Anda di halaman 1dari 8

GANGGUAN JIWA HALUSINASI DENGAR DALAM MENGONTROL HALUSINASI

(Nursing People With Mental Disorders Hallucinations Listen In Controlling


Hallucinations)

Wisnu Mengku Hendaru Aji


Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
wisnumengku96@gmail.com

Abstrak: Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam mempresepsikan


suara yang didengar orang dengan gangguan jiwa. Suara bisa menyenangkan, ancaman,
membunuh, dan merusak. Di wilayah Puskesmas Sukorejo khususnya dikelurahan Sukorejo
Terdapat 14 orang dengan Halusinasi Dengar. Metode penelitian Asuhan Keperawatan
dengan tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan asuhan keperawatan orang dengan
gangguan jiwa halusinasi dengar dalam mengontrol halusinasi. Pasien yang digunakan yaitu 2
pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi dengar. Waktu pengambilan data 5-30
Juni 2018. Hasil yang didapatkan dari 2 pasien yaitu kedua pasien belum mampu melakukan
teknik mengontol halusinasi tanpa bantuan keluarga dan pelayanan kesehatan. Dengan asuhan
keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi dengar keluarga dapat memantau pasien
untuk melakukan teknik mengontrol halusinasi dengar kepada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa halusinasi dengar.

Kata Kunci: Gangguan Jiwa, Halusinasi Dengar, Mengontrol Halusinasi

Abstract: Hearing or acoustic hallucinations are errors in perceptions of sounds heard


by people with mental disorders. Sound can be fun, threatening, killing, and damaging. In the
Sukorejo Community Health Center, especially in Sukorejo, there are 14 people with Listen
Hallucinations. Nursing care research method with the aim of this study is to conduct nursing
care for people with hearing hallucinations in controlling hallucinations. Patients used were
2 patients with impaired sensory perception of hearing hallucinations. Data collection time
was 5-30 June 2018. The results obtained from 2 patients were that both patients had not
been able to carry out the technique of controlling hallucinations without family assistance
and health services. With nursing care, interference with sensory perception of family
hearing hallucinations can monitor patients to perform hearing control techniques for family
members who experience hearing hallucinations.

Keywords: Mental Disorders, Hallucinations Listening, Controlling Hallucinations


PENDAHULUAN produktivitas pasien menurundan akhirnya
menimbulkan beban biaya yang besar bagi
Undang-undang Nomor 18 tahun 2014 pasien dan keluarga (RISKESDAS, 2013).
tentang kesehatan jiwa ditujukan untuk Penderita gangguan jiwa berat dengan
menjamin setiap orang agar dapat mencapai usia diatas 15 tahun di Indonesia mencapai
kualitas hidup yang baik, serta memberikan 0,46%. Hal ini terdapat lebih dari 1 juta jiwa
pelayanan kesehatan secara terintegrasi, di Indonesia yang menderita gangguan jiwa
komprehensif dan berkesinambungan melalui berat. Berdasarkan data tersebut diketahui
upaya promotif, preventif, kuratif, dan bahwa 11,6% penduduk Indonesia
rehabilitative. mengalami masalah gangguan mental
Undang-undang mengamanatkan tentang, emosional (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
1) Perlunya peran serta masyarakat dalam Sedangakan pada tahun 2013 jumlah
melindungi serta memberdayakan ODGJ penderita mencapai 1,7 juta (Riskesdas,
dalam bentuk bantuan berupa: tenaga, dana, 2013). Berdasarkan data di Kota Blitar
fasilitas, pengobatan bagi ODGJ, 2) terdapat 555 orang dengan gangguan jiwa,
Perlindungan terhadap tindakan kekerasan, diwilayah kerja puskesmas Sukorejo
menciptakan lingkungan yang kondusif, khususnya di kelurahan Sukorejo terdapat 19
memberikan pelatihan keteranpilan, dan 3) orang dengan gangguan jiwa, dan terdapat 14
Mengawasi penyelenggaraan pelayanan di orang yang mengalami halusinasi (Dinkes
fasilitas yang melayani ODGJ. Kota Blitar, 2015).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) Halusinasi merupakan salah satu gejala
adalah suatu perubahan pada suatu fungsi gangguan jiwa dimana pasien mengalami
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan perubahan presepsi sensori, merasakan
pada fungsi jiwa yang menimbulkan suatu sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
penderitaan pada individu dan hambatan pengecapan atau perabaan. Pasien merasakan
dalam melaksanakan person social. stimulus yang sebenarnya tidak ada (Muhith
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini A, 2015). Gejala atau perilaku yang sering
mengalami peningkatan yang sangat terjadi pada pasien gangguan jiwa terkait
signifikan, dan setiap tahun di berbagai dengan halusinasi yaitu berbicara sendiri,
belahan dunia jumlah penderita gangguan senyum sendiri, tertawa sendiri, menatap ke
jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World suatu titik, pergerakan mata yang cepat,
Health Organisasi (WHO) dalam Yosep berusaha menghindari orang lain, tidak bisa
(2013), ada sekitar 450 juta orang di dunia membedakan mana yang nyata atau tidak
yang mengalami gangguan jiwa. WHO nyata, tidak jarang juga orang dengan
menyatakan setidaknya ada satu dari empat gangguan jiwa tidak mau mandi dan
orang didunia mengalami masalah mental, memiliki perilaku yang aneh (Damaiyanti M,
dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang Iskandar, 2012). Menghardik Halusinasi
ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah adalah upaya mengendalikan diri terhadap
yang sangat serius. halusinasi dengan cara menolak halusinasi
Indikator kesehatan jiwa antara lain yang muncul atau tidak memerdulikan
gangguan jiwa berat, gangguan mental halusinasinya. Mungkin halusinya tetap ada
emosional, serta cakupan pengobatannya. namun dengan kemampuan ini pasien tidak
Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa akan larut dalam halusinasinya. Biasanya
yang ditandai oleh terganggunya kemampuan dilakukan dengan cara bercakap cakap
menilai realitas atau tilikan (insight) yang dengan sanak saudara, serta melakukan
buruk. Gangguan jiwa berat dikenal dengan aktifitas berjadwal yang telah disetujui oleh
psikosis dan salah satu contoh psikosis pasien dan terapis, dan yang paling penting
adalah skizofrenia. Gangguan jiwa berat adalah keteraturan minum obat. Bila keempat
menimbulkan beban bagi pemerintah, cara ini tidak dilakukan secara teratur oleh
keluarga serta masyarakat oleh karena para penderita skiofrenia dengan halusinasi

vii
akan menyebabkan penderita terus menerus pengkajian didapatkan pasien tampak komat
terganggu oleh halusinasi tersebut. Semakin kamit, tidak ada kontak mata, dan terlihat
lama dibiarkan maka akan semakin berat kotor. Pasien belum mampu mengontrol
(Reliani, 2015). halusinasinya. Keluarga pasien mengatakan
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti pasien hanya pernah dibawa ke dukun tidak
tertarik untuk melakukan penelitaian dengan pernah di bawa ke rumah sakit jiwa, karena
judul “asuhan keperawatan orang dengan keterbatasan biaya. Keluarga berharap ada
gangguan jiwa halusinasi dengar dalam bantuan dari pihak pemerintah dalam
mengontrol halusinasi di wilayah UPTD pengobatan pasien agar dapat sembuh seperti
Puskesmas Sukorejo Kota Blitar” dulu lagi.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari
METODE PENELITIAN (Yusuf, 2015) bahwa salah satu faktor
Penelitian ini menggunakan desain penyebab dari ketidak mampuan pasien
penelitian studi kasus. Subyek penelitian dalam mengontrol halusinasi antaralain
studi kasus ini adalah dua orang dengan faktor sosial, yang meliputi faktor
gangguan jiwa halusinasi dengar di wilayah kesetabilan keluarga, pola mengasuh anak,
UPTD Puskesmas Sukorejo Kota Blitar. tingkat ekonomi, fasilitas kesehatan, dan
Pengumpulan data dilakukan dengan kesejahteraan yang memadai.
obervasi dan wawancara. Waktu Menurut peneliti faktor tersebut
pengambilan data dilakukan pada bulan Juni saling berkaitan. Tingkat ekonomi dan
2018. fasilitas kesehatan sangatlah berpengaruh
pada proses kesembuhan pasien gangguan
HASIL PENELITIAN jiwa. Oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama
Adapun hasil dan pembahasan penelitian antara keluarga dan pihak puskesmas dalam
studi kasus berdasarkan hasil wawancara dan proses pengobatan pasien.
observasi asuhan keperawatan orang dengan Sedangkan pengkajian pada pasien 2
gangguan jiwa halusinasi dengar dalam dilakukan pada tanggal 23 Juni 2018
mengontrol halusinasi. Fokus studi yang menggunakan metode wawancara dan
dipaparkan yaitu pasien mampu menghardik observasi. Pada Ny. B didapatkan bahwa
halusinasi, pasien dapat melaukakan aktivitas sudah mengalami gangguan jiwa kurang
terjadwal, pasien mampu berbincang-bincang lebih 15 tahun yang lalu. Pasien mengatakan
dengan oranhg lain serta pasien mampu senang saat halusinasi itu muncul. Pasien
minum obat dengan benar. mengatakan pernah dua kali dirawat di
Pada hari pertama peneliti memilih rumah sakit jiwa. Keluarga mengatakan Ny.
Partisipan yang sesuai dengan kriteria yaitu B mampu minum obat dengan teratur dan
orang dengan gangguan jiwa halusinasi beraktivitas seperti biasa namun terkadang
dengar, bersedia menjadi Partisipan dan masih bicara sendiri, dan tertawa sendiri,
menandatangani informed consent, dapat apabila diingatkan untuk menghardik dan
berkomunikasi dengan baik. Kemudian menutup telinganya pasien selalu marah.
peneliti memilih Partisipan sebanyak 2 yaitu Hal ini sesuai dengan pendapat
Ny.M (Partisipan I), Ny.B (Partisipan II). Friedman (2014) yang mengatakan bahwa
dukungan keluarga adalah suatu bentuk
PEMBAHASAN bantuan yang diberikan salah satu anggota
1. Pengkajian keluarga untuk memberi kenyamanan dan
Peneliti melakukan pengkajian psikologis pada saat seseorang mengalami
kepada pasien dengan menggunakan sakit.
pendekatan kepada pasien dan keluarga. Menurut peneliti dukungan keluarga
Pengkajian pada Ny. M dilakukan pada sangatlah penting untuk proses kesembuhan
tanggal 05 Juni 2018 menggunakan metode pasien dengan gangguan jiwa. Tanpa adanya
wawancara dan observasi. Pada saat dukungan keluarga proses penyembuhan

viii
tidak optimal. Sedangkan orang dengan merupakan  upaya  mengatasi  halusinasi.
gangguan jiwa sangat memerlukan perhatian Tujuan khusus ketiga (TUK 3), Pasien dapat
yang lebih.. mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktivitas terjadwal. Rasionalnya adalah
2. Diagnosis Keperawatan tindakan yang dilakukan pasien merupakan
Perumusan diagnose pada penelitian upaya mengontrol halusinasi. Tujuan khusus
ini menggunakan NANDA 2015-2017 yakni keempat (TUK 4), Pasien dapat mengontrol
gangguan persepsi. Dengan faktor halusinasi dengan minum obat secara benar.
berhubungan dan batasan karakteristik Rasionalnya adalah untuk membantu
disesuaikan dengan keadaan yang ditemukan mempercepat kesembuhan pasien.
pada tiap tiap partisipan. Topik yang diteliti Menurut Nurjannah, (2005) rencana
yakni kemampuan mengontrol halusinasi tindakan keperawatan merupakan
dengar. serangkaian tindakan yang dapat mencapai
Diagnosa keperawatan yang didapat setiap tujuan khusus. Perencanaan
pada Ny. M Gangguan persepsi sensori keperawatan meliputi perumusan tujuan,
halusinasi berhubungan dengan kurangnya tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
kemampuan financial keluaraga. Hal ini keperawatan pada pasien berdasarkan
peneliti rumuskan berdasarkan keluhan yang analisis pengkajian agar masalah kesehatan
disampaikan yaitu keinginan untuk dan keperawatan pasien dapat teratasi.
melakukan perawatan namun tidak memiliki Menurut Akemat dan Keliat, (2010) tujuan
biaya. umum yaitu berfokus pada penyelesaian
Diagnosa keperawatan yang didapat permasalahan dari diagnosis keperawatan
pada Ny. B Gangguan persepsi sensori dan dapat dicapai jika serangkaian tujuan
halusinasi berhubungan dengan kurangnya khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus
dukungan keluarga. Hal ini peneliti pada penyelesaian penyebab dari diagnosis
rumuskan berdasarkan hasil wawancara, keperawatan. Tujuan khusus merupakan
keluarga jarang memberikan perhatian lebih rumusan kemampuan pasien yang perlu
karena sering diancam saat mengingatkan dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat
menghardik bervariasi sesuai dengan masalah dan
3. Perencanaan kebutuhan pasien. Kemampuan pada tujuan
Pencana keperawatan yang penulis khusus terdiri atas tiga aspek yaitu
lakukan pada Ny. M dan Ny. B dengan kemampuan kognitif, kemampuan psikomor,
gangguan persepsi sensori : halusinasi dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki
pendengaran yaitu dengan tujuan umum pasien untuk menyelesaikan masalahnya.
(TUM) agar pasien dapat mengontrol Pada penelitian ini perencanaan yang
halusinasi yang dialaminya. Dan dengan diberikan pada Ny. M dan Ny. B berfokus
empat tujuan khusus (TUK) gangguan pada tujuan umum untuk mengetahui
persepsi sensori halusinasi pendengaran, kemampuan orang dengan gangguan jiwa
antara lain : tujuan khusus pertama (TUK 1), mengontrol halusinasi dengar. Dengan
Pasien dapat membina hubungan saling perencanaan penyelesaian masalah pasien
percaya, Pasien dapat mengenal dapat menerapkan empat cara mengontrol
halusinasinya (jenis, waktu, isi, situasi, halusinasi.
frekuensi, dan respon saat timbulnya 4. Implementasi
halusinasi), Pasien dapat mengontrol Implementasi yang peneliti lakukan
halusinasi dengan menghardik. Rasionalnya pada pasien satu dan dua secara garis besar
adalah untuk mengetahui seperti apa kondisi sama, yang membedakan ialah keterampilan
pasien. Tujuan khusus kedua (TUK 2), yang peneliti ajarkan. Hal ini disebabkan
Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan karena temuan peneliti pada pemgkajian
berbincang-bincang. Rasionalnya adalah bahwa pasien pertama belum mampu
tindakan yang biasa dilakukan pasien melakukan teknik mengontrol halusinasi dan

ix
keluarga menginginkan untuk pasien pertama halusinasi. Data objektif pasien tampak
diajarkan teknik mengontrol halusinasi. Jadi berbicara sendiri, melamun tidak ada kontak
peneliti mengajarkan teknik mengenali mata dan diam saja apabila tidak disuruh.
halusinasi, menghardik halusinasi, Belum teratasi karena belum sesuai dengan
mengontrol halusinasi dengan berbincang- kriteria hasil yaitu pasien mampu mengontrol
bincang, melakukan aktivitas terjadwal dan halusinasi.
minum obat secara teratur. Sedangkan pada Evaluasi akhir pada tanggal 27 Juni
pasien kedua terdapat perbedaan yaitu, 2018 pada pasien kedua Ny. B dengan
pasien sudah mempu mengontrol halusinasi gangguan persepsi sensori halusinasi dengar
dengan cara melakukan aktivitas terjadwal, dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data
berbincang-bincang dengan orang lain, dan subjektif keluarga menyatakan senang karena
minum obat dengan teratur. Sehingga peneliti sudah diajarkan teknik mengontrol
hanya mengajarkan teknik mengenali halusinasi, keluarga menyatakan pasien
halusinasi dan menghardik halusinasi. mampu melakukan beberapa teknik
Perbedaan teknik mengontrol mengontrol halusinasi. Data objektif pasien
halusinasi antara pasien pertama Ny. M tampak berbicara sendiri saat halusinasi itu
dengan pasien kedua Ny. B terjadi karena datang, pasien dapat berbincang-bincang
faktor pelayanan pemgobatan yang pernah dengan orang lain, pasien mampu melakukan
dijalani pada masing-masing pasien. Pada aktivitas terjadwal, dan minum obat secara
pasien pertama Ny. M belum pernah teratur. Namun, pasien belum mampu
menjalankan pengobatan di fasilitas menghardik halusinasi. Teratasi sebagian
kesehatan, jadi Ny. M tidak mampu karena belum sesuai dengan kriteria hasil
melakukan teknik mengontrol halusinasi. yaitu pasien mampu mengontrol halusinasi.
Sedangkan pasien kedua Ny. B sudah pernah
mendapatkan pengobatan di fasilitas KESIMPULAN DAN SARAN
kesehatan dan sudah mampu melakukan Kesimpulan
beberapa teknik mengontrol halusinasi. Berdasarkan pada tujuan laporann
Hal ini sesuai dengan pendaapat Asih kasus yang penulis buat maka peneliti
& Pratiwi (2010) yang menyatakan kebiasaan menyimpulkan beberapa hal antara lain :
adalah perbuatan sehari-hari yang dilakukan 1. Penggkajian pada pasien dengan
secara berulang-ulang dalam hal yang sama, gangguan persepsi sensori halusinasi
sehingga menjadi kebiasaan dan ditaati oleh dengar, hasil yang didapatkan saat
masyarakat. pengkajian Ny. M dan Ny. B berbeda
Menurut pendapat peneliti tindakan pada aktivitas yang dilakukan. Hal ini
asuhan keperawatan yang diberikan kepeda berpengaruh terhadap kemampuan pasien
Ny. M dan Ny. B berbeda, dikarenakan dalam melakukan teknik mengontrol
bahwa kebutuhan Ny. M yang belum bisa halusinasi, pasien pertama Ny.M belum
melakukan beberapa teknik mengontrol mampu melakukan teknik mengontrol
halusinasi dan keluarga belum mampu halusinasi, sedangkan Ny. B sudah
membimbing Ny. M mengontrol halusinasi mampu melakukan beberapa teknik
dalam proses penyambuhan. mengontrol halusinasi.
5. Evaluasi 2. Berdasarkan hasil pengkajian yang
Evaluasi akhir pada tanggal 8 Juni dilakukan terhadap pasien pertama Ny.M
2018 pada pasien pertama Ny. M dengan dan pasien kedua Ny. B diagnosa yang
gangguan persepsi sensori halusinasi dengar muncul adalah gangguan persepsi sensori.
dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data Pada pasien pertama Ny. M dengan
subjektif keluarga menyatakan senang karena diagnosa Gangguan Persepsi Sensori
sudah diajarkan teknik mengontrol Halusinasi Dengar berhubungan dengan
halusinasi, keluarga menyatakan pasien tidak kurangnya kemampuan finansial keluarga
mampu melakukan teknik mengontrol ditandai dengan tidak mampunya pasien

x
berobat di pelayanan kesehatan. Pada kemampuan mengontrol halusinasi belum
pasien kedua Ny. B dengan diagnosa tercapai dan intervensi dapat dilanjutkan.
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Dengar berhubungan dengan kurangnya Saran
dukungan keluarga yang ditandai dengan 1. Bagi Peneliti
keluarga sering diancam oleh pasien saat Peneliti mendapat ilmu, pengalaman,
mengingatkan menghardik halusinasi. dan pengetahuan tambahan tentang asuhan
3. Rencana asuhan keperawatan pada pasien keperawatan orang dengan gangguan jiwa
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi halusinasi dengar dalam mengontrol
Dengar antara lain : (1) Pasien dapat halusinasi di wilayah UPTD Puskesmas
membina hubungan saling percaya, pasien Sukorejo Kota Blitar.
dapat mengenali halusinasinya (jenis, 2. Bagi Perguruan Tinggi
waktu, isi, situasi, frekwensi, dan respon Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan
saat timbulnya halusinasi), pasien dapat penelitian in dapat berguna sebagai data
mengontrol halusinasi dengan dasar jika ingin menggunakan pada
menghardik), (2) Pasien mampu penelitian selanjutnya.
mengontrol halusinasi dengan berbincang- 3. Bagi Peneliti Lain
bincang, (3) Pasien dapat mengontrol Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti
halusinasi dengan melakukan aktivitas tentang asuhan keperawatan orang dengan
terjadwal, (4) Pasien dapat mengontrol gangguan jiwa halusinasi dengar dalam
halusinasi dengan minum obat secara mengontrol halusinasi di wilayah UPTD
benar. Puskesmas Sukorejo Kota Blitar, saran bagi
4. Implementasi keperawatan yang peneliti selanjutnya yaitu sebaiknya
dilakukan untukmengatasi Gangguan mengembangkan pedoman wawancara dan
Persepsi Sensori Halusinasi Dengar observasi dari penelitian ini, sehingga
berfokus pada kemampuan mengontrol jawaban pasien dapat mengarah pada tujuan
halusinasi. Pada pasien pertama Ny. M secara
diajarkan teknik mengontrol halusinasi
meliputi : a) Mengenali halusinasi dan DAFTAR RUJUKAN
menghardik, b) Mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain, Ah, Yusuf dkk.(2015). Buku Ajar
c) Mengontrol halusinasi dengan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
melakukan aktivitas terjadwal, d) Salemba Medika.
Mengontrol halusinasi dengan minum
obar secara benar. Pada pasien kedua Ny. Dalami, E. 2010. Konsep Dasar
B diajarkan teknik mengontrol halusinasi Keperawatan Kesehatan Jiwa.
meliputi : Mengenali halusinasi dan Jakarta: TIM.
menghardik halusinasi.
5. Evaluasi pada penelitian ini Damaiyanti, M & Iskandar. 2012. Asuhan
menggunakan metode formatif/ yang Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.
sedang berjalan dan sumatif/ evaluasi Refika Aditama.
akhir. Pada evaluasi formatif masing-
masing pasien menunjukkan peningkatan Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc dkk.
dalam mengontrol halusinasinya secara (2007). Manajemen Keperawatan
bertahap sesuai dengan teknik mengontrol Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa.
halusinasi yang diajarkan. Pada evaluasi Jakarta: EGC.
akhir salah satu pasien belum mampu
melakukan teknik mengontrol halusinasi Ermawati Dalami, S.Kp dkk.(2009).Asuhan
yang diajarkan. Dengan demikian Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.

xi
Herdman,T. Heather., Kamitsuru Shigemi.
2016. Diagnosis Keperawatan Definisi
& Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta : EGC.

Hidayat, A. 2008. Riset Keperawatan dan


Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat, B., Panjaitan, R. 2005. Proses ANALISIS JURNAL
Keperawatan Kesehatan Jiwa Ed. 2.
Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna. 2006. Proses 1. Judul Jurnal


Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Orang dengan gangguan jiwa halusinasi
EGC. dengan dalam mengontrol halusinasi

Nursalam. 2015. Konsep dan penerapan 2. Kata kunci


metodologi penelitian ilmu gangguan jiwa halusinasi dengar dalam
keperawatan edisi revisi. Surabaya: mengontrol halusinasi.
Salemba Medika.
3. Penulis Jurnal
Rochimah, Dalimi, E. dkk. 2011. Wisnu Mengku Hendaru Aji
Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Mahasiswa Keperawatan Poltekkes
Jakarta: CV. Trans Info Media. Kemenkes Malang
wisnumengku96@gmail.com
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset
Keperawatan. Yogyakrta : Graha Ilmu. 4. Latar Belakang
Halusinasi merupakan salah satu gejala
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar gangguan jiwa dimana pasien mengalami
Metodologi Penelitian. Literasi Media perubahan presepsi sensori, merasakan
Publishing. sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan atau perabaan. Pasien merasakan
Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Muhith
Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC. A, 2015).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah
Yusuf, A., Fitriyasari, R & Nihayati, H. kesalahan dalam mempresepsikan suara yang
2015. Kesehatan Jiwa. Jakarta: didengar orang dengan gangguan jiwa. Suara
Salemba Medika. bisa menyenangkan, ancaman, membunuh,
dan merusak.
Dengan asuhan keperawatan gangguan
persepsi sensori halusinasi dengar keluarga
dapat memantau pasien untuk melakukan
teknik mengontrol halusinasi dengar kepada
anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa halusinasi dengar.

5. Tujuan Penelitian
tujuan umum (TUM) agar pasien dapat
mengontrol halusinasi yang dialaminya. Dan
dengan empat tujuan khusus (TUK)

xii
gangguan persepsi sensori halusinasi Peneliti mendapat ilmu, pengalaman, dan
pendengaran, antara lain : pengetahuan tambahan tentang asuhan
a. tujuan khusus pertama (TUK 1) keperawatan orang dengan gangguan jiwa
Pasien dapat membina hubungan saling halusinasi dengar dalam mengontrol
percaya, Pasien dapat mengenal halusinasi di wilayah UPTD Puskesmas
halusinasinya (jenis, waktu, isi, situasi, Sukorejo Kota Blitar.
frekuensi, dan respon saat timbulnya b. Bagi Perguruan Tinggi
halusinasi), Pasien dapat mengontrol Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan
halusinasi dengan menghardik. Rasionalnya penelitian in dapat berguna sebagai data
adalah untuk mengetahui seperti apa kondisi dasar jika ingin menggunakan pada
pasien. penelitian selanjutnya.
b. Tujuan khusus kedua (TUK 2) c. Bagi Peneliti Lain
Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti
berbincang-bincang. Rasionalnya adalah tentang asuhan keperawatan orang dengan
tindakan yang biasa dilakukan pasien gangguan jiwa halusinasi dengar dalam
merupakan upaya mengatasi halusinasi. mengontrol halusinasi di wilayah UPTD
c. Tujuan khusus ketiga (TUK 3) Puskesmas Sukorejo Kota Blitar, saran bagi
Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan peneliti selanjutnya yaitu sebaiknya
melakukan aktivitas terjadwal. Rasionalnya mengembangkan pedoman wawancara dan
adalah tindakan yang dilakukan pasien observasi dari penelitian ini, sehingga
merupakan upaya mengontrol halusinasi. jawaban pasien dapat mengarah pada tujuan
d.Tujuan khusus keempat (TUK 4) secara
Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan
minum obat secara benar. Rasionalnya 8. Manfaat yang didapatkan
adalah untuk membantu mempercepat Kita dapat pemahaman bagaiman
kesembuhan pasien. menghadapi gangguan halusinasi pada
pasien.
6. Hasil Penelitian
Adapun hasil dan pembahasan penelitian
studi kasus berdasarkan hasil wawancara dan
observasi asuhan keperawatan orang dengan
gangguan jiwa halusinasi dengar dalam
mengontrol halusinasi. Fokus studi yang
dipaparkan yaitu pasien mampu menghardik
halusinasi, pasien dapat melaukakan aktivitas
terjadwal, pasien mampu berbincang-bincang
dengan oranhg lain serta pasien mampu
minum obat dengan benar.
Pada hari pertama peneliti memilih Partisipan
yang sesuai dengan kriteria yaitu orang
dengan gangguan jiwa halusinasi dengar,
bersedia menjadi Partisipan dan
menandatangani informed consent, dapat
berkomunikasi dengan baik. Kemudian
peneliti memilih Partisipan sebanyak 2 yaitu
Ny.M (Partisipan I), Ny.B (Partisipan II).

7. Kelemahan yang didapat


a. Bagi Peneliti

xiii

Anda mungkin juga menyukai