat perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1,2
mampu kekerasan
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
merawat
pasien perilaku
kekerasan
dengan baik, SP 2 Keluarga
memanfaatkan
fasilitas 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan
pelayanan fisik 1,2. Beri pujian
kesehatan 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
untuk folow up 3. Latih cara memberikan/membimbing minum obat
pasien secara 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
teratur
SP 3 Keluarga

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien latihan


fisik 1,2 dan memberikan obat. Beri pujian
2. Latih cara membimbing verbal/bicara
3. Latih cara membimbing kegiatan spiritual
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
SP 4 Keluarga

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan


fisik 1,2 dan memberikan obat, verbal dan spiritual. Beri pujian.
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

Defisit Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x SP 1 Pasien


perawatan diri menjaga pertemuan diharapkan
1. Identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri,
kebersihan diri klien mampu menjaga
berdandan, makan/minum, BAB/BAK
sesuai strategi kebersihan diri dengan
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri
pelaksanaan cara :
3. Jelaskan cara dan alat kebersihan diri
tindakan
1. Mandi, sikat gigi, 4. Latih cara menjaga kebersihan diri mandi dan ganti pakaian,
keperawatan
cuci rambut dan sikat gigi, cuci rambut, potong kuku,
potong kuku 5. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
2. Berdandan yang
benar SP 2 Pasien
3. Makan/minum 1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian
yang benar 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan setelah kebersihan
4. BAB/BAK yang diri, sisiran, rias muka untuk wanita
benar 3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 Pasien

1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian


2. Jelaskan cara dan alat makan/minum yang baik
3. Masukkan pada jadwal kegiatan

harian SP 4 Pasien

1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan/minum.


Beri pujian
2. Jelaskan cara BAB/BAK yang baik
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga Setelah dilakukan SP 1 Keluarga


mampu pertemuan 2-4 x
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
mengenal pertemuan keluarga
2. Jelskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya
masalah defisit mampu mengarahkan
defisit perawatan diir
perawatan diri, pasien dalam menjaga
3. Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri
mampu kebersihan diri
4. Latih cara merawat kebersihan diri
merawat
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pasien defisit
reinforcement
perawatan diri
dengan baik, SP 2 Keluarga
memanfaatkan
fasilitas 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
pelayanan kebersihan diri. Beri pujian
kesehatan 2. Bimbing keluarga membantu pasien berdandan
untuk folow up 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
pasien secara reinforcement
teratur
SP 3 Keluarga

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien


kebersihan diri, dan berdandan. Beri pujian
2. Bimbing keluarga membantu makan/minum pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan
reinforcement

SP 4 Keluarga

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien


kebersihan diri,berdandan, makan/minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat BAB/BAK pasien
3. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
D. FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Paraf
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
22 Gangguan SP 1 klien S : pasien mengatakan masih mendengar
Mei persepsi 1. Membina hubungan saling percaya suara-suara, dan melihat bayangan, dan
2017 sensori 2. Membantu pasien menyadari gangguan persepsi mengatakan mengerti tentang minum obat
halusinasi sensori halusinasi secara teratur
- Tanyakan pendapat klien mengenai : halusinasi O: klien tampak berbicara ngaur, klien
- Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, tampak ketakutan, klien tampak mengerti
situasi pencetus, respon, perasan , upaya yang tentang minum obat secara teratur
dilakukan untuk mengontrol halusinasi A: klien mampu melakukan secara mandiri
3. Jelaskan cara mengontrol halusinasi masalah teratasi sebagian
4. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
minum obat secara teratur ( 6 benar minum obat)
5. Masukkan ke dalam kegiatan harian pasien
23 Sp 2 pasien S : pasien mengatakan masih mendengar
Mei 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat secara suara-suara, dan melihat bayangan, dan
2017 teratur mengatakan mengerti tentang cara
2. Menjelaskan dan melatih pasien cara menghardik
menghardik O: klien tampak berbicara ngaur, klien
3. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian tampak ketakutan, klien tampak mengerti
klien tentang cara menghardik dan mampu
melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP3

24 Sp 3 pasien S : pasien mengatakan sudah mulai


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat dan latihan berkurang mendengar suara-suara, dan
2017 menghardik melihat bayangan, dan mengatakan mengerti
2. Menjelaskan dan melatih mengontrol halusinasi tentang cara bercakap-cakap
dengan cara bercakap-cakap O: klien tampak berbicara ngaur, klien
3. Memasukkkan ke dalam jadwal kegiatan harian tampak ketakutan, klien tampak mengerti
pasien tentang cara latihan bercakap-cakap dan
mampu melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP4
24 Sp 4 pasien S : pasien mengatakan sudah mulai
Mei 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat, latihan berkurang mendengar suara-suara, dan
2017 menghardik dan bercakap-cakap melihat bayangan, dan mengatakan mengerti
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan tentang cara melakukan kegiatan sehari-hari
melakukan kegiatan sehari-hari O: klien tampak berbicara ngaur, klien
3. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian tampak ketakutan, klien tampak mengerti
pasien tentang cara latihan melakukan kegiatan
sehari-hari dan mampu melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 4

25 Sp keluarga S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang


Mei 1. Membina hubungan saling percaya penjelasan mengenai halusinasi, dan cara
2017 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga merawat pasien halusinasi
dalam merawat pasien O: keluaraga tampak memahami penjelasan
3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses yang diberikan dengan , mampu mengulangi
terjadinya halusinasi kembali
4. Melatih keluarga merawat pasien halusinasi A : keluarga mampu merawat pasien dengan
5. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga mandiri masalah teratasi sebagian
dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
6. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan
gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas kesehatan
7. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur
25 Resiko SP 1 klien S : pasien mengatakan masih ada perasaan
Mei perilaku 1. Membina hubungan saling percaya kesal dan marah
2017 kekerasan 2. Mendiskusikan dan mengidentifikasi penyebab O: klien mampu melakukan latihan fisik
rasa marah yang menyebabkan perilaku tarik napas dalam dan pukul bantal
kekerasan, tanda dan gejala, seeta cara yang
A: klien mampu melakukan secara mandiri
dilakukan untuk mengontrol marah dan akibat
dari cara yang dilakukan tersebut. masalah teratasi sebagian
3. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
dengan latihan fisik, minum obat teratur, cara
verbal dan spiritual
4. Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul
bantal
5. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
pasien

26 SP 2 Pasien S: klien mengatakan perasaaan marah dapat


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik tarik napas terkontrol
2017 dalam dan pukul bantal. Memberikan pujian O : klien mampu mengetahui cara minum
2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol obat yang benar
perilaku kekerasan dengan minum obat teratur
A : klien mampu melakukan secara
(menjelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna,
dosis, frekuensi dan cara kontinuitas minum mandiri P : optimalkan SP 2 , lanjutkan SP
obat) 3
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian

27 SP 3 Pasien S: klien mengatakan klien mengatakan


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan perasaaan marah dapat terkontrol
2017 minum obat. Memberi pujian O : klien mampu melakukan latihan cara
2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol verbal
perilaku kekerasan dengan cara verbal
A : klien mampu melakukan secara
(mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara
yang baik) mandiri P : optimalkan SP 3. Lanjutkan SP
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian 4
28 SP 4 Pasien S: klien mengatakan klien mengatakan
Mei 1. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan perasaaan marah dapat terkontrol
2017 minum obat serta latihan verbal. Memberi pujian O : klien mampu melakukan latihan spiritual
2. Menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku dengan berdzikir
kekerasan dengan spiritual A : klien mampu melakukan secara mandiri
3. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian P : optimalkan SP 4
28 SP keluarga S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang
Mei 1. Membina hubungan saling percaya penjelasan mengenai resiko perilaku
2017 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga kekerasan, dan cara merawat pasien resiko
dalam merawat pasien perilaku kekerasan O: keluaraga tampak
3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses
memahami penjelasan yang diberikan
terjadinya perilaku kekerasan
4. Melatih keluarga cara merawat pasien resiko dengan , mampu mengulangi kembali
perilaku kekerasan A : keluarga mampu merawat pasien dengan
5. Membimbing keluarga merawat resiko perilaku mandiri masalah teratasi sebagian
kekerasan P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
6. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga
dan lingkungan untuk mengontrol emosinya
7. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala
kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan
8. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur
29 Defisit SP 1 Pasien S : klien mengatakan mengerti tentang cara
Mei perawatan diri 1. Membina hubungan saling percaya menjaga kebersihan diri
2017 2. Mengidentifikasi masalah perawatan diri, O : klien mampu menjelaskan cara menjaga
kebersihan diri, berdandan, makan/minum,
BAB/BAK kebersihan diri mandi
3. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri A : klien mampu melakukan dengan
1. Menjelaskan cara dan alat kebersihan diri mandiri P : optimalkan SP 1, lanjutkan SP 2
2. Menjelaskan dan melatih cara menjaga
kebersihan diri mandi dan ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, potong kuku,
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

30 SP 2 Pasien S : klien mengatakan mengerti cara


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri berdandan yang benar
2017 pujian. O : klien mampu menjelaskan dan
2. Menjelaskan dan melatih cara dan alat untuk
melakukan cara berdandan yang benar
berdandan setelah kebersihan diri, sisiran, rias
muka untuk wanita A : klien mampu melakukan dengan
3. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian mandiri P : optimalkan SP 2, lanjutkan SP 3

30 SP 3 Pasien S : klien mengatakan mengerti cara


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan kebersihan diri dan makan/minum yang benar
2017 berdandan. Beri pujian O : klien mampu menjelaskan dan
2. Menjelaskan dan melatih cara dan alat
melakukan cara makan/minum yang benar
makan/minum yang baik
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian A : klien mampu melakukan dengan
mandiri P : optimalkan SP 3, lanjutkan SP 4
31 SP 4 Pasien S : klien mengatakan mengerti cara
Mei 1. Mengevaluasi kegiatan kebersihan diri, BAB/BAK yang benar
2017 berdandan, makan/minum. Beri pujian O : klien mampu menjelaskan dan
2. Menjelaskan cara BAB/BAK yang baik
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian melakukan cara BAB/BAK yang benar
A : klien mampu melakukan dengan
mandiri P : optimalkan SP 4
31 SP Keluarga S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang
Mei 1. Membina hubungan saling percaya penjelasan mengenai defisit perawatan diri,
2017 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam dan cara merawat pasien defisit perawatan
merawat pasien defisit perawatan diri diri
3. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, proses
O: keluaraga tampak memahami penjelasan
terjadinya defisit perawatan diri dan mengambil
keputusan merawat pasien yang diberikan dengan , mampu mengulangi
4. Mendiskusikan bersama keluarga tentang kembali
fasilitas lebersihan diri yang dibutuhkan pasien A : keluarga mampu merawat pasien dengan
untuk menjaga perawatan diri mandiri masalah teratasi sebagian
5. Melatih keluarga cara merawat/membi,bing P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
kebersihan diri, berdandan, makan/minum,
BAB/BAK pasien
6. Melatih
7. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga
dan lingkungan yang mendukung perawatan diri
pasien
9. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan gejala
kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan
8. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan
kesehatan secara teratur
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

IX. IDENTITAS KLIEN

Inisial : Ny.I Tanggal Pengkajian :22 Mei 2017

Umur : 39 tahun

X. KELUHAN SAAT DIKAJI

Saat dilakukan pengkajian partisipan mengatakan saat ini masih mendengar


suara-suara seperti mengajak, menyuruh, dan bercakap-cakap. Partisipan
mengatakan mendengar suara-suara tersebut jika sendirian dan sedang
melamun, saat mendengar suara-suara tersebut pasien mengusir suara-suara
dan kadang-kadang membiarkan suara tersebut menganggu partisipan sampai
suara tersebut hilang.
Partisipan mengatakan mudah marah apabila kehendaknya tidak dituruti. Jika
marah partisipan akan berbicara keras, dan mengeluarkan kata-kata kasar,
namun partisipan tidak pernah melempar barang, melukai diri sendiri atau
orang lain. Partisipan mengatakan susah untuk mengontrol marahnya.

XI. FAKTOR PREDISPOSISI


6. Gangguan Jiwa dimasa Lalu
Keluarga mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa
lalu

7. Pengobatan Sebelumnya
Keluarga mengatakan pengobatan sebelumnya sudah pergi berobat ke
psikiater, dukun, dan ke RSJ Prof HB Saanin Padang. Partisipan minum
obat sejak tahun 2001. Namun obat dihentikan selama 2 tahun karena
partisipan mengikuti pengobatan tradisional. Setelah itu dilanjutkan
kembali minum obat tahun 2004 sampai sekarang.

8. Trauma
klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma.
f. Aniaya Fisik
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik.

g. Aniaya Seksual
klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya seksual.
h. Penolakan
klien mengatakan tidak pernah mengalami penolakan dalam keluarga
ataupun dilingkungan rumahnya.

i. Kekerasan dalam Keluarga


Klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam
keluarganya.

j. Tindakan Kriminal
Klien tidak pernah melakukan tindakan kriminal

Masalah Keperawatan :

9. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa


Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa seperti klien.

Masalah Keperawatan :

10. Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan


klien mengatakan pernah diputuskan oleh pacarnya ketika SMA.

Masalah Keperawatan :

XII. PEMERIKSAAN FISIK


4. Tanda vital : TD : . 110/80 mmHg N : 80 x/m S : 36,60C P : 18 x/m
5. Ukuran : TB : 158 cm BB : 65 Kg
6. Keluhan Fisik : tidak ada

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah


XIII. PSIKOSOSIAL

5. Genogram

Keterangan :

: Perempuan : Klien

: Laki-laki : Hubungan keluarga

: Meninggal --------- : Tinggal serumah

Jelaskan : klien tinggal serumah bersama ayah dan ibunya,


pengambil keputusan di rumah biasanya ayah, dan jika ada masalah dilakukan
musyawarah dengan anggota keluarga lainnya
Masalah Keperawatan :

6. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien partisipan mengatakan menyukai seluruh
anggota tubuhnya.
b. Identitas : klien mengetahui dirinya sebagai anak dan
dahulunya pernah sekolah. Klien mengatakan mengetahui keadaan
penyakitnya saat ini.
c. Peran : klien mengatakan mengetahui perannya sebagai
anak karena partisipan sering mengerjakan kegiatan rumah seperti
menyapu, mencuci piring untuk membantu ibunya dan menjadi
kakak bagi adiknya
d. Ideal diri : klien ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa
hidup seperti orang lain
e. Harga diri : klien mengatakan partispan mengatakan kurang
percaya diri dan mudah putus asa.

Masalah Keperawatan:

7. Hubungan Sosial
d. Orang yang berarti :
Ibu dan ayahnya
e. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
klien mengatakan ada ikut peran serta dalam kegiatan
kelompok/masyarakat seperti mengikuti acara lomba 17 Agustus
seperti lomba joget, puisi, dan klien dahulunya juga ikut dalam band

f. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain


Klien mengatakan mengalami hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain karena partisipan memiliki sifat pendiam

Masalah keperawatan : isolasi sosial

8. Spiritual
c. Nilai dan keyakinan
klien mengatakan beragama islam

d. Kegiatan ibadah
klien mengatakan ada mengerjakan sholat dan berpuasa

Masalah Keperawatan :

XIV. S
TATUS MENTAL
15. Penampilan
√ Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian
tidak tidak sesuai biasanya
Jelaskan : tampak gigi dan mulut kotor, dan bau mulut akibat klien
merokok, dan klien mengatakan jarang mandi dan tidak gosok gigi,
karena klien malas.
16. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis √ Lambat √ Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan
Jelaskan : saat berbicara klien berbicara lambat dan membisu
Masalah Keperawatan :

17. Aktivitas Motorik:


√ Lesu √ Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

18. Alam perasaaan


√ Sedih √ Ketakutan √ Putus asa √ Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan
:
Masalah Keperawatan :

19. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

20. lnteraksi selama wawancara


Bermusuhan √ Tidak kooperatif Mudah tersinggung
√ Kontak mata (-) Defensif Curiga
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

21. Persepsi

Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien mengatakan mendengar suara-suara seperti mengajak dan
menyuruh
Masalah Keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi
22. Proses Pikir

sirkumtansia tangensial kehilangan asosiasi


l

flight of idea √ blocking pengulangan


pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : pembicaraan berhenti, lalu dilanjutan kembali
Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir
23. Isi Pikir
√ Obsesi √ Fobia Hipokondria
Depersonalisasi ide yang terkait pikiran
magis
Jelaskan : klien mengatakan selalu muncul fikiran yang menganggu dirinya
Masalah Keperawatan : gangguan isi pikir
24. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor
Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan :
............................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

25. Memori
√ Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka
pendek gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan :
............................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

26. Tingkat konsentrasi dan berhitung


√ mudah beralih √ tidak mampu konsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :

Masalah Keperawatan :

27. Kemampuan penilaian


√ Gangguan ringan gangguan bermakna
Jelaskan :
..........................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

28. Daya tilik diri


mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan :
...........................................................................................................................
Masalah Keperawatan :

XV. Mekanisme Koping


Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah √ reaksi lambat/berlebih
Teknik relaksasi bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif √ menghindar
Olahraga mencederai diri
Lainnya lainnya :
Masalah Keperawatan :

XVI. Masalah Psikososial dan Lingkungan:


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : tidak ada

√ Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: klien mengatakan sulit


untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
Masalah dengan pendidikan, spesifik tidak ada
Masalah dengan pekerjaan, spesifik : tidak ada
Masalah dengan perumahan, spesifik : tidak ada
Masalah ekonomi, spesifik: tidak ada
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: tidak ada
Masalah lainnya, spesifik : tidak ada

XII. Pengetahuan Kurang Tentang:


√ Penyakit jiwa sistem pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik

√ Koping √ obat-obatan
Lainnya :

XIII. Aspek Medik


Diagnosa Medik : skizofrenia
Terapi Medik : Haloperidol (2x1),
Risperidon 3 ml (2x1),
Chlorpromazine (1x1),
Trihenski phenidol (2x1),
Carbamarzepine (2x1)
B. FORMAT ANALISA DATA

No Data Masalah
4. DO: partisipan tampak binggung, kontak mata Gangguan persepsi
kurang saat wawancara, saat berbicara sensori halusinasi :
pasien tiba-tiba berhenti dan kembali pendengaran
melanjutkan pembicaraan

DS: partisipan mengatakan ada


mendengar suara-suara seperti
mengajak dan menyuruh hampir
setiap hari

5. DO: partisipan tampak mudah tersinggung dan Resiko perilaku


curiga kepada orang lain kekerasan

DS: partisipan mengatakan mudah marah jika


kehendaknya tidak diberikan dan
keluarga mengatakan partisipan egois
dengan keinginannya tidak mau dilarang

6. DO: partisipan tampak menyendiri, partisipan Isolasi sosial


tampak berbicara lambat dan membisu,
dan partisipan tampak menghindar,
partisipan tampak sulit memulai
pembicaraan dengan orang lain.

DS: partisipan mengatakan dahulunya


dijauhkan oleh teman-temannya karena
partisipan pendiam, partisipan
mengatakan kurang berkomunikasi
dengan orang lain
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tanggal Tanggal Paraf


Keperawatan Muncul Teratasi
3. Gangguan persepsi 22 Mei 2017 31 Mi 2017
sensori halusinasi
Resiko perilaku 22 Mei 2017 31 Mei 2017
kekerasan
4. Isolasi sosial 22 Mei 2017 31 Mei 2017
C. FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x SP 1 pasien :
persepsi sensori mengontrol pertemuan diharapkan
5. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi,
: halusinasi halusinasi klien mampu
pencetus, perasaan, respon
sesuai strategi mengontrol halusinasi
6. Jelaskan cara mengontrol halusinasi minum obat teratur ,
pelaksanaan dengan cara :
meghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas sehari-hari
tindakan
5. Minum obat secara 7. Latih cara mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur
keperawatan
teratur dan jelaskan 6 benar minum obat
6. Dengan cara latihan 8. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian klien
menghardik
7. Dengan cara latihan Sp 2 pasien :
bercakap-cakap 4. Evaluasi kegiatan minum obat, beri pujian
8. Dengan cara latihan 5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
melakukan aktivitas 6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien
sehari-hari
Sp 3 pasien

4. Evaluasi kegiatan latihan minum obat teratur dan latihan


menghardik
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
6. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Sp 4 pasien :

4. Evaluasi kegiatan latihan minum obat, menghardik dan bercakap-


cakap. Beri pujian
5. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian
6. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian pasien
Keluarga Setelah dilakukan Sp 1 keluarga
mampu pertemuan 2-4 x
6. Diskusikan masalah yang dirasakan merawat pasien halusinasi
mengenal pertemuan keluarga
7. Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses terjadinya halusinasi
masalah mampu mengarahkan
8. Jelaskan cara merawat pasien halusinasi
halusinasi, pasien dalam
9. Latih cara merawat halusinasi :minum obat teratur
mampu mengontrol halusinasi
10. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. beri pujian
merawat
pasien
Sp 2 keluarga
halusinasi
dengan baik, 5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih pasien minum
memanfaatkan obat secara teratur, beri pujian
fasilitas 6. Jelaskan cara latihan menghardik
pelayanan 7. Latih cara menghardik
kesehatan 8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian
untuk folow up
pasien secara
teratur Sp 3 keluarga

5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien minum


obat teratur, menghardik, beri pujian
6. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi
7. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien
terutama saat halusinasi
8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal , beri pujian

Sp 4 keluarga

5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien minum


obat teratur, menghardik, dan bercakap-cakap, beri pujian
6. Latih cara merawat pasien dengan mengontrol halusinasi
melalui kegiatan sehari-hari
7. Jelaskan follow up PKM tanda kambuh, rujukan
8. Anjurkan membantu pasien sesuai dengan jadwal dan
berikan pujian

Resiko perilaku Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x SP 1 Pasien


kekerasan mengontrol pertemuan diharapkan
5. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan
rasa marah klien mampu
dan akibat perilaku kekerasan
sesuai strategi mengontrol rasa marah
6. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan
pelaksanaan dengan cara :
tindakan fisik, minum obat secara teratur, verbal dan spiritual
5. Minum obat secara 7. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik tarik
keperawatan
teratur napas dalam dan pukul bantal
6. Dengan cara latihan 8. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
fisik tarik napas
dalam dan pukul SP 2 Pasien
bantal 4. Evaluasi kegiatan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul
7. Dengan cara latihan bantal. Beri pujian
verbal 5. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
(mengungkapkan, teratur (jelaskan 6 benar minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi
meminta dan dan cara kontinuitas minum obat)
menolak dengan 6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
cara yang baik)
8. Dengan cara SP 3 Pasien
spiritual 4. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan minum obat. Beri pujian
5. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal (mengungkapkan, meminta, menolak dengan cara
yang baik)
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4 Pasien
4. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan minum obat serta latihan
verbal. Beri pujian
5. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
6. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga Setelah dilakukan SP 1 Keluarga
mampu pertemuan 2-4 x
mengenal pertemuan keluarga 6. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
masalah resiko mampu mengarahkan 7. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses
perilaku pasien dalam terjadinya perilakun kekerasan
kekerasan, mengontrol perilaku 8. Jelaskan cara merawat perilaku kekerasan‟
mampu kekerasan 9. Latih cara merawat perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1,2
merawat 10. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
pasien perilaku
kekerasan
dengan baik,
SP 2 Keluarga
memanfaatkan
fasilitas 5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan
pelayanan fisik 1,2. Beri pujian
kesehatan 6. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
untuk folow up 7. Latih cara memberikan/membimbing minum obat
pasien secara 8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian
teratur
SP 3 Keluarga

5. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien latihan


fisik 1,2 dan memberikan obat. Beri pujian
6. Latih cara membimbing verbal/bicara
7. Latih cara membimbing kegiatan spiritual
8. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

SP 4 Keluarga

4. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien latihan


fisik 1,2 dan memberikan obat, verbal dan spiritual. Beri pujian.
5. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian

Isolasi sosial Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x SP 1 Pasien


berkenalan dan pertemuan diharapkan 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial : siapa yang serumah, siapa
berinteraksi klien mampu yang dekat, yang tidak dekat, apa sebabnya
dengan orang berinteraksi dengan 2. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
lain serta orang lain secara 3. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
melakukan bertahap dengan cara : 4. Latih cara berkenalan dengan anggota keluarga
kegiatan sosial 5. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
1. Latihan bercakap-
sesuai strategi
cakap antara SP 2 Pasien
pelaksanaan
pasien dan
tindakan 1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian
2. Latihan bercakap-
keperawatan 2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih
cakap dengan 2-3 2 kegaiatan)
orang lain 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
3. Latihan bercakap-
cakap dengan 4-5 SP 3 Pasien
orang lain 1. Evaluasi kegaiatan latihan berkenalan (berapa orang) dan
4. Latihan cara bicara berbicara saat melakukan 2 kegiatan harian. Beri pujian
saat melakukan 2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2
kegiatan sosial kegiatan baru)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian
SP 4 Pasien
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan
empat kegiatan harian. Beri pujian
2. Latih cara berbicara sosial: belanja ke warung, meminta
sesuatu, menjawab pertanyaan
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian

Keluarga Setelah dilakukan SP 1 Keluarga


mampu pertemuan 2-4 x 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
mengenal pertemuan keluarga bersama keluarga
masalah isolasi mampu mengajarkan, 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya
sosial, mampu mendampingi pasien isolasi sosial
merawat saat berinteraksi secara 3. Jelaskan cara merawat pasien isolasi sosial
pasien isolasi bertahap, dan berbicara 4. Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat
sosial dengan saat melakukan melakukan kegiatan harian
baik, kegiatan sosial serta 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
memanfaatkan melakukan kegiatan
fasilitas harian. SP 2 Keluarga
pelayanan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
kesehatan berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian.
untuk folow Beri pujian
up pasien 2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan
secara teratur pasien berbicara (makan, sholat bersama)
3. Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi pujian
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal

SP 3 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan
rumah tangga. Beri pujian
2. Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan sosial seperti
berbelanja, meminta sesuatu dan lain-lain
3. Latih keluarga mengajak pasien berbelanja
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. Berikan pujian

SP 4 Keluarga
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/rumah
tangga, berbelanja. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
D. FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Paraf
Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
22 Gangguan SP 1 klien S : pasien mengatakan masih mendengar suara-
Mei persepsi 6. Membina hubungan saling percaya suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan
2017 sensori 7. Membantu pasien menyadari gangguan mengerti tentang minum obat secara teratur
halusinasi persepsi sensori halusinasi O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak
- Tanyakan pendapat klien mengenai : ketakutan, klien tampak mengerti tentang minum
halusinasi obat secara teratur
- Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu A: klien mampu melakukan secara mandiri
terjadi, situasi pencetus, respon, perasan , masalah teratasi sebagian
upaya yang dilakukan untuk mengontrol P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
halusinasi
8. Jelaskan cara mengontrol halusinasi
9. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara teratur ( 6 benar minum
obat)
10. Masukkan ke dalam kegiatan harian pasien
23 Sp 2 pasien S : pasien mengatakan masih mendengar suara-
Mei 4. Mengevaluasi kegiatan minum obat secara suara, dan melihat bayangan, dan mengatakan
2017 teratur mengerti tentang cara menghardik
5. Menjelaskan dan melatih pasien cara O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak
menghardik ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara
6. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan menghardik dan mampu melakukannya
harian klien A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP3

24 Sp 3 pasien S : pasien mengatakan sudah mulai berkurang


Mei 4. Mengevaluasi kegiatan minum obat dan mendengar suara-suara, dan melihat bayangan,
2017 latihan menghardik dan mengatakan mengerti tentang cara bercakap-
5. Menjelaskan dan melatih mengontrol cakap
halusinasi dengan cara bercakap-cakap O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak
6. Memasukkkan ke dalam jadwal kegiatan ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara
harian pasien latihan bercakap-cakap dan mampu melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP4
24 Sp 4 pasien S : pasien mengatakan sudah mulai berkurang
Mei 4. Mengevaluasi kegiatan minum obat, mendengar suara-suara, dan melihat bayangan,
2017 latihan menghardik dan bercakap-cakap dan mengatakan mengerti tentang cara melakukan
5. Melatih pasien mengontrol halusinasi kegiatan sehari-hari
dengan melakukan kegiatan sehari-hari O: klien tampak berbicara ngaur, klien tampak
6. Memasukkan kedalam jadwal kegiatan ketakutan, klien tampak mengerti tentang cara
harian pasien latihan melakukan kegiatan sehari-hari dan
mampu melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 4

25 Sp keluarga S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang


Mei 8. Membina hubungan saling percaya penjelasan mengenai halusinasi, dan cara merawat
2017 9. Mendiskusikan masalah yang dirasakan pasien halusinasi
keluarga dalam merawat pasien O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang
10. Menjelaskan pengertian, tanda gejala, diberikan dengan , mampu mengulangi kembali
proses terjadinya halusinasi A : keluarga mampu merawat pasien dengan
11. Melatih keluarga merawat pasien mandiri masalah teratasi sebagian
halusinasi P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
12. Melatih keluarga menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol halusinasi
13. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan
gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan
14. Menganjurkan follow up ke fasilitas
pelayanan kesehatan secara teratur
25 Resiko SP 1 klien S : pasien mengatakan masih ada perasaan kesal
Mei perilaku 6. Membina hubungan saling percaya dan marah
2017 kekerasan 7. Mendiskusikan dan mengidentifikasi O: klien mampu melakukan latihan fisik tarik
penyebab rasa marah yang menyebabkan napas dalam dan pukul bantal
perilaku kekerasan, tanda dan gejala,
A: klien mampu melakukan secara mandiri
seeta cara yang dilakukan untuk
mengontrol masalah teratasi sebagian
marah dan akibat dari cara yang P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
dilakukan tersebut.
8. Jelaskan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan latihan fisik, minum obat
teratur, cara verbal dan spiritual
9. Melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan latihan fisik tarik napas
dalam dan pukul bantal
10. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan
harian pasien

26 SP 2 Pasien S: klien mengatakan perasaaan marah dapat


Mei 4. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik tarik terkontrol
2017 napas dalam dan pukul bantal. O : klien mampu mengetahui cara minum obat
Memberikan pujian yang benar
5. Menjelaskan dan melatih cara
A : klien mampu melakukan secara
mengontrol perilaku kekerasan dengan
minum obat teratur (menjelaskan 6 benar mandiri P : optimalkan SP 2 , lanjutkan SP
minum obat, jenis, guna, dosis, frekuensi 3
dan cara kontinuitas minum obat)
6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian

27 SP 3 Pasien S: klien mengatakan klien mengatakan perasaaan


Mei 4. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1, 2 dan marah dapat terkontrol
2017 minum obat. Memberi pujian O : klien mampu melakukan latihan cara
5. Menjelaskan dan melatih cara verbal A : klien mampu melakukan secara
mengontrol perilaku kekerasan dengan
mandiri
cara verbal (mengungkapkan, meminta,
menolak dengan cara yang baik) P : optimalkan SP 3. Lanjutkan SP 4
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
28 SP 4 Pasien S: klien mengatakan klien mengatakan perasaaan
Mei 4. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 dan marah dapat terkontrol
2017 minum obat serta latihan verbal. Memberi O : klien mampu melakukan latihan spiritual
pujian dengan berdzikir, sholat dan berpuasa
5. Menjelaskan dan melatih cara A : klien mampu melakukan secara
mengontrol perilaku kekerasan dengan mandiri P : optimalkan SP 4
spiritual
6. Masukkkan dalam jadwal kegiatan harian
28 SP keluarga S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang
Mei 10. Membina hubungan saling percaya penjelasan mengenai resiko perilaku kekerasan,
2017 11. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dan cara merawat pasien resiko perilaku kekerasan
keluarga dalam merawat pasien O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang
12. Menjelaskan pengertian, tanda
diberikan dengan , mampu mengulangi kembali
gejala, proses terjadinya perilaku
kekerasan A : keluarga mampu merawat pasien dengan
13. Melatih keluarga cara merawat pasien mandiri masalah teratasi sebagian
resiko perilaku kekerasan P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
14. Membimbing keluarga merawat resiko
perilaku kekerasan
15. Melatih keluarga menciptakan suasana
keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol emosinya
16. Mendiskusikan dengan keluarga tanda
dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan
17. Menganjurkan follow up ke
fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur
29 Isolasi sosial SP 1 klien S : pasien mengatakan senang berkenalan dengan
Mei 1. Membina hubungan saling percaya orang lain
2017 2. Mendiskusikan dan mengidentifikasi O: klien mampu melakukan latihan berkenalan
penyebab isolasi sosial : siapa yang dan bercakap-cakap dengan anggota keluarganya
serumah, siapa yang dekat, yang
A: klien mampu melakukan secara mandiri
tidak dekat, apa sebabnya
3. Mendiskusikan keuntungan punya masalah teratasi sebagian
teman dan bercakap-cakap P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
4. Mendiskusikan kerugian tidak punya
teman dan tidak bercakap-cakap
5. Melatih cara berkenalan dengan
anggota keluarga
6. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
pasien

30 SP 2 Pasien S : pasien mengatakan senang berkenalan dengan


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang lain
2017 orang). Berikan pujian O: klien mampu melakukan latihan bercakap-
2. melatih cara berbicara dengan 2-3 orang
cakap dengan 2-3 orang lain
saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegaiatan) A: klien mampu melakukan secara mandiri
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP 3
30 SP 3 Pasien S : pasien mengatakan senang berkenalan dengan
Mei 1. Mengevaluasi kegaiatan latihan berkenalan orang lain
2017 (berapa orang) dan berbicara saat O: klien mampu melakukan latihan bercakap-
melakukan 2 kegiatan harian. Berikan
cakap dengan 4-5 orang lain
pujian
2. Melatih cara berbicara dengan 4-5 orang A: klien mampu melakukan secara mandiri
saat melakukan kegiatan harian (2 masalah teratasi sebagian
kegiatan baru) P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP 4
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian

31 SP 4 Pasien S : pasien mengatakan senang berinteraksi dengan


Mei 1. Mengevaluasi kegiatan latihan berkenalan, orang lain sambil melakukan aktivitas sosial
2017 bicara saat melakukan empat kegiatan O: klien mampu melakukan latihan berinteraksi
harian. Berikan pujian
sambil melakukan kegiatan sosial
2. Melatih cara berbicara sosial: meminta
sesuatu, menjawab pertanyaan A: klien mampu melakukan secara mandiri
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 4
31 SP keluarga S: Keluaraga mengatakan mengerti tentang
Mei 1. Membina hubungan saling percaya penjelasan mengenai isolasi sosial, dan cara
2017 2. Mendiskusikan masalah yang dirasakan merawat pasien isolasi sosial
keluarga dalam merawat pasien O: keluaraga tampak memahami penjelasan yang
3. Menjelaskan pengertian, tanda
diberikan dengan mampu mengulangi kembali
gejala, proses terjadinya isolasi sosial
4. Melatih/membimbing keluarga cara A : keluarga mampu merawat pasien dengan
merawat pasien isolasi sosial mandiri masalah teratasi sebagian
5. Melatih keluarga menciptakan suasana P : memantau dan melanjutkan SP keluarga
keluarga dan lingkungan untuk
mengontrol emosinya
6. Mendiskusikan dengan keluarga tanda dan
gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan. Menganjurkan follow up ke
fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur
Lampiran 10

Dokumentasi Kunjungan Rumah Partisipan 1

Kunjungan 1

Kunjungan 2
Kunjungan 3

Kunjungan 4

Kunjungan 5

Kunjungan 6
Kunjungan 7

Kunjungan 8

Kunjungan 9

Kunjungan 10
Kunjungan 11

Kunjungan 12

Kunjungan 13

Kunjungan 14
Dokumentasi Kunjungan Rumah Partisipan II

Kunjungan 1

Kunjungan 2

Kunjungan 3
Kunjungan 4

Kunjungan 5

Kunjungan 6

Kunjungan 7
Kunjungan 8

Kunjungan 9

Kunjungan 10

Kunjungan 11
Kunjungan 12

Kunjungan 13

Kunjungan 14

Anda mungkin juga menyukai