Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN NORMAL (POST PARTUM) PADA NY. R


DI RUANG AMINAH RS AISYIYAH
KUDUS

Disusun guna memenuhi tugas Stase Keperawatan Maternitas

Disusun oleh :
Harun Bagus Priyo Atmojo
920173068
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS INDONESIA
2017/2018
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Masa nifas atau post partum merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali
ke keadaan tidak hamil yang normal (Marmi, 2011).

Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan atau
hamper cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
(Mitayani, 2009).

Persalinan normal adalah proses di mana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit (APN, 2009).

B. Etiologi

Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori menghubungkan


dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan
nutrisi (Hafifah, 2011).

1. Teori Distensi Rahim

Terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron pada 1-2 minggu sebelum
partus dimulai. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron
turun.

2. Teori Plasenta Menjadi Tua

Hal tersebut akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori Penurunan Progesteron

Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, di mana


terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap
oksitosin, akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
progesteron tertentu.

4. Teori Oksitosin

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Perubahan keseimbangan


estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi / Braxton Hick. Meningkatnya konsentrasi oksitosin dapat meningkatkan
aktivitas kontraksi rahim, sehingga persalinan dapat mulai.

5. Teori Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan


oleh desi dua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan
pemicu terjadinya persalinan.

6. Teori Iritasi Mekanik

Di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus Frankenhauser). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus. Selain itu partus juga
dapat ditimbulkan dengan jalan :

a) Gagang laminaria : beberapa laminaria dimasukkan dalam kanalis


servikalis dengan tujuan merangsang fleksus Frankenhauser.

b) Amniotomi : pemecahan ketuban

c) Oksitosin drips : pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus


C. Manifestasi Klinis

Menurut APN (2009) tanda dan gejala inpartu adalah :

1. Penipisan dan pembukaan serviks

2. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviiks (frekuensi minimal 2 kali


dalam 10 menit)

3. Adanya pengeluaran cairan lender bercampur darah (“show) melalui vagina.

D. Patofisiologi
Untuk menentukan pecahnya ketuban ditentukan dengan kertas lakmus. Pemeriksaan
pH dalam ketuban adalah asam, dilihat apakah memang air ketuban keluar dari kanatis
serviks dan adalah bagian yang pecah. Pengaruh terhadap ibu karena jalan janin terbuka
dapat terjadi infeksi intraportal. Peritoritis dan dry labour. Ibu akan merasa lelah, suhu naik
dan tampak gejala infeksi intra uterin lebih dahulu sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi
akan meninggikan mortalita dan morbiditas perinatal. Setelah ½ jam ketuban pecah tidak
terjadi persalinan spontan (partus lama) maka persalinan diinduksi.

Persalinan dibagi menjai 4 kala yaitu

a) Kala I dimulai dari pada saat persalinan sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini
terbagi dalam 2 fase. Fase laten (8 jam) servik membuka sampai 5 cm dan fase aktif (7
jam) servik membuka diri 3 sampai 10 cm kontraksi lebih kuat dan sering selama fase
aktif.

b) Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir, proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

c) Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit

d) Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama pos partum. (Taber,
1994).
E. Pathway

Nyeri

Defisit Volume Cairan Resiko Infeksi

Ganggguan Respirasi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan urine protein (Albumin) untuk mengetahui adanya resiko pada keadaan
preeklamasi maupun adanya gangguan pada ginjal dilakukan pada trimester II dan III.

b) Pemeriksaan urin gula menggunakan reagen benedict dan menggunakan diastic.

c) Pemeriksaan darah

2. Ultrasonografi (USG)

Alat yang menggunakan gelombang ultrasound untuk mendapatkan gambaran dari janin,
plasenta dan uterus.

3. Stetoskop Monokuler

Mendengarkan denyut jantung janin, daerah yang paling jelas terdengar DJJ, daerah
tersebut disebut fungtum maksimum.

4. Memakai alat Kardiotokografi (KTG)

Kardiotografi adaah gelombang ultrasound untuk mendeteksi frekuensi jantung janin dan
tokodynomometer untuk mendeteksi kontraksi uterus kemudian keduanya direkam pada
kertas yang sama sehingga terlihat gambaran keadaan janin dan kontraksi uterus pada
saat yang sama.

G. Penatalaksanaan Medis

1. Penanganan umum :

a) Konfirmasi usia kehamilan,kalau ada dengan USG

b) Lakukan pemeriksaan inspekulo untuk menilai cairan yang keluar (jumlah, warna,
bau) dan membedakannya dengan urin. Dengan pemeriksaan tes lakmus,bila kertas
lakmus biru menunjukkan air ketuban (basa), dan bila kertas lakmus merah
menunjukkan cairan urine (asam)
c) Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 32 minggu), jangan
melakukan menit pemeriksaan dalam secara digital

d) Tentukan ada tidaknya infeksi

e) Tentukan tanda-tanda inpartus

2. Penanganan khusus :

Konfirmasi diagnosis :

a) Bau cairan ketuban yang khas

b) Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1
jam kemudian

c) Dengan speculum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah cairan keluar
melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior (Prawirohardjo, 2002).

3. Penanganan konservatif:

a) Rawat di rumah sakit

b) Berikan antibiotic (ampisilin 4 x 500 mg atau erittromisin bila tidak tahan ampisilin)
dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari

c) Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi

d) Jika usia kehamilan 32 -37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,tes busa
negative; beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kkesejahteraan janin,
terminasi pada kehamilan 37 minggu

e) Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu,tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam

f) Jika usia kehamilan 32 -37minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi
g) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intra uterin). Klien
dianjurkan pada posisi trendelenburg untuk menghindari prolap tali pusat.

4. Penanganan aktif :

a) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprotal 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali

b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri:

1) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi, jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea

2) Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (prawirohardjo, 2002)

H. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks

2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka jahit di perineum

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan kompilkasi kehamilan

I. Rencana Keperawatan

1. Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks

a) Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria


hasil :

1) dapat memanajemen nyeri

2) sudah tidak meneran

3) tidak ada perasaan cemas


b) Intervensi

1) observasi TTV pasien

2) gunakan strategi komunikasi terpeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan


sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri

3) ajarkan teknik relaksasi nafas dalam kepada pasien

4) kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian terapi

2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka jahit di perineum

a) Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi resiko infeksi


dengan kriteria hasil :

1) Luka episiotomi tampak bersih

2) Penyembuhan luka yang baik

b) Intervensi

1) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi

2) Berikan pencegahan agar terhindar dari resiko infeksi

3) Ajarkan pasien untuk ganti perban pada bekas luka jahitan

4) Kolaborasikan dengan tim medis lainnya

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan kompilkasi kehamilan

a) Tujuan dan kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada resiko dalam


perdarahan dengan kriteria hasil :

1) Tidak terjadi lagi perdarahan


2) Mengurangi keparahan kehilangan darah

3) Tidak terjadi penurunan Hb

b) Intervensi

1) Observasi jumlah darah yang keluar

2) Berikan posisi semifowler

3) Ajarkan teknik posisi tirah baring

4) Kolaborasikan denagn tim medis lainnya


DAFTAR PUSTAKA

Hafifah. (2011). Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Persalinan Normal. Dimuat
dalam http:///D:/MATERNITY%20NURSING/LP%20PERSALINAN/laporan-
pendahuluan-pada-pasien-dengan.html (Diakses tanggal 18 Maret 2012)

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

H, Dewi Asri dan Cristine Clervo P. 2009. Asuhan Persalinan Normal Plus Contoh Askeb dan
Patologi Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika

Jones. (2011). Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi 6. Alih Bahasa Hadyanto. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai