Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PERSEPSI (TAK)

TERHADAP PENGEMBANGAN STIMULASI PERSEPSI PADA


LANSIA DI PANTI WREDA SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2019

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S-1)

Oleh :
Siska Putri Aprilia
NIM: 720153040

Pembimbing :
1. Anny Rosiana M,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.J
2. Yulisetyaningrum,S.Kep.,Ners.M.Si.Med

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHKUDUS
TAHUN 2019

HALAMAN PERSETUJUAN

i
Proposal Skripsi dengan judul ”PENGARUH TERAPI AKTIVITAS
KELOMPOK PERSEPSI (TAK) TERHADAP PENGEMBANGAN
STIMULASI PERSEPSI PADA LANSIA DI PANTI WREDA SULTAN
FATAH DEMAK TAHUN 2019” telah mendapat persetujuan oleh
pembimbing untuk dipertahankan dihadapan penguji proposal skripsi
Universitas Muhammadiyah Kudus pada:
Hari :
Tanggal :
Nama : Siska Putri Aprilia
NIM : 720153040

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Anny Rosiana M, M.Kep, Ns, Sp. Kep. J Yulisetyaningrum,S.Kep.,Ners.M.Si.Med


NIDN : 0616087801 NIDN : 0618048103

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor

Rusnoto, SKM., M.Kes. (Epid)


NIDN : 0621087401

HALAMAN PENGESAHAN

ii
Proposal Skripsi dengan judul ” PENGARUH TERAPI AKTIVITAS
KELOMPOK PERSEPSI (TAK) TERHADAP PENGEMBANGAN
STIMULASI PERSEPSI PADA LANSIA DI PANTI WREDA SULTAN
FATAH DEMAK TAHUN 2019” ini disetujui dan diseminarkan dihadapan
Tim Penguji proposal skripsi Universitas Muhammadiyah Kudus, pada:
Hari :
Tanggal :
Nama : Siska Putri Aprilia
NIM : 720153040

Penguji Utama Penguji Anggota

Anny Rosiana Masyitoh, M.Kep, Ns, Sp. Kep. J Yulisetyaningrum, S.Kep., Ns., M.Si.Med
NIDN : 0616087801 NIDN : 0618048103

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor

Rusnoto, SKM., M.Kes. (Epid)


NIDN : 0621087401

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemeritahan dalam pembangunan
nasional, telah mewujudkan hasil yang positif diberbagi bidang, yaitu
adanya kemanjuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang medis atau ilmu kedokteran
sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta
meningkatkan kualitas kesehatan pepnduduk serta meningkatkan umur
harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut
meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. (Bandiyah. 2009)
Lanjut usia merupakan suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan
penurunan yang terjadi berbagai organ, fungsi, dan system tubuh bersifat
fisiologis (Maramis. 2009)
Usila (usia lanjut) selalu dikonotasikan sebagai kelompok rentan yang
selalu ketergantungan dan menjadi beban tanggungan baik oleh keluarga,
masyarakat dan Negara. Melihat kenyataan bahwa angka harapan hidup
penduduk Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin baik, maka
muncullah di Indonesia yang akan semakin meningkat pada tiap tahunnya.
(Mujahidullah.2012)
Menurut laporan data Demografi Penduduk Internasional yang
dikeluarkan oleh Bureau of The Census USA (1993), dilaporkan bahwa
Indonesia pada 1990 – 2025 akan mempunyai jumlah kenaikan lansia
sebesar 414%. Suatu angka paling tinggi di seluruh dunia dibandingkan
kenaikan jumlah lansia di negara-negara lain, seperti Kenya adalah
sebesar 347%, Brasil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%,
Jerman 66%, Swedia 33%. Sedangkan pertambahan lansia di Indonesia,
menurut ahli dari WHO yang berbicara dalam seminar lansia di
Amsterdam, Nederland tanggal 4 Desember 1999, adalah sebesar 400%
antara tahun 2000-2025 ( Sunaryo dkk, 2015 ).
Batasan lanjut usia yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
atau World Health Organization (WHO, 2010) seorang yang berusisa 60
tahun atau lebih (60+ tahun). Pada tahun 2000 jumlah lansia di dunia
sekitar 600 juta (11%), diperkirakan 1,2 milyar (22%) pada tahun 2025 dan

1
2

menjadi 2 milyar pada tahun 2050 (WHO, 2002). Sedangkan di negara


berkembang pada tahun 2000 jumlah lansia mencapai 400 juta, pada
tahun 2025 (Wulandari, 2014).
Jumlah penduduk lansia di Indonesia dari tahun ketahun juga semakin
meningkat. Pada tahun 1980 jumlah lansia di Indonesia terdapat 5,54%
lansia (7.998.543 jiwa). Kemudian tahun 1990 terdapat 6.29% lansia
(11.277.557 jiwa), tahun 2000 terdapat 7,18% lansia (14.439.967 jiwa),
tahun 2006 terdapat 8,90% (+19 juta jiwa). Pada tahun 2007 terdapat
8,42% lansia (18,7 juta jiwa). Pada tahun 2009 jumlah lansia mencapai
8.5% lansia (18.7 juta jiwa). Dan tahun 2010 terdapat 9.77% (+23,9 juta
jiwa) serta diperkirakan tahun 2020 akan terdapat 11.34% (+28.8 juta jiwa)
dan tahun 2050 diperkirakan akan menjadi dua kali lipat jumlah lansia di
Indonesia (Menkokesra. 2010)
Ada beberapa masalah kesehatan kaitanya dengan lansia ini,
diantaranya adalah masalah medik. Menua merupakan suatu hal yang
fitrah dan akan berjalan terus di mana proses faali dan patologik
(komorbiditas) bisa saling berpengaruh, yang penting mengatasi atau
mengurangi dampak buruk terhadap fungsi kehidupan (Mujahidullah,
2012). Masalah yang umum terjadi pada lansia adalah kecemasan,
kesepian, rasa bersalah, depresi, keluhan somatik, reaksi paranoid,
dimensia dan delirium (Kusumawati & Hartono. 2011).
Masalah lainnya yang sering dialami oleh lansia salah satunya adalah
kondisi psikososial. Kondisi psikososial meliputi perubahan kepribadian
yang menjadi faktor predisposisi yaitu gangguan memori, cemas,
gangguan tidur, perasaan kurang percaya diri, merasa diri menjadi beban
orang lain, merasa rendah hati, putus asa dan dukungan social yang
kurang. Faktor social meliputi perceraian, kematian, berkabung, keiskinan,
berkurangnya interaksi social dalam kelompok lansia mempengaruhi
terjadinya depresi. Respon prilaku seseorang mempunyai hubungan
dengan control social yang berkaitan dengan kesehatan
Persepsi yang artinya mengambil atau menerima. Yang dimaksut
persepsi disini adalah menerima informasi dari luar dirinya atau
mengambil pemahaman dari luar dirinya. (Taufik. 2011)
Secara umum persepsi adalah proses mengamati dunia luar yang
mencakup perhatian, pemahaman, dan pengenalan objek0objek atau
peristiwa. Biasanya persepsi diorganisasikan ke dalam bentuk (figure),
dasar (ground), garis bentuk (garis luar, kontur) dan kejelasan. Persepsi
3

adalah pengalaman – pengalaman yang dihasilkan melalui indera


penglihatan, pendengaran, peenciuman, dan sebaginya. Setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda meskipun objek perssepsi sama. (Herri
Zan Petter. 2010)
Persepsi adalah pengorganisasian dan penginterprestasikan terhadap
stimulus yang indranya merupakan suatu yang berarti dan merupakan
respon yang integrated dalam diri individu. Sebagai hasil dari proses
belajar, pengalaman akan sangat memengaruhi seseorang
mempersepsikan sesuatu. (Walgito, 2010)
Menentukan fungsi untuk menentukan objek yang ada di tempat itu
(pengenalan) dan dimana objek itu berada (lokalisasi). Penglihatan unuk
menentukan suatu objek dinamakan sebagai proses pengenalan pola
(recognition). (Atkhinson dkk. 2012)
Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan satu
dengan yang lain, saling ketergantungan dan mempunyai norma yang
sama. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang
yang harus ditangani sesuai keadaanya seperti agresif, takut, kebencian,
kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaran dan menarik diri. Semua
kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, di mana anggota
kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berartid alam
berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok (Purwanto, 2015).
Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai
target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang sering
bergantung, saling membutuhkan dan menjadi tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaktif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptive.Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah terapi non farmakologi
yang diberikan oleh perawat terlatih terhadap pasien dengan masalah
keperawatan yang sama.Terapi diberikan secara berkelompok dan
berkesinambungan (Keliat 2012).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat,
yaitu: terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi, terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi social dan
terapi aktivitas kelompok orientasi realitas. (Yosep. 2013)
Pengertian TAK stimulasi persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk
membantu klien ynag mengalami kemunduran orientasi, menstimulasi
4

persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan afektif serta


mengurangi perilaku maladatiff (Purwaningsih, 2009)
Yang dilakukan dalam terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi
persepsi yaitu seperti menonton televise, membaca majalah/Koran,
melihat gambar, dan menyanyi tujuan umum dari terapi aktivitas kelompok
(TAK) stimulasi persepsi agar para lansia mampu untuk menyelesaikan
masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya. Sedangkan
tujuan khuhs dari terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi agar
lansia mampu menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang
dialami (Keliat. 2013)
Sebelumnya juga sudah pernah dilakukan penelitian tentang “Terapi
Aktivitas Kelompok (Tak) Stimulasi Persepsi Dalam Menurunkan Tingkat
Kecemasan Pada Lansia” hasil peneltain tersebut mendukung penelitian
(Keliat. 2013) Pada kelompok perlakuan sesudah (post) diberikan TAK
Stimulasi persepsi didapatkan dari 12 responden sebagian besar (75,0%)
ada selisih skor =9, sedangkan kelompok kontrol (post) dari 22 responden
sebagian besar (68,2%) ada selisih skor = 8 pada penilaian zung self-
rating anxiety scale (SAS/SRAS). Berdasarkan uji Wilcoxon Sign Rank
pada kelompok perlakuan di dapatkan nilai P = 0,003 dan nilai α = 0,05
berarti P<α maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi terhadap tingkat kecemasan lansia di
posyandu lansia desa damarsi buduran sidoarjo. Sedangkan kelompok
kontrol didapatkan nilai P = 0,157 dan nilai α = 0,05 berarti P>α maka H0
diterima, yang berarti tidak ada pengaruh pada tingkat kecemasan lansi
pada kelompok kontrol karena tidak diberikan terapi aktivitas kelompok
(TAK) stimulasi persepsi. Hal ini sesuai dengan teori keliat (2013) yaitu
terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan.
Survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Panti Wredha Sultan
Fatah Demak pada tanggal 15 November 2018 didapatkan jumlah lansia
ada 30 orang. Terdapat 12 lansia laki-laki dan 18 lansia perempuan. Salah
satu penyebab lansia tinggal di panti adalah karena faktor ekonomi dan
dari faktor keluarga lansia itu sendiri. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan pengurus panti Wredha Sultan Fatah Demak, terdapat
beberapa lansia yang mengalami gangguan stimulasi persepsinya seperti
minat dan kebiasaan. Pengurus panti menggatakan salah satu penyebab
5

terganggunya stimulasi persepsi pada lansia di Panti Wredha Sultan Fatah


Demak adalah rata-rata karena faktor usia. Terdapat beberapa lansia
seperti kurang kebiasaan untuk membaca majalah atau Koran dan
menonton tv dan juga kurang berminat untuk melakukannya.
Berdasarkan uraian diatas,maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap
Pengembangan Stimulasi Persepsi Pada Lansia di Panti Wreda Sultan
Fatah Demak Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang,maka dapat diambil rumusan masalah
yaitu adakah Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) terhadap
Pengembangan Stimulasi Persepsi di Panti Wreda Sultan Fatah Demak
Tahun 2019

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan di Panti Wreda Sultan Fatah
Demak ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap
Pengembangan Stimulasi Persepsi Pada Lansia di Panti Wreda Sultan
Fatah Demak Tahun 2019
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh stimulasi persepsi pada lansia dengan
sebelum TAK pada kelompok kontrol dan intevensi
b. Mengetahui pengaruh stimulasi persepsi pada lansia dengan
sesudah TAK pada kelompok kontrol dan intevensi
c. Menganalisa Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap
Pengembangan Stimulasi Persepsi Pada Lansia
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman bagi penulis dalam menerapkan ilmu
yang telah didapatkan.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat di pakai sebagai informasi masyarakat
khususnya keluarga dan klien dalam memberikan terapi untuk
meningkatkan stimulasi sehingga menjadikan hidup lebih nyaman
3. Bagi institusi pendidikan.
Sebagai dasar pemikiran untuk penelitian selanjutnya, baik oleh
peneliti sendiri maupun peneliti - peneliti lainya.
4. Bagi Pengembangan Riset Keperawatan.
6

Menambah referensi, pengetahuan, informasi dan penyempurnaan


penelitian untuk selanjutnya mengenai pemberian terapi aktivitas
kelompok .

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Lingkup Masalah
Masalah yang dikaji Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap
Pengembangan Stimulasi Persepsi Pada Lansia Di Panti Wreda Sultan
Fatah Demak Tahun 2019.
2. Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam ilmu keperawatan Jiwa di dalam
penerapan pola pengembangan stimulasi terhadap lansia.
3. Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukkan di Panti Wreda Sultan Fatah Demak
Tahun 2019.
4. Lingkup sasaran
Sasaran penelitian ini adalah lansia Panti Wreda Sultan Fatah
Demak

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Metode Perbedaa
Peneliti Judul Hasil Penelitian
Penelitian n
Khamida, Terapi Aktivitas Quasi Hasil penelitian sebelum Penelitian
Meilisa Kelompok experiment kegiatan rutin harian dari 22 terdahulu
(2016) (TAK) Stimulasi dengan responden kelompok control penelitian
Persepsi Dalam desain pre terdapat tingkat kecemasan variabel
Menurunkan dan post sedang 59,1%, dan setelah terikat
Tingkat test kegiatan rutin harian menurunk
Kecemasan terdapat tingkat kecemasan an tingkat
Pada Lansia sedang 68,2%. Sedangkan kecemasa
12 responden kelompok n pada
perlakuan sebelum (TAK) penelitian
terdapat tingkat kecemasan sekarang
sedang 100% dan setelah mengguna
(TAK) terdapat tingkat kan
kecemasan ringan 75,0% pengemba
ngan
stimulasi
persepsi
Erwin Pengaruh Quasi hasil penelitian Pre Test Penelitian
Yektiningsih Terapi Aktivitas experiment Mini Mental State terdahulu
(2010) Kelompok dengan Examination sebesar penelitian
(TAK) Stimulasi desain pre 42,9%, beberapa tidak variabel
Persepsi dan post mengalami terikat
Terhadap test fungsi kognitif tetapi menurunk
Gangguan sebagian dilakukan di an tingkat
Fungsi Kognitif tengah, dan 14,3% kecemasa
Pada Lansia mengalami fungsi kognitif n pada
7

berat. Hasil Kegiatan penelitian


Terapi Stimulasi Perseptif sekarang
Kelompok, 50% memiliki mengguna
hasil evaluasi dengan kan
kriteria cukup, sedangkan pengemba
14,3% memiliki ngan
hasil evaluasi dengan stimulasi
kriteria kurang. Dan The persepsi
Post Test of Mental State
Examination, 57,1% tidak
mengalami
fungsi kognitif terganggu,
sementara 42,9%
mengalami gangguan
fungsi kognitif tengah. Tes
statistik Willcoxon telah
ditemukan
hasil itu (ρ = 0,017)> (α =
0,05). Ini berarti bahwa H0
ditolak dan H1 diterima.
Secara otomatis, The
Pengaruh Terapi Aktivitas
dari Kelompok Stimulasi
Perseptif Terhadap
Kesulitan Fungsi Kognitif
dari The Advanced
Usia di Unit Kerja Tim
Teknik Pelayanan Sosial
Usia Lanjut di Jombang di
Kediri pada tahun 2010
memiliki total
ditemukan.
Jika terapi ini berjalan
secara rutin dan maksimal,
maka akan
mempertahankan fungsi
kognitif yang canggih
usia.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia
1. Pengertian
Lanjut usia merupakan suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap
lingkungan penurunan yang terjadi berbagai organ, fungsi, dan system
tubuh bersifat fisiologis (Maramis. 2009)
Usila (usia lanjut) selalu dikonotasikan sebagai kelompok rentan
yang selalu ketergantungan dan menjadi beban tanggungan baik oleh
keluarga, masyarakat dan Negara. Melihat kenyataan bahwa angka
harapan hidup penduduk Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin
baik, maka muncullah di Indonesia yang akan semakin meningkat
pada tiap tahunnya. (Mujahidullah.2012)
Penuaan (menjadi tu + aging) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi)dan memperbaiki kerusaka yang diderita. Definisi lain
menyatakan bahwa penuaan adalah suatu proses alami yang tidak
dapat dihindari, berjalan, terus-menerus, dan berkesinambungan.
Selanjutnya, akkan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada tubuh, sehingga akan memengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan. (Basuki, 2008).
2. Klasifikasi
Klasifikasi lansia berdasarkan WHO sebagai berikut :
a. Usia 60 – 64 tahun (Middle Age)
b. Usia 65 – 74 tahun (Junior Old Age)
c. Usia 75 – 89 tahun ( Formal Old Age)
d. Usia 90 – 120 tahun ( Longevity Old)
Menurut Maryam tahun 2009 batasan usia meliputi :
a. Pra Usia Lanjut (Presenilis)
Seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.

9
10

b. Usia Lanjut
Seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Usia Lanjut Resiko Tinggi
Seorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan maalah kesehatan.
d. Usia Lanjut Potensial
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Usia Lanjut Tidak Potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan oraang lain. (Maryam, 2010).
3. Tipe Lansia
Banyak ditemukan bermacam-macam tipe lansia, beberapa yang
menonjol dinataranya:
a. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap
ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan
dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lansia kini sering menggantikan kegiatan yang hilang dengan
kegiatan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status,
teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan berbagai
jenis pekerjaan.

e. Tipe bingung
11

Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian


mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
Lansia dapat pula dikelompokan dalam beberapa tipe yang
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
fisik, mental, social, dan ekonominya. Tipe ini antara lain :
f. Tipe optimis
Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik,
memandang lansia dalam bemtuk bebas dari tanggung jawab dan
sebagai kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
g. Tipe konstruktif
Mempunyai intregitas baik, dapat menikmati hidup,
mempunyai toleransi tinggi, humoris, fleksibel dan sadar diri.
Biasanya sifat ini terlihat sejak muda.
h. Tipe ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi
selalu pasif, tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai
inisiatif, dan tidak praktis dalam bertindak.
i. Tipe defensif
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan yang tidak
stabil, selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,
memegang teguh kebiasaan, bersifat komplusif aktif, takut
menghadi “ menjadi tua” dan menyenagi masa pensiun.
j. Tipe militan dan serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang
dan bisa menjadi panutan.
k. Tipe pemarah frustasi
Lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu
menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian yangburuk, dan
serinf mengekspresikan kepahitan hidupnya.
l. Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif dan
curiga,. Umumnya memiliki pekerjaan yang tidak stabil saat muda,
menganggap menjadi tua sebagai hal yang tidak baik, takut mati, iri
hati terhadap orang yang masih muda, senang mengadu untung
pekerjaan dan aktif menghindari masa yang buruk.
12

m. Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri


Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki
ambisi, mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat
menyesuaikan diri, lansia tidak hanya mengalami kemarahan,
tetapi juga depresi, menganggap usia lanjut sebagai masa yang
tidak menarik dan berguna.
(Dewi, 2014).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
Adapun proses penuaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain :
a. Hereditas
b. Nutrisi
c. Status kesehtan
d. Pengalaman Hidup
e. Lingkungan
f. Stress
5. Teori Proses Penuaan
Proses menua bersifat individual : dimana proses menua pada saat
setiap orang terjadi dengan usia yang berbeda, setiap lanjut usia
mempunyai kebiasaan atau lifestyle yang berbeda dan tidak ada satu
faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua. Teori-teori
tentang penuaan sudah banyak dikemukakan, amun tidak semua bisa
diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu
yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial (Padila,
2013)
a. Teori genetik
Teori genetik adalah menua telah terpogram secara genetik
untuk spesies tertentu, menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul dan
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi suatu
jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi, jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
diputar. Jadi menurut konsep ini bila jam itu berhenti akan
meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan
atau penyakit (Daemojo, 2010)
13

b. Teori mutasi somatik


Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatik, sebagai contoh adanya radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadi mutasi yang
progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan tinggi sel tersebut (Enthusiast, 2012)
c. Teori rusaknya sistem imun tubuh
Teori rusaknya system imun tubuh dimana mutasi yang
berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh.
Mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi somatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenai dirinya sendiri (self recognitif). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh menganggap
sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Peristiwa inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autonium (Darmojo, 2010)
d. Teori radikal bebas
Dikatakan radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di
dialam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan di
dalam rantai pernafasan mitokondria. Radikan bebas bersifat
merusak karena sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan
DNA, protein, atau asam lemak tah jenuh. Walaupun ada system
penangkal namun sebagai radikal bebas tetap lolos, bahkan makin
lanjut usia makin banyak radikal bebas yang terbentuk sebagai
proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan sel makin lama makin
banyak dan akhirnya sel mati,. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi (Enthusiast. 2012)

e. Teori stress – adaptasi


Menua terjadi akibat hilangnya sel sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
14

kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress


menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai.
f. Teori wear and tear (pemakaian dan rusak)
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh telah
(terpakai).
g. Teori psikososial
Teori yang merupakan teori psikososial adalah sebagai
berikut:
1) Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang
harus dicapai dalam tiap tahap perkembangan. Tugas
perkembangan terakhir merefleksikan kehidupan seeorang dan
pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik antara
integritas ego dan keputusan adalah kebebasan.
2) Teori stabilitas personal
Kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-
kanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang
radikal pada usia tua bisa jadi mengidentifikasi penyakit otak.
6. Akibat proses menua
Faktor-faktor perubahan proses menua dipengaruhi oleh faktor
endogenic dan eksogenik (Darmojo, 2009), yang dapat diartikan
sebagai faktor internal dan faktor ekternal pada perubahan proses
menua.
a. Faktor internal
Pengaruh faktor – faktor internal seperti terjadinya penurunan
anatomic, fisiologik dan perubahan psikososial pada proses menua
makin besar, penurunan ini akan menyebabkan lebih mudah
timbulnya penyakit dimana batas antara penurunan tersebut dengan
penyakit seringkali tidak begitu nyata (Darmojo, 2010). Penurunan
anatomic dan fisiologik dapat meliputi

1) Sistem saraf pusat


Berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10% - 12%
selama hidup, perbandingan substansi kelabu : substansi putih
15

pada umur 20 = 1,28 : 1, pada umur 50 = 1,13 : 1 dan pada umur


100 = 1,55 : 1 (Tilarso, 1988). Disamping itu meningen menebal,
giri dan suci otak berkurang kedalamannya, kelainan ini tidak
menyebabkan gangguan patologi yang berarti. Pada pembuluh
darah terjadi penebalan intima akibat proses aterosklerosisi dan
tunika media berakibatkan terjadi gangguan vaskularisasi otak
yang dapat menyebabkan stroke dan demensia vaskuler
sedangkan pada daerah hipotalamus menyebabkan terjadinya
gangguan saraf otak akibat pengaruh berkurangnya berbagai
neurotransmitter (Martono, 2009)
Pada beberapa pennderita tua terjadi penurunan daya ingat
dan gangguan psikomotor yang masih wajar. Keadaan ini tidak
menyebabkan gangguan pada aktifitas hidup sehari-hari,
biasanya dikenali oleh keluarga atau teman karena sering
mengulang pertanyaan yang sama atau lupa kejadian yang baru
terjadi (Tilarso, 2008)
2) Sistem kardiovaskuler
Dinding ventrikel kiri sampai usia 80 tahun menjadi 25%
lebih tebal dari usia 30 tahun, cardiac output turun 40% atau kira-
kira kurang dari 1% pertahun, denyut jantung maksimal pada
dewasa muda = 195x/menit, pada 65 tahun = 170x/menit,
tekanan darah rata-rata umur 20-24 tahun pada wanita 116/70
pria 122/76 dan pada umur 6-64 tahun wanita 142/85 dan pria
140/85 (Tilarso, 2008)
Walaupun tanpa adanya penyakit pada lanjut usia jantung
sudah menunjukan penurunan kekuatan kontraksi, kecepatan
kontraksi dan isi sekuncup. Terjadi pula penurunan yang
signifikan dari cadangan jantung dan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan curah jantung (Martono, 2009)
3) Sistem pernafasan
System respirasi sudah mencapai kematangan pertumbuhan
pada usia 20-25 tahun, setelah itu mulai menurun fungsinya,
elastisitas paru menurun, kekuatan dinding dada menungkat,
kukuatan otot dada menurun. Semua ini berakibatkan
menurunnya rasio ventilasi perfusi dibagian paru yang tak bebas
16

dan pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen, disamping


itu ada penurunan gerak silis di dinding system pernafasan.,
penurunan reflek batuk yang dapat menyebabkan terjadinya
infeksi akut pada saluran pernafasan (Martono, 2009)
4) Sistem metebolisme
Pada sekitar 50% usia lanjut menunjukan intoleransi glukosa
dengan kadar glukosa darah puasa yang normal, frekuensi
hipertiroid tinggi pada usia lanjut, sedangkan hipotiroid
merupakan penyakit yang terutama terjadi antara usia 50 – 70
tahun dengan gejala yang tidak mencolok sehingga sering tidak
terdiagnosis (Martono, 2009)
5) Sistem ekresi
Pada usia llanjut ginjal mengalami perubahan yaitu terjadi
penebalan kapsula Bouwman dan gangguan permeabilitas
terdapat zat yang akan difitrasi, nefron secara keseluruhan
mengalami penurunan dan mullai terlihat atropi, aliran darahdi
ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar 50% dibandingkan usia
muda tetapi fungsi dalam keadaan istirahat tidak terlihat menuru,
barulah apabila terjadi stris fisik ginjal tidak dapat mengatasi
peningkatan kebutuhan tersebut dan mudah terjadi gagal ginjal
(Martono, 2009)
6) System musculoskeletal
Otot-otot mengalami atrofi disamping sebagai akibat
berkurangnya aktifitas juga akibat gangguan metabolic atau
denervasi syaraf, hal ini dapat diatasi dengan memperbaiki pola
hidup (olahraga atau aktifitas yang terprogram). Dengan
bertambahnya usia proses perusakan dana pembentukan tulang
melambat terutama pembentukkannya hal ini akibat menurunnya
aktifitas tubuh juga akibat menurunnya hormone estrogen pada
wanita, vitamin D dan beberapa hormone lainnya (parahormon
dan kalsitonin). Trabekula tulang menjadi lebih berongga
berakibat sering mudah patah tulang akibat benturan ringan atau
spontan (Martono, 2009).
7) Kondisi psikososial
17

Kondisi psikososial meliputi perubahan kepribadian yang


menjadi faktor predisposisi yaitu gangguan memori, cemas,
gangguan tidur, perasaan kurang percaya diri, merasa diri
menjadi beban orang lain, merasa rendah hati, putus asa dan
dukungan social yang kurang. Faktor social meliputi perceraian,
kematian, berkabung, keiskinan, berkurangnya interaksi social
dalam kelompok lansia mempengaruhi terjadinya depresi.
Respon prilaku seseorang mempunyai hubungan dengan control
social yang berkaitann dengan kesehatan.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses
menua antara lain gaya hidup, faktor lingkungan dan pekerjaan.
Gaya hidup yang mempercepat proses penuaan adalah jarang
aktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutriisi yang tidak teratur.
Hal tersebut dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang
diterapkan secara individual pada usia lanjut yaitu dengan
menghentikan merokok, seperti diketehui bahwa merokok akan
menyebabkan berbagai penyakit antara lain PPOM (penyakit paru
obstruksi kronis), kanker dan hipertensi, upaya penghentian
merokok tetap bermanfaat walaupun individu sudah berusia 60
tahun atau lebih.
Fakor lingkungan, dimana lansia menjalani kehidupannya
merupakan faktor yang secara langsung dapat berpengaruh pada
proses menua karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor ini
antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap kendaraan, asap
rokok meningkatkan resiko penuaan dini, sinar ultraviolet
mengakibatkan perubahan pigmen dan kologen sehingga kulit
Nampak lebih tua. Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang
relative tidak stabil mempunyai satu electron atau lebih yang tidak
berpasangan deorbit luarnya, molekul ini sangat relative mencari
pasangan elekronnya, jika terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi
reaksi berantai yang degenerasi seperti kardiovaskuler Parkinson,
Alzheimer dan penuaan (Hardiwinoto, 2010).
7. Tugas perkembangan lanjut usia
18

Menurut (Azizah, 2011). Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki


tugas perkembangan khusus, kategori utama tugas perkembangan
lansia meliputi :
a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring
terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan
fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah
normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah
penyakit dengan pola hidup sehat.
b. Menyesuaikan terhadap masa pension dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya ensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh
karna itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat
perubahan karena hilangnya peran bekerja. Karna pension ini telah
di antisipasi, seseorang dapat berencana kedepan untuk
berpartisipasi dalam konsultan atau aktifitas sukarela, mencari
minat dan hobi baru, dan melanjutkan pendidikannya.
c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia dihadapkan dengan kematian pasangan, teman,
an kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan,
apalagi bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari
seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya.
Dengan membantu lansia melalui proses berduka, dapat
membantu mereka menyesuaikan diri terhadap kehilangan.
d. Menerima diri sendiri bagi individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri
selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan
ketidakmampuannya sebagai kping dengan menyangkal
penurunan fungsi, meminta bantuan dalam tugas yang
menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar.
e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya,. Misalnya,
kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah kerumah yang lebih
kecil dan untuk seorang diri.
f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
19

Lansia sering memerlukan penepatan hubungan kembali dengan


anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah keterbalikan peran,
ketergantungan, konflik, perasaan bersalah, dan kehilangan
memerlukan pengenalan dan resolusi.
g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima aktivitasa dan minat baru untuk
mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya
aktif secara social sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif
mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru.

B. Stimulasi Persepsi
1. Pengertian
Persepsi yang artinya mengambil atau menerima. Yang dimaksut
persepsi disini adalah menerima informasi dari luar dirinya atau
mengambil pemahaman dari luar dirinya. (Taufik. 2011)
Secara umum persepsi adalah proses mengamati dunia luar yang
mencakup perhatian, pemahaman, dan pengenalan objek0objek atau
peristiwa. Biasanya persepsi diorganisasikan ke dalam bentuk (figure),
dasar (ground), garis bentuk (garis luar, kontur) dan kejelasan.
Persepsi adalah pengalaman – pengalaman yang dihasilkan melalui
indera penglihatan, pendengaran, peenciuman, dan sebaginya. Setiap
orang memiliki persepsi yang berbeda meskipun objek perssepsi
sama. (Petter. 2010)
2. Proses persepsi
Proses persepsi berangkat adanya stimulus, stimulus itu ditangkap
oleh alat resptor (mata), selanjutnya dari resptor diteruskan oleh
syaraf-syaraf ke otak, dan kemudian otak memberikan pemakanaan
atas stimulus tersebut (mearning). (Taufik. 2011)
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi
Secara umum, adapun faktor – faktor yang mempengaruhi pesepsi
seseorang yaitu :
a. Minat, artinya semaki tinggi minat seseorang terhadap suatu objek
atau peristiwa, maka semakin tinggi juga minatnya dalam
mempersiapkan objek atau peristiwa.
20

b. Kebiasaan, artinya objek atau peristiwa semakin sering dirasakan


seseorang, maka semakin terbiasa terdiri di dalam membentuk
persepsi.
c. Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu
objek atau peristiwa tersebut bagi diri seseorang, maka semakin
peka dirinya terhadap objek-objek persepsinya.
d. Konstansi, artinya adanyanya kecenderungan seseorang untuk
selalu melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun
sebenarnya itu bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna, dan
kecemerlangan. (Petter. 2010)
4. Penurunan persepsi pada lansia
a) Sistem saraf pusat
Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat
dan gangguan psikomotor yang masih wajar. Keadaan ini tidak
menyebabkan gangguan pada aktifitas hidup sehari-hari, biasanya
dikenali oleh keluarga atau teman karena sering mengulang
pertanyaan yang sama atau lupa kejadian yang baru terjadi.
b) Kondisi psikososial
Kondisi psikososial meliputi perubahan kepribadian yang
menjadi faktor predisposisi yaitu gangguan memori, cemas,
gangguan tidur, perasaan kurang percaya diri, merasa diri menjadi
beban orang lain, merasa rendah hati, putus asa dan dukungan
social yang kurang
Harga diri merupakan kemampuan seseorang untuk
menghargai diri sendiri serta memberi penghargaan terhadap
kemampuan orang lain. Berdasarkan uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa klien yang tidak memiliki kemampuan untuk
menilai keadaan diri sendiri, mempunyai pandangan negative
terhadap diri sendiri, tidak mampu memutuskan peningkatan
keadaan menjadi lebih baik maka akan menyebabkan klien
mengalami penurunan motivasi untuk

c) Kondisi social
Faktor social meliputi perceraian, kematian, berkabung,
keiskinan, berkurangnya interaksi social dalam kelompok lansia
21

mempengaruhi terjadinya depresi. Respon prilaku seseorang


mempunyai hubungan dengan control social yang berkaitann
dengan kesehatan.
d) Gaya hidup
Gaya hidup yang mempercepat proses penuaan adalah
jarang aktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak
teratur. dimana lansia menjalani kehidupannya merupakan faktor
yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses menua
karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-
zat radikal bebas seperti asap kendaraan, asap rokok meningkatkan
resiko penuaan dini, sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan
pigmen dan kologen sehingga kulit Nampak lebih tua.
5. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a. Pengertian TAK
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mengalami masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan
sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di
dalam kelompok terjadi dinamika interaksi saling bergantung,
saling membutuhkan, dan menjadi laboraturium tempat klien
berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku
lama yang maladaptif (Keliat, 2014).
b. Manfaat Terapi aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok mempunyai mangfaat:
1) Terapeutik
a) Umum
(1) Meningkatkan kemampuan uji realitas ( reality testing)
melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari
orang lain
(2) Melakukan sosialisasi
(3) Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif
dan afektif
b) Khusus
(1) Meningkatkan identitas diri
(2) Menyalurkan emosi secara konstruktif
(3) Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau
sosial
2) Rehabilitasi
a) Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri
b) Meningkatkan ketrampilan sosial
22

c) Meningkatkan kemampuan empati


d) Meningkatkan kemampuan/ pengetahuan pemecahan
masalah
6. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
a. Mengembangkan stimulasi kognitif
Tipe : Biblioterapy
Aktivitas : menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar
untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang
lain
b. Mengembangkan stimulasi sensoris
Tipe : musik, seni, menari
Aktivitas :Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan
Tipe : relaksasi
Aktifitas : belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam,
relaksasi otot, dan imajinasi
c. Mengembangkan orientasi realitas
Tipe : kelompok orientasi realitas, kelompok validasi
Aktifitas : fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang lain benar,
salah bantu memenuhi kebutuhan
d. Mengembangkan sosialisasi
Tipe : kelompok remotivasi
Aktifitas : mengoreantasikan klien yang menarik diri, regresi
Tipe : kelompok mengigatkan
Aktifitas : fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.
7. Macam terapi aktivitas kelompok
a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitig/persepsi
b. Terpai aktivitas kelompok stimulasi sensori
c. Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas
d. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi
e. Penyaluran energi
8. Tahap-tahapan dalam terapi aktivitas kelompok
Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen, 1995.
Menggambarkan fase-fase dalam terapi aktivitas kelompok adalah
sebagai berikut :
a. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang
menjadi leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok
akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan
media yang akan digunakan beserta dana yang dibutuhkan.
b. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 tahapan yang terjadi, yaitu:
1) Orientasi, konflik atau kebersamaan
a) Orientasi :
23

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial


masing-masing, leader mulai menunjukan rencana terapi
dan mengambil kontrak dengan anggota.
b) Konflik :
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota,
mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok,
bagaimana peran anggota, tugasnya, dan saling
ketergantungan yang akan terjadi
c) Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah,
anggota mulai menemukan siapa dirinya.
2) Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim ;
a) Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan
anggota
b) Peranan positif dan negatif dapat dikoreksi dengan
hubungan saling percaya yang telah terbina
c) Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah disepakati
d) Tanggung jawab mereka, kecemasan menurun, kelompok
lebih stabil dan realistis
e) Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan
tujuan dan tugas kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.
f) Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif
Petunjuk untuk leader pada fase ini :
a) Intervens leader didasari pada kerangka kerja teoritis,
pengalaman, personility dan kebutuhan kelompok serta
anggotanya
b) Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan
mempertahankan batasanya, mendorong kelompok bekerja
pada tugasnya
c) Intervensi langsung ditunjukan untuk menolong kelompok
mengatasi masalah khusus
3) Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi
sementara. Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi
premature, tidak sukses atau sukses. Terminasi dapat
menyebabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk
menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan
24

tersebut, menganjurkan anggota untuk memberi umpan balik


pada tiap anggota. Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus
tuntas didiskusikan. Akhir terapi aktivitas kelompok harus
dievaluasi, bisa melalui pre dan post test.
9. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
a. Pengertian TAK Stimulasi persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
terapi yang menggunakan aktifitas sebagai stimulus dan terkait
dengan pengalaman dan/ atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian maalah.
b. Tujuan TAK Stimulasi persepsi
Tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh
paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khusunya:
1) Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan
kepanya secara tepat.
2) Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus
yang dialami.
c. Aktivitas dan indikasi
Aktivitas dibagi dalam empat bagian, yaitu mempersepsikan
stimulus nyata sehari-hari, stimulus nyata dan respon yang dialami
dalam kehidupan, stimulasi yang tidak nyata dan respon
yangdialami dalam kehidupan, serta stimulus nyata yang
mengakibatkan harga diri rendah. (Purwaningsih, 2010).
d. TAK Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah Sesi 1 : Identifikasi
1) Tujuan :
a) Klien mengetahui pentingnya menghargai diri sendiri.
b) Klien dapat mengidentifikasi hal-hal positif diri.
2) Indikasi :
Pasien harga diri rendah
3) Persiapan alat :
a) Kertas HVS
b) Spidol
4) Metode
a) Diskusi
b) Permainan
5) Prosedur
25

a) Persiapan
(1) Memiih pasien yang sesuai indikasi
(2) Membuat kontrak dengan pasien
(3) Mempersiapkan alat dan tempat (peserta duduk
meligkar dalam suasana ruang yang tenang dan
nyaman)
b) Orientasi
(1) Salam terapeutik
(a) Salam dari terapis kepada klien.
(b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai
papan nama)
(c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien
(beri papan nama)
(2) Evaluasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
(3) Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bercakap-
cakap tentang hal positif diri sendiri.
Terapis menjelaskan aturan main berikut.
(a) Jika ada klien yang ingin menginggalkan
kelompok, harus meminta izin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai.
6) Tahap kerja
a) Terapis memperkenalakan diri nama lengkap dan nama
panggilan serta memakai papan nama.
b) Terapis membagikan kertas dan spidol kepada klien.
c) Terapis meminta tiap klien menulis pengalaman yang
tidak menyenangkan.
d) Terapis memberikan pujian atas peran serta klien.
e) Terapis membagikan kertas yang kedua
f) Terapis meminta tiap klien menulis hal positif tentang diri
sendiri: kemampuan yang dimiliki, kegiatan yang biasa
dilakukan dirumah dan dirumah sakit.
26

g) Terapis meminta klien membacakan hal positif yang


sudah ditulis secara bergilir sampai sampai semua klien
mendapatkan giliran.
h) Terapis memberi pujian pada setiap peran serta klien.
7) Tahap terminasi
a) Evaluasi
(1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK.
(2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok.

b) Tindak lanjut
Terapis meminta klien menulis hal positif lain yang belum
tertulis.
c) Kontrak yang akan datang
(1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu melatih hal
positif diri yang dapat diterapkan dirumah sakit dan di
rumah.
(2) Menyepakati waktu dan tempat.
e. Evaluasi dan Dokumentasi
1) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi:
harga diri rendah sesi 1, kemampuan klien yang diharapkan
adalah menuliskan pengalaman yang tidak menyenangkan dan
aspek positif (kemampuan) yang dimiliki. Formulir evaluasi
sebagai berikut.
2) Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan prose keperawatan tiap klien. Contoh klien mengikuti
sesi 1, TAK stimulasi persepsi harga diri rendah. Klien mampu
memulihkan tiga hal pengalaman yang tidak menyenangkan,
mengalami penelitian menyebutkan hal positif diri. Anjurkan
klien menulis kemampuan dari hal positif dirinya.
27

10. TAK Stimulasi Persepsi Harga Diri Rendah Sesi 2 : Melatih Positif
pada Diri
a. Tujuan :
1) Klien dapat menilai hal postif diri yang dapat digunakan.
2) Klien dapat memilih hal positif diri yang akan dilatih.
3) Klien dapat melatih hal positif diri yang dilatih
4) Klien dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan yang telah
dilatih.
b. Indikasi :
Pasien harga diri rendah

c. Persiapan alat :
1) Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart
2) Kertas daftar kemampuan positif pada sesi 1
3) Jadwal kegiatan sehari-hari dan pulpen.
d. Metode
1) Diskusi
2) Permainan
e. Prosedur
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti
sesi 1.
b) Mempersiapkan alat dan tempat (peserta duduk meligkar
dalam suasana ruang yang tenang dan nyaman)
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
(1) Salam dari terapis kepada klien.
(2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi
(1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
(2) Menanyakan apakah ada tambahan hal positif klien
c) Kontrak
(1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu melatih hal
positif diri sendiri.
(2) Terapis menjelaskan aturan main berikut.
28

(a) Jika ada klien yang ingin menginggalkan kelompok,


harus meminta izin kepada terapis.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai.
3) Tahap kerja
a) Terapis meminta semua klien membaca ulang daftar
kemampuan positif pada sesi 1 dan memilih satu untuk
dilatih.
b) Terapis meminta klien menyebutkan pilihannya ditulis di
whiteboard
c) Terapis meminta semua klien untuk memilih satu dari daftar di
whiteboard. Kegiatan yang paling banyak dipilih diambil
untuk dilatih
d) Terapis melatih cara pelaksanaan kegiatan /kemampuan
yang dipilih dengan cara berikut.
e) Terapis memperagakan
f) Klien memperagakan ulang (semua klien mendapat giliran).
g) Berikan pujian sesuai dengan keberhasilan klien.
h) 5.Kegiatan a samapi dengan d, dapat diulang untuk
kemampuan/kegiatan yang berbeda
i) Tahap terminasi
4) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
5) Tindak lanjut
Terapis meminta klien memasukan kegiatan yang telah dilatih
pada jadwal kegiatan sehari-hari.
6) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu hal positif lain.
b) Menyepakati waktu dan tempat.
7) Evaluasi dan Dokumentasi
a) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
29

klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi


persepsi: harga diri rendah sesi 2, kemampuan klien yang
diharapkan adalah memiliki satu hal positif yang akan dilatih
dan memperagakannya. Formulir evaluasi sebagai beriktu.
b) Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh klien
mengikuti sesi 2, TAK stimulasi persepsi harga diri rendah.
Klien telah melatih merapikan tempat tidur. Anjurkan dan
jadwalkan agar klien melakukannya serta berikan pujian.
11. Keaslian Penelitian
a. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan,
dan menuntut lebih dari kemampuannya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi sensori menggambar terhadap peningkatan harga diri
pada pasien harga diri rendah (HDR). Desain penelitian ini adalah
quasy-eksperimen menggunakan one group pre-post test design,
jumlah sampel 39 responden. Analisis data menggunakan uji
Wilcoxon. Sebelum dilakukan TAK stimulasi sensori menggambar
sebanyak 39 responden mengalami HDR, sedangkan sesudah
dilakukan TAK stimulasi sensori menggambar Terjadi peningkatan
skor harga diri pada post pertama sebanyak 15 orang dengan
harga diri normal, dan yang masih mengalami HDR hanya 24
orang. Pada post kedua terjadi peningkatan jumlah responden
dengan harga diri normal sebanyak 37 dan masih mengalami HDR
sebanyak 2 orang. Hasil penelitian didapatkan p-value 0,000 dapat
disimpulkan adanya pengaruh yang signifikan antara TAK stimulasi
sensori menggambar terhadap peningkatan harga diri pada pasien
HDR. TAK stimulasi sensori menggambar dapat digunakan sebagai
terapi modalitas yang dapat membantu meningkatan harga diri
pasien di RSJ Amino Gondohutomo.
b. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Desa Damarsi
Buduran Sidoarjo.Desain penelitian Quasy-Experiment dengan
pendekatan pre post test control group design, populasi seluruh
lansia cemas sebanyak 75 orang, sampel sebagian lansia sebesar
30

34 diambil dengan metode simple random sampling. Variabel


independen terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi,
variabel dependen adalah cemas. Instrument yang digunakan
adalah lembar kuesioner, lembar observasi.Uji statistik
menggunakan uji Wilcoxon dengan nilai kemaknaan α = 0,05.Hasil
penelitian sebelum kegiatan rutin harian dari 22 responden
kelompok kontrol terdapat tingkat kecemasan sedang 59,1%, dan
setelah kegiatan rutin harian terdapat tingkat kecemasan sedang
68,2%. Sedangkan 12 responden kelompok perlakuan sebelum
(TAK) terdapat tingkat kecemasan sedang 100% dan setelah (TAK)
terdapat tingkat kecemasan ringan 75,0%. Uji Wilcoxon pada
kelompok perlakuan menunjukkan ρ = 0,003, ρ < α berarti ada
pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi
terhadap tingkat kecemasan pada lansia di desa damarsi buduran
sidoarjo.Tingkat kecemasan lansia dapat di turunkan dengan salah
satunya terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi. Saran
untuk para lansia untuk berperan aktif pada kegiatan ini untuk
menurunkan tingkat kecemasan.
31

C. Kerangka Teori
Berdasarkan kerangka teori yang terdapat dalam tinjauan
kepustakaan, maka kerangka teori digambarkan berikut ini:

TAK stimulasi persepsi sesi-


pada lansia mengalami
sesi TAK
penurunan stimulasi persepsi
1. TAK Stimulasi persepsi
1. Kondisi Psikososial
harga diri rendah sesi
2. Sistem Muskuloskeletal
1 : identifikasi
3. Kondisi sosial
2. TAK Stimulasi persepsi
4. Gaya Hidup
harga diri rendah sesi
2 : Melatih Diri

Pengembangan Stimulasi Pesepsi


Komponen Harga Diri Rendah
1. Kemampuan Kognitif
2. Kemampuan Afektif
3. Kemampuan Perilaku
Sumber : (Hardiwinoto,2010),(Keliat, 2014),(Suerni,2013)

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ciri atau ukuran yang dimiliki oleh
suatu objek penelitian yang dapat diukur. Variabel adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran tentang sesuatu yang menjadi
konsep penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Variabel dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan.
Variabel merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan
sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu
penelitian. (Nursalam, 2017)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ;
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen merupakan variabel yang menjadikan sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat. (Hidayat, 2017)
Pada penelitian ini, variabel independennya (bebas) adalah Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas. (Hidayat, 2017)
Pada penelitian ini Variabel dependenya (terikat) yaitu Kemampuan
Sosialisasi pada Lansia

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian,
yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo,
2012).
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan
penelitian yang berfungsi untuk menentukan ke arah pembuktian artinya
hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan (Notoatmojo,
2018).
Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka hipotesisnya adalah
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

32
33

1. Hipotesa alternative (Ha)biasa dinyatakan dalam kalimat positif.


Hipotesa alternativ (Ha) : adanya hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat.
Ha : Adanya Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap
pengembangan stimulasi persepsi pada Lansia di Panti Wredha
Sultan Fatah Demak tahun 2019.
2. Hipotesa nol (H0) biasa dinyatakan dalam kalimat negatif.
Hipotesa nol (H0) yaitu tidak ada hubungan antara dua variabel.
Ho : Tidak ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap
pengembangan stimulasi persepsi pada Lansia di Panti Wredha
Sultan Fatah Demak tahun 2019.

C. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian adalah merupakan abstrak yang
terbentuk oleh generasi dari hal-hal yang khusus oleh karena konsep
merupakan abstrak maka konsep tidak dapat langsung diamati atau
diukur.Kerangka konsep adalah merupakan formulasi atau simplifikasi dari
kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut.
(Notoatmodjo, 2018). Adapun kerangka konsep penelitian ini sebagai
berikut :

Variabel Independent (Bebas) Variabel Dependent (Terikat)

Terapi Aktivitas Kelompok Pengembangan Stimulasi


Persepsi Persepsi Komponen Harga Diri
Rendah

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis atau Desain Penelitian
Jenis penelitian Quasi Eksperimen dengan menggunakan bentuk
rancangan control group pre test-post testdigunakan dalam penelitian
ini. Desain ini bertujuan mengidentifikasi hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan dua kelompok subyek. Kelompok subyek
diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi
setelah intervensi. Dalam rancangan ini, kelompok eksperimental di
berikan perlakuan terapi TAK:Persepsi, sedangkan kelompok kontrol
34

tidak diberikan perlakuan terapi TAK:Persepi, pada kedua kelompok


diawali dengan pre test (pengukuran awal) pengembangan stimulasi
persepsi dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran
kembali post test. (Nursalam, 2017)
Tabel 3.1
Rancangan Penelitian Pre test-Post Test Whit Control Group
Subjek Pra Perlakuan Post –test
K-A O I O1-A
K-B O - O1-B
Sumber : Nursalam, 2017

Keterangan :
K-A : Kelompok Perlakuan
K-B : Kelompok Kontrol
- : Tidak ada perlakuan
O : Observasi Awal (Pre test)
I : Perlakuan
O1-A : Observasi setekah TAK (kelompok perlakuan) K-A
O1-B : Observasi Akhir K-B
2. Pendekatan waktu pengumpulan data
Metode pendekatan waktu dan pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan case control, dengan membandingkan
kelompok eksperimental dengan kelompok kontrol untuk mengetahui
proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan
(Nursalam, 2017).
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada
subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan
dalam suatu penelitian. (Nursalam, 2017)
a. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari
objek penelitian oleh perorangan atau organisasi.(Notoatmodjo,
2012)
Data primer pada penelitian ini diperoleh dari wawancara dan
pemberian kuesioner tentang pengembangan stimulasi persepsi
35

komponen harga diri rendah sebagai alat pengumpulan data


kepada responden Lansia di Panti werdha Sultan Fatah Demak.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung
dari objek peneliti.(Notoatmodjo, 2012). Adapun langkah
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1) Peneliti meminta surat keterangan melakukan penelitian
kepada Institusi Pendidikan, yaitu Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus, melalui jalur
BAAK (Badan Administrasi Akademik)
2) Selanjutnya meminta ijin kepada Dinas Sosial P2PA Demak
untuk melakukan penelitian di Panti Werdha Sultan Fatah
Demak
3) Setelah ijin dari masing-masaing instansi terkait keluar, peneliti
melakukan wawancara terhadap responden
4) Kemudian mengambil responden sesuai kriteria inklusi
5) Memberikan penjelasan kepada responden mengenai maksud
dan tujuan penelitian
6) Membagikan kuesioner sebelum diberikan perlakuan untuk diisi
7) Mengumpulkan kuesioner yang sudah dikerjakan oleh
responden
8) Menilai kuesioner yang telah terkumpulkan (pre-test)
9) Memberikan pelatihan pada responden tentang terapi aktivitas
kelompok sosialisasi
10)Responden mengikuti kegiatan 2 sesi selama 2 hari atau 2 kali
pertemuan dengan 1 kali pertemuan diberikan 1 Sessi.
11) Membagikan kuesioner setelah diberikan perlakuan
12)Mengumpulkan kuesioner yang sudah dikerjakan oleh
responden
13)Menilai kuesioner yang terkumpul (post-test)
14)Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data dengan bantuan program computer dengan
aplikasi SPSS
4. Populasi Penelitian
36

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas


objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Saryono, 2010).Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh lansia sebanyak 30 lansia yang tinggal dipanti Wredha Sultan
Fatah Demak (Data bulan November 2018).
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
a. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi.(Notoatmodjo, 2012)
Sedangkan sampel dari penelitian ini adalah lansia yang tinggal di
Panti Wredha Sultan Fatah Demak sebanyak 23 lansia yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.
(Nursalam, 2017).Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Lansia yang tinggal di Panti Werdha Sultan Fatah Demak
b) Mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal
c) Bersedia menjadi responden
2) Kriteria Ekslusi
Menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, antar lain:
a) Klien Tidak bersedia menjadi responden
b) Klien yang mengalami gangguan jiwa
Besar sampel penelitian didasarkan pada formulasi sederhana
atau skala kecil (<10.000), dengan menggunakan rumus
(Notoatmodjo, 2012)

Keterangan :
n = Besar Populasi
N = Besar Sampel
d = Tingkat Kesalahan (0,1)
Jumlah Sampel dalam penelitian ini sebagai berikut,
37

(dibulatkan menajadi 23)

Jadi Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 23


responden. Dalam penelitian ini sampel yang memenuhi kriteria
inklusi dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Pembagian kelompok tersebut adalah 11
responden yang mendapat intervensi dan 11 responden yang
tidak mendapatkan intervensi.
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. (Nursalam, 2017)
Teknik sampling dalam penelitian ini diambil secara Non
probability sampling dengan metode Purposive sampling yaitu
suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel
diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti,sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya (Sugiyono, 2010).
6. Definisi Operasioanal Variabel
Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel
secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena. (Nursalam, 2017).
Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel adalah
sebagai berikut
38

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


Variabel Definisi Alat ukur & Kategori/Skor Skala
Operasional Cara ukur ukur
Stimulasi Suatu cara Kuesioner Kuesioner Rasio
Persepsi individu untuk dengan 25 pertanyaan, dapat
mempelajari pertanyaan mengetahui
nilai persepsi positif kemampuan
diri yang Tidak pernah : sosialisasi jika
berlaku di Nilai 1 kemampuan
dalam jarang : nilai 2, sosialisasi afektif,
masyarakat dan selalu: 3 kognitif, psikomotor
agar dapat dinyatakan dalam
berkembang Pertanyaan mean: > mean
dan menjadi Negatif (mampu
pribadi yang tidak pernah: mempersepsikan)
bisa diterima nilai 3 = mean (mampu
oleh jarang: nilai 2, mempersepsikan) <
kelompoknya dan selalu: 1 mean (tidak mampu
mempersepsikan)

(Suerni, 2013)
Terapi Tindakan Buku Kerja/ - Diberikan Nominal
aktivitas keperawatan check list TAK:Persepsi
kelompok yang rutin samapi sesi ke 2
persepsi dilakukan - Tidak diberikan
(TAK) untuk TAK:Persepsi
memvasilitasi sampai sesi ke
stimulasi 2
persepsi pada
lansia yang
harga diri
rendah, terdiri (Keliat, 2014)
dari 2 sesi dan
dilakuakan 3
kali pertemuan.
pertemuan
Pertama
melakuakan
tindakan sessi
1 & 2,
pertermuan ke
2 melakukan
sessi 3 & 4 dan
pertemuan ke
3 melakukan
sessi 5, 6 & 7

7. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian (Azwar, 2009). Pada penelitian ini
instrumen yang digunakan adalah :
39

a. Buku kerja terapi aktivitas kelompok persepsi yang digunakan untuk


panduan peserta pada saat dilakukan terapi.
b. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk mempeproleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang perbandingan atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010).
Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah mengenai
pengembangan stimulasi persepsi yang mengalami harga diri
rendah, Belum sesuai standar (baku). Untuk kuesioner
pengembangan stimulasi persepsi peneliti menggunakan kuesioner
dari hasil penelitian (Suerni, 2013) yang sudah di lakukan uji
validitas.
Skala pengukuran ini menggunakan pedoman skala
Liker,dengan tipe ini didapat jawaban yang tegas pada pertanyaan
positif yaitu
Selalu =3
Jarang =2
Tidak Pernah = 1
Skala pengukuran ini menggunakan pedoman skala Liker,dengan
tipe ini didapat jawaban yang tegas pada pertanyaan negatif yaitu
Selalu =1
Jarang =2
Tidak Pernah = 3
Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner tentang Stimulasi Persepsi
pada lansia
Materi Pertanyaan Pertanyaan Kategori/skor
Positif Negatif
Komponen 14, 24, 25 1, 5, 8, 11 Kuesioner pertanyaan,
stimulasi mengetahui stimulasi persepsi
persepsi afektif dengan menjawab 7
Afektif(sikap) pertanyaan. Skor dari item
pertanyaan afektif 7 dari 25
pertanyaan
Jumlah nilai dari item
pertanyaan afektif dinyatakan
dalam mean: >mean (mampu
mempersepsikan) = mean
(mampu mempersepsikan)
<mean(tidak mampu
mempersepsikan)
Komponen 15,16,20,21 2, 4, 6 Kuesioner pertanyaan
Stimulasi mengetahui stimulasi persepsi
Persepsi kognitif dengan menjawab 7
40

Kognitif pertanyaan, Skor dari item


(pikiran) pertanyaan afektif 7 dari 25
pertanyaan

Jumlah nilai dari item


pertanyaan kognitif dinyatakan
dalm mean: >mean (mampu
mempersepsikan) =mean
(mampu mempersepsikan) <
mean (tidak mampu
mempersepsikan)
Komponen 13, 17, 18, 3, 7, 10, 12 Kuesioner pertanyaan,
Stimulasi 19, 22, 23 mengetahui stimulasi persepsi
Persepsi psikomotor dengan menjawab
Perilaku 11 pertanyaan.
(Psikomotor) Skor dalam pertanyaan
psikomotor 11 dari 25
pertanyaan

Jumlah nilai dari item


pertanyaan psikomotor
dinyatakan dalam mean:
>mean (mampu
mempersepsikan) =mean
(mampu mempersepsikan)
<mean (tidak mampu
mempersepsikan)

Setelah kuesioner sebagai alat ukur (pengumpul) selesai disusun,


belum berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk
mengumpulkan data. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur
penelitian perlu uji validitas dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2012).
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur, yang menunjukkan tingkat
kevaliditan atau keaslian suatu instrumen (Arikunto, 2010). Untuk
mengetahui apakah kuesioner yang kita susun mampu mengukur
apa yang akan diukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antar
skor tiap-tiap item dengan total kuesioner tersebut
(Notoatmodjo,2012).
Untuk kuesioner pengembangan stimulasi persepsi, peneliti
menggunakan kuesioner dari hasil penelitian Suerni, 2013 yang
sudah di lakukan uji validitas, sehingga peneliti tidak melakukan uji
validitas.
Uji validitas yang digunakan adalah “Korelasi Pearson
Product Moment” dengan rumus :
41

rhitung=

Keterangan:
rhitung= koefisiensi korelasi
ƩXi = jumlah skor item
ƩYi = jumlah skor total (item)
n = jumlah responden
jika r hitung ≥ koefisien nilai table yaitu taraf signifikan 5 %, maka
instrumen yang diuji dinyatakan valid (Sugiyono, 2010).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemampuan alat ukur untuk menghasilkan
hasil pengukuran yang sama ketika dilakukan pengukuran secara
berulang (Swarjana, I Ketut, 2015). Alat dan cara mengukur atau
mengamati sama-sama memegang peranan yang penting dalam
waktu bersamaan.
Untuk menguji reliabilitas kuesioner rumus koefesien reliabilitas
alpha cronbach dengan rumus (Sugiyono, 2010).

ri =

Keterangan :
ri = reliabilitas instrumen
k = banyaknya item
= jumlah varian item

= varian total

8. Teknik Pengolahan Analisa dan Cara Penelitian


a. Teknik pengolahan data
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang sangat
penting dalam penelitian.Karena data yang diperoleh langsung dari
penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa,
dan belum siap untuk disajikan (Notoatmodjo, 2012).
Oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar.
Kegiatan dalam pengolahan data adalah :
42

1) Editing Data
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh dari responden.Editing dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2) Coding (Pemberian Kode)
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk
kalimat/huruf menjadi data berbentuk angka / bilangan.
Tujuannya adalah mempermudah pada saat analisis data dan
juga pada saat memasukkan data.
3) Scoring (Penilaian)
Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari kuesioner.
Pemberian skor atau penilaian yang perlu diberi penelitian atau
skor pada jawaban pertanyaan yang telah diterapkan.
4) Processing (Memasukkan Data)
Setelah merubah data berbentuk kalimat/huruf menjadi data
berbentuk angka, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing
responden dalam bentuk kode, selanjutnya data dari kuesioner
dimasukkan ke dalam program computer
5) Cleaning (Pembersihan Data)
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah dimasukkan, untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan kode, ketidaklengkapan, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi.
b. Analisa Data
Data yang telah diolah tidak akan ada maknanya tanpa
dianalisis. Tujuan dari analisa data adalah untuk memperoleh
gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan
penelitian, membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah
dirumuskan, dan memperoleh kesimpulan secara umum
(Notoatmodjo, 2012).Analisa hasil penelitian ini akan menganalisa
pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan
sosialisasi pada lansia.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menurut
(Notoatmodjo, 2012) adalah :
43

1) Analisis univariat
Analisa Univariat yaitu mendiskripsikan distribusi frekuensi
masing-masing variabel penelitian dalam tabel untuk
mengetahui jumlah dari masing-masing kategori variabel.
Analisa univariat pada penelitian ini adalah Terapi Aktivitas
Kelompok Persepsi.
Rumus analisa univariat :

Keterangan :
Σ = Prosentase hasil
f = Frekuensi yang dihasilkan
N = Jumlah seluruh sampel
2) Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk
mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif,
asosiatif, maupun korelas (Notoatmodjo, 2010).Analisa bivariat
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi
aktivitas kelompok persepsi terhadap pengembangan stimulasi
persepsi pada lansia di panti werdha Sultan fatah Demak.
Uji wilcoxon digunakan untuk menganalisa hasil-hasil
pengamatan yang berpasangan dari dua data apakah berbeda
atau tidak.Wilcoxon signed rank test ini digunakan hanya untuk
data bertipe interval atau ratio, namun datanya tidak mengikuti
distribusi normal.
Uji hipotesis :
H0 : d = 0 (tidak ada perbedaan diantara dua pelaku yang
diberikan)
H1 : d ≠ 0 (ada perbedaan diantara dua pelaku yang diberikan)
Dengan d menunjukkan selisih nilai antara kedua pelaku.
Statistik Uji

Dimana
44

Z = banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan


berbeda
T = jumlah renking dari nilai selisih yang negatif (apabila
banyaknya selisih yang positif lebih banyak dari
banyaknya selisih negatif)
N = jumlah renking dari nilai selisih yang positif (apabila
banyaknya selisih yang negatif > banyaknya selisih yang
positif)
Daerah kritis
H0 ditolak jika nilai absolute dari Z hitung diatas > nilai Z
2/α

E. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan
permohonan ijin dari responden untuk mendapatkan persetujuan kepada
responden dengan menekankan pada masalah etika menurut Hidayat
(2017) yang meliputi:
1. Lembar persetujuan responden (informed consent)
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, terlebih
dahulu peneliti harus menjelaskan maksud dan tujuan.Tujuannya
adalah responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta
dampak yang diteliti selama pengumpulan data.Jika responden setuju
untuk diteliti maka diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan.Jika subyek menolak, maka peneliti tidak memaksa dan
tetap menghormati haknya.
2. Tanpa nama (anonymity)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaaan subjek penelitian dengan cara menjaga
kerahasiaan identitas responden peneliti tidak memberikan atau tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data
(kuesioner) yang diisi oleh responden, hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. Jadi
setiap informasi yang diberikan oleh responden hanya diketahui oleh
45

responden bersangkutan (responden lain tidak tahu), dan peneliti


(Hidayat, 2017).

F. Jadwal Penelitian
Terlampir
KUESIONER

Petunjuk Pengisian Kuesioner :

Berilah tanda ( √ ) pada setiap pernyataan

No Pernyataan Selalu Jarang Tidak


Pernah

1. Saya bingung harus melakukan apa

2. Saya pikir saya adalah orang yang pelupa

3. Saya tidak mau tahu dengan kejadian


disekitar saya

4. Saya pikir apa yang saya lakukan tidak


sesuai dengan apa yang diharapkan

5. Saya merasa bodoh dalam melakukan tugas


yang
diberikan kepada saya

6. Saya sulit untuk konsentrasi

7. Saya malas melakukan kegiatan

8. Saya merasa bahwa saya adalah orang yang


tidak
berharga dimata orang lain
9. Saya lebih suka menyendiri

10. Saya malas untuk memulai suatu


pembicaraan

11. Saya merasa tidak ada hal yang istimewa


dalam diri saya

12. Saya berusaha mengeraskan suara saya


saat bicara

13. Saya mudah memusatkan perhatian


terhadap orang yang mengajak bicara

14. Saya merasa puas terhadap diri saya sendiri


secara
Keseluruhan

15. Saya selalu ingat kejadian penting pada


masa lalu saya

16. Saya sanggup mengatasi masalah saya


sendiri

17. Saya berteman dengan orang disekitar saya

18. Saya mengikuti terapi aktivitas kelompok

19. Saya memperkenalkan diri saya pada orang


yang belum saya kenal

20. Saya merasa hidup saya sangat berguna

21. Saya merasa saya mempunyai sesuatu yang


dapat saya banggakan

22. Saya akan tersenyum bila bertemu dengan


orang lain

23. Saya berusaha mengajak orang lain ngobrol

24. Saya merasa saya sanggup mengerjakan


sesuatu yang baik bagi orang lain

25. Saya mengajak teman saya untuk ngobrol

Anda mungkin juga menyukai