NIM : 1911312052
Lembaran Kerja 2
Kompetensi dasar :
Mahasiswa mampu melakukan roleplay komunikasi pada pasien palliatif dan keluarga: menyampaikan
berita buruk.
Tujuan pembelajaran
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu mensimulasikan/ roleplay komunikasi kepada pasien
atau keluarga dalam konteks palliatif care dengan baik: menyampaikan berita buruk.
Kegiatan sebelum praktikum
1. Coba saudara jelaskan apa yang dimaksud dengan komunikasi efektif pada pasien palliatif?
Perawatan Paliatif merupakan perawatan yang dilakukan kepada pasien yang menderita
penyakit terminal dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga.
Komunikasi efektif pada pasien paliatif diperlukan dalam memberikan informasi dan
membantu klien dalam membuat keputusan keputusan mengenai kesehatannya dan
komunikasi efektif terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga sehingga
membantu pasien meninggal dengan penuh martabat, dan keluarga yang ditinggalkan
dapat menerima kematian tersebut sebagai proses dari kehidupan dengan memberikan
pendekatan secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
2. Menurut saudara apa saja yang harus diperhatikan dan dipersiapkan saat memberitahu berita
buruk pada pasien dan keluarga?
Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam menyampaikan berita buruk pada pasien dan
keluarga yaitu dapat mempersiapan waktu dan tempat yang tepat, Mencari tahu seberapa
banyak informasi yang sudah diketahui oleh pasien, Mencari tahu seberapa banyak informasi
yang ingin diketahui pasien, Berbagi informasi, Menanggapi perasaan pasien. Yang tentunya
disampaikan dengan komunikasi terapeutik dan efektif agar keluarga dan pasien dapat
menerima beritanya dengan baik.
Kegiatan selama praktikum
Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab seorang petugas medis yang
harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan. Menyampaikan berita buruk merupakan
keterampilan komunikasi yang penting dan menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi
petugas medis untuk bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal
petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara potensial
berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang berita buruk
akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun
rasa bersalah pada diri pasien. Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada
keluarga pasien.
Listening mode: ON
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan ‘mendengar’, secara prinsip
meliputi:
- Silence: Jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang tindih dengan pasien
- Repetition: Ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan, untuk menunjukkan pemahaman
terhadap apa yang ingin disampaikan pasien.
- Availability: Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian kabar buruk.
Jangan sampai ada gangguan berupa interupsi, seperti ada sms, telepon, , atau aktifkan mode
silent, jika ada tamu minta bantuan pada perawat untuk mengatasi tamu yang mungkin datang.
2. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya dokter/perawat mengetahui persepsi pasien terhadap:
- Kondisi medis dirinya sendiri: Tanyakan sejauh mana informasi yang pasien ketahui tentang
penyakitnya beserta kemungkinan terburuk yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.
- Harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh: Tanyakan perkiraan pasien terhadap hasil
medikasi. Tujuan mengetahui kedua aspek tersebut bukan semata-mata untuk mengubah persepsi
pasien agar sesuai dengan kenyataan, melainkan sebagai jalan untuk menilai kesenjangan antara
persepsi dan harapan pasien dengan kenyataan sebagai pertimbangan penyampaian kabar buruk
agar tidak terlalu membuat pasien terguncang.
1.Persiapan Pilih ruangan yang menjamin privacy, dan usahakan baik dokter, perawat
maupun pasien bisa duduk dalam posisi yang nyaman.
Tanyakan pada pasien apakah dia menghendaki ada orang lain yang
menemaninya, apakah suami / istri, anak, atau keluarga lainnya. Biarlah
pasien sendiri yang memutuskan.
Mulailah dengan memberikan pertanyaan seperti: “Bagaimana perasaan
anda sekarang ?“.
(Pertanyaan ini untuk mulai melibatkan pasien dan menunjukkan pada pasien
bahwa percakapan selanjutnya adalah percakapan dua arah. Pasien tidak
hanya mendengarkan dokter bicara).
2 Mencari Tahu Mulailah mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi dari pasien
Sebanyak Apa supaya anda dapat mulai memahami.
Informasi Yang Apakah pasien sudah tahu mengenai penyakitnya/ situasinya. Contoh :
Sudah Dimiliki "Saya menderita kanker paru-paru, dan saya memerlukan pembedahan".
Pasien Seberapa banyak dia tahu ? Darimana dia tahu ? ("dokter A mengatakan
ada sesuatu kelainan yang ditemukan di foto roentgen dada saya")
Tingkat pengetahuan pasien ("Dok, saya terkena Adenocarcinoma T2N0 ")
Situasi emosional pasien ("Saya takut jangan – jangan saya terkena
kanker, Dok … sampai – sampai seminggu ini saya jadi susah tidur").
Terkadang pasien atau keluarga pasien (orang tua pada pasien anak)
mungkin tidak bisa menjawab atau merespon pertanyaan anda, dan
mungkin memang tidak mengetahui sama sekali mengenai penyakit
mereka.
Pada kasus–kasus seperti itu, teknik yang bisa digunakan untuk
menstimulasi diskusi adalah dengan menanyakan kembali tentang hal –
hal yang sudah mereka ketahui seperti riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan atau hasil test yang telah dilakukan sebelumnya.
3 Mencari Tahu Penting untuk menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang
Seberapa ingin didengarnya. Apakah sangat detil, atau hanya gambaran besarnya
Banyakkah saja ?
Informasi Yang Perlu diperhatikan bagaimana cara bertanya, dan kemungkinan reaksi
Ingin Diketahui pasien. (Setiap pasien tidak akan sama , bahkan pada pasien yang sama
Pasien kemungkinan akan berubah permintaannya selama dalam satu sesi
percakapan).
Beberapa pertanyaan yang sering digunakan pada tahap ini misalnya:
“Bapak/ibu, bila nanti situasi atau kondisi/hasil test menunjukkan
sesuatu yang serius, apakah saya bisa memberitahukan pada anda
mengenai masalah tersebut ?”
“Apakah bapak / ibu ingin saya menjelaskan secara rinci atau hanya garis
besar dari kondisi bapak / ibu sekarang ?”
“Bapak / Ibu, hasil test anda sudah keluar. Apakah saya bisa menjelaskan
pada bapak / ibu, atau bapak / ibu ingin agar saya menjelaskan kondisi
anda pada keluarga ?”
4 BERBAGI Penting untuk mempersiapkan segala data sebelum anda bertemu dengan
INFORMASI pasien.
Topik pada tahap ini biasanya adalah mengenai diagnosis, terapi /
penanganan, prognosis, serta dukungan / fasilitas apa saja yang bisa
diperoleh oleh pasien dan keluarganya.
Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk berhenti
menjelaskan (beri jeda di antara potongan – potongan informasi itu)
untuk memastikan bahwa pasien paham dengan yang kita jelaskan.
Ingatlah untuk menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa Indonesia,
dan jangan mencoba untuk mengajar patofisiologi (jelaskan dengan lebih
sederhana).
Beberapa contoh bahasa yang bisa digunakan untuk menyampaikan
berita buruk :
“ Pak Harun, saya khawatir bahwa kabar yang akan saya sampaikan ini
adalah kabar yang kurang baik. Hasil test anda ternyata menunjukkan
bahwa anda positif terkena HIV.”
“Bu Siti, mohon maaf saya terpaksa menyampaikan kabar ini. Hasil biopsi
benjolan pada payudara ibu menunjukkan bahwa ibu terkena kanker
payudara.”
“Bu Dinar, hasil test putri anda sudah keluar, dan ternyata hasilnya tidak
seperti yang kita harapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa putri anda
terkena leukemia.”
5 Menanggapi Jika anda tidak memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul pada
Perasaan Pasien pasien, anda sama saja seperti “meninggalkan urusan sebelum urusan
tersebut selesai ..”. Selain itu Anda juga bisa dianggap sebagai seorang
dokter/perawat yang tidak memiliki kepedulian pada pasien.
Kalimat – kalimat yang bisa digunakan pada tahap ini :
“Saya tahu bahwa hasil ini adalah hasil yang tidak kita harapkan….”
“Saya tahu bahwa kabar ini adalah kabar yang tidak
mengenakkan….”
“Setelah mengetahui hasilnya, kira –kira hal apakah yang bisa saya bantu ?”
6 Perencanaan Pada titik ini Anda perlu mensintesis rasa kekhawatiran pasien dan isu-isu
Dan Tindak
medis ke dalam rencana konkret yang dapat dilakukan dalam rencana
Lanjut
perawatan pasien.
Buatlah rencana langkah – demi langkah dan berikan penjelasan yang
lengkap pada pasien tentang apa saja yang harus dilakukannya pada tiap
langkah, dan apa saja yang mungkin terjadi, dan apa saja yang bisa
membantu mengatasinya bila ternyata muncul hal yang tidak diinginkan.
Ada baiknya dokter/perawat mencari tahu tentang harapan pasien,
ataupun alasan pertanyaan mereka.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan.
Berikut adalah contoh – contoh kalimat ataupun pertanyaan yang biasa
digunakan :
‘jadi, apa sebenarnya yang menjadi kekhawatiran bapak mengenai
pengobatan ?”
“Jadi situasinya memang demikian, Ibu... Tetapi mungkin masih ada sesuatu
yang bisa saya bantu untuk ibu ?...”
“Jadi ibu ingin mengetahui tentang berapapersen kemungkinan putra ibu
bisa bertahan ?”
CEKLIST MENYAMPAIKAN BERITA BURUK
SKOR BOBOT
No ASPEK KETERAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
1 Perawat bersikap ramah pada pasien (memperlihatkan bahasa 1
tubuh yang baik).
2 Perawat mempersilahkan pasien masuk dalam ruang yang 1
memberikan privacy yang cukup (sesuai kondisi).
3 Perawat menawarkan pada pasien apakah dia ingin ditemani 1
oleh keluarganya atau siapa pun yang diinginkannya(sesuai
kondisi).
4 Perawat membuka percakapan dan berusaha melibatkan pasien 1
5 Perawat mengajukan pertanyaan pada pasien untuk mengetahui/ 2
mengeksplorasi sampai di mana pasien telah mengetahui
keaadaan dirinya.
(termasuk seberapa tingkat pengetahuan pasien dan situasi atau
keadaan emosi pasien).
6 Perawat menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang 1
ingin didengarnya
7 Perawat memberikan informasi dengan cara yang tepat sesuai 3
diagnosis dan penatalaksanaan, serta sesuai dengan situasi
dan latar belakang pasien beserta keluarganya.
8 Perawat memastikan bahwa pasien paham dengan 1
penjelasannya.
9 Perawat memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul 2
pada pasien
10 Perawat menjelaskan perencanaan terapi dan penanganan sesuai 3
diagnosis.
11 Perawat memastikan apakah pasien (dan keluarganya) paham 1
dengan penjelasan mengenai terapi dan penanganan.
12 Perawat melibatkan pasien dalam merencanakan terapi dan 2
penatalaksanaan selanjutnya.
13 Perawat menjawab pertanyaan tentang prognosis sesuai dengan 3
diagnosis dengan cara yang tepat
14 Perawat memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya 1
untuk mengajukan pertanyaan (di sepanjang wawancara)
15 Perawat menjawab pertanyaan dari pasien (dan keluarganya) 2
dengan perhatian dan sopan (di sepanjang wawancara)
16 Perawat mengakhiri wawancara dengan tepat. 1
Aspek profesionalisme 1 2 3 4
JUMLAH SKOR
Keterangan :
1 Bila tidak dilakukan mahasiswa, atau sudah dilakukan tetapi keliru
2 Bila sudah dilakukan mahasiswa tapi belum tepat (meliputi diagnosis, prognosis, dan
penatalaksanaan)
3 Bila sudah dilakukan mahasiswa dan dianggap tepat (minimal 75% tepat), meliputi
diagnosis, prognosis, dan penatalaksanaan
Nilai akhir = Jumlah Skor x 100
Catatan :
Urutan tindakan (teknik komunikasi) dalam check list bisa berubah (fleksibel), tergantung jalannya
komunikasi antara dokter dan pasien.
Tugas Role play:
Lakukan role play bergantian dengan rekan anda, dan gunakan ceklis yang ada.
Kasus untuk role play :
1. Penyampaian diagnosis Ca Mammae pada seorang ibu rumah tangga berumur 36 tahun.
2. Penyampaian diagnosis Hemiplegia pada pasien cedera tulang punggung(akibat
kecelakaan lalu lintas), laki-laki usia 40 tahun.
3. Penyampaian diagnosis Leukemia pada anak umur 6 tahun (berita disampaikan pada
orang tuanya).
4. Penyampaian diagnosis Gagal Ginjal pada pasien penderita Diabetes kronis umur 60
tahun.
5. Penyampaian diagnosis Ca Pulmo pada seorang laki-laki, perokok berat umur 54 tahun.
Link Video :
https://drive.google.com/file/d/1aCOccthab5L_jg1NdPtSTkjm146seOgC/view?usp=drivesdk
Referensi
1. Baile WF, Buckman R, Lenzi R, Glober G, Beale EA, Kudelka AP. SPIKES- A six step
protocol for Delivering Bad News: Application to the Patient with Cancer. The
Oncologist. 2000; 5:302-311.
2. Fallowfield L,Jenkins V. Communicating sad, bad, and difficult news in medicine.
The Lancet. 2004; 363: 312-319.
3. Buckman, R. (2001). Communication skills in palliative care: a practical guide. Neurologic
clinics, 19(4), 989-1004.
NAMA : SASKIA PUTRI MAHARANI
NIM : 1911312052
Lembaran Kerja 3
Kompetensi dasar :
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian nyeri pada pasien paliatif
Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu melakukan pengkajian nyeri pada pasien paliatif
dengan tepat.
Kegiatan sebelum praktikum
1. Coba saudara jelaskan jenis-jenis nyeri yang saudara ketahui!
Nyeri akut, nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau kondisi yang dapat
dideteksi dengan mudah, berlangsung sementara, kemudian akan mereda bila terjadi
penurunan intensitas stimulus pada nosiseptor dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Nyeri kronik, nyeri yang dapat berhubungan ataupun tidak dengan fenomena patofisiologik
yang dapat diidentifikasi dengan mudah, berlangsung dalam periode yang lama dan
merupakan proses dari suatu penyakit.
Nyeri nosiseptif, disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari nosiseptor perifer yang
berespon terhadap stimulus nyeri (seperti trauma, penyakit, dan inflamasi). Rasa nyeri berasal
dari organ viseral dinamakan nyeri viseral, sebaliknya nyeri yang berasal dari jaringan seperti
kulit, otot, kapsul sendi, dan tulang dinamakan nyeri somatik. Nyeri somatik dibagi menjadi
nyeri somatik superfisial dan nyeri somatik dalam.
Nyeri neuropatik, disebabkan oleh proses sinyal tambahan dari sistem saraf perifer atau sistem
saraf pusat.
Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi.
Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurang terlokasi.
Nyeri visceral: nyeri berasal dari organ internal atau organ pembungkusnya, seperti nyeri kolik
gastrointestinal dan kolik ureter.
Nyeri alih/referensi: masukan dari organ dalam pada tingkat spinal disalahartikan oleh
penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama.
Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang
dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut sesuai
dermatom tubuh.
Nyeri phantom: persepsi nyeri dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang seperti pada
amputasi ekstremitas.
2. Sebutkan instrument yang bisa digunakan untuk menilai nyeri yang dirasakan pasien!
Beberapa instrumen yang dapat dipergunakan dalam penilaian nyeri kronis, seperti:
Pasien dengan perawatan paliatif dapat mempergunakan beberapa pilihan instrumen, seperti;
Memorial Pain Assessment Card
Memorial Symptom Assessment Scale (MSAS) and a Short Form (MSAS-SF)
M.D. Anderson Symptom Inventory (MDASI)
the Rotterdam Symptom Checklist
the Symptom Distress Scale
Tranduksi
adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan
jarum) ke dalam impuls nosiseptif.
Transmisi
adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis medula spinalis,
kemudian sepanjang traktus sensorik menujuotak. Neuron aferen primer merupakan pengirim
dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis
medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi
adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural signals). Proses
ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level
lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu
dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis,
hipotalamus, dan area otak lainnya keotak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Persepsi
nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi
proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin
dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.
OPQRS:
COLDERRA:
- Characteristic (karakteristik): Apakah nyeri bersifat tumpul, sakit, tajam, menusuk atau
menekan.
- Onset : Kapan nyeri mulai terasa
- Location: lokasi nyeri
- Duration: durasi, berapa lama nyeri berlangsung; terus menerus atau hilang timbul
- Exacerbation (eksaserbasi): Apa yang memperburuk nyeri
- Radiation (radiasi): penyebaran
- Relief (pereda) Apa yang meredakan nyeri
- Associated sign/symptom (tanda-tanda dan gejala yang berhubungan) Mual, cemas, perasaan
lainnya.
Penilaian Intensitas Nyeri:
Berikut ini Lembar Pengkajian Nyeri yang bisa digunakan:
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Alamat :
5. Durasi:
6. Seberapa derajat nyeri anda saat ini?(beri lingkaran)
7. Berapa derajat nyeri yang terhebat selama 4 minggu terakhir? (beri lingkaran)
12. Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang tersedia
Nilai minimal 0 dan nilai maksimal 35, tambahkan skor 2 bila nyeri menjalar
Kesimpulan
1. Nyeri akut / kronik
2. Derajat nyeri saat ini ringan/ sedang/ berat
3. Tipe nyeri nosiseptif/ campuran/ neuropatik
4. Rencana tindak lanjut :
Ketegangan otot Tidak ada ketegangan otot 0 Tidak ada ketegangan otot
Interpretasi:
Esesmen pasien untuk menilai derajat dan intensitas nyeri dengan menggunakan CPOT akan didapat
kesimpulan data:
0-2 : nyeri ringan/ tidak nyeri
3-4: nyeri sedang
5-6: nyeri berat
7-8: nyeri sangat berat.
Gregory J, Richardson C, 2014, The Use of Pain Assessment Tools in Clinical Practice: A Pilot Survey, J Pain
Relief, 3:140.
Hauget A, Stinson JN, McGrath PJ, 2010, Measurement of Self Reported Pain Intensity in Childrens and
Adolescents, J of Psychosomatic Res, 68:329-336.
Herr K, Coyne PJ, McCaffery M, 2011, Pain Assessment in The Patient Unable to Self Report: Position
Statement with Clinical Practice Recommendations, Pain Manag Nurs, 12(4).
Nama : Saskia Putri Maharani
NIM : 1911312052
Kelompok D Kelas 1A 2019
Lembaran Kerja 4
Kompetensi dasar :
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien paliatif dengan masalah psikologis
Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien paliatif
dengan masalah psikologis
Kegiatan sebelum praktikum
4. Coba saudara sebutkan masalah psikologis apa saja yang mungkin muncul pada pasien paliatif?
1. Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal yang
menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnose penyakit yang membuat pasien takut
sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga (Misgiyanto &
Susilawati, 2014).
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati yang
ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang
mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan
datang dengan perasaan khawatir.Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan
keadaan individu atau kelompok saat mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan
aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasanatau ancaman tidak
spesifik.
NANDA (2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan takut yang disebabkan
olehantisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada yang member tanda
individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut mengatasinya
2. Kurang lebih sepertiga pasien dengan kanker dilaporkan menderita anxietas atau depresi
yang membutuhkan penatalaksanaan psikiatrik (AAHPM, 2010). Depresi jelas
merupakan gejala psikiatri yang paling sering pada pasien kanker. Depresi pada pasien
kanker (terminal) disebabkan oleh :
a. Stres yang berhubungan dengan diagnosis dan penatalaksanaan.
b. Pengobatan
c. Keadaan umum pasien
d. Berulangnya depresi.
3. Delirium biasa diakibatkan oleh keterlibatan tumor pada sistem saraf pusat, dan efek
tidak langsung dari sekuele toksik metabolik dari penyakit dan pengobatan. Delirium
ditandai oleh gangguan kesadaran, seringkali disertai oleh gangguan kognitif global,
abnormalitas mood, tingkah laku dan persepsi. Prevalensi delirium pada pasien kanker
sekitar 5% sampai 25% pada berbagai penelitian. Beberapa zat antineoplastik dan
imunoterapi dapat menyebabkan delirium dan perubahan pada status mental.
Penatalaksanaan delirium termasuk identifikasi dan koreksi penyebabnya sambil
mengobati gejala dan pemberian terapi suportif.
5. Sebagai perawat apa yang harus dilakukan untuk membantu mengatasi masalah psikologis pasien
paliatif?
Peran perawat dalam membantu mengatasi masalah psikologis pasien paliatif yaitu :
Bimbingan psikologis, social dan spiritual
Membantu kesiapan akhir hayat dengan tenang dalam iman
Membantu dukungan masa duka cita
1. DELIRIUM
Delirium adalah kondisi bingung yang terjadi secara akut dan perubahan kesadaran yang muncul dengan
perilaku yang fluktuatif. Gangguan kemampuan kognitif mungkin merupakan gejala awal dari delirium.
Delirium sangat mengganggu keluarga karena adanya disorientasi, penurunan perhatian dan konsentrasi,
tingkah laku dan kemampuan berfikir yang tidak terorganisir, ingatan yang terganggu dan kadang muncul
halusinasi. Kadang muncul dalam bentuk hiperaktif atau hipoaktif dan perubahan motorik seperti
mioklonus. Penyebab delirium bermacam macam, seperti:
a. Gangguan biokimia: hiperkalsemia, hiponatremia, hipoglikemia, dehidrasi
b. Obat: opioid, kortikosteroid, sedative, antikolinergik, benzodiazeepin
c. Infeksi
d. Gangguan fungsi organ: gagal ginjal, gagal hati
e. Anemia, hipoksia
f. Gangguan SSP: tomor, perdarahan
Pada pasien dengan fase terminal, sering agitasi diartikan sebagai tanda nyeri, sehingga dosis opioid
ditingkatkan, sehingga bisa meyebabkan delirium. Dalam hal ini mungkin cara pemberian opioid perlu
dirubah. Precipitator: nyeri, fatik, retensi urin, konstipasi, perubahan lingkungan dan stimuli yang
berlebihan.
Tata laksana pasien dengan delirium:
a. Koreksi penyebab yang dapat segera diatasi : penyebab yang mendasari atau pencetusnya
b. Non Medikamentosa :
- Pastikan berada di tempat yang tenang, dan pasien merasa aman, nyaman dan familier
- Singkirkan barang yang dapat membahayakan.
- Jangan sering mengganti petugas
- Hadirkan keluarga, dan barang barang yang dikenal
- Dukungan emosional
c. Medikamentosa : Haloperidol, Risperidone, Olanzepine, Benzodiazepine, Loarazepam, Midazolam.
2. DEPRESI
Harus dibedakan antara depresi dan sedih. Sedih adalah reaksi normal pada saat seseorang kehilangan
sesuatu. Lebih sulit mendiagnosa depresi. Kadang diekspresikan sebagai gangguan somatik. Kadang
bercampur dengan kecemasan. Kemampuan bersosialisasi sering menutupi adanya depresi. Depresi
adalah penyebab penderitaan yang reversibel. Gejala psikologis pada depresi mayor`adalah:
a. Rasa tidak ada harapan/putus asa
b. Anhedonia
c. Rasa bersalah dan malu
d. Rendah diri dan tak berguna
e. Ide untuk bunuh diri yang terus menerus
f. Ambang nyeri menurun
g. Perhatian dan konsentrasi menurun
h. Gangguan memori dan kognitif
i. Pikiran negatif
j. Perasaan yang tidak realistik
Tata laksana depresi:
a. Depresi ringan dan sedang: dukungan, empati, penjelasan, terapi kognitif, simptomatis
b. Depresi berat: Terapi suportif Obat: SSRI selama 4 – 6 minggu. Bila gagal berikan TCA
Psikostimulan: methylpenidate 5 – 20 mg pagi hari
3. KECEMASAN
Cemas dan takut banyak dijumpai pada pasien stadium lanjut. Cemas dapat muncul sebagai respon
normal terhadap keadaan yang dialami. Mungkin gejala dari kondisi medis, efek samping obat seperti
bronkodilator, steroid atau metilfenidat atau reaksi fobia dari kejadian yang tidak menyenangkan seperti
kemoterapi. Kecemasan pada pasien terminal biasanya kecemasan terhadap terpisahnya dari orang
yangdicintai, rumah, pekerjaan, cemas karena ke tidakpastian, menjadi beban keluarga, kehilangan
control terhadap keadaan fisik, gagal menyelesaikan tugas, gejala fisik yang tidak tertangani dengan baik,
karena ditinggalkan, tidak tahu bagaimana kematian akan terjadi, dan hal yang berhubungan dengan
spiritual.
Cemas ditandai oleh perasaan takut atau ketakutan yang sangat dan dapat muncul dengan bentuk gejala
fisik seperti palpitasi, mual, pusing, perasaan sesak nafas, tremor, berkeringat atau diare.
Kasus 2:
Tn. B usia 60 tahun menderita kanker paru dan hasil pemeriksaan terakhir kanker sudah metastase ke
hepar dan usus. Tn. B sangat terpukul dengan kondisi nya saat ini, Tn. B saat ini sedang menjalani
kemoterapi yang kedua, saat ini Tn B mengeluh nyeri dada dan sesak. Lokasi nyeri di daerah dada
deskripsi: panas, sakit. Durasi : Berlangsung 4-8 jam. Skala : Besar nyeri 10, dengan rata-rata 8. Tn B juga
mengeluhkan gangguan tidur, gangguan vegetatif yang berupa penurunan nafsu makan yang bermakna.
Tidak bisa merasakan kesenangan sebagaimana biasanya. Menyerah pada keadaan, tidak melakukan
tindakan apapun untuk mengurangi keluhan, dan beberapa kali mengatakan keinginan untuk bunuh diri.
Tn. B tidak mampu bekerja tetapi dapat tinggal di rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Ia tidak
mampu merawat diri sendiri. Pada kasus diatas coba analisa masalah psikis apa yang dialami oleh Tn.B,
dan buatkan asuhan keperawatan nya.
Pengkajian
Nama : Ny. A
Usia : 55 tahun
Dx. Intervensi
1. Keputusasaan 1. Dukungan emosional
Observasi
-. Identifikasi hal yang telah memicu emosi
-. Identifikasi fungsi frustasi
Terapeutik
-. Fasilitasi pengungkapan perasaan cemas atau sedih
-. Buat pernyataan suportif atau empati selama fase
berduka
-. Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (mis.
Rangkulan)
-. Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama
ansietas
-. Kurangi tuntutan berpikir saat sakit atau lelah.
Edukasi
-. Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa
bersalah dan malu
-. Anjurkan mengungkapkan perasaan yang
dialami seperti ansietas, marah, sedih
Kolaborasi
-. Rujuk ke konseling , jika pelu
KASUS 2
Tn. B usia 60 tahun menderita kanker paru dan hasil pemeriksaan terakhir kanker sudah metastase ke
hepar dan usus. Tn. B sangat terpukul dengan kondisi nya saat ini, Tn. B saat ini sedang menjalani
kemoterapi yang kedua, saat ini Tn B mengeluh nyeri dada dan sesak. Lokasi nyeri di daerah dada
deskripsi: panas, sakit. Durasi : Berlangsung 4-8 jam. Skala : Besar nyeri 10, dengan rata-rata 8. Tn B juga
mengeluhkan gangguan tidur, gangguan vegetatif yang berupa penurunan nafsu makan yang bermakna.
Tidak bisa merasakan kesenangan sebagaimana biasanya. Menyerah pada keadaan, tidak melakukan
tindakan apapun untuk mengurangi keluhan, dan beberapa kali mengatakan keinginan untuk bunuh diri.
Tn. B tidak mampu bekerja tetapi dapat tinggal di rumah, memerlukan berbagai tingkat bantuan. Ia tidak
mampu merawat diri sendiri. Pada kasus diatas coba analisa masalah psikis apa yang dialami oleh Tn.B,
dan buatkan asuhan keperawatan nya.
1. Masalah keperawatan apa yang dialami oleh pasien pada kasus 1 dan 2m
Resiko Bunuh Diri b.d penyakit terminal dibuktikan dengan dengan pasien mengalami
gangguan fisik dan psikologis
Data objektif :
Nyeri dada dan sesak
Data subjektif :
Pasien mengatakan Menyerah pada keadaan, tidak melakukan tindakan apapun untuk
mengurangi keluhan, dan beberapa kali mengatakan keinginan untuk bunuh diri.
Tidak bisa merasakan kesenangan sebagaimana biasanya.
SIKI :
Manajemen Mood
Defenisi: menidentifikasi dan mengeloa keselamatan stabilisasi, melihat, dan perawatan gangguan
mood(keadaan emosional yang bersifat sementara)
Observasi :
Identifikasi mood
Identifikasi resiko keselamatan diri dan orang lain
Terapeutik
Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan dengan cara yang tepat
Edukasi
Ajarkan keterampilan koping
Jelaskan tentang gangguan mood
Ajarkan monitor mood secara mandiri
Ajarkan mengajari pemicu gangguan mood
Kolaborasi
Rujuk dengan psikoterapi
Referensi
Butcher, H.K., Bulecheck, G.M., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. Ed. Nurjannah, I. (2018). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Ketujuh bahasa Indonesia. Yogyakarta :Mocco Media
Moorhead, S., Swanson, E., Johnson, M., Maas, M.L. Ed. Nurjannah, I. (2018). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi keenam bahasa Indonesia. Yogyakarta :Mocco Media
PPNI (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Ed. Herdman, T.H., Kamitsuru, S.
2018. Jakarta: EGC