STROKE HEMORAGIK
OLEH :
ALISMAR SARIDON
NIM : 1941111
PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. AWALUDDIN, S.Kep, M.Kep
2. Penyebab/Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin.
d. Perdarahan akibat tumor otak.
e. Infark hemoragik.
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
atau risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
Area Grocca
Gangguan Mobilitas Resiko Kerusakan
Fisik Integritas Kulit
Kerusakan fungsi N.VII
dan N.XIII Kerusakan
Komunikasi Verbal
4. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Intraserebral (PIS), yaitu pendarahan
yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Subaraknoid (PSA), yaitu pendarahan
yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak).
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti :
a. Pengaruh terhadap status mental :
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan :
1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala :
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
f. Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
a) Hemiparese sebelah kiri tubuh
b) Penilaian buruk
c) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri
a) Mengalami hemiparese kanan
b) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d) Disfagia global
e) Afasia
f) Mudah frustasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat
ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
i. Pemeriksaan laboratorium :
Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan
diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan
hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang
lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan
dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat
menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada keadaan
tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan fungsi lumbal. Jika
ternyata terdapat darah dalam cairan serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya
diduga terjadi hemorrhage subarakhnoid.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
(Sylvia dan Lorraine 2006).
8. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli Pulmonum sekitar
3-10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan subluxation.
(Badali, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka n neurovaskuler.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Bulechek, Gloria M, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.
USA: Elsevier.
Moorhead, Sue, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC)Fifth Edition. USA:
Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Sumarwati, Made. 2012. Alih Bahasa: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.