Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT / KRITIS

STROKE HEMORAGIK

OLEH :
ALISMAR SARIDON
NIM : 1941111

PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. AWALUDDIN, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


STIKes TENGKU MAHARATU PEKANBARU
TAHUN AKADEMIK 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK (SH)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

2. Penyebab/Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin.
d. Perdarahan akibat tumor otak.
e. Infark hemoragik.
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.

Faktor risiko pada pasien dengan Stroke Hemoragik yaitu :


Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan
genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :


Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
atau risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke
disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang,
stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada
orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari
aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim
Hipertensi/terjadi perdarahan
musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu
Peningkatan Tekanan Sistemik
lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan
kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
Aneurisma
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark
dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif,
Perdarahan Arakhnoid/ventrikel
dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
Hematoma serebral

PTIK/Herniasi serebral Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

Vasospasme arteri serebral/saraf serebral


Penurunan Penekanan saluran
kesadaran pernafasan
Ischemic/infark

Ketidakefektifan Defisit neurologi


Pola Nafas

3. Pohon Masalah Hemisfer kiri Hemisfer kanan


Resiko
Aspirasi Hemiplegi/parase kanan Hemiplegi/parase kiri

Area Grocca
Gangguan Mobilitas Resiko Kerusakan
Fisik Integritas Kulit
Kerusakan fungsi N.VII
dan N.XIII Kerusakan
Komunikasi Verbal
4. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Intraserebral (PIS), yaitu pendarahan
yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Stroke Hemoragik karena Perdarahan Subaraknoid (PSA), yaitu pendarahan
yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti :
a. Pengaruh terhadap status mental :
1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan :
1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala :
1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
f. Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1) Stroke hemisfer kanan
a) Hemiparese sebelah kiri tubuh
b) Penilaian buruk
c) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
2) Stroke hemisfer kiri
a) Mengalami hemiparese kanan
b) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d) Disfagia global
e) Afasia
f) Mudah frustasi

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat disritmia,
yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat
ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta
perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
i. Pemeriksaan laboratorium :
Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan
diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit dan
hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan oklusi yang
lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial, yang memberikan
dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel darah putih, yang dapat
menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial sub akut. Pada keadaan
tidak terjadinya peningkatan TIK, mungkin dilakukan fungsi lumbal. Jika
ternyata terdapat darah dalam cairan serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya
diduga terjadi hemorrhage subarakhnoid.

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.
(Sylvia dan Lorraine 2006).

8. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli Pulmonum sekitar
3-10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan subluxation.
(Badali, 2010)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
- Identitas Klien: meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis
kelamin, alamat, agama, tanggal pengkajian, jam, No. RM.
- Identitas penanggung jawab: meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, hubungan dengan klien.
Pengkajian Primer
A (Airway) : untuk mengakaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan
servikal, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress pernafasan, ada secret atau
tidak.
B (Breathing) : kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas dan
pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang
dikeluarkan dari jalan nafas.
C (Circulation) : kaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan adanya
perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan kecepatan, nadi karotis untuk
dewassa, nadi brakialis untuk anak, warna kulit dan kelembaban, tanda- tanda
perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atu trauma.
D ( Disabiliti) : kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status kesadaran lebih
dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik.
Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
2. Riwayat dan mekanisme trauma.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe).
4. Pemeriksaan laboratorium.
5. Pemeriksaan diagnostic.
6. Terai obat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka n neurovaskuler.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
No. Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1. Resiko Setelah dilakukan tindakan NIC : Monitoring tekanan
ketidakefektifan keperawatan selama 1 x 2 Intrakranial Pressure intracranial
1. Agar keluarga
perfusi jaringan jam, diharapkan suplai (ICP) Monitoring
Monitor tekanan paham tindakan
serebral aliran darah keotak lancar keperawatan yang
intrakranial
berhubungan dengan NOC : 1. Berikan informasi akan dilakukan.
kepada keluarga. 2. Men set alarm
dengan aliran Circulation status
2. Set alarm untuk mengingat
darah ke otak Tissue Prefusion : memonitor KU
3. Monitor tekanan
terhambat cerebral perfusi serebral pasien
4. Catat respon pasien 3. Untuk mengetahui
Kriteria Hasil :
terhadap stimuli tanda-tanda
1. Mendemonstrasikan peningkatan
5. Monitor tekanan
status sirkulasi yang intrakranial pasien dan tekanan
ditandai dengan : respon neurology 4. Untuk mengetahui
terhadap aktivitas respon pasien
a. Tekanan systole dan 5. Untuk mengetahui
6. Monitor jumlah
diastole dalam drainage cairan apakah respon
rentang diharapkan. serebrospinal neuro pasien masih
baik/tidak
b. Tidak ada ortostatik 7. Monitor intake dan
output cairan 6. Untuk mengetahui
hipertensi. berapa keluaran
8. Restrain pasien jika
c. Tidak ada tanda- perlu cairan serebrospinal
pasiem
tanda peningkatan 9. Monitor suhu dan
angka WBC 7. Untuk mengetahui
tekanan intakrania balance cairan
10. Kolaborasi pemberian
(tidak lebih dari 15 antibiotic pasien
11. Posisikan pasien pada 8. Apabila pasien ada
mmHg).
posisi semifowler tindakan-tindakan
2. Mendemonstrasikan memberontak
12. Minimalkan stimuli
kemampuan kognitif dari lingkungan 9. Untuk mengetahui
yang ditandai dengan: terjadinya resiko
Terapi oksigen infeksi
a. Berkomunikasi 10. Agar dapat
1. Bersihkan jalan nafas
dengan jelas dan dari secret meminimalisir
sesuai dengan 2. Pertahankan jalan terjadinya infeksi
nafas tetap efektif 11. Untuk memberikan
kemampuan.
3. Berikan oksigen sesuai rasa nyaman pada
b. Menunjukkan intruksi pasien
perhatian, 4. Monitor aliran oksigen, 12. Agar pasien tenang
kanul oksigen dan
konsentrasi dan
sistem humidifier Terapi oksigen
orientasi. 5. Beri penjelasan kepada 1. Mempertahankan
c. Memproses klien tentang bersihan jalan nafas
pentingnya pemberian yang adekuat
informasi.
oksigen 2. Untuk memberi
d. Membuat 6. Observasi tanda-tanda kelancaran terhadap
keputusan dengan hipo-ventilasi sirkulasi pasien
benar. 7. Monitor respon klien 3. Agar tidak terjadi
terhadap pemberian hipoksia maupun
3. Menunjukkan fungsi oksigen. kelebihan oksigen
sensori motori cranial 8. Anjurkan klien untuk dalam tubuh pasien
yang utuh : tingkat tetap memakai oksigen 4. Agar kebutuhan
selama aktifitas dan oksigen dalam
kesadaran membaik,
tidur. tubuh seimbang.
tidak ada gerakan 5. Agar pasien paham
gerakan involunter. tentang tindakan
yang dilakukan
6. Untuk mengetahui
adanya
hipoventilasi
7. Untuk mengetahui
apakah pasien
nyaman/tidak
terhadap pemberian
oksigen
8. Untuk memberikan
sirkulasi yang baik
terhadap perfusi
serebral pasien
2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Communication 1. Keluarga adalah
komunikasi verbal keperawatan selama 3 x 24 Enhancement: Speech orang terdekat
berhubungan jam, diharapkan klien Defisit pasien yang dapat
dengan penurunan mampu untuk 1. Libatkan keluarga memberikan
sirkulasi ke otak berkomunikasi lagi dengan untuk membantu motivasi terhadap
NOC: memahami/ pasien
Communication memahamkan 2. Agar pasien merasa
Kriteria hasil: informasi dari/ke klien didengarkan dan
1. Dapat menjawab 2. Dengarkan setiap dihargai
pertanyaan yang ucapan klien dengan (meningkatkan
diajukan perawat penuh perhatian motivasi pasien)
2. Dapat mengerti dan 3. Gunakan kata-kata 3. Agar pasien mudah
memahami pesan-pesan sederhana dan pendek mencerna kata-kata
melalui gambar dalam komunikasi 4. Melatih pasien
3. Dapat mengekspresikan dengan klien untuk berbicara
perasaannya secara 4. Dorong klien untuk 5. Untuk mengetahui
verbal maupun mengulang kata-kata tingkat komunikasi
nonverbal 5. Berikan arahan/ pasien
perintah yang 6. Agar pasien dapat
sederhana setiap melatih komunikasi
interaksi dengan klien dengan baik
6. Programkan speech- 7. Agar pasien terlatih
language teraphy berkomunikasi
7. Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi dengan
klien
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC : 1. Untuk mengetahui
mobilitas fisik keperawatan selama 3 x 24 Exercise therapy : tingkat kelelahan
berhubungan jam, diharapkan klien ambulation pasien
dengan kerusakan dapat melakukan 1. Monitoring vital sign 2. Untuk memberikan
neurovaskuler pergerakan fisik dengan sebelum/sesudah terapi yang tepat
NOC : latihan dan lihat respon bagi pasien
Joint Movement : Active pasien saat latihan 3. Melatih pasien
Mobility Level 2. Konsultasikan dengan agar bisa
Self care : ADLs terapi fisik tentang beraktivitas
Transfer performance rencana ambulasi 4. Agar pasien
sesuai dengan memahami
Kriteria Hasil : kebutuhan tindakan yang akan
1. Klien meningkat dalam 3. Bantu klien untuk diberikan
aktivitas fisik menggunakan tongkat 5. Mengetahui
2. Mengerti tujuan dari saat berjalan dan cegah tingkat kelelahan
peningkatan mobilitas terhadap cedera pasien
3. Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien atau 6. Agar pasien
perasaan dalam tenaga kesehatan lain mandiri dalam
meningkatkan kekuatan tentang teknik ADL
dan kemampuan ambulasi 7. Untuk mengawasi
berpindah 5. Kaji kemampuan pasien terhadap
4. Memperagakan pasien dalam resiko jatuh
penggunaan alat Bantu mobilisasi 8. Apabila pasien
untuk mobilisasi 6. Latih pasien dalam tidak dapat
(walker) pemenuhan kebutuhan melakukan dengan
ADLs secara mandiri mandiri
sesuai kemampuan 9. Untuk mencegah
7. Dampingi dan Bantu terjadinya
pasien saat mobilisasi dekubitus
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
4. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC : Airway Management
pola nafas perawatan selama 3 x 24 Airway Management 1. Untuk
berhubungan jam, diharapkan pola nafas 1. Buka jalan nafas, mempertahankan
dengan penurunan pasien efektif dengan gunakan teknik chin jalan nafas yang
kesadaran NOC: lift atau jaw thrust bila adekuat
Respiratory status : perlu 2. Untuk memberikan
Ventilation 2. Posisikan pasien untuk ventilasi yang
Respiratory status : memaksimalkan maksimal kepada
Airway patency ventilasi pasien
Vital sign Status 3. Identifikasi pasien 3. Mengidentifikasi
perlunya pemasangan perlu dilakukan
Kriteria hasil : alat jalan nafas buatan untuk menentukan
1. Menujukkan jalan 4. Pasang mayo bila perlu tindakan yang
nafas paten (tidak 5. Lakukan fisioterapi tepat bagi pasien
merasa tercekik, irama dada jika perlu 4. Apabila pasien
nafas normal, frekuensi 6. Keluarkan sekret terdapat indikasi
nafas normal,tidak ada dengan batuk atau pemasangan mayo
suara nafas tambahan) suction 5. Apabila pasien
2. Mendemonstrasikan 7. Auskultasi suara nafas, terdapat secret
batuk efektif dan suara catat adanya suara yang susah
nafas yang bersih, tambahan dikeluarkan
tidak ada sianosis dan 8. Lakukan suction pada 6. Untuk
dyspneu (mampu mayo membersihkan
mengeluarkan sputum, 9. Berikan bronkodilator jalan nafas
mampu bernafas bila perlu 7. Untuk mengetahui
dengan mudah, tidak 10. Berikan pelembab adanya gangguan
ada pursed lips) udara Kassa basah dalam ventilasi
3. Menunjukkan jalan NaCl Lembab 8. Apabila terdapat
nafas yang paten (klien 11. Atur intake untuk secret pada mayo
tidak merasa tercekik, cairan mengoptimalkan 9. Apabila pasien
irama nafas, frekuensi keseimbangan. mendapat indikasi
pernafasan dalam 12. Monitor respirasi dan menggunakan
rentang normal, tidak status O2 bronkodilator
ada suara nafas 10. Agar tetap lembab
abnormal) Oxygen Therapy 11. Untuk balance
4. Tanda Tanda vital 1. Bersihkan mulut, cairan pasien
dalam rentang normal hidung dan secret 12. Agar tidak terjadi
(tekanan darah, nadi, trakea kekurangan/kelebi
pernafasan) 2. Pertahankan jalan han oksigen pada
nafas yang paten pasien
3. Atur peralatan
oksigenasi Oxyge therapy
4. Monitor aliran oksigen 1. Agar jalan nafas
5. Pertahankan posisi bersih (adekuat)
pasien 2. Agar sirkulasi
6. Observasi adanya pasien baik
tanda tanda 3. Untuk pemasangan
hipoventilasi oksigen dengan
7. Monitor adanya tepat
kecemasan pasien 4. Agar oksigen dapat
terhadap oksigenasi mengalir dengan
baik
5. Untuk kenyaman
pasien
6. Untuk mengetahui
adanya
hipoventilasi
7. Untuk mengetahui
tingkat
kenyamanan
pasien
5. Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC : Pressure 1. Agar tidak terjadi
integritas kulit perawatan selama 3 x 24 Management tekanan kulit
berhubungan jam, diharapkan pasien 1. Anjurkan pasien untuk terhadap pakaian
dengan mampu mengetahui dan menggunakan pakaian 2. Agar tidak terjadi
immobilisasi fisik mengontrol resiko dengan : yang longgar tekanan dari TT ke
NOC : Tissue Integrity : 2. Hindari kerutan pada kulit pasien
Skin and Mucous tempat tidur 3. Menjaga kulit agar
Membranes 3. Jaga kebersihan kulit tetap sehat
Kriteria Hasil : agar tetap bersih dan 4. Agar tidak terjadi
1. Integritas kulit yang kering decubitus
baik bisa dipertahankan 4. Mobilisasi pasien 5. Agar dapat
(sensasi, elastisitas, (ubah posisi pasien) melakukan
temperatur, hidrasi, setiap dua jam sekali tindakan dengan
pigmentasi) 5. Monitor kulit akan segera
2. Tidak ada luka/lesi adanya kemerahan 6. Agar kulit pasien
pada kulit 6. Oleskan lotion atau licin dan relaks
3. Perfusi jaringan baik minyak/baby oil pada 7. Untuk mengetahui
4. Menunjukkan derah yang tertekan apabila tidak
pemahaman dalam 7. Monitor aktivitas dan terjadi mobilisasi
proses perbaikan kulit mobilisasi pasien pasien bisa
dan mencegah 8. Monitor status nutrisi beresiko decubitus
terjadinya sedera pasien 8. Agar kulit pasien
berulang 9. Memandikan pasien tetap sehat dan
5. Mampu melindungi dengan sabun dan air lembab kering
kulit dan hangat
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
6. Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan NIC: 1. Untuk mengetahui
berhubungan perawatan selama 3 x 24 Aspiration precaution adanya resiko
dengan jam, diharapkan tidak 1. Monitor tingkat aspirasi
penurunan terjadi aspirasi pada pasien kesadaran, reflek batuk 2. Untuk mengetahui
kesadaran dengan: dan kemampuan adanya resiko
NOC : menelan aspirasi
Respiratory Status : 2. Monitor status paru 3. Mempertahankan
Ventilation 3. Pelihara jalan nafas jalan nafas yang
Aspiration control 4. Lakukan suction jika adekuat
Swallowing Status diperlukan 4. Apabila terdapat
5. Cek nasogastrik secret pada pasien
Kriteria Hasil : sebelum makan 5. Untuk
1. Klien dapat bernafas 6. Hindari makan kalau menghindari resiko
dengan mudah, tidak residu masih banyak aspirasi
irama, frekuensi 7. Potong makanan kecil 6. Untuk
pernafasan normal kecil menghindari
2. Pasien mampu 8. Haluskan obat sebelum terjadinya aspirasi
menelan, mengunyah pemberian 7. Agar pasien dapat
tanpa terjadi aspirasi, 9. Naikkan kepala 30-45 mencerna dengan
dan mampumelakukan derajat setelah makan baik dan
oral hygiene meminimalisir
3. Jalan nafas paten, terjadinya aspirasi
mudah bernafas, tidak 8. Agar pasien dapat
merasa tercekik dan mencerna dengan
tidak ada suara nafas baik dan
abnormal meminimalisir
terjadinya aspirasi
9. Untuk mencegah
aspirasi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.
USA: Elsevier.

Moorhead, Sue, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC)Fifth Edition. USA:
Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.

Ratna, Lusi. 2013. Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik. Available at


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-lusiratnan-6269-2-
babiish.pdf). Diakses tanggal 09 November 2020.

Sumarwati, Made. 2012. Alih Bahasa: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai