Anda di halaman 1dari 32

MODUL

MATA KULIAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA I

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI

Penyusun :

Siswari Yuniarti, SST, SPd, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
KAMPUS SURABAYA
Jl.Mayjend Prof. Dr. Moestopo No 8C Surabaya
Tlp. 031-5038487
MODUL

MATA KULIAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA I

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI

Penyusun :

Siswari Yuniarti, SST, SPd, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
KAMPUS SURABAYA
Jl.Mayjend Prof. Dr. Moestopo No 8C Surabaya
Tlp. 031-5038487

ii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Modul Mata Kuliah Kebutuhan
Dasar Manusia I bagi mahasiswa dapat selesai dan diterbitkan.

Modul ini disusun untuk dijadikan pedoman bagi mahasiswa Program


Studi D-IV Keperawatan Kampus Surabaya agar mudah mempelajari mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia I .

Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-


tingginya kami sampaikan kepada seluruh staff pengajar Mata Kuliah Kebutuhan
Dasar Manusia Program Studi D-IV Keperawatan Kampus Surabaya dan Unsur
Pimpinan yang telah memberikan kontribusi pada penyusunan dan penerbitan
modul ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa Modul ini masih terdapat banyak kekurangan


oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga Modul ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi D-IV Keperawatan Kampus Surabaya
dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Surabaya, 1 Maret 2016

Penyusun

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Modul Mata Kuliah Etika Keperawatan ini telah diperiksa dan dinyatakan
layak dipergunakan sebagai Modul Pembelajaran pada Program Studi DIV
Keperawatan Gawat Darurat Surabaya

Surabaya, 01 Maret 2016


Program Studi DIV Keperawatan Gawat Darurat Surabaya
Ketua

Dwi Adji Norontoko, S.Kep, Ns, M.Kep


NIP. 196309171990031002

Mengetahui
Jurusan Keperawatan
Ketua

Mohammad Najib, SKp., MSc


NIP. 196502221990032001

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


LEMBAR PENGASAHAN iv
DAFTAR ISI v
MODUL
A. Konsep Eliminasi Alvi 6

B. Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Eliminasi Alvi


1) Pengkajian 11
2) Diagnosa Keperawatan 12
3) Perencanaan 12
4) Implementasi 13
5) Evaluasi 16
C. Pemerikasaan Fisik 16
1) Tes Diagnostik 18

2) Pengumpulan Specimen Faeces 19


D. Menolong BAB di atas “bed pan” 20
E. Bowel training 21
F. Pemberian gliserin spuit 22
G. Melakukan enema/huknah 24

DAFTAR PUSTAKA 29
SOAL 30

5
I. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah proses pembelajaran mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pemenuhan kebutuhan Eliminasi Alvi dan dapat melakukan tindakan
keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan Eliminasi Alvi

II. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
melakukan prosedur tindakan keperawatan :

III. Pokok Pembelajaran


a. Konsep Eliminasi Alvi
b. Asuhan Keperawatan pada klien dalam pemenuhan kebutuhan
Eliminasi Alvi, meliputi : Pengkajian, Diganosa Keperawatan,
Perencanaan , tindakan keperawatan, evaluasi dan dokumentasi
keperawatan
c. Pemeriksaan fisik
 Tes diagnostik
 Pengumpulan specimen feses
d. Menolong BAB di atas “bed pan”
e. Bowel training
f. Pemberian gliserin spuit
g. Melakukan enema/huknah
h. Demonstrasi tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi alvi, meliputi :
 Menolong BAB di atas “bed pan”
 Bowel training
 Pemberian gliserin spuit
 Melakukan enema/ huknah

IV. Uraian Materi


1. KONSEP ELIMINASI ALVI
Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika padat)
didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis, dari
esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus
kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.
Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses
pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka
parut pada permukaan saluran pencernaan.Setelah dikunyah lidah
mendorong gumpalan makanan ke dalam faring, dimana makanan

6
bergerak ke esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam
lambung.
2. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang
licin.Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret
mukoid yang berguna untuk perlindungan.
3. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang.Pada saat makanan bergerak ke
arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik
meningkat.Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang
disebut chyme.Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam
duodenum.Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali
lambung setelah makan adalah 2 sampai 6 jam.
4. Ususkecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
 Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
 Jejenum atau bagian tengah dan
 Ileum

5. Usus besar (kolon)


Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir
dari :
 Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
 Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan
sigmoid.
 Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan.Bila isi usus halus mencapai sekum, maka
semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut
chyme).Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi
makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat
padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
 Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah
bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik
air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.

7
 Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga
akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma
asam yang dihasilkan feses.
 Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.

6. Anus / anal / orifisium eksternal


Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu
internal (involunter) dan eksternal (volunter)

Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum.Hal ini juga
disebut bowel movement.Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :


a) Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk
memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan
didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.Begitu
gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup
dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

b) Refleks defekasi parasimpatis


Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal
cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik.Spingter anus individu duduk
ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus
levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran
anus.

Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan


tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan
kebawah kearah rektum.

8
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja
dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak
untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses.

Susunan feses terdiri dari :

1. Bakteri yang umumnya sudah mati


2. Lepasan epitelium dari usus
3. Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
4. Garam terutama kalsium fosfat
5.Sedikit zat besi dari selulosa
6. Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal

a. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, control


b. Diet
c. Pemasukan cairan.Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
d. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik
usus meningkat.
e. Faktor psikologik
f. Kebiasaan
g. Posisi
h. Nyeri
i. Kehamilan : menekan rectum
j. Operasi & anestesi
k. Obat-obatan
l. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
m. Kondisi patologis
n. Iritans

Masalah eliminasi fecal

a. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan.BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum.Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.

9
Penyebabnya :

 Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat,


dan lain-lain
 Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada
gigi, makanan lemak dan cairan kurang
 Meningkatnya stress psikologik
 Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
 Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan
obat pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang
sehingga refleks BAB hilang.
 Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun
sehingga menimbulkan konstipasi.
 Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor.

b. Impaction

Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan


feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.Impaction berat, tumpukan
feses sampai pada kolon sigmoid.

Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi


berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rectum.

c. Diare

Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk.Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi
mukosa.Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol
dan menahan BAB.

d. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan
BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.

10
e. Flatulens

Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus).Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di
usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti
bawang dan kembang kol.

f. Hemoroid

Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal).Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun.Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika
dinding pembuluh darah teregang.Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka
pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien,
karena saat BAB menimbulkan nyeri.Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

1. Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kalainan, perawat
melakukan pengkajian riwayat keparawatan, pengkajian fisik abdomen,
menginfeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang
berhubungan.
Pengkajian eliminasi alvi meliputi mengumpulkan riwayat keperawatan,
melakukan pemeriksaan fisik pada abdomen, rektum dan anus serta inspeksi feses.
Perawat seharusnya juga mengkaji ulang beberapa data yang didapat dari
pemeriksaan diagnostik yang relevan. Perawat melakukan pengkajian fisik sistem
dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.
Pemeriksaan fisik yang terfokus pada evaluasi

PARAMETER STRATEGI PENGKAJIAN


Mobilitas Pada klien yang dapat berjalan.
Observasi cara klien berjalan; tetapakan adanya kebutuhan penggunaan peralatan
bantuan atau seseorang untuk membantu klien.
Pada klien yang menggunakan kursi roda.
Catat tingkat kebutuhan klien akan bantuan untuk berpindah dari kursi ke
commode atau ke kamar mandi
Ketangkasan Minta klien mendemonstrasikan pergerakan tangan yang akan
dibutuhkan untuk memasukan supositoria atau melakukan stimulasi secara manual
( mis, memegang sebuah pensil, memutar jari telunjuk

11
2. Diagnosa Keperawatan
Pengkajian keperawatn tentang fungsi usus klien memberikan informasi yang
dapat mengindikasikan adanya masalah eliminasi actual atau potensial atau
masalah akibat perubahan eliminasi. Masalah-masalah terkait, seperti perubahan
citra tubuh atau kerusakan kulit, membutuhkan intervensiyang tidak berhubungan
dengan kerusakan fungsi usus.Namun pada beberapa kasus, perawat harus
memeberikan perhatian terhadap masalah eliminasi sebanyak memberikan
perhatian terhadap masalah yang terkait.
Kemampuan perawat untuk mengindentifikasi diagnose keperawatan yang benar
tidak hanya bergantung pada pengkajian yang menyeluruh tetapi juga pada
pengenalan batasan karakteristik dan factor-faktor yang dapat mengganggu
eliminasi .perawat menentukan resiko klien dan kebijaksanaan lembaga untuk
memastikan dipertahankannya fungsi usus yang normal.

3. Perencanaan
Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan criteria hasil dengan
menggabungkan kebiasaan atau rutinitas eliminasi klien sebanyak mungkin.
Apabila kebiasaan klien menyebabkan masalah eliminasi, perawat membantu
klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru.Pola defekasi bervariasi pada
setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama
untuk merencanakan intervensi yang efektif.
Apabila klien tidak mampu melakukan suatu funsi atau aktivitas, atau
mengalamikelemahan akibat penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam
rencana asuhan keperawatn. Seringkali anggota kelurga memiliki kebiasaan
eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian, penyuluhan
kepada klien yang sangat penting., anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi
dan ahli terapi enterostoma (perawat ET) dapat menjadi sumber yang berharga.
Apabila klien membutuhkan intervensi bedah, alur kritis dapat dugunakan untuk
mengoordinasi aktivitas tim perawatn kesehatan multidisiplin.
Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut :
1. Memahami eliminasi “normal”
2. Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur.
3. Memahami dan memepertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat.
4. Mengikuti program olahraga secara teratur.
5. Memperoleh rasa nyaman.
6. Mempertahankan integritas kulit.

12
4. Implementasi
Keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada upaya meningkatkan
pemahaman klien dan keluarganya tentang eliminasi fekal.Dirumah, dirumah sakit,
atau di fasilitas perawatan jangka panjang, klien yang mampu belajar dapat
diajarkan tentang kebiasaan defekasi yang efektif.
Perawat harus mengajarkan klien dan keluarga tentang diet yang benar, asupan
cairan yang adekuat, dan factor-faktor yang menstimulasi ataau memperlambat
peristalik, seperti stress emosional.Seringkali pengajaran ini paling baik dilakukan
selama waktu makan klien. Klien juga harus mempelajari pentingnya melakukan
defekasi secara teratur dan rutin serta melakukan olahraga secara teratur dan
mengambil tindakan yang benar ketika muncul masalah eliminasi.

MENINGKATKAN KEBIASAAN DEFEKASI SECAR TERATUR


Salah satu kebiasaan paling yang dapat perawat ajarkan tentang kebiasaan
defekasi ialah menetapkan waktu untuk melakukan defekasi.Untuk memiliki
kebiasaan defekasi yang teratur, seorag klien harus mengetahui kapan keinginan
untuk defekasi muncul secara normal. Perawat menganjurkan klien untuk mulai
menetapkan waktu defekkasi yang paling memungkinkan dalam sehari yang akan
dijadikan sebagai rutinitas, biasanya satu jam setelah makan. Apabila klien harus
menjalani tirah baring atau membutuhkan bantuan dalam berjalan, perawat harus
menawarkan sebuah pispot atau membantu klien mencapai kamar mandi.
Banyak klien melakukan ritual untuk melakukan defekasi.Di rumah sakit atau di
fasilitas perawatn jangka panjang, perawat harus memastikan bahwa rutinitas
pengobatan tidak menggangu jadwal defekasi.Perawat juga harus menjaga privasi
klien. Apabila klien dipaksa untuk menggunakan pispot di ruangan yang diinapi
bersama dengan klien lain, perawat harus menarik gorden di sekeliling tempat
tidur klien sehingga ia dapat berelaksasi, karena ia tahu bahwa tidak akan terjadi
gangguan. Lampu pemanggil harus selalu ditempatkan di tempat yang dapat
dijangkau klien.Pintu kamar mandi harus ditutup, walaupun perawat dapat berdiri
di dekat klien sebagai antisipasi kalau klien membutuhkan bantuan.

MENINGKATKAN DEFEKASI NORMAL


Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak nyaman,
sejumlah intervensi dapat menstimulasi refleks defekasi, memepengaruhi karakter
feses, atau meningkatkan peristaltic.

Katartif dan Laksatif.


Seringkali klien tidak mampu defekasi dengan normal karena rasa nyeri,
konstipasi, atau impaksi.Katartik dan laksatif memberi efek jangka pendek
mengosongkan usus. Agens ini juga digunakan untuk mengeluarkan feses pada
klien yang menjalani pemeriksaan saluran GI dan pembedahan abdomen.

13
Walaupun istilah katartik dan laksatif sering digunakan secara tertukar, katartik
memiliki efek yang lebih kuat pada usus. Tersedia lima tipe laksatif dan katartik.
Katartik dan laksatif tersedia dalam bentuk dosis oral, tablet, dan bubuk
supositoria.Walaupun rute oral paling sering digunakan, katartik yang tersedia
sebagai supositoria adalah bentuk yang paling efektif karena efek stimulasinya
pada mukosa rektum.Supositoria katartik, seperti bisakodil (dulcolax) dapat
bereaksi dalam 30 menit.Lansia yang menggunakan dulcolax sering memperoleh
keinginan kuat yang tiba-tiba untuk defekasi.
Agens antidiare.
Untuk klien yang menderita diare, seringnya pengeluaran feses yang encer
merupakan suatu masalah.Kebanyakan agens antidiare yang paling efektif adalah
opiat, seperti kodein fosfat, opium tintar (paregoric), dan difenoksilat
(lomotil).Agens opiat antidiare menurunkan tonus otot usus sehingga
memperlambat keluaran feses. Opiat menghambat gelombang peristaltik yang
menggerakkan feses ke arah depan, tetapi opiat juga meningkatkan kontraksi
segmen yang membuat isi usus tercampur. Akibatnya, lebih banyak air diabsorbsi
oleh dinding usus.Agens antidiare harus digunakan dengan hati-hati karena
penggunaan opiat dapat menyebabkan ketergantungan.

Enema.
Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon
sigmoid.Alasan utama enema ialah untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltik.Volume cairan, yang dimasukkan, memecah reflek
defekasi.Enema juga diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang
menimbulkan efek lokal pada mukosa rektum.

MEMPERTAHANKAN ASUPAN CAIRAN DAN MAKANAN YANG SESUAI


Dalam memilih diet untuk meningkatkan eliminasi normal, perawat harus
mempertimbangkan frekuensi defekasi, karakteristik feses, dan tipe makanan yang
mengganggu atau meningkatkan defekasi. Klien yang sering memiliki masalah
konstipasi atau impaksi perlu meningkatkan asupan makanan tinggi serat dan
mengonsumsi lebih banyak cairan.Namun, klien harus menyadari bahwa manfaat
terapi diet dalam menghilangkan masalah eliminasi baru dapat dirasakan dalam
jangka waktu yang lama dan mungkin tidak segera menghilangkan masalah,
seperti konstipasi.
Apabila masalah eliminasi berupa diare, perawat dapat merekomendasikan
makanan yang mengandung rendah serat dan melarang konsumsi makanan yang
umumnya menimbulkan gangguan lambung atau kram abdomen.Diare yang
disebabkan oleh penyakit dapat sangat melemahkan klien.Apabila klien tidak
dapat mentoleransi makanan atau cairan secara oral, tetapi intravena (dengan
suplemen kalium) dibutuhkan.Klien kembali ke diet normalnya secara perlahan,
seringkali dimulai dengan cairan.Cairan yang terlalu dingin atau terlalu panas

14
menstimulasi paristeltik, menyebabkan kram abdomen dan selanjutnya
menyebabkan diare.Seiring dengan meningkatnya toleransi terhadap cairan,
makanan padat di programkan.

MENINGKATKAN LATIHAN FISIK SECARA TERATUR


Program latihan harian membantu mencegah timbulnya masalah
eliminasi.Berjalan, mengendarai sepeda, atau berenang menstimulasi
peristaltic.Klien-klien yang duduk dalam jangka waktu lama selama bekerja
adalah kelompok yang paling membutuhkan latihan secara teratur.
Latihan membantu klien-klien yang terbaring di tempat tidur dalam menggunakan
bad pan. Klien dapat melakukan latihan berikut:
o Berbaring terlentang ; kencangkan otot-otot abdomen seakan-akan
mendorong otot tersebut ke dasar. Tahan sampai hitungan ke tiga; kemudian
rileks ulangi lima sampai sepuluh kali sesuai kemampuan klien.
o Tekuk dan kontraksikan otot paha dengan mengangkat satu lutut dengan
perlahan kearah dada. Ulangi sekurang-kurangnya lima kali untuk setiap
tungkai dan frekuensi sesuai kemampuan klien.

MENINGKATKAN RASA NYAMAN


Banyak klien mengalami rasa tidak nyaman akibat perubahan dalam
eliminasi.Nyeri timbul saat jaringan hemoroid secara langsung teriritasi.Flatulen
juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, terutama jika terjadi distensi.
Tujuan utama untuk klien dengan hemoroid ialah supaya mereka dapat
mengeluarka feses yang berbentuk lunak tanpa rasa nyeri.Asupan diet, cairan dan
latihan fisik secara teratur yang dapat meningkatkan kemungkinan feses menjadi
lunak. Apabila klien mengalami konstipasi, pengeluaran feses yang keras dapat
mengakibatkan perdarahan dan iritasi.Kompres panas local pada hemoroid yang
membengkak membuat rasa nyeri hilang untuk sementara. Rendam duduk
merupakan cara yang paling efektif dalam memberikan rasa panas pada klien.

MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS KULIT


Klien yang mengalami diare atau inkontinensia feses beresiko mengalami
kerusakan kulit jika kandungan fases tertinggal di kulit. Masalah yang sama
dialami klien yang memiliki ostomi yang mengeluarkan fases cair. Fases cairan
biasanya bersifat asam dan mengandung enzim-enzim pencernaan.Iritasi akibat
mengelap dengan menggunakan tisu toilet secara berulang-ulang memperburuk
kerusakan kulit. Memandikan kulit yang kotor akan membantu,tetapi dapat
menyebakan kerusakan lebih lanjut, kecuali jika kulit dikeringkansecara
keseluruhan.
Apabila merawat klien yang mengalami kelemahan, yakni klien yang mengalami
inkontinensia dan tidak mampu meminta bantuan, perawat harus sering
memeriksadefekasi klien. Daerah anus dapat dilindungi dengan menggunakan jeli
petrolatum, oksida zink, atau minyak lain yang menjaga kelembaban kulit,
mencegah kulit kering dan pecah-pecah. Infeksi jamur pada kulit dapat timbul

15
dengan mudah.Beberapa agens antijamur berbentuk bubuk efektif untuk melawan
jamur.Bedak bayi atau tepung jagung tidak boleh digunakan karena materi
tersebut tidak mengandung materi medis dan seringkali melekat pada kulit serta
sulit dibersihkan.

MENINGKATKAN KONSEP DIRI


Apabila klien mengalami masalah eliminasi, konsep dirinya dapat terancam.
Inkontinensia yang sering,fases yang berbau busuk, dan peralatan astomi hanya
merupakanbeberapa factor yang dapat menyebabkan klien merasa bahwa ada
suatu perubahan pada citra tubuhnya. Akbatnya klien mungkin menghindari
sosialisasi dengan orang lain atau tidak berkeinginan untuk melaksanakan
tanggung jawab dalam merawat dirinya. Perawat dapat memainkan peranan
penting dalam mengembalikan konsep diri klien melalui intervensi berikut :
o Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan masalah atau rasa
takutnya tentang masalah eliminasi.
o Berikan klien dan keluarganya informasi sehingga mereka dapat memahami
dan menangani masalah eliminasi.
o Berikan umpan balik positif jika klien berupaya melakukan perawatan dirinya
secara mandiri.
o Bantu klien menangani kondisi tetapi jangan mengharapkan klien untuk
menyukainya.
o Jaga privasi klien selama prosedur berlangsung.
o Perlihatkan sikap menerima dan memahami klien.

5. EVALUASI
Keefektifan keperawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan
dan hasil akhir yang diharapkan dari perawatan. Secara optimal klien akan mampu
mengeluarkan fases yang lunak secara teratur tanpa merasa nyeri. Klien juga akan
memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan pola eliminasi normal
dan untuk mendemonstrasikan keberhasilan yang berkelanjutan, yang diukur
berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang. Klien akan
mampu melakukan defekasi secara normal dengan memanipulasi komponen-
komponen alamiah dalam kehidupan sehari-hari seperti diet,asupan cairan,dan
olahraga. Ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk membantu defekasi
seperti enema dan penggunaan laksatif, menjadi minimal. Klien akan merasa
nyaman dengan protocol ostomi dan mengidentifikasikan protocol tersebut
sebagai sesuatu yang dapat dipraktikkan secara pasti.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan
defekasi klien. Gambaran yang klien katakan sebagai “ normal “ atau “ tidak
normal “ mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang cenderung meningkatkan
eliminasi normal. Dengan mengidentifikasi pola normal dan abnormal, kebiasaan,
dan persepsi klien tentang eliminasi fekal memungkinkan perawat menentukan

16
masalah klien.Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan
faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi.
a. Penentuan pola eliminasi klien yang biasa.
b. Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi
normal.
c. Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi.
d. Deskripsi klien tentang karakteristik feses.
e. Riwayat diet.
f. Gambaran asupan cairan setiap hari.
g. Riwayat olahraga.
h. Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan dirumah.
i. Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran Gastro
Intestinal.
j. Keberadaan dan status diversi usus.
k. Riwayat pengobatan.
l. Status emosional.
m. Riwayat sosial.
n. Mobilitas dan ketangkasan.

Mulut.
Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur
gigi yang buruk mempengeruhi kemampuan mengunyah.
Abdomen.
Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk,
kesimetrisan, dan warna kulit.Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa,
gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi.
Dalam kondisi normal, gelombang peristaltis tidak terlihat.Namun,
gelombangperistaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus.
Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk
mengkaji bising usus disetiap kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5-15
detik dan berlangsung selama ½ sampai beberapa detik.Sambil mengauskultasi,
perawat memeperhatikan karakter dan frekuensi bising usus.Peningkatan nada
hentakan pada bising usus atau bunyi “tinkling” (bunyi gemerincing) dapat
terdengar, jika terjadi distensi. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang
hipoaktif (bising usus kurang dari lima kali per menit) terjadi pada obstruksi usus
dan gangguan inflamasi.
Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri
tekan.Penting bagi klien untuk rileks.Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu
hasil palpasi organ atau masa yang berada dibawah abdomen tersebut.
Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Pemahaman tentang
lima bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang

17
berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani.Masa,
tumor dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi.
Rektum.
Perawat menginspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan
warna, inflamasi dan hemoroid.Kelainan harus dicatat dengan cermat.Untuk
memeriksa rektum, perawat melakukan palpasi dengan hati-hati.Setelah
mengenakan sarung tangan sekali pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari
telunjuk.Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien
melakukannya, perawat memasukan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang
sedang relaksasi menuju umbilikus klien.Sfingter biasanya berkonstriksi
mengelilingi jari perawat.Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum
klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang
tidak teratur.Mukosa rektum normalnya lunak dan halus.Mendorong jari telunjuk
dengan paksa ke dinding rektum atau memasukan jari telunjuk yang terlalu jauh
dapat menyebabkan ketidaknyamanan.

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang
bermanfaat untuk mempelajari masalah eliminasi.Analisis kandungan feses di
laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti tumor, perdarahan dan
infeksi.
Spesimen feses.Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan
bahwa spesimen di ambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah
yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat waktu.Institusi menyediakan wadah
khusus untuk tempat spesimen feses.Beberapa pemeriksaan memerlukan
penempatan spesimen didalam pengawet kimia.
Teknik aseptik medis harus diguanakan selama proses pengambilan spesimen
feses. Karena sekitar 25% bagian feses yang padat merupakan bakteri dari kolon,
perawat harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat berhubungan dengan
spesimen.
Pemeriksaan diagnostik.
Klien mungkin menjalani pemeriksaan diagnostik, baik sebagai pasien rawat jalan
maupun sebagai pasien rawat inap. Visualisasi struktur GI dapat dilakukan
melalui pendekatan langsung ataupun tidak langsung.
Visualisasi langsung. Instrumen yang dimasukkan ke dalam mulut
(memperlihatkan saluran GI bagian atas atau upper GI, UGI) atau rektum
(memperlihatkan saluran GI dibagian bawah) memungkinkan dokter
menginspeksi integritas lendir, pembuluh darah., dan bagian organ tubuh.
Endoskop fiberoptik merupakan sebuah instrumen optik yang dilengkapi dengan
lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber cahaya pada
bagian ujungnya.Alat ini memungkinkan penampakan struktur pada ujung selang
dan pemasukan instrumen khusus untuk biopsi.

18
Proktoskopi dan sigmoidoskopi merupakan instrumen yang kaku, berbentuk
selang yang dilengkapi dengan sumber cahaya.Prostokopi terlihat seperti
spekulum dengan sebuah lampu.Instrumen ini kurang fleksibel dari pada skop
fiberoptik dan lebih berpotensi menimbulkan gangguan kenyamanan.
Endoskopi atau gastrokopi UGI memungkinkan visualisasi esofagus, lambung
dan duodenum.Dokter menginspeksi tumor, perubahan vaskular, inflamasi
mukosa, ulkus, hernia, dan obstruksi. Sebuah gastrokop memampukan dokter
mengambil spesimen jaringan (atau biopsi), mengangkat pertumbuhan jaringan
yang abnormal (polip), dan sumber-sumber darah samar dari perdarahan.
Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi hal-hal berikut:
1. Klien mendatangani surat persetujuan tindakan.
2. Klien melakukan puasa setelah tengah malam.

2. PENGUMPULAN SPESIMEN FAECES

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL


Kemungkinan
Karakteristik Normal Abnormal penyebab

Adanya pigmen empedu


(obstruksi empedu);
pemeriksaan diagnostik
Pekat / putih menggunakan barium
Obat (spt. Fe); PSPA
(lambung, usus halus);
diet tinggi buah merah
dan sayur hijau tua (spt.
Hitam Bayam)
PSPB (spt. Rektum),
beberapa makanan spt
Merah bit.
Malabsorbsi lemak; diet
Dewasa : tinggi susu dan produk
kecoklatan Pucat susu dan rendah daging.
Bayi :
kekuningan Orange atau
Warna hijau Infeksi usus

Dehidrasi, penurunan
motilitas usus akibat
kurangnya serat, kurang
latihan, gangguan emosi
Keras, kering dan laksantif abuse.
Berbentuk, lunak, Peningkatan motilitas
agak cair / usus (mis. akibat iritasi
Konsistensi lembek, basah. Diare kolon oleh bakteri).

19
Silinder (bentuk Mengecil,
rektum) dgn Æ bentuk pensil
2,5 cm u/ orang atau seperti
Bentuk dewasa benang Kondisi obstruksi rektum
Tergantung diet
(100 – 400
Jumlah gr/hari)
Aromatik :
dipenga-ruhi oleh
makanan yang
dimakan dan flora
Bau bakteri. Tajam, pedas Infeksi, perdarahan
Sejumlah kecil
bagian kasar
makanan yg tdk
Infeksi bakteri
dicerna, potongan
Konsidi peradangan
bak-teri yang Parasit
mati, sel epitel, Darah Perdarahan
lemak, protein, gastrointestinal
unsur-unsur Lemak dalam
kering cairan jumlah besar Malabsorbsi
pencernaan
(pigmen empedu Benda asing Salah makan
Unsur pokok dll)

4. MENOLONG BAB DI ATAS BED PAN


1. Rendahkan kepala tempat tidur yang datar dan bantu klien menggeser
badannya ke salah satu sisi, dengan punggung membelekangi anda.
2. Taburkan bedak secukupnya ke bagian punggung dan bokong untuk
mencegah kulit menempel pada pispot.
3. Letakkan pispot dengan mantap tepat di bawah bokong, turunkan bedpan
yang menempel dengan bokong klien di atas matras dengan bagian yang
bercelah mengarah ke kaki klien.
4. Dengan meletakkan satu tangan pada pispot, letakkan tangan yang lain di
sekeliling pinggul distal klien. Minta klien untuk menggeser tubuhnya ke
atas pispot, daam keadaan datar di atas tempat tidur.Jangan menggeser
pispot di bawah klien.
5. Dengan posisi klien yang nyaman, tinggikan kepala tempat tidur 30
derajat.
6. Letakkan sebuah handuk gulung atau bantal kecil di bawah kurva lumbal
punggung klien untuk menambah rasa nyaman.
7. Tinggikan posisi lutut yang ditekuk atau minta klien untuk menekukkan
lutut untuk mengambil posisi jongkok. Jangan tinggikan lekukan lutut, jika
dikontraindikasikan.

20
Perawat harus mempertahankan privasi klien yang sedang menggunakan
pispot.Lampu pemanggul dan suplai kertas toilet harus diletakkan di tempat yang
mudah dijangkau.Saat klien selesai, perawat dengan segera berespons terhada
ptanda panggilan dan mengangkat pispot tersebut.Klien mungkin membutuhkan
bantuan untuk membersihkan anus dan perineumnya.Untuk mengangkat pispot,
perawat meminta klien menggeser badannya ke samping atau meninggikan
pinggulnya.Perawat memegang pispot dengan kuat untuk mencegah agar pispot
tidak jatuh.Perawat tidak boleh menarik atau mendorong pispot dari bawah
pinggul klien karena hal ini dapat menarik kulit klien dan menyebabkan
timbulnya cedera jaringan, seperti ulkus akibat tekanan.Setelah pispot diangkat,
perawat yang masih mengenakan sarung tangan, membersihkan daerah anus dan
perineum.
Setelah mengkaji feses, perawat harus segera mengosongkan dan
membuang isi pispot ke dalam toilet atau ke wadah khusus di dalam ruang
peralatan.Kran pancur yang tersedia pada kebanyakan toilet memungkinkan
perawat membersihkan pispot secara keseluruhan. Klien menggunakan bedpan
yang sama setiap kali ia buang air. Perawat harus mencatat karakteristik feses.
Perawat harus sering menawarkan pispot. Klien mungkin secara tidak sengaja
mengotori sprei tempat tidur jika ia dipaksa menunggu. Banyak klien mencoba
untuk tidak menggunakan pispot karena hal itu membuatnya malu dan merasa
tidak nyaman.Mereka mungkin mencoba untuk ke kamar mandi walaupun kondisi
tidak memperbolehkan mereka berjalan. Perawat harus mengingatkan klien akan
risiko jatuh atau kecelakaan.

5. BOWEL TRAINING
Klien yang mengalami inkontinensia usus tidak mampu mempertahankan
kontrol defekasi. Program bowel training dapat membantu beberapa klien
mendapatkan defekasi yang normal, terutama klien yang masih memiliki kontrol
neuromuscular.
Program pelatihan melibatkan pengaturan kegiatan rutin sehari-hari. Klien
memperoleh kontrol refleks defekasi dengan berusaha melakukan defekasi pada
waktu yang sama setiap hari dan menggunakan tindakan yang dapat
meningkatkan defekasi. Program ini membutuhkan waktu, kembaran, dan
konsistensi.Dokter menentukan kesiapan fisik klien dan kemampuannya untuk
memperoleh manfaat dari pelatihan ini. Program yang sukses dilakukan dengan
langkah-langkah berikut:
1. Mengkaji pola eliminasi normal dan mencatat waktu saat klien menderita
inkontinensia usus.
2. Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan
defekasi.
3. Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria
katartik sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu defekasi yang

21
dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari fesses sehingga supositoria
menyentuh mukosa usus)
4. Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (jus prune)(atau
cairan apapun yang secara normal menstimulai peristaltik klien) sebelum
waktu defekasi.
5. Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
6. Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15 sampai
20 menit)
7. Menginstruksikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat duduk
di atas toilet, untuk memberikan tekanan manual dengan menggunakan
kedua tangan pada abdomen, dan untuk mengedan tetapi jangan mengedan
untuk menstimulasi pengosongan kolon.
8. Tidak mengritik atau membuat klien frustasi jika ia gagal melakukan
defekasi.
9. Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat
secara teratur.
10. Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.

6. PEMBERIAN GLISERIN SPUIT


Memberikan gliserin spuit adalah suatu tindakan memasukkan cairan minyak
gliserin melalui anus ke dalam rektum dengan menggunakan spuit gliserin.
Bertujuan untuk merangsang peristaltik sehingga pasien bisa BAB

Perhatian :
 Persiapan tindakan operasi/persalinan/persiapan pemeriksaan radiologi
 Memberi rasa nyaman
 Dalam pelaksanaan harus diperhatikan kontra indikasi pemberian
gliserin spuit seperti pasien dengan sakit jantung, perdarahan, kontraksi
yang kuat, pembukaan lengkap.
 Bila pada saat pemberian gliserin spuit ada hambatan, jangan
dipaksakan.
 Dapat dilakukan pada pasien obstipasi, sebelum partus kala I fase laten
atau persiapan operasi.

PROSEDUR
I. Persiapan:
1. Persiapan pasien dan keluarga
 Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
 Menjelaskan prosedur tindakan
 Posisi pasien diatur miring
2. Alat-alat:

22
 Handschoen disposible
 Nierbekken
 Pispot, pengalas dan perlak
 Air dalam botol cebok dan tisu
 Vaselin
 Spuit gliserin diisi dengan gliserin hangat sebanyak 10 sampai 20 cc,
dan udara dikeluarkan
3. Lingkungan: Menjaga privacy pasien

4. Perawat:
 Mencuci tangan.
 Menilai keadaan umum pasien
 Mengukur tanda-tanda vital
 Kemampuan mobilisasi

A. Pelaksanaan:
1. Memberi kain penutup untuk menutupi bagian bawah tubuh pasien dan
buka pakaian bagian bawah .
2. Pasang pengalas dan perlak di bawah bokong
3. Dekatkan nierbekken
4. Perawat memakai handschoen
5. Tangan kiri membuka belahan bokong bagian atas, tangan kanan
memasukan spuit gliserin ke dalam anus sampai pangkal kanul dengan
posisi ujung spuit diarahkan seperti menyendok.
6. Masukkan minyak gliserin perlahan-lahan sambil pasien dianjurkan
menarik nafas panjang.
7. Spuit gliserin dikeluarkan dari anus dan ditaruh dalam nierbekken.
8. Minta pasien untuk menahan BAB sebentar, kemudian pasang pispot, dan
persilakan pasien BAB.
9. Untuk pasien yang dapat mobilisasi berjalan, pasien dapat dianjurkan ke
toilet.
10. Setelah selesai bersihkan daerah bokong dengan menggunakan air dan
tisu.
11. Angkat pispot, perlak dan pengalas
12. Kenakan pakaian bagian bawah, rapikan tempat tidur
13. Lepaskan handschoen, cuci tangan
14. Membuat catatan keperawatan yang mencakup: tindakan dan hasil
tindakan, respon pasien, dan observasi feces.

23
7. MELAKUKAN ENEMA / HUKNAH
Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon
sigmoid.Alasan utama enema ialah untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltik.Volume cairan, yang dimasukkan, memecah reflek
defekasi.Enema juga diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang
menimbulkan efek lokal pada mukosa rektum.
PEMBERIAN ENEMA PEMBERSIH
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji status klien; deteksi defekasi terakhir, pola normal defekasi, adanya
hemoroid, mobilisasi, dan kontrol sfinger eksterna. Kaji jika terdapat
kontra indikasi terhadap pemberian enema. Menentukan adanya faktor-
faktor yang meng- Indikasikan kebutuhan untuk dilakukannya enema dan
hal tersebut mempengaruhi metode pemberian enema. Enema biasanya
tidak diberikan kepada klien yang mengalami peningkatan tekanan
intrakranial atau yang baru menjalani bedah rektum atau bedah prostat.
2. Meninjau kembali program dokter tentang tindakan enema. Menentukan
jumlah enema yang akan dilakukan dan tipe enema yang akan diberikan
(mis., retensi minyak, carminative, medikasi). Mengatur aktivitas perawat,
dengan demikian meningkatkan efisiensi.
3. Mengumpulkan peralatan yang dibutuhkan, antara lain :
a) Enema yang terbungkus dalam kemasan :
1) Botol sekali pakai yang terlebih dahulu dikemas dan memiliki ujung
rektum. Berisi larutan dan melunakkan ujung untuk dimasukkan.
2) Sarung tangan sekali pakai.
3) Jeli pelumas.
4) Alas kedap air.
5) Selimut mandi.
6) Tisu toilet.
7) Pispot atau commode
8) Lap basah, handuk, dan baskom.

b) Pemberian kantung enema :


1) Wadah larutan enema.
2) Selang dan klem, jika belum terpasang pada wadah, seperti pada set sekali
pakai. Bergantung pada tipe enema yang akan diberikan.
3) Selang rektum dengan ukuran yang sesuai. Orang dewasa : #22=#30 Fr
Selang rektum harus cukup kecil sehingga sesuai dengan diameteranus dan
cukup besar. Anak ; #12= #18Fr untuk mencegah kebocoran larutan dari
sekitar selang
4) Tipe dan volume larutan yang sesuai dengan program, dihangatkan sampai
40,50-430C untuk orang dewasa dan 370C untuk anak. Anda harus
mengetahui tipe dan berapa banyak cairan yang dapat klien toleransi

24
dengan aman. Air panas dapat membakar mukosa usus; air dingin dapat
menimbulkan kram abdomen dan larutan sulit dipertahankan
5) Termometer untuk mandi digunakan untuk mengukur suhu larutan.
6) Jeli pelumas
7) Alas kedap air Mengurangi friksi dan iritasi pada mukosa rektum
8) Selimut mandi
9) Tisu toilet
10) Pispot, ditambah kursi toilet atau akses ke toilet
11) Sarung tangan sekali pakai Melindungi tangan dan mengurangi
penyebaran mikroorganisme.
12) Lap basah, handuk, dan baskom Digunakan untuk membersihkan klien
setelah prosedur, bergantung pada tingkat mobilitas klien.
13) Tiang intravena digunakan untuk menggantung wadah larutan.

4. Identifikasi klien dengan benar dan jelaskan prosedur.


 Mengurangi ansietas dan meningkatkan kerja sama
 Pemberian enema pembersih

5. Hubungan kantung enema dengan larutan yang sesuai dan selang rektum
6. Cuci tangan Mengurangi penyebaran infeksi
7. Mengurangi rasa malu klien
8. Berikan privasi dengan menutup gorden di sekeliling tempat tidur atau
menutup pintu ruangan klien Meningkatkan penggunaan mekanika tubuh
yang baik dan meningkatkan keamanan klien
9. Tinggikan tempat tidur sampai mencapai ketinggian yang nyaman untuk
perawat bekerja dan tinggikan kerangka pengaman tempat tidur pada sisi
yang berlawanan dengan tempat anda berdiri Kemungkinan larutan enema
mengalir kearah bawah akibat gaya gravitasi disepanjang lengkung
alamiah kolon simoid dan rektum sehingga meningkatkan retensi saluran.
(klien yang mempunyai kontrol sfingter yang buruk tidak dapat
mempertahankan semua larutan enema )
10. Letakan alas kedap air dibawah pinggul dan bokong klien Mencegah klien
supaya tidak kotor
11. Menutupi klien dengan selimut mandi, sehingga bagian tubuh yang terlihat
hanya daerah rektum Mempertahankan rasa hangat, mempertahankan
pemaparan bagian tubuh dan memungkinkan klien merasa lebih rileks dan
nyaman
12. Letakan pispot atau comode dalam posisi yang dapat dijangkau dengan
mudah. Apabila klien akan mengeluarkan isi usus ke toilet, pastikan
bahwa toilet lancar Memastikan akses untuk menjaga apabila klien tidak
mampu menahan larutan enema

25
13. Kenakan sarung tangan sekali pakai Mencegah penyebaran mikro
organisme dari feses
14. Berikan enema.

A. Dengan menggunakan wadah sekali pakai yang sudah dikemas :


1. buka penutup plastik dari ujung rektum. Ujung ini sudah dilumasi,
tetapi jeli dapat ditambahkan lagi sesuai kebutuhan.
2. Dengan perlahan regangkan belahan bokong dan cari rektum.
Instruksikan klien untuk rileks dengan mengeluarkan napas secara
perlahan melalui mulut
3. Masukan ujung botol dengan perlahan kedalam rektum. Masukan lagi
ujung botol tsb sejauh 7,5-10cm pada orang dewasa, 5-7,5 pada anak –
anak, 2,5- 3,5 pada bayi
4. Peras botol sampai semua larutan masuk kedalam rektum dan kolon
B. Menggunakan kantung larutan enema :
1. Tambahkan larutan hangat kedalam kantung enema. Periksa suhu
larutan dengan menggunakan termometer air mandi atau dengan
menuangkan sedikit larutan kedalam pergelangan tangan
2. Tinggikan wadah, bebaskan klem, dan biarkan larutan mengalir cukup
lama untuk mengisi selang.
3. Klem kembali selang
4. Lumasi 7,5- 10cm ujung selang rektum dengan jeli pelumas
5. Dengan lembut regangkan belahan bokong dan cari rektum.
Instrksikan klien untuk rileks dengan mengeluarkan napas secara
perlahan melalui mulut
6. Masukan ujung selang rektum dengan perlahan mengarahkan selang
kearah umbilikus.
7. Tahan supaya selang btetap direktum secara konstan sampai semua
larutan dimasukan
8. Buka klem pengatur dan biarkan laruta masuk pelahan dengn wadah
berada pada ketinggian pinggul klien.
9. Naikan tinggi wadah enema secara perlahan sampai ketinggian yang
tepat diatas pinggul. Waktu masukan enema bervariasi sesuai dengan
kemampuan klien untuk menerima kecepatan infusi yang diberikan
10. Rendahkan wadah atau klem selang klien mengeluh merasakan kram
atau jika cairan keluar dari selang rektum
11. Klem selang setelah semua larutan dimasukan Lubrikasi
memungkinkan insersi selang rektum yang lancar tanpa menyebabkan
iritasi atau trauma pada rektum
 Menghembuskan napas akan meningkatkan relaksasi sfingter anus
externa
 Mencegah trauma pada mukosa rektum

26
 Hanya diperlukan sejumlah kecil larutan hipertonik untuk
menstimulasi defekasi
 Air panas dapat membakar mukosa usus. Air dingin dapat
menimbulkan kram abdomen dan larutan sulit ditahan di dalam
usus
 Mengeluarkan udara dari selang
 Mencegah kehilangan larutan lebih banyak
 Memungkinkan memasukan selang rektum dengan lancar tanpa
menimbulkan resiko iritasi atau trauma pada mukosa
 Menghembuskan napas akan meningkatkan relaksasi sfingter anus
aksterna
 Mencegah trauma pada mukosa rektum akibat gesekan selang pada
dinding rektum yang tidak sengaja. Pemasukan selang di luar batas
yang seharusnya dapat menimbulkan perforasi usus
 Kontraksi usus dapat menyebabkan selang rektum keluar
 Infusi larutan yang cepat dapat menstimulasi keluarnya selang
rektum
 Memungkinka infusi larutan secara lambat dan kontinu.Menaikan
wadah terlalu tinggi menyebabkan infusi berjalan dengan cepat dan
kemungkinan dapat menimbulokan distensi kolon yang nyeri.
Tekanan yang tinggi dapat menyebabkan ruotur usus pada bayi
 Penghentian sementara infusi akan mencegah kram. Kram dapat
mencegah klien mempertahankan semua cairan sehingga mengubah
keefektifan enema
 Mencegah masuknya udara ke dalam rektum
12. Tempatkan helaian tisu toilet di sekeliling selang didaerah anus dan tarik
selang rektura secara perlahan Memungkinkan kenyamanan kebersihan
klien
13. Jelaskan kepada klien bahwa perasaan distensi adalah normal. Minta klien
untuk mempertahankan larutan selama 5-10 menit Larutan mendistensi
usus.Lamanya klien menahan bervariasi sesuai dengan enema dan
kemampuan klien.
14. Buang wadah dan selang enema ditempat sampah yang tepat atau
bersihkan keseluruhan wadah dengan meggunakan sabun dan air hangat.
Mengontrol penyebaran dan pertumbuhan mikroorganisme
15. Lepas sarung tangan dengan membalik bagian dalam keluar dan buang
ditempat sampah Mencegah penyebaran mikroorganisme
16. Bantu klien kekamr mandi atau bantu memposisikan klien keatas pispot
atau kurri toilet. Posisi jongkok yang normal meningkatkan defekasi
17. Observasi karakter fesef dan larutan.inspeksi karakter feses dan cairan
yang dikeluarkan Apabila enema diprogramkan untuk deberikan sampai

27
jernih sangatlah penting untuk memantau isi larutan yang dikeluarkan.
Menentukan apakah feses dikeluarkan atau ditahan
18. Bantu klien sesuai kebutuhan untuk membersihkan area anus dengan
menggunakan sabun dan air hangat Kandungan feses dapat mengiritasi
kulit. Higiene meningkatkan rasa nyaman
19. Cuci tangan Mengurangi penyebaran infeksi
20. Observasi klien ( terutama lansia) untuk melihat adnya tanda dan gejala
ketifakseimbangn cairan dan elektrolit dan atau frekuensi denyut nadi
Klien dapat mengalami kehilangan cairan dan elektrolit akibat pemberian
enema
21. Catat informasi yang berhubunngan, termasuk tipe dan volum enema yang
diberikan dan warna, jumlah serta konsistensi feses yang dikeluarkan
Mengomunikasikan informasi yang berhubungan kepada semua anggorta
tim perawatan kesehatan.

28
DAFTAR PUSTAKA

 https://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-
kebutuhan-eliminasi-fecal/
12.27
 http://bayurezpectoor.blogspot.co.id/p/askep-eliminasi-alvi-bab-ii-
pembahasan.html
13.05
 http://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
 https://nersferdinanskeperawatan.wordpress.com/2010/01/06/memberikan-
gliserin-spuit/
18.34

29
SOAL
1. Berikut ini yang bukan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi fecal adalah...
a. Operasi dan anestesi
b. Usia dan perkembangan
c. Pemasukan cairan
d. Tonus otot kandung kemih
e. Usia dan perkembangan

2. Tn. A masuk di ruang UGD di RS Mitra dengan keluhan tidak BAB


selama 2 minggu, keluhan lain yang dirasakan adalah pusing, dan mual,
pada pemeriksaan fisik tanpak adanya distensi abdomen dan terdengar
bunyi tympani ketika diperkusi. Dari data menunjukkan bahwa Tn A
mengalami…
a. Konstipasi
b. Defekasi
c. Diare
d. Obstipasi
e. Inkontinensia Alvi

3. Selama 2 minggu Tn M (78 th) tidak dapat mengendalikan gas atau


kotoran yang keluar dari perutnya, juga celananya sering kotor terkena
fesesnya karena tidak sempat BAB di toilet, dari masalah yang dialami Tn
M tindakan atau intervensi yang bisa dilakukan oleh perawat adalah
sebagai berikut...
a. Pada waktu tertentu , setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah
pasien dan berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien
untuk selalu berusaha latihan.
b. Berikan obat laksantif, misalnya Dulcolax atau jenis obat
supositoria.
c. Lakukan tindakan enema atau huknah
d. Diet rendah sisa atau serat selama terjadinya perdarahan
e. Pemberian gliserin spuit

4. Seorang perawat mengkaji feses salah satu klien pagi ini, dan ternyata
warna dari feses tersebut berwarna putih dan pekat. Kemungkinan
penyebab hal tersebut adalah...
a. Adanya pigmen empedu
b. Terdapat adanya infeksi usus
c. Adanya malabsorbsi lemak
d. Kurangnya mengkonsumsi serat

30
e. Adanya pendarahan pada rektum

5. Perawat mengetahui bahwa defekasi berawal karena adanya desakan feses


pada dinding rectum yang menimbulkan refleks defekasi, refleks-refleks
yang dimaksud adalah…
a. Intrinsik dan parasimpatis
b. Mesentrikus dan simpatis
c. Refleks sfingter ani
d. Refleks sfingter pilorus dan simpatis
e. Simpatis dan parasimpatis

31
32

Anda mungkin juga menyukai