Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

1. Konsep Dasar
A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2006). Menurut Batticaca
(2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah
di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua
klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke
iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke
Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak. Jadi stroke hemoragik adalah suatu
keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

B. Anatomi Fisiologi
ANATOMI FISIOLOGI
Sitem syaraf
Sistem saraf dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sel saraf terdiri dari dua tipe sel yaitu neuron dan glial sel (Lewis, Dirksen,
heitkemper&bucher, 2014).
Neuron sel
Fungsi utama yaitu memiliki kemampuan untuk menerima rangsangan atau
membangkitkan rangsangan, mengantar rasngsangan/ impuls, dan
memepengaruhi neuron lain, sel otot, atau granular sel untuk merespon impuls
yang ditransmisikan. Sel neuron terdiri atas cell body, multiple dendrit, dan
akson. Dalam cell body terdapat intisel dan sitoplasma, berfungsi sebagai pusat
proses metabolisme sel. Dendrit berfungsi sebagai penerima transmisi dari
neuron lain atau impuls dari akson neuron yang lain.sedangkan akson berfungsi
sebagai penyalur impuls yang telah diproses ke neuron lain.

Glia sel
Fungsi utama sebagai penyokong, pelindung dan memberi nutrisi untuk neuron.
Sel ini terdiri dari dua tipe, microglia yang berfungsi sebagai fagosit, dan
macroglia yang terdiri dari astrocites, oligodendrocytes, dan ependymal.
Astrocytesbanyak ditemukan di gray matter, berfungsi sebagai konduksi impuls
anatar neuron. Oligodendrocytes banyak ditemukan di white matter berperan
dalam produksi myelin, dan ependymal terdapat di ventrikel otak, dan berfungsi
sebagai sekresi cairan cerebrospinal.
Sitem Saraf pusat
Spinal cord
Jaringan saraf yang memanjang dari batang otak dan keluar dari ruang kranial
melalui foramen magnum. Terdiri dari daerah gray matter dan dikelilingi oleh
white matter. Gray matter terdiri dari sel voluntary motor neuron, pregangliotik
aoutonomic motor neuron, dan interneuron, sedangkan white matter terdiri dari
axon impuls ascending sensory maupun descending sensory
Brain
Terdiri atas tiga komponen utama, cerebrum, brainstem dan cerebellum.
Cerebrum trediri dari hemisper kanan dan kiri dan terbagi menjadi 4 lobus,
frontalis, temporalis, parietalis dan oksipitalis. Bagian frontralis berfungsi
sebagai fungsi memori, kognitif, gerakan mata dan mototrik yang disadari serta
kemampuan bicara (broca’s area). Temporalis berfungsi sebagai memperkuat
ingatan visual, memahami bahasa (wernicke’s area), menyimpan ingatan baru,
emosi dan mengambl kesimpulan atau arti. Lobus parietal untuk interpretasi
informasi sensorik dari berbagai bagian tubuh, pengolahan informasi, gerakan
orientasi, persepsi visual, persepsi rangsangan, rasa sakit dan sensasi sentuhan.
Lobus oksipital bertanggung jawab dama persepsi visual termasuk penerimaa
dan pemrosesan visual serta pengenalan warna.

Brainstem
Terdari dari midbrain, pons, dan medulla. Di brainstem terdapat saraf cranial III
dan XII, fungsi vital dari brainstem adalah sebagai pusat pengatur pernafasan,
jantung dan vasomotor yang berada pada medulla.
Cerebellum berada di bagian belakang cranial fossa inferior kea rah lubus
oksipital. Berfungsi sebagai keseimbangan tubuh dan pergerakan yang disadari.
Cerebellum menerima informasi dari korteks cerebri, otot, persendian dan
pendengaran.

Ventricel cerebrospinal fluid


Cairan cerebrospinal dihasilkan oleh ventrikel lateralis. Cairan ini berfungsi
sebagai peredam mekanis terhadap kejut, serta memberikan elumas Antara
tulang sekitarnya dan otak dengan sumsum tulang belakang. Ketika seseorang
mngalami injuri cairan ini bertindak sebagai bantalan yang meminimalisir
cedera. Cairan ini ditemukan pada ruang subarachnoid, ventrikel otak dank anal
pusat sumsum tulang belakang. Normalnya setiap hari dihasilkan sebanyak 500
ml cairan atau sekitar 21 ml/jam, namun yang dipakai hanya 150 ml.
Sirkulasi cerebral
Aliran darah ke otak disuplai oleh interna carotid arteri dan vertebral arteri. Interna
carotid arteri meperdarahi bagian depan dan sebagian cerebrum, sedangkan
vertebral arteri bergabung dengan basilar arteri memperdarahi batang otak,
cerebellum, dan posterior cerebrum.komunikasi aliran darah atau bentuk kerjasama
aliran darah basilar arteri dan interna carotid arteri dinamakan circle of willis.
(Lewis, Dirksen, heitkemper&bucher, 2014).
Saraf kranial

2. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak
akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan
mungkin herniasi otak.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2006),
yaitu:
1) Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2) Ruptur kantung aneurisma
3) Ruptur malformasi arteri dan vena
4) Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
6) Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7) Septik embolisme, myotik aneurisma
8) Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9) Amiloidosis arteri
10) Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,
dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2007):
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30%
dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke
atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55
tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada
tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik
yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913
penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan
kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami
stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke
antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga
kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui
percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi
serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari
jantung dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi
jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik
dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17
kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun
risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam
distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa
merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia
dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang
rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan
resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi
sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala
umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur.
Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat
mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III
fibrinogen dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
dan kelainan thrombotic.
system
pembekuan
Hemoglobinop Sickle-cell disease :
athy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal.
Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaa Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
n obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan
kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan
subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan
infark lakunar.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada
oral wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini,
tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat
pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah
tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah.
Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan
perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah
secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya
hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata
kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis
meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemi Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di
a atau usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional
dari kelompok lain.
Lokasi Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan
geografis penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan
kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik
bukan oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke
hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan
perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang
faktor musim hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi
platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara
variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata
menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang.
Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif,
dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
4. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan
dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab
paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam
keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama.
Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas,
stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya
buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat.
Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang
tinggi (Denise, 2010).
5. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang
terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang
disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan
pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl,
2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh
tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut
(Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat
kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi
okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial,
apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan
dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat,
ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus
(hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di
talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang
ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007):
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri
Perdarahan serebri TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema Perfusi jaringan serebral

Kematian progresif sel otak


(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang Lesi di Med.


otak Spinalis
Kerusakan Nerves I- Lesi upper &
Gangguan bicara/penglihatan,
XII lower motor
Nekrosis jaringan dan edema neuron
Gangguan eliminasi
Kesulitan mengunyah & urin
Defisit perawatan
Gangguan persepsi sensori diri

Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Gangguan


mobilisasi
Resiko ketidakefektifan jalan
nafas
Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas


kulit

6. Penatalaksanaan Medis
a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan
pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam
b) Konsensus eropa: 1,5 jam
c) Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi
iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda – tanda vital
(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam ,
O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara
ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan
mata kaki)
c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan
(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak
(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal
bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
d. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,
tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan
berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
e. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).
(Dewanto, 2009)
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan
diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan
pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering
merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang
bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau,
kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
ii. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
kanan tanpa menengok.
iv. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
v. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya.
vi. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
viii. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha
menahan test otot trapezius.
ix. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
tangan, tubuh – kaki
i. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
(4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
i. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang
lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan
Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa
kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep,
sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
– otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
 Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari
dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya sekonyong koyong.
e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di
fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi
lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
 Hematologi
 Kimia klinik
(2) Radiologi
 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

b. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
c. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Kerusakan NOC : NIC :
mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
fisik b.d normal Mobilitas sendi bertujuan untuk
penurunan dipertahankan. o Jelaskan pada mempertahankan
kekuatan Setelah dilakukan klien&kelg tujuan fleksibilitas sendi
otot tindakan latihan pergerakan
keperawatan 5x24 sendi.
o Monitor lokasi dan
jam
ketidaknyamanan
KH: selama latihan
o Sendi tidak o Gunakan pakaian
kaku yang longgar
o Tidak terjadi o Kaji kemampuan
atropi otot klien terhadap
pergerakan
o Encourage ROM
aktif
o Ajarkan ROM
aktif/pasif pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien
tiap 2 jam.
o Kaji Ketidakmampuan fisik
perkembangan/kema dan psikologis klien
juan latihan dapat menurunkan
2. Self care Assistance perawatan diri sehari-
o Monitor hari dan dapat terpenuhi
kemandirian klien
dengan bantuan agar
o bantu perawatan diri
kebersihan diri klien
klien dalam hal:
makan,mandi, dapat terjaga
toileting.
o Ajarkan keluarga
dalam pemenuhan
perawatan diri klien.
2. Perfusi o NOC: perfusi NIC : Perawatan sirkulasi 1.mengetahui
jaringan jaringan Peningkatan perfusi kecenderungan tk
cerebral cerebral. jaringan otak kesadaran dan
Setelah potensial peningkatan
tidak efektif
dilakukan TIK dan mengetahui
b.d Aktifitas : lokasi. Luas dan
tindakan
perdarahan keperawatan 1. Monitor status kemajuan kerusakan
otak, oedem selama 5 x 24 neurologik SSP
jam perfusi 2. monitor status 2.Ketidakteraturan
jaringan respitasi pernapasan dapat
adekuat dengan 3. monitor bunyi jantung memberikan
indikator : 4. letakkan kepala gambaran lokasi
o Perfusi dengan posisi agak kerusakan/peningkata
jaringan yang ditinggikan dan dalam n TIK
adekuat posisi netral 3.Bradikardi dapat
didasarkan 5. kelola obat sesuai terjadi sebagai akibat
pada tekanan order adanya kerusakan
nadi perifer, 6. berikan Oksigen otak.
kehangatan sesuai indikasi 4.Menurunkan tekanan
kulit, urine arteri dengan
output yang meningkatkan
adekuat dan drainase &
tidak ada meningkatkan
gangguan pada sirkulasi
respirasi 5.Pencegahan/pengobat
an penurunan TIK
6.Menurunkan hipoksia
3. Resiko NOC : Risk NIC : Cegah infeksi
infeksi b.d Control Setelah 1. Mengobservasi & 1. O
penurunan dilakukan melaporkan tanda & nset infeksi dengan
pertahan tindakan gejala infeksi, seperti system imun
kemerahan, hangat, diaktivasi & tanda
primer keperawatan
rabas dan peningkatan infeksi muncul
selama 3 x 24 jam suhu badan 2. K
klien tidak 2. mengkaji suhu klien lien dengan netropeni
mengalami netropeni setiap 4 jam, tidak memproduksi
infeksi melaporkan jika cukup respon
KH: temperature lebih dari inflamasi karena itu
o Klien bebas 380C panas biasanya tanda
dari tanda- 3. Menggunakan & sering merupakan
tanda infeksi thermometer satu-satunya tanda
o Klien mampu elektronik atau merkuri 3. N
untuk mengkaji suhu ilai suhu memiliki
menjelaskan
4. Catat dan laporkan konsekuensi yang
tanda&gejala
nilai laboratorium penting terhadap
infeksi
5. Kaji warna kulit, pengobatan yang
kelembaban kulit, tepat
tekstur dan turgor 4. N
lakukan dokumentasi ilai lab berkorelasi
yang tepat pada setiap dgn riwayat klien &
perubahan pemeriksaan fisik utk
6. Dukung untuk memberikan
konsumsi diet pandangan
seimbang, penekanan menyeluruh
pada protein untuk 5. D
pembentukan system apat mencegah
imun kerusakan kulit, kulit
yang utuh merupakan
pertahanan pertama
terhadap
mikroorganisme
6. F
ungsi imun
dipengaruhi oleh
intake protein
4. Defisit NOC : Self Care NIC : Self Care
perawatan Assistance( mandi 1. Observasi kemampuan 1. Dengan
diri b.d , berpakaian, klien untuk mandi, menggunakan
kelemahan makan, toileting. berpakaian dan makan. intervensi langsung
2. Bantu klien dalam dapat menentukan
fisik Setelah dilakukan
posisi duduk, yakinkan intervensi yang
tindakan kepala dan bahu tegak tepat untuk klien
keperawatan selama makan dan 1 2. Posisi duduk
selama 5 x 24 jam jam setelah makan membantu proses
Klien dapat 3. Hindari kelelahan menelan dan
memenuhi sebelum makan, mandi mencegah aspirasi
kebutuhan dan berpakaian
4. Dorong klien untuk 3. Konservasi energi
perawatan diri
tetap makan sedikit meningkatkan
KH: tapi sering toleransi aktivitas
-Klien terbebas dan peningkatan
dari bau, dapat kemampuan
makan sendiri, perawatan diri
dan berpakaian 4. Untuk
sendiri meningkatkan nafsu
makan
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Smeltzer and Bare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wlkinson, Judith M .2012. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai