Disusun oleh:
DIVASEPTI UKI KARISIDIANA
P1337420616049
4. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh:
cardiac pain).
b. Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab.
c. Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna).
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh:
bagian tubuh yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena
injury medulla spinalis.
I. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam
kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nosiseptor) ada yang bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute
saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis.
Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi
kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang
lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua
kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau
stimulus listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu:
1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apalagi
penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi (Tamsuri, 2010).
II. PATHWAYS
Trauma jaringan,
infeksi
Kerusakan sel
Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)
Dihantarkan
serabut tipe A,
dan serabut tipe C
Medulla spinalis
Sistem aktivasi
retikular Sistem aktivasi Area grisea
retikular peraikueduktus
Talamus
Hipotalamus dan
sistem limbik Talamus
Otak
(korteks somatosensoarik)
Persepsi nyeri
Nyeri
III. PENGKAJIAN
A. Aspek biologis
1. Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2. Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan
aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
B. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme
koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
D. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti
apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien
dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
E. Perubahan muskuloskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi;
dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
F. Perubahan kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyakinkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
G. Perubahan Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
H. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema
yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak
hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
J. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
2. Karakterisktik nyeri
Nyeri memiliki beberapa karakterisktik, antara lain:
a. Faktor pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal inin perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya
nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien
dan menanyakan perasaan apa yang mencetuskan nyeri.
b. Kualitas (Q: quality)
Sering kali pasien mengungkapkan nyeri dengan kalimat-kalimat:
tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah seperti tertindih, perih,
tertusuk, dan lain-lain dimana tiap pasien mungkin berbeda dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c. Lokasi (R: region)
Mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pasien menunjukkan
semu bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien.
d. Keparahan (S: serve/scale)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeir merupakan karakteristik yang
palin subjektif.Pada pengkajian ini pasien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.
Menurut Smeltzer, S.C (2002) macam-macam skala nyeri adalah sebagai
berikut :
1) Skala intensitas nyeri deskriptif
2) Skala identitas nyeri numerik
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan
Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat
Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Skala nyeri, menggunakan Faces Rating Scale
Pasien yang kesulitan menentukan skala sakitnya dengan VAS
maupun NRS dapat ditunjukkan gambar berisi ekspresi wajah dari mulai
yang paling kiri (tidak nyeri) hingga paling kanan yang berarti nyeri paling
hebat.
f. Durasi (Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awalan, durasi,
dan rangkaian nyeri.
3. Respon perilaku
4. Respon afektif
Respon asfektif jua perlu diperhatikan misalnya cemas, depresi, dll.
5. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga
mengetahui sejau mana dia membantu dalam program aktivitas pasien.
6. Persepsi klien tentang nyeri
Perawat perlu mengkaji persepsi pasien terhapada nyeri, bagaimana pasien
menghubungkan antara nyeri yang dialami dengan proses penyakit atau hal lain
dalam diri atau lingkungan sekitarnya.
7. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Perlu mengkaji cara-cara yang biasa pasien gunakan untuk menurunkan
nyeri agar dapat memasukkannya dalam rencana keperawatan (Perry dan Potter,
2012)
Resiko infeksi Pasien tidak mengalami infeksi selama 7×24 NIC 1 : Infection control
- Prosedur infasive jam dengan kriteria hasil: - Rawat luka tiap 2 hari
- Pertahanan tubuh tidak adekuat NOC 1: Immune Status - Rawat infus dan kateter tiap 3 hari
Dibuktikan dengan: - Anjurkan pengunjung untuk mencuci
- Jumlah leukosit dalam batas normal tangan saat berkunjung dan setelah
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi berkunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
NOC 2: Knowledge (infection control) tindakan keperawatan
Dibuktikan dengan: - Monitor tanda-tanda infeksi seperti
- Menunjukkan kemampuan untuk kemerahan, panas, nyeri, tumor
mencegah timbulnya infeksi - Monitor TTV (temperature) tiap 4 jam
- Monitor hasil laboratorium
NOC 3: Risk Control - Berikan antibiotik sesuai aturan
Dibuktikan dengan: (Cefotaxim)
- Menunjukkan perilaku hidup sehat. - Ajari pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi dan kalau terjadi
melaporkan pada perawat
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga
cara mencegah infeksi
Hambatan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Latihan Kekuatan
dengan : ... × 24 jam klien menunjukkan: - Ajarkan dan berikan dorongan pada
a. Nyeri muskuloskeletal - Mampu mandiri total klien untuk melakukan program latihan
b. Nyeri insisi - Membutuhkan alat bantu secara rutin
- Membutuhkan bantuan orang lain Latihan untuk ambulasi
- Membutuhkan bantuan orang lain dan alat - Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
- Tergantung total yang aman kepada klien dan keluarga.
Dalam hal : - Sediakan alat bantu untuk klien seperti
- Penampilan posisi tubuh yang benar kruk, kursi roda, dan walker
- Pergerakan sendi dan otot - Beri penguatan positif untuk berlatih
- Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring mandiri dalam batasan yang aman.
kanan-kiri, berjalan, kursi roda Latihan mobilisasi dengan kursi roda
- Ajarkan pada klien & keluarga tentang
cara pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga tentang
cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga untuk
dapat mengatur posisi secara mandiri
dan menjaga keseimbangan selama
latihan ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan
VI. EVALUASI
A. Pencapaian peredaan nyeri
- Nilai nyeri berkurang pada skala 2
- Nilai nyeri berkurang pada waktu yang panjang
B. Perawat memberikan medikasi analgetik yang di terapkan dengan benar
- Benar pasien, dosis dan obat
- Prosedur penggunaan obat benar
C. Menggunakan strategi nyeri non farmakologi yang direkomendasikan
D. Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping yang minimal dari intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia :
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.
Nian SP, 2010. Konsep dan proses keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Surakarta.
Perry dan Potter, 2012.Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Penerbit Buku kedokteran : EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing