Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS
DI RUANG GADING 1 RSUD RAA SOEWONDO PATI

DI SUSUN OLEH:

NAMA : HARUN BAGUS PRIYO ATMOJO

PRODI/KELAS : S1 ILMU KEPERAWATAN/3B

NIM : 920173068

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2019/2020
Alamat : Jl. Ganesha I, Purwosari, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59316
Website: http://www.stikesmuhkudus.ac.id
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS
DI RUANG GADING 1 RSUD RAA SOEWONDO PATI

A. Pengertian

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan


hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak
dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya
(Kementerian Kesehatan RI, 2014; WHO, 2016).
Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai
insulin dependent, dimana pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan
kurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non insulin
dependent, disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif
yang dihasilkan oleh pankreas (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Melitus
(DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer (Rizky
Loviana Roza, dkk, 2015).
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam
yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai
bawah akibar Diabetes Melitus (Andyagreeni, 2010).
Diabetes melitus terbagi menjadi 2 tipe, diabetes melitus tipe `1 diamana
pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan kurangnya produksi insulin
dan diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menggunakan
insulin secara efektif yang dihasilkan oleh pankreas. Biasanya pada penderita DM
terdapat ulkus diabetikum dimana terdapat infeksi, ulserasi dan destruksi ke
jaringan kulit yang paling dalam akibat dari abnormalitas saraf dan gangguan
pembuluh darah arteri parifer.
B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut
juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori
nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada
dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran
darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene
yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
· Adanya hormone aterogenik
· Merokok
· Hiperlipidemia
C. Manifestasi kaki diabetes iskemia:
§ Kaki dingin
§ Nyeri nocturnal
§ Tidak terabanya denyut nadi
§ Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
§ Kulit mengkilap
§ Hilangnya rambut dari jari kaki
§ Penebalan kuku
§ Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
D. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan somnolen
yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak
segera mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulin untuk
mengontrol karbohidrat di dalam sel.
2. Manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II antara lain : Jarang
adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk NIDDM ini dibuat setelah
adanya pemeriksaan darah serta tes toleransi glukosa di didalam laboratorium,
keadaan hiperglikemi berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia, poliuria,
lemah dan somnolen, ketoadosis jarang menyerang pada penderita diabetes
mellitus tipe II ini.

E. Patofiosologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih
dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah
kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah
area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur
sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space
infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

F. Pathway
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya
(menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering yang
tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa jugaterapa
lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah terjadinya
ulkus

b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP
(Gula Darah Puasa)
 Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan
selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
 Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman
yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana
tindakan selanjutnya.
 Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan
pembedahan

H. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Medis
1. Obat hiperglikemik oral
2. Insulin
 Ada penurunan BB dengan drastis
 Hiperglikemi berat
 Munculnya ketoadosis diabetikum
 Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3. Pembedahan

Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang


bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,
tindakannya antara lain :
 Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
 Neucrotomi
 Amputasi
b. Keperawatan Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara
keperawatan yaitu :
a. Diit Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.

I. Pengkajian
1. Pengkajian Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah
komponen utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi :
a. Biodata
1. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnose medis)
2. Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien)
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat
dilakukan pengkajian. Pada pasien post debridement ulkus kaki
diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien
dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan
di bangsal.
4. Riwayat kesehatan dahulu Adakah riwayat penyakit terdahulu yang
pernah diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi
berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
5. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit keluarga , adakah
anggota keluarga dari pasien yang menderita penyakit Diabetes
Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi
pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota
keluarganya.
2. Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman,
waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan
yang disukai, penurunan berat badan.
3. Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama
sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari,
konstipasi, beser.
4. Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat
dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas,
kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5. Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang,
gangguan selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6. Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
mengetahui tentang penyakitnya
7. Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8. Pola reproduksi dan seksual
9. Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10. Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, car berkomunikasi
11. Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah
selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul
nyeri akibat pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan
rembes pada balutan. Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu,
takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat anestesi.
2. Sistem pernapasan Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya
pada pasien post pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu
akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan
pasien diposisikan semi fowler untuk mengurangi atau menghilangkan
sesak napas.
3. Sistem kardiovaskuler Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah
dan nadi meningkat.
4. Sistem pencernaan Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa
mual akibat sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan pengkajian
tentang nafsu makan, bising usus, berat badan.
5. Sistem musculoskeletal Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada
masalah pada sistem ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah
mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot. Dan adanya
penurunan aktivitas pada bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri
post pembedahan.
6. Sistem intregumen Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat
input dan output yang tidak seimbang. Pada luka post debridement
kulit dikelupas untuk membuka jaringan mati yang tersembunyi di
bawah kulit tersebut.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan
sumber informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7. PK: Hipo / Hiperglikemi
8. PK : Infeksi
K. Intevensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :


agen injuri fisik asuhan keperawatan,
1. Lakukan pegkajian nyeri secara
tingkat kenyamanan
klien meningkat, dan komprehensif termasuk lokasi,
dibuktikan dengan level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
nyeri: dan ontro presipitasi.

klien dapat melaporkan2. Observasi reaksi nonverbal dari


nyeri pada petugas, ketidaknyamanan.
frekuensi nyeri, ekspresi3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
wajah, dan menyatakan untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
kenyamanan fisik dan sebelumnya.
psikologis, TD 120/80
mmHg, N: 60-1004. Kontrol ontro lingkungan yang
x/mnt, RR: 16-20x/mnt mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
Control
nyeri dibuktikan5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
dengan klien
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
melaporkan gejala nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
dan control nyeri.
7. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..

8. Berikan analgetik untuk mengurangi


nyeri.

9. Evaluasi tindakan pengurang


nyeri/kontrol nyeri.

10. Kolaborasi dengan dokter bila ada


komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

11. Monitor penerimaan klien tentang


manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.

1. Cek program pemberian analogetik; jenis,


dosis, dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik pilihan, rute


pemberian dan dosis optimal.

4. Monitor TTV sebelum dan sesudah


pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik tepat waktu terutama


saat nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan


gejala efek samping.

2. Ketidakseimba Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


ngan nutrisi asuhan keperawatan,
klien menunjukan1. kaji pola makan klien
kurang dari
status nutrisi adekuat2. Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan dibuktikan dengan BB
tubuh bd stabil tidak terjadi mal3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
nutrisi, tingkat energi
ketidakmampua 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
adekuat, masukan
n tubuh nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
nutrisi adekuat
klien.
mengabsorbsi
zat-zat gizi 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.
berhubungan
dengan faktor 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk mencegah
biologis.
konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan


nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang


mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak


bersamaan dengan waktu klien makan.

5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses


mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan Wound care


integritas asuhan keperawatan,
Wound healing 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran
jaringan bd dan kedalaman luka, dan klasifikasi
meningkat
faktor mekanik: pengaruh ulcers
dengan criteria:
perubahan 2. Catat karakteristik cairan secret yang
sirkulasi, Luka mengecil dalam keluar
ukuran dan peningkatan
imobilitas dan 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
granulasi jaringan
penurunan
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
sensabilitas
5. Lakukan nekrotomi K/P
(neuropati)
6. Lakukan tampon yang sesuai

7. Dressing dengan kasa steril sesuai


kebutuhan

8. Lakukan pembalutan

9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika


melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan

11. Bandingkan dan catat setiap adanya


perubahan pada luka

12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi


mobilitas fisik Asuhan keperawatan, 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang
dapat teridentifikasi
bd tidak dialami
Mobility level
nyaman nyeri,
Joint movement: aktif. 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
intoleransi
Self care:ADLs 3. Pastikan motivasi klien untuk
aktifitas, mempertahankan pergerakan sendi
penurunan Dengan criteria hasil:
4. Pastikan klien untuk mempertahankan
kekuatan otot
1. Aktivitas fisik pergerakan sendi
meningkat
5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum
2. ROM normal diberikan latihan

3. Melaporkan perasaan
6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
peningkatan kekuatan keteraturan, Latih ROM pasif.
kemampuan dalam
bergerak Exercise promotion

1. Bantu identifikasi program latihan yang


4. Klien bisa melakukan
aktivitas sesuai

2. Diskusikan dan instruksikan pada klien


5. Kebersihan diri klien
terpenuhi walaupun mengenai latihan yang tepat
dibantu oleh perawat Exercise terapi ambulasi
atau keluarga
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di
tempat tidur sesuai toleransi

2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai


toleransi

3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu


Self care assistance:

Bathing/hygiene, dressing, feeding and


toileting.

1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi


untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan toileting klien

2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari


sampai klien dapat merawat secara
mandiri

3. Monitor kebersihan kuku, kulit,


berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.

4. Monitor kemampuan perawatan diri klien


dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

5. Dorong klien melakukan aktivitas normal


keseharian sesuai kemampuan

6. Promosi aktivitas sesuai usia


5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan asuhan keperawatan,
tentang pengetahuan klien 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
penyakit dan meningkat. keluarga tentang proses penyakit
perawatan nya 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
Knowledge : Illness
Care dg kriteria : tanda dan gejala serta penyebab yang
mungkin
1 Tahu Diitnya
3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
2 Proses penyakit
4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang
3 Konservasi energi berarti dengan informasi tentang
perkembangan klien
4 Kontrol infeksi
5. Sediakan informasi tentang diagnosa
5 Pengobatan klien
6 Aktivitas yang
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
dianjurkan mungkin diperlukan untuk mencegah
7 Prosedur pengobatan komplikasi di masa yang akan datang dan
atau kontrol proses penyakit
8 Regimen/aturan
pengobatan 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi
atau pengobatan
9 Sumber-sumber
kesehatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
atau terapi
10 Manajeme
n penyakit 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin


terjadi

11. Anjurkan klien untuk mencegah efek


samping dari penyakit

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang


ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda


dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


asuhan keperawatan,
klien mampu Perawatan1. Monitor kemampuan pasien terhadap
diri perawatan diri

Self care :Activity Daly2. Monitor kebutuhan akan personal


Living (ADL) dengan hygiene, berpakaian, toileting dan makan
indicator : 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai
Pasien dapat kemapuan untuk merawat diri
melakukan aktivitas4. Bantu klien dalam memenuhi
sehari-hari (makan, kebutuhannya.
berpakaian, kebersihan,
toileting, ambulasi) 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannya
Kebersihan diri pasien
terpenuhi 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin

7. Evaluasi kemampuan klien dalam


memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Berikan reinforcement atas usaha yang


dilakukan dalam melakukan perawatan
diri sehari hari.

7. PK: Hipo / Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:


Hiperglikemi asuhan keperawatan,
diharapkan 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
perawat
akan menangani dan 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;
meminimalkan episode kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,
hipo / hiperglikemia lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.

3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk


/ sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar
gula darah > 69 mg/dl

4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai


protokol

5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk


dietnya.

Managemen Hiperglikemia

1. Monitor GDR sesuai indikasi

2. Monitor tanda dan gejala diabetik


ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.

3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

4. Berikan insulin sesuai order

5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan


gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk

8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi


hipotensi

9. Batasi latihan ketika gula darah >250


mg/dl khususnya adanya keton pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &


irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium

11. Anjurkan banyak minum

Monitor status cairan I/O sesuai


kebutuhan

8. PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer &
asuhan keperawatan, sekunder
perawat akan
menangani / 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
mengurangi komplikasi pasien lain.
defesiensi imun 3. Batasi pengunjung bila perlu.

4. Intruksikan kepada keluarga untuk


mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk


mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan


sesudah tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai


alat pelindung.

8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap


tindakan.

9. Lakukan perawatan luka dan dresing


infus setiap hari.

10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari


tanda – tanda meluasnya infeksi

11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan

12. Berikan antibiotik sesuai program.

13. Monitor hitung granulosit dan WBC.

14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila


hasilnya positip.

15. Dorong istirahat yang cukup.

16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan


gejala infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA.2013-2018.Nursing Diagnosis:Deffinition dan Clasification. JAKARTA


: EGC.

Gloria M.Bulchek.dkk.2018.Nursing Intervensions Clasification. SINGAPORE :


ELSEVIER.

Price,Sylvia Andersons,Wilson,Lorraine Mc Carty.2010.Pathofisiologi Penyakit.


JAKARTA : EGC.

Smeltzer. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika

Sue Moorhead.dkk,2018.Nursing Outcome Clasification. SINGPORE :


ELSEVIER.

Anda mungkin juga menyukai