Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN STROKE

OLEH:

AHMAD AMIN BAWAPI (20201440120003)

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA

DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

2022/2023
STROKE HEMORAGIK

1) Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002 ). Menurut Doenges (2000)
stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin
(2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan
hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama
kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian.

2) Etilogi

Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi perdarahan di


dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,

pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
a. Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
d. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang

menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.


Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005), yaitu:
a. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
b. Ruptur kantung aneurisma
c. Ruptur malformasi arteri dan vena

d. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)


e. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,

komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.


f. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
g. Septik embolisme, myotik aneurisma
h. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
i. Amiloidosis arteri
j. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Faktor- faktor yang berperan dalam Keterangan


meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut
(Sotirius, 2000): Faktor Resiko
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling
kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke
terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas
55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik
hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis
kelamin, semua umur, dan untuk resiko

perdarahan, atherothrombotik, dan stroke


lakunar, menariknya, risiko stroke pada
tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan
bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30%
lebih sering pada laki-laki berbanding
perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan
prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan
kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan

kecenderungan genetik untuk stroke. Pada


1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan
kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat
ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga
juga tampaknya berperan dalam kematian
stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah
dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko
stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi
individu untuk mendapat iskemia serebral
melalui percepatan aterosklerosis pembuluh
darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis
apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat
risiko stroke dibandingkan dengan mereka
yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit
difus vaskular aterosklerotik dan potensi
sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung
hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian
stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung
rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar
17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan
dengan stroke, seperti prolaps katup mitral,
patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending
aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan
risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk
stroke secara umum, dan tidak untuk stroke
khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis
angka studi, menunjukkan bahwa merokok
jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke
untuk segala usia dan kedua jenis kelamin,
tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan hematokrit Penigkatan viskositas menyebabkan gejala
stroke ketika hematokrit melebihi 55%.
Penentu utama viskositas darah keseluruhan
adalah dari isi sel darah merah; plasma
protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas
hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak
fokal dan oklusi vena retina jauh kurang
umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan tingkat fibrinogen dan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor
kelainan system pembekuan risiko untuk stroke trombotik. Kelainan sistem
pembekuan darah juga telah dicatat, seperti
antitrombin III dan kekurangan protein C
serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau
hemoragik, intraserebral dan perdarahan
subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan obat Obat yang telah berhubungan dengan stroke
termasuk methamphetamines, norepinefrin,
LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin
menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan
infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi
.

Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas


berhubungan dengan penyakit jantung
koroner, mereka sehubungan dengan stroke
kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-
laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol
dan infark lakunar.

Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan


meningkatkan risiko stroke pada
wanita
muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab
autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan
penyalahgunaan alkohol pada orang
dewasa muda. Mekanisme dimana etanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada
darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain
itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak
dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body
mass indexs, obesitas telah secara konsisten
meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi
dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah
berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata
kontributor independen ke-atherosklerotik
infark otak berikutnya.
Penyakit pembuluh darah perifer Karena bisa menyebabkan robeknya
pembuluh darah.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark
serebral melalui

3) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.

4. Daerah arteri serebri posterior


a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan

a. Hemiparese sebelah kiri tubuh


b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri

a. Mengalami hemiparese kanan

b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati


c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global

e. Afasia
f. Mudah frustasi
4) Patofisiologi

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam


waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan
oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya (Silbernagl, 2007).

Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan


Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat,
yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada

kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,


yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat
perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan
girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular,
hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia,
dan hemineglect (Silbernagl, 2007).

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik


kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori
(Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior

tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di
talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot
mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung
dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007):
5) Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan.

1. Stadium hiperaktif; tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar


kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protombin time/INR, APTT,
glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia dilakukan analisis
gas darah.
2. Stadium akut; dilakukan penanganan faktor-faktor etiologic maupun penyulit.

a) Stroke iskemik.
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30°, ubah posisi tidur
setiap 2 jam, beri oksigen 1-2 L/menit sampai didapatkan hasil analisa gas
darah. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, jika kandung kemih
penuh kosongkan dengan kateter intermiten. Jika kejang, diberi diazepam 5-
20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit maksimal 100 mg per hari.
Terapi khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rtPA (recombinant tissue Plasminogen Activator).

b) Stroke hemoragik.
Terapi umum : harus dirawat di ICU jika volume hematoma > 30 mL.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg, diastolic > 120 mmHg, MAP > 130
mmHg. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg dalam 2 menit, enalapril iv 0,625-1,25 mg per 6
jam, kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Terapi khusus : neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis

kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi,


maupun gamma knife).
STROKE NON-HEMORAGIK
A. Pengertian

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yangberlangsung 24 Jam
atau lebih atau langsung menimbul kematian yangdisebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).Stroke non hemoragik
merupakan proses ter!adinya iskemia akibat embolidan trombosis serebral biasanya

ter!adi setelah lama beristirahat, barubangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. (Arif Mutaqqin,2008)
KLASIFIKASI
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal):

1. Berdasarkan manifestasi klinis


a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik

yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.


d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.


2. Berdasarkan kausal
a) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain

itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak
B. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari

“plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan

gangguan pada katup mitralis.


3) Fibrilasi atrium

4) Infarksio kordis akut

5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis


6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.


3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah

trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif)
dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark
miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
2. Thrombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik

percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi

arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya


trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

C. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):


1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia
(kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan
perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer Kiri Hemisfer Kanan

- Mengalami hemiparese - Hemiparese sebelah kiri tubuh


kanan - Penilaian buruk
- Perilaku lambat dan hati- - Mempunyai kerentanan terhadap sisi
hati kontralateral sehingga memungkinkan
- Kelainan lapan pandang terjatuh ke sisi yang berlawanan
kanan tersebut
- Disfagia global
- Afasia
- Mudah frustasi

D. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis
dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke
otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah
otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya
embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan
paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak.
Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
E. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang

sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.


2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi

maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.


2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat.
Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak dan
membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih

baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.


Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau
klusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis edarterektomi
berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
b. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta

pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko
untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS)
digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien.
CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit
jantung.
a. Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan
paha

b. Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri karotis
c. Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)

d. Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya


meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah untuk
menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka
(Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka

arteri karotis di leher.


2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling

dirasakan oleh pasien TIA.


3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
6) Pengkajian fokus.

1. Keluhan utama.
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,

dan penurunan tingkat kesadaran.


2. Riwayat kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang.

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada


saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau

perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam


intrakranial.Keluhanperubahan perilaku juga umum terjadi.Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, DM, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.

c) Riwayat penyakit keluarga.


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
3. Pemeriksaan fisik.

a) Kepala :Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau


riwayat operasi.
b) Mata :Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan
dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan

bola mata kelateral (nervus VI).


c) Hidung :Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus

olfaktorius (nervus I).


d) Mulut :Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,

adanya kesulitan dalam menelan.


e) Dada

 Inspeksi: Bentuk simetris

 Palpasi: Tidak adanya massa dan benjolan.

 Perkusi: Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.


 Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan
II murmur atau gallop.
f) Abdomen

 Inspeksi: Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.

 Auskultasi: Bisisng usus agak lemah.


Perkusi: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada.
g) Ekstremitas.
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5.
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)

 Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.

 Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.

 Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa


melawan grafitasi.

 Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat

melawan tekanan pemeriksaan.

 Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi


kekuatanya berkurang.

 Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan


penuh.
4. Pemeriksaan penunjang.
a) Angiografi serebral.
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular.
b) Lumbal pungsi.
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c) CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

d) MRI.
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
e) USG Doppler.

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem


karotis).
f) EEG.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
7) Pathways

8) Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol


2. perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer

9) Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi dan rasional.


1. Perubahan perfusi jaringan serebral.

 Suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan dalam nutrisi dan


oksigenasi pada tingkat selular sehubungan dengan kurangnya suplai darah
kapiler.
Berhubungan dengan :Interupsi aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi,
vasospasme serebral dan edema serebral.
Ditandai dengan :
a. Perubahan suhu kulit (dingin pada ekstremitas), warna biru atau ungu.

b. Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori.


c. Perubahan dalam respon motorik/sensori, gelisah.
d. Defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi.
e. Perubahan tanda-tanda vital (denyut arteri tidak teraba.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, fungsi kognitif, dan
motorik atau sensori.
b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda
peningkatan TIK.

c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan kekambuhan.


d. Memperlihatkan penurunan tanda dan gejala kerusakan jaringan.

Intervensi Rasional
Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan
Mengkaji
skalaadanya
koma glascow.
kecenderungan pada tingkat kesadaran.
Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.Autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
Pertahankan keadaan tirah baring. Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
Meningkatkan/ memperbaiki aliran darah
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Berikan obat sesuai indikasi: contohnya
antikoagulan (heparin). serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan.
2. Kerusakan mobilitas fisik.

 Suatu keadaan dimana individu mengalami keterbatasan kemampuan dalam


ketidaktergantungan pergerakan fisik.
Berhubungan dengan :
a. Keterlibatan neuromuscular : kelemahan, parastesia, flaksid/paralisis
hipotonik (awal), paralisis spastis.
b. Kerusakan perseptual/ kognitif.
Ditandai dengan : Ketidakmampuan bergerak dalam lingkungan fisik, kerusakan
koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/control otot.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur.
b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena atau kompensasi.
c. Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
d. Mempertahankan integritas kulit.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam melakukan Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan
aktifitas. dapat memberikan informasi bagi
pemulihan
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, Menurunkan resiko terjadinya
miring). trauma/ iskemia jaringan.
Mulailah melakukan latihan rentang gerak Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
aktif dan pasif pada semua ekstremitas. sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
Anjurkan pasien untuk membantu Dapat berespons dengan baik jika daerah
pergerakan dan latihan dengan yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara Program khusus dapat dikembangkan
aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/ menjaga kekurangan tersebut
dalam keseimbangan, koordinasi, dan
3. Kerusakan komunikasi verbal. kekuatan.
 Penurunan, kelambatan atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim dan/atau menggunakan sistem simbol.

Batasan karakteristik :
a. Tidak ada kontak mata.
b. Kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal (afasia, disfasia,
apraksia, disleksia).
c. Kesulitan menyusun kalimat.

d. Kesulitan menyusun kata-kata (afonia, dislalia, disartria).

e. Kesulitan menggunakan ekspresi wajah.

Faktor yang berhubungan :


 Perubahan sistem saraf pusat.

 Tumor otak.

 Penurunan sirkulasi ke otak.


Kriteria hasil :
a. Komunikasi : penerimaan, intrepretasi dan ekspresi pesan, lisan, tulisan
dan nonverbal meningkat.
b. Komunikasi ekspresif.
c. Komunikasi reseptif.

d. Gerakan terkoordinasi : mampu mengkoordinasi gerakan dalam


menggunakan isyarat.
e. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kemampuan klien dalam Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
berkomunikasi. merupakan indikator dari derajat
gangguan serebral.
Minta klien untuk mengikuti Melakukan penilaian terhadap
perintah sederhana. adanya kerusakan sensorik.
Tunjukkan objek dan minta pasien Melakukan penilaian terhadap
menyebutkan nama benda adanya kerusakan motorik.
tersebut. Bahasa isyarat dapat membantu untuk
menyampaikan isi pesan yang
Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non dimaksud.
verbal (bahasa isyarat).
Konsultasikan dengan/ rujuk kepada Untuk mengidentifikasi
ahli terapi wicara. kekurangan/ kebutuhan terapi.
4. Kurang perawatan diri.

 Suatu keadaan dimana individu mengalami gangguan kemampuan untuk


melakukan atau melengkapi aktivitas untuk dirinya.
Berhubungan dengan :
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot.

b. Kerusakan perseptual/ kognitif.


c. Nyeri/ ketidaknyamanan.
d. Depresi.
Ditandai dengan : kerusakan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari, contoh ketidakmampuan makan, mandi, memasang atau melepaskan
pakaian dan toileting.
Kriteria hasil :

a. Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan


perawatan diri.
b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan diri.
c. Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam Jika klien tidak mampu perawatan diri
perawatan diri. perawat dan keluarga membantu dalam
perawatan diri.
Bantu klien dalam personal hygiene. Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi
rasa nyaman pada klien. ah dan klien tetap
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan Memberi kesan yang ind
dan ganti pakaian klien setiap hari. Libatkan keluarga dalam
terlihat rapi. melakukan
personal hygiene. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapidalam program peningkatan aktivitas klien. Memberikan bantua
okupasi.
5. Resiko kerusakan NOC: NIC: Berikan
intagritas kulit mempertahankan manajemen 1. Meningkatkan
b.d faktor integritas kulit tekanan kenyamanan dan
mekanik Setelah dilakukan 1. Lakukan mengurangi resiko
perawatan 5 x 24 penggantian alat gatal-gatal
jam integritas kulit tenun setiap hari 2. Menandakan

tetap adekuat dan tempatkan gejala awal lajutan


dengan indikator : kasur yang sesuai kerusakan
Tidak terjadi 2. Monitor kulit integritas kulit
kerusakan kulit adanya area 3. Area yang

ditandai dengan kemerahan/pecah tertekan biasanya


tidak adanya 2 sirkulasinya kurang
kemerahan, luka 3. monitor area optimal shg menjadi
dekubitus yang tertekan pencetus lecet
4. berikan masage 4. Memperlancar

pada sirkulasi
punggung/daerah 5. Status nutrisi baik

yang tertekan
serta berikan
pelembab pad
area yang pecah2
5. monitor status
nutrisi
6 Kurang NOC : Pengetahuan NIC : Proses belajar
pengetahuan b.d klien meningkat Pendidikan tergantung pada
kurang mengakses KH: kesehatan situasi tertentu,
informasi -Klien dan keluarga 1. Mengkaji interaksi social, nilai
kesehatan memahami tentang kesiapan budaya dan
penyakit Stroke, dan lingkungan
perawatan dan kemampuan Informasi baru
pengobatan klien untuk diserap meallui
belajar asumsi dan fakta
2. Mengkaji sebelumnya dan bias
pengetahuan dan mempengaruhi
ketrampilan proses transformasi
klien Informasi akan lebih
sebelumnya mengena apabila
tentang penyakit dijelaskan dari
dan konsep yang
pengaruhnya sederhana ke yang
terhadap komplek
keinginan Dukungan keluarga
belajar diperlukan untuk
3. Berikan mendukung
materi yang perubahan perilaku
paling penting
pada klien
4.
Mengidentifikas
i sumber
dukungan utama
dan perhatikan
kemampuan
klien untuk
belajar dan
mendukung
perubahan
perilaku yang
diperlukan
5. Mengkaji
keinginan
keluarga untuk
mendukung
perubahan
perilaku klien
6. Evaluasi hasi
pembelajarn klie
lewat
demonstrasi dan
menyebutkan
kembali materi
yang diajarkan
7. Resiko infeksi b.d NOC : Risk Control NIC : Cegah
penurunan pertahan Setelah dilakukan infeksi 1.Onset infeksi
primer tindakan keperawatan 1. dengan system
selama 3 x 24 jam Mengobservasi imun diaktivasi &
klien tidak & melaporkan tanda infeksi
mengalami infeksi tanda & gejala muncul 2.Klien
KH: infeksi, seperti dengan netropeni
o Klien bebas dari kemerahan, tidak memproduksi
tanda-tanda infeksi hangat, rabas dan cukup
o Klien mampu peningkatan suhu respon inflamasi
menjelaskan badan karena itu panas
tanda&gejala infeksi 2. mengkaji suhu biasanya tanda &
klien netropeni sering merupakan
setiap 4 jam, satu-satunya tanda
melaporkan jika 3.Nilai suhu memiliki
temperature lebih konsekuensi yang
dari 380C penting terhadap
3. Menggunakan pengobatan yang
thermometer tepat
elektronik atau 4.Nilai lab
merkuri untuk berkorelasi dgn
mengkaji suhu riwayat klien &
4. Catat dan pemeriksaan fisik utk
laporkan nilai memberikan
laboratorium
5. Kaji warna
kulit,
kelembaban
kulit, tekstur
dan turgor
lakukan
dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J & Moyet.(2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10.Jakarta: EGC.
Price, S.A & Wilson.L.M. (2006).Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3 edisi keempat. Jakarta
: Internal Publishing.
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta Kedokteran
edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc edisi revisi jilid 3.Jogjakarta : MediAction Publishing.
FORMAT PENILAIAN LAPORAN

PENDAHULUAN PBL KLINIL BLOK

NEUROBEHAVIOUR

TAHUN 2017

Nama :

NIM :

Judul LP :

NO ASPEK YANG DINILAI Bobot 1 2 3 4 Nilai X


Bobot
1. Kesesuaian sistematika dengan 10
petunjuk
2. Kesesuaian LP dengan masalah 10
pasien
3. Ketepatan menentukan pengkajian 20
fokus
4. Ketepatan merumuskan 20
patofisiologi dan pathways kep
5. Ketepatan merumuskan 10
diagnosa
kep
6. Ketepatan menetapkan intervensi 20
dan rasional tindakan
7. Keputustakaan mutakhir dan valid 10
100

Nilai : Nilai X Bobot=.........

100

Ket :

1 : kurang

2 : kurang baik

3 : cukup baik Semarang, ..........................


2017

4 : baik

( Pembimbing)

Anda mungkin juga menyukai