Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA


AMAN , NYAMAN DAN NYERI DI RUANG TERATAI
RSUD AMBARAWA

Disusun oleh:
DIVASEPTI UKI KARISIDIANA
P1337420616049

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2017
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Menurut Smeltzer & Bare
(2002) nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapan pun individu mengatakannya. Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subjektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
B. Istilah dalam Nyeri
1. Nosiseptor adalah serabut saraf yang mentransmisikan nyeri.
2. Non-nosiseptor adalah serabut saraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri.
3. Sistem nosiseptif adalah sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi
terhadap nyeri.
4. Ambang nyeri adalah stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri.
5. Toleransi nyeri adalah intensitas maksimum atau durasi nyeri yang dapat
ditahan oleh individu.
C. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri
1. Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a. Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respiratory rate
b. Peningkatan heart rate
c. Vasokontriksi perifer, peningkatan blood pressure
d. Peningkatan nilai gula darah
e. Peningkatan kekuatan otot
f. Dilatasi pupil
g. Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure
d. Nafas cepat dan irregular
e. Nausea dan Vomitus (mual & unmtah)
f. Kelelahan dan keletihan
D. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri
Respon tingkah laku terhadap nyeri dapat mencakup:
1. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).
2. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari
dan tangan.
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas
menghilangkan nyeri.
E. Fase Nyeri
Menurut Meinhart dan McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat
dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada
klien.
2. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat
subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Orang
yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh
nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah akan mudah merasa nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan
tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan,
sebaliknya orang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya
pencegahan nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan enkefalin dan endorphin
membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri
dari stimulus yang sama. Kadar endorphin tiap individu, individu dengan
endorphin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorphin
merasakan nyeri lebih besar.
3. Fase akibat (aftermath)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala pasca nyeri. Apabila klien mengalami
frekuensi nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol
diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
F. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh: Terkena
ujung pisau atau tergunting.
b. Deep somatic/nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada
cutaneus. Contoh: Sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
ischemia, regangan jaringan.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus. Contoh: fraktur femur
b. Psikogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang
yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama/ durasi
a. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera, atau
intervensi bedah dan memiliki awalan yang cepat, dengan intensitas
bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi
peringatan akan adanya cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini
kadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan
pulih pada area yang rusak.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi,
dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh
kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau
karena gangguan progresif lain. Nyeri ini dapat berlangsung terus sampai
kematian. Klien yang mengalami kronis akan mengalami periode remisi
(gejala hilang sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan
penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronis
yang tidak dapat diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan
seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami
kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia tidak tahu apa yang
akan dirasakan dari hari ke hari.

Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis


Tujuan Memperingatkan klien ter- Memberikan alasan pada
hadap adanya cidera atau klen untuk mencari informasi
masalah berkaitan dengn perawatan
dirinya.
Awitan Mendadak Terus menerus/intermittent
Durasi Durasi singkat (dari be- Durasi lebih dari 6 bulan
berapa detik sampai 6
bulan)
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Respon Frekuensi jantung meningkat. Tidak terdapat respon
otonom Volume sekuncup me- otonom
ningkat Vital sign dalam batas
TD meningkat normal.
Dilatasi pupil meningkat
Tegangan otot meningkat
Motilitas gastrointestinal
menurun
Alira saliva menurun
Respon Ansietas Depresi
psikologis Keputusasaan
Mudah tersinggung/marah
Menarik diri
Respon fisik Menangis/mengerang Keterbatasan gerak
Waspada Kelesuan
Mengerutkan dahi Penurunan libido
Menyeringai Kelelahan/kelemahan
Mengeluh sakit Menegluh sakit hanya ketika
dikaji.ditanyakan

4. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh:
cardiac pain).
b. Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab.
c. Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker maligna).
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh:
bagian tubuh yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena
injury medulla spinalis.

G. Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah
yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (2009) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (2009), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Teknik relaksasi, guided
imagery merupakan teknik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman dimasa lalu
dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
10. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan
pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa rinagn,
sedang atau bisa jadi merupakn nyeri yang hebat. Dalam kaitannya dengan
kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbaka dan lain-lain,
sebagai contoh individu yang tersuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda
dengan individu yang terkena luka bakar. (Sigit Nian, 2010)

H. Jenis Penyebab Nyeri

Jenis penyebab Dasar fisiologis


Mekanik - Kerusakan jaringan, iritasi
- Trauma jaringan (ex: operasi) langsung pada reseptor nyeri,
- Perubahan jaringan (ex:oedema) inflamasi.
- Penyumbatan pada saluran tubuh - Penekanan pada reseptor nyeri
- Tumor - Distensi pada lumen
- Spasme otot - Penekanan pada reseptor nyeri,
Termal iritasi ujung saraf.
Panas/ dingin (ex: combustio). - Stimulasi pada reseptor nyeri.
Kimia - Kerusakan jaringan, perangsangan
- Iskemia jaringan karena sumbatan pada reseptor nyeri.
arteri koroner. - Perangsangan pada reseptor nyeri
- Spasme otot. karena akumulasi asam laktat atau
zat kimia lain seperti asam laktat
pada jaringan.
- Sekunder terhadap stimulasi
mekanik yang menyebabkan
iskemia jaringan.

I. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam
kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nosiseptor) ada yang bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute
saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis.
Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi
kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang
lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua
kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau
stimulus listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu:
1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apalagi
penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi (Tamsuri, 2010).
II. PATHWAYS

Trauma jaringan,
infeksi

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri Tekanan mekanisme,


(histamine, bradikinin, deformitas, suhu
prostaglandin, serotonin, ekstrim
ion kalium, dll)

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Dihantarkan
serabut tipe A,
dan serabut tipe C

Medulla spinalis

Sistem aktivasi
retikular Sistem aktivasi Area grisea
retikular peraikueduktus
Talamus
Hipotalamus dan
sistem limbik Talamus

Otak
(korteks somatosensoarik)

Persepsi nyeri

Nyeri
III. PENGKAJIAN

A. Aspek biologis
1. Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2. Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan
aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.

B. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme
koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

C. Aspek sosial kultural


Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap
kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran
diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain

D. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti
apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien
dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
E. Perubahan muskuloskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi;
dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.

F. Perubahan kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyakinkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.

G. Perubahan Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

H. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema
yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak
hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.

I. Perubahan-perubahan fungsi urinaria


Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk
pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen
bagian bawah

J. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

K. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.


Untuk pasien yang mengalami nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik
adalah dengan memfokouskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif.
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam
memulai mengkaji respon nyeri yang dialami pasien, diantaranya :

1. Penentuan ada tidaknya nyeri


Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai
ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat
tidak menemukan adanya cedera atau luka.Setiap nyeri yang dilaporkan oleh
pasien adalah nyata.

2. Karakterisktik nyeri
Nyeri memiliki beberapa karakterisktik, antara lain:
a. Faktor pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal inin perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya
nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien
dan menanyakan perasaan apa yang mencetuskan nyeri.
b. Kualitas (Q: quality)
Sering kali pasien mengungkapkan nyeri dengan kalimat-kalimat:
tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah seperti tertindih, perih,
tertusuk, dan lain-lain dimana tiap pasien mungkin berbeda dalam
melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c. Lokasi (R: region)
Mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pasien menunjukkan
semu bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh pasien.
d. Keparahan (S: serve/scale)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeir merupakan karakteristik yang
palin subjektif.Pada pengkajian ini pasien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, sedang atau berat.
Menurut Smeltzer, S.C (2002) macam-macam skala nyeri adalah sebagai
berikut :
1) Skala intensitas nyeri deskriptif
2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan
Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat
Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Skala nyeri, menggunakan Faces Rating Scale
Pasien yang kesulitan menentukan skala sakitnya dengan VAS
maupun NRS dapat ditunjukkan gambar berisi ekspresi wajah dari mulai
yang paling kiri (tidak nyeri) hingga paling kanan yang berarti nyeri paling
hebat.

e. Intensitas Nyeri (T: time)


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007)

f. Durasi (Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awalan, durasi,
dan rangkaian nyeri.

g. Faktor yang memperberat/memperingan


Perlu mengkaji faktor-faktor yang mempererat nyeri pasien untuk
memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan respon
nyeri pada pasien.

3. Respon perilaku
4. Respon afektif
Respon asfektif jua perlu diperhatikan misalnya cemas, depresi, dll.
5. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga
mengetahui sejau mana dia membantu dalam program aktivitas pasien.
6. Persepsi klien tentang nyeri
Perawat perlu mengkaji persepsi pasien terhapada nyeri, bagaimana pasien
menghubungkan antara nyeri yang dialami dengan proses penyakit atau hal lain
dalam diri atau lingkungan sekitarnya.
7. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Perlu mengkaji cara-cara yang biasa pasien gunakan untuk menurunkan
nyeri agar dapat memasukkannya dalam rencana keperawatan (Perry dan Potter,
2012)

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa-diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan rasa
nyaman nyeri :
A. Nyeri berhubungan dengan :
a. Cedera fisik/trauma
b. Penurunan splai darah ke jaringan
B. Resiko infeksi
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat.
C. Gangguan mobilitas fisik b.d :
a. Nyeri muskuloskeletal
b. Nyeri insisi
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
(NANDA) ( NOC ) (NIC )
Nyeri berhubungan dengan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
a. Cedera fisik atau trauma selama … × 24 jam, diharapakan nyeri tidak - Kaji tingkat nyeri yang komprehensif:
b. Penurunan suplai darah ke jaringan ada atau berkurang lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi,
NOC: intensitas, factor pencetus, sesuai
a. Pain level dengan usia dan tingkat perkembangan.
b. Pain control - Monitor skala nyeri dan observasi
c. Confort level tanda non verbal dari ketidaknyamanan
Dengan kriteria: - Gunakan tindakan pengendalian nyeri
- Melaporkan gejala nyeri terkontrol sebelum menjadi berat
- Melaporkan kenyamanan fisik dan - Kelola nyeri pasca operasi dengan
psikologis pemberian analgesik tiap 4 jam, dan
- Mengenali faktor yang menyebabkan nyeri monitor keefektifan tindakan
- Melaporkan nyeri terkontrol (skala nyeri: mengontrol nyeri
<4) - Kontrol faktor lingkungan yang dapat
- Tidak menunjukkan respon non verbal mempengaruhi respon klien terhadap
adanya nyeri ketidaknyamanan: suhu ruangan,
- Menggunakan terapi analgetik dan non cahaya, kegaduhan.
analgetik - Ajarkan teknik non farmakologis
- Tanda vital dalam rentang yang kepada klien dan keluarga: relaksasi,
diharapkan distraksi, terapi musik, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupresur, kompres
panas/dingin, massage, imajinasi
terbimbing (guided imagery), hipnosis
(hipnoterapy) dan pengaturan posisi.
- Informasikan kepada klien tentang
prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri: misal klien cemas, kurang tidur,
posisi tidak rileks.
- Ajarkan pada klien dan keluarga
tentang penggunaan analgetik dan efek
sampingnya
- Kolaborasi medis untuk pemberian
analgetik, fisioterapis/ akupungturis.

Resiko infeksi Pasien tidak mengalami infeksi selama 7×24 NIC 1 : Infection control
- Prosedur infasive jam dengan kriteria hasil: - Rawat luka tiap 2 hari
- Pertahanan tubuh tidak adekuat NOC 1: Immune Status - Rawat infus dan kateter tiap 3 hari
Dibuktikan dengan: - Anjurkan pengunjung untuk mencuci
- Jumlah leukosit dalam batas normal tangan saat berkunjung dan setelah
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi berkunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
NOC 2: Knowledge (infection control) tindakan keperawatan
Dibuktikan dengan: - Monitor tanda-tanda infeksi seperti
- Menunjukkan kemampuan untuk kemerahan, panas, nyeri, tumor
mencegah timbulnya infeksi - Monitor TTV (temperature) tiap 4 jam
- Monitor hasil laboratorium
NOC 3: Risk Control - Berikan antibiotik sesuai aturan
Dibuktikan dengan: (Cefotaxim)
- Menunjukkan perilaku hidup sehat. - Ajari pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi dan kalau terjadi
melaporkan pada perawat
- Ajarkan pasien dan anggota keluarga
cara mencegah infeksi
Hambatan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Latihan Kekuatan
dengan : ... × 24 jam klien menunjukkan: - Ajarkan dan berikan dorongan pada
a. Nyeri muskuloskeletal - Mampu mandiri total klien untuk melakukan program latihan
b. Nyeri insisi - Membutuhkan alat bantu secara rutin
- Membutuhkan bantuan orang lain Latihan untuk ambulasi
- Membutuhkan bantuan orang lain dan alat - Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
- Tergantung total yang aman kepada klien dan keluarga.
Dalam hal : - Sediakan alat bantu untuk klien seperti
- Penampilan posisi tubuh yang benar kruk, kursi roda, dan walker
- Pergerakan sendi dan otot - Beri penguatan positif untuk berlatih
- Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring mandiri dalam batasan yang aman.
kanan-kiri, berjalan, kursi roda Latihan mobilisasi dengan kursi roda
- Ajarkan pada klien & keluarga tentang
cara pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga tentang
cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga untuk
dapat mengatur posisi secara mandiri
dan menjaga keseimbangan selama
latihan ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan
VI. EVALUASI
A. Pencapaian peredaan nyeri
- Nilai nyeri berkurang pada skala 2
- Nilai nyeri berkurang pada waktu yang panjang
B. Perawat memberikan medikasi analgetik yang di terapkan dengan benar
- Benar pasien, dosis dan obat
- Prosedur penggunaan obat benar
C. Menggunakan strategi nyeri non farmakologi yang direkomendasikan
D. Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping yang minimal dari intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2008. Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia :
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.
Nian SP, 2010. Konsep dan proses keperawatan Nyeri. Graha Ilmu. Surakarta.
Perry dan Potter, 2012.Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Penerbit Buku kedokteran : EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai