Anda di halaman 1dari 35

LAPKAS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun oleh:
RONAULI AGNES MARPAUNG

NIM: 120100242

FADHILAH ULIMA NASUTION

NIM: 120100385

ADE FATMAWATI

NIM: 120100012

Supervisor:
dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan tanggal

Nilai

Pimpinan Sidang

dr. Teuku Bob Haykal, Sp.JP

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Congestive Heart Failure (CHF).Adapun tujuan penulisan makalah
ini ialah untuk memberikan informasi mengenai Congestive Heart Failure.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Teuku Bob
Haykal, Sp.JP selaku pimpinan sidang laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus
selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................
i
KATA PENGANTAR..........................................................................................
ii
DAFTAR ISI...
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
6
2.1. CHF..................................................................................................
6
2.1.1. Definisi..........................................................................................
6
2.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko............................................................
6
.................................................................................................................
2.1.3 Patogenesis....................................................................................
7
2.1.4. Manifestasi Klinik.........................................................................
8
2.1.5. Diagnosa........................................................................................
10
2.1.6. Diagnosa Banding.........................................................................
10
2.1.7. Tatalaksana....................................................................................
11
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT DAN FOLLOW UP.....................................
17
3.1. Status Orang Sakit............................................................................
17
3.2. Follow Up........................................................................................
.............................................................................................................................
BAB 4 DISKUSI KASUS...................................................................................
24

iii

BAB 5 KESIMPULAN.......................................................................................
28
BAB 6 DAFTAR PUSTAKA................................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem sirkulasi.Pekerjaan
jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh pada setiap saat, baik saat beristirahat maupun saat bekerja atau
menghadapi beban.Pada keadaan gagal jantung, jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah
balik masih normal.
Gagal jantung adalah suatu gangguan dimana jantung tidak mampu
memompakan darah secara adekuat sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan masalah kesehatan yang
progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun
negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung
relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang
lebih berat. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-3,7 perseribu
penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan
karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi
penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita
dengan penurunan fungsi jantung.1
Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi gagal jantung
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0.3%. Angka kejadiannya juga
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 - 74
tahun yaitu 0.5% yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit pada umur 75 tahun
(0.4%), tetapi yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi pada umur 75 tahun
(1.1%).11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi CHF
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan

darah dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan metabolism tubuh, atau
kemampuannya ada jika terjadi peninggian tekanan pengisian jantung secara
abnormal.4Congestive Heart Failure (CHF) adalah sebuah sindrom klinis yang
kompleks yang disertai dengan disfungsi ventrikel kiri, kanan, atau keduanya dan
perubahan regulasi neurohormonal.3
2.2.

Klasifikasi
Berdasarkan

New

York

Heart

Association

(NYHA),

CHF

dapat

diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:


-

Class I: tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik


Class II: terdapat keterbatasan dalam melakukan aktifitas sedang seperti

berjalan naik tangga dengan cepat


Class III: terdapat keterbatasan dalam melakukan aktifitas ringan seperti

berjalan naik tangga dengan lambat


Class IV: terdapat gejala disaat istirahat.4
American Heart Association (AHA) membagi CHF menjadi 4 stadium, yaitu:

Stadium A: Memiliki resiko tinggi gagal jantung tetapi tidak terdapat kelainan
struktural jantung atau gejala gagal jantung

Stadium B: Terdapat kelainan struktural jantung tetapi tidak ada gejala gagal

jantung
Stadium C: Terdapat kelainan struktural jantung dan gejala gagal jantung
StadiumD: Terjadi gagal jantung refrakter yang membutuhkan pengobatan
khusus.5

2.3.

Etiologi CHF
Penyebab CHF dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) kelainan fungsi

kontraksi ventrikel, (2) peningkatan afterload, atau (3) gangguan relaksasi dan
pengisian ventrikel.4

Gambar 2.1. Penyebab CHF4


2.4.

Faktor Resiko CHF


A. Umur

Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupungagal jantung


dapat dialami orang dari berbagai golongan umur tetapisemakin tua seseorang maka
akan semakin besar kemungkinan menderitagagal jantung karena kekuatan pembuluh
darah tidak seelastis saat mudadan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada
usia lanjut yangmerupakan faktor resiko gagal jantung. Menurut penelitian Siagian
diRumah Sakit Haji Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantungsemakin
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia15tahun, 14,8%
pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada usia > 40 tahun.
B. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantungdaripada
perempuan.Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyaihormon estrogen yang
berpengaruh terhadap bagaimana tubuhmenghadapi lemak dan kolesterol. Menurut
panelitian Wheltondkk di Amerika (2001) laki-laki memiliki resiko relatif sebesar
1,24 kali(P=0,001) dibandingkan dengan perempuan untuk terjadinya gagal jantung.
C. Hipertensi.
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah yang
tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus diatas 140/80, jantung akan semakin
kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko
berkembangnya penyakit jantung meningkat.Penurunan berat badan, pembatasan
konsumsi garam, dan penguranganalkohol dapat membantu memperoleh tekanan
darah yang menyehatkan.
D. Penyakit katup jantung
Penyakit

katup

jantung

sering

disebabkan

oleh

penyakit

jantung

rematik.Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral


danstenosis aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkankelebihan
beban volume (peningkatan preload ) sedangkan stenosis aortamenimbulkan beban
tekanan (peningkatanafterload ).

Menurut Whelton dkk di Amerika (2001) penyakit katup jantung memiliki


risiko relative sebesar 1,46 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
E. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PBJ) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat
adanya gangguan atau kegagalan perkembanganstruktur jantung pada fase awal
perkembangan janin.
Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat
setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan
dengan adanya kelainan obat jantung akan mengarah pada gagal jantung.
F. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease(RHD) adalah
suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantungyang bisa berupa
penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral(stenosis katup mitral) sebagai
akibat adanya gejala sisa dari demam rematik.Demam rematik akut dapat
menyebabkan peradangan padasemua lapisan jantung.Peradangan endokardium
biasanya mengenaiendotel katup, dan erosi pinggir daun katup bila miokardium
terserangakan timbul nodular yang khas pada dinding jantung sehingga
dapatmenyebabkan pembasaran jantung yang berakhir pada gagal jantung.
G. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bilakontraksi
atrium hilang (atrium fibrilasi,AF).Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung dihubungkan dengan kelainanstruktural termasuk hipertofi ventrikel
kiri pada penderita hipertensi.
H. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukandisebabkan
oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantungkongenital, ataupun
penyakit katup jantung.Kardiomiopati ditandaidengan kekakuan otot jantung dan

tidak membesar sehingga terjadikelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan menghambat


fungsi ventrikel.
I. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung.Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantungdalam membawa dan
mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C(kolesterol baik) di dalam darah,
serta

menyebabkan

pengaktifan

platelet,yaitu

sel-sel

penggumpalan

darah.Pengumpalan cenderung terjadi padaarteri jantung, terutama jika sudah ada


endapan kolesterol di dalam arteri.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (paling sering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkankardiomiopati dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik).Alkoholmenyebabkan gagal jantung 2 3% dari
kasus.Alkohol juga dapatmenyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin.
Obat-obatan

jugadapat

menyebabkan

gagal

jantung.Obat

kemoterapi

sepertidoxorubicindan obat antivirus sepertizidofudin dan juga dapat menyebabkan


gagal jantungakibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
2.5.

Patofisiologi CHF
Gagal jantung yang disebabkan karena kelainan pengosongan ventrikel, yang

dapat disebabkan oleh kelainan kontraksi atau afterload yang berlebihan, disebut
disfungsi sistolik.4 Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(RAA) serta kadar vasopressin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi
sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi

10

perifer (peningkatan

katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat

menyebabkan gangguan pada fungsi jantung.Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat


menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertrofi dan nekrosis miokard
fokal.Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin
II plasma dan aldosterone.Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten
(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari
pusat araf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosterone.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung.Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang
meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga
didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin
disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor
yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan
semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan
dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan
kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor
yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat
endotelin.6
Sedangkan gagal jantung yang disebabkan karena kelainan relaksasi atau
pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.4 Pada disfungsi diastolik terjadi
gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung coroner, hipertensi dengan
hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amyloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan
30-40% penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal.6

11

2.6.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari penyakit gagal jantung kongestif terdiri dari:
1. Tidak ada gejala
a. Murni asimptomatik
b. Asimptomatik karena gaya hidup yang kurang beraktivitas
2. Sesak ketika beraktivitas
3. Berkurangnya toleransi terhadap olahraga
4. Orthopnea
5. Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
6. Mudah lelah
7. Edema
8. Sakit perut atau distensi
9. Palpitasi.7

2.7.

Diagnosis
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu

dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
o Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe
o Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5 hari dalam respon
o
o
o
o
o
o
o
o

pengobatan
Distensi vena leher
Ronki basah
Edema paru akut
Refluks hepatojugular
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Kardiomegali
Edema pulmonal atau kardiomegali pada otopsi

12

Kriteria Minor:
o Batuk malam hari
o Edema ekstremitas
o Hepatomegali
o Dispnea deffort
o Efusi pleura
o Takikardia (> 120 x/menit)
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal.5
Pada pemeriksaan fisik pada pasien gagal jantung kongestif dapat ditemui
beberapa hal, yaitu:
1. Karotid : normal atau penurunan volume
2. Tekanan vena jugular : normal atau meningkat
3.Refluks hepatojugular : + atau
4. S3, S4 : + atau
5. Ronkhi basah : + atau
6. Edema : + atau
7. Asites : + atau
8. Hepatomegali : + atau .7
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah:
1. Ekokardiogram
Untuk membedakan disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik dengan
mengukur ejection fraction, untuk menentukan penyakit katup jantung.
2. B-type Natriuretic Peptide (BNP)
Disekresi oleh ventrikel dalam jantung sebagai reaksi terhadap peregangan sel
otot-otot jantung. Membedakan penyebab sesak akibat kegagalan jantung dan
penyebab sesak yang lain.
3. Chest X-rays
Mampu menggambarkan pembesaran jantung (kardiomegali).
4. EKG

13

Menentukan aritmia, penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikular kanan


dan kiri serta kejadian conduction delay atau gejala yang abnormal.8
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau
elektrolit yang bermakna jarang dijumpi pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hyperkalemia
dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretic dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.9
2.8.

Diagnosis Banding
1. Pulmonary fibrosis
Episodic dyspnea dengan atau tanpa stimulus eksternal dan biasanya disertai
dengan batuk,wheezingsputum dan riwayat merokok .
2. Pneumonia
Pasien dengan gejala demam, batuk, sputum produktif, dengan peningkatan
fremitus vokal dan pernapasan bronkial.
3. Pulmonary embolism
Gejala muncul tiba-tiba berupa nyeri dada, dyspnea, dan hemoptysis.
4. Cirrhosis
Biasanya menyebabkan jaundice, fatigue, mual, edema perifer, asites,
hematom dan prolonged bleeding,gynecomastia dan hematemesis
5. Pericardial disease
Biasanya disertai dengan nyeri dada yang meningkat saat berbaring, menelan
atau batuk, takikardia,dyspnea, batuk, edema, fatigue dan demam subfebris.
Pericardial rub terdengar pada bagian kiri parasternal atau apeks.
Penatalaksanaan

2.9.

2.9.1. Penatalaksanaan Farmakologi


1. ACE Inhibitor

14

ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif.Obat ini
bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokonstriktor yang kuat angiotensin II.Penghambat ACE mengurangi volume dan
tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep dasar
pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal jantung adalah
karena kemampuannya untuk:
a. Menurunkan retensi vascular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus
arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)
b. Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular
filling pressure)
Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hyperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian K+ harus dengan
hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik berlebihan
maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
2. Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan natrium
duktus kolektifus (triamterene dan amirolid). Obat-obat ini sangat kurang efektif bila
digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk penatalaksanaan gagal
jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam kombinasi dengan tiazid atau
diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam mempertahankan kadar
kalium yang normal dalam serum. Spironolakton merupakan inhibitor spesifik
aldosteron yang sering meningkat pada gagal jantung kongestif dan mempunyai efek
penting pada retensi potassium.Efek samping akibat pemakaian spironolakton adalah
gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi,
sakit

kepala,

ruam

kulit,

hyperkalemia,

hepatotoksisitas,

dan

osteomalasia.Spironolakton kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut,


anuria, hiperkalemia, hipermagnesia dan gagal ginjal berat.
3. Beta Blocker

15

Pemberian beta blocker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian
iskemik miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek antiaritmia
lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian
mengurangi resiko terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular).
4. Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-pasien
dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Pada pasien dengan tanda-tanda
retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal tanpa
diuretik.Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit
dan aktivasi neurohormonal.Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel
dan tekanan pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan
curah jantung yang penting secara klinis, terutama pada pasien gagal jantung lanjut
yang mengalami peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.
Diuretik menghilangkan retensi natrium pada CHF dengan menghambat
reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik ditubulus ginjal.Diuretik harus
dikombinasikan dengan diet rendah garam (kurang dari 3 gr/hari).Pasien tidak
berespon terhadap diuretik dosis tinggi karena diet narium yang tinggi, atau minum
obat yang dapat menghambat efek diuretik antara lain NSAID atau penghambat
siklooksigenase-2 atau menurunnya fungsi ginjal atau perfusi.Manfaat terapi diuretik
yaitu dapat mengurangi edema pulmo dan perifer dalam beberapa hari bahkan
jam.Diuretik merupakan satu-satunya obat yang dapat mengontrol retensi cairan pada
gagal jantung.Meskipun diuretik dapat mengendalikan gejala gagal jantung dan
retensi cairan, namun diuretik saja belum cukup menjaga kondisi pasien dalam kurun
waktu yang lama.Resiko dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian
diuretik dikombinasikan dengan ACEI dan beta blocker.Mekanisme aksinya dengan
menurunkan retensi garam dan air, yang karenanya menurunkan preload ventrikuler.
5. Vasodilator

16

Vasodilator
berlebihan.Preload

berguna

untuk

adalah

volume

mengatasi
darah

preload

yang

dan

mengisi

afterload
ventrikel

yang
selama

diastole.Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebih.Afterload


adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem
arterial.Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas
vena, dilator arterial menurunkan afterload.Contoh obat yang berfungsi sebagai
arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan venodilator adalah nitrat
organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme, alpha blocker dan Nanitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena.
Vasodilator lain yang dapat digunakan untuk gagal jantung adalah hidralazin
dan prazosin selain golongan nitrat yang efek kerjanya pendek serta sering
menimbulkan toleransi. Hidralazin oral merupakan dilator oral poten dan
meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka panjang, ternyata
obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap latihan.Kombinasi
nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik dan efek klinis yang lebih
baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress gastrointestinal, tetapi yang juga
sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia, hipotensi dan sindrom lupus akibat
obat.10
6. Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik.
Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun.
Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang
kardiak

yang

berdilatasi

dengan

peningkatan

resiko

pembentukan

thrombus.Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF,


fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner,
termasuk stroke atau transient ischemic attack (TIA).Pasien dengan iskemik

17

kardiomyopati simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan


adanya thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan
setelah MI, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik
untuk menghindari terjadinya MI dan kematian.Namun, dosis rendah aspirin (75 atau
81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi.

2.9.2. Penatalaksanaan Non Farmakologi


1. Diet
Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi
diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat
badannya.Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari atau < 2 g/hari untuk
gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk
gagal jantung berat.
2. Istirahat
Dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.10

18

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
No. RM : 00.68.15.15

Tanggal : 24/07/2016

Hari : Minggu

Nama Pasien : Monika

Umur : 75 tahun

Jenis Kelamin :

Barus
Pekerjaan : Petani

Alamat: Sipinggan, Kec.

Perempuan
Agama : Kristen

Tlp : -

Panombean Panel
Hp : -

ANAMNESIS

Autoanamnesis

Alloanamnes
e

19

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama

: Sesak Nafas

Anamnesa

Hal ini telah dialami pasien sejak 1bulan yang lalu dan memberat 4 hari
sebelum masuk ke Rumah Sakit.Sesak napas bahkan dialami os sewaktu beraktivitas
ringan, seperti berjalan di sekitar rumah, yang berkurang dengan istirahat.Sesak napas
juga dijumpai pada malam hari.Saat sesak napas, pasien lebih nyaman jika berbaring
dengan menggunakan 2-3 bantal.Riwayat terbangun tiba-tiba pada malam hari karena
sesak nafas disangkal.Sesak nafas juga tidak dipengaruhi oleh cuaca.Sesak napas
yang disertai keluhan nafas berbunyi tidak dijumpai.
Riwayat batuk pada malam hari dijumpai, namun riwayat batuk darah
disangkal. Riwayat demam tidak ditemukan dan riwayat berkeringat pada malam
hari juga tidak dijumpai.
Pasien mengeluhkan bengkak di bagian kaki.Os juga mengeluhkan nyeri ulu
hati dan mengalami penurunan nafsu makan selama 1 minggu terakhir.Riwayat nyeri
dada tidak dijumpai.Riwayat jantung berdebar juga tidak dijumpai.Riwayat
kehilangan kesadaran tiba-tiba disangkal.
Riwayat penyakit gula tidak dijumpai.Riwayat penyakit darah tinggi dijumpai,
namun os mengaku tidak rutin mengkonsumsi obat antihipertensi.Riwayat penyakit
jantung dalam keluarga tidak dijumpai.Riwayat kelainan jantung saat anak-anak tidak
dijumpai.Riwayat

demam

disertai

penyakit

sendi

yang

berpindah-pindah

disangkal.Pasien mengaku pernah mengkonsumsi antibiotik jika demam.Riwayat


merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal.
Faktor risiko PJK : perempuan > 55 tahun, riwayat hipertensi tidak terkontrol
RPT: penyakit hipertensi
RPO : tidak jelas
Status Presens:
KU

: Lemas

Kesadaran

: CM

TD

: 100/70

20

RR

: 20 x/i

Suhu

: 36.5 0C

Sianosis : (-)

Ortopnu

: (+)

Dispnu

: (+)

Ikterus : (-)

Edema

: (+)

Pucat

: (-)

HR

: 120 x/ireguler

Pemeriksaan Fisik :
Kepala

: Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher

: TVJ R+2 cmH2O

Dinding toraks:

Batas Jantung

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Atas : ICS II sinistra


Bawah : Diafragma
Kanan : LPSD
Kiri : 1 cm lateral LMCS

: Simetris fusiformis
: Stem Fremitus kanan = kiri
: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi
Jantung

: S1 (+) N

S2 (+) N

S3 (-)

S4 (-) Ireguler

Murmur (-)
Punctum maximum :Paru

: Suara Pernafasan
Suara Tambahan

Abdomen

Radiasi : -

: vesikuler
: Ronchi (-)

Wheezing(-)

: Palpasi Hepar/Lien : tidak teraba, soepel


Asites (-)

Ekstremitas

: Superior : sianosis (-/-)


Inferior

: edema pretibial (+/+)

Akral

: hangat

Elektrokardiografi

clubbing (-/-)
pulsasi arteri (+/+)

21

Gambar 3.1 Hasil EKG (24/07/2016)


Interpretasi Rekaman EKG
Irama : AF, QRS rate : 120x/i (irregular);P wave : tdn ; PR interval : tdn; QRS
duration : 0.08s; Q patologis di II, III, aVF; Axis: LAD; ST segmen: isoelektris
Kesan EKG
AF RVR + LAD + OMI Inferior
Foto Toraks

22

Gambar 3.2 FotoToraks

Interpretasi Foto Toraks


CTR : 75%
Segmen aorta: dilatasi
Segmen pulmonal: normal
Pinggang Jantung: mendatar

Apex: downward
Sinus kostofrenikus: lancip
Infiltrat: (-)
Kongesti: (-)

Kesan Foto Thorax


Kardiomegali + LVH + Aorta Dilatasi
Hasil Laboratorium (24 - 07 - 2016)

23

Darah Lengkap
Hb

: 13.5 g/dL

Eritrosit

: 4.65 juta /L

Leukosit

: 5,630 /L

Hematokrit

: 39 %

Trombosit

: 204 x 103/L

MCV

: 84 fl

MCH

: 29 pg

MCHC

: 34.7 mg/dL

Kimia Klinik
Troponin I

: 0.12 ng/ml

Glukosa darah sewaktu

: 97 mg/dL

CK-MB

: 20 U/L

GINJAL
Blood Urea Nitrogen

: 14 mg/dL

Ureum

: 30 mg/dL

Kretinin

: 0.93 mg/dL

AGDA
pH

: 7.575

pCO2

: 25.6 mmHg

pO2

: 177.9 mmHg

HCO3

23.2 mmol / l

Total CO2

24 mmol/L

Kelebihan Basa

: 2.7 mmol / L

Saturasi O2

: 99.4 %

24

DIAGNOSA KERJA :CHF fc II-III e.c CAD, HHD + AF RVR + Dyspesia


1. Fungsional : NYHA II-III
2. Anatomi
: Kardiomegali
3. Etiologi
: Hipertensi
DIFERENSIAL DIAGNOSA :
-ASD
-Pneumonia
-CPC
PENGOBATAN :
- Bed rest semifowler
- Oksigen 2-4 L/I via nasal canul
- IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/i
- Captopril 3x6.25 mg
- Bisoprolol 1x1,25 mg
- Spironolactone 1x25 mg
- Digoxin 1x0.125 mg
RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN :
- Echocardiography
- EKG serial
PROGNOSIS :
Dubia et bonam

25

FOLLOW UP
Tan

ggal
25/0 Berdeb
7/16

ardebar
(-)

O
Sens: compos mentis
TD: 100/70 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i
Temp: 36.0 C
Mata: anemis (-/-),
Ikterus (-/-)
Leher: TVJ: R+2cm
HO,

Thorax:
SP: Vesikuler
ST: Ronchi (-)
Cor: S,S (+) irreg,
Murmur (-)
Gallop (-)

CHF Fc II-III
ec CAD,
HHD
HHD dengan
HT terkontrol
AF NVR
Dyspepsia
Hipokalemia
Hipokalsemi
a

CHF Fc II-III
ec CAD,
HHD
HHD dengan
HT terkontrol

Bed rest
O 2-4 L/I NK
IVFD NaCl 0.9% 10gtt/I
mikro
Inj. Furosemide 20mg/12
jam
Lansoprazole 1x30 mg
Cardioaspirin 1 x 100mg
Simvastatin 1x20 mg
ISDN 5 mg (K/P)
Concor 1x2,5 mg
Clobazam 1 x 10 mg
KSR 1x600 mg

Abdomen: soepel,
BU(+)N,
Acites (-)

26/0

Berdeb

7/16

ardebar
(-)

Ekstremitas: akral
hangat,
edema (-/-)
Sens: compos mentis
TD: 110/60 mmHg
HR: 88x/i
RR: 16x/i
Temp: 36.4 C
Mata: anemis (-/-),

Bed rest
O 2-4 L/I NK
IVFD NaCl 0.9% 10gtt/I
mikro
Inj. Furosemide 20mg/24

26

Ikterus (-/-)
Leher: TVJ: R+2cm
HO,
Thorax:
SP: Vesikuler
ST: Ronchi (-)
Cor: S,S (+) irreg,
murmur(-)
Gallop(-)

27/0

Berdeb

7/16

ardebar
(-),
lemas
(+)

Abdomen: soepel,
BU(+) N,
Acites (-)
Ekstremitas: akral
hangat,
Edema (-/-)
Sens: compos mentis
TD: 100/60 mmHg
HR: 60x/i
RR: 18x/i
Temp: 36.4 C
Mata: anemis (-/-),
Ikterus (-/-)
Leher: TVJ: R+2cm
HO,
Thorax:
SP: Vesikuler
ST: Ronchi (-)
Cor: S,S (+) irreg,
murmur (-)
Gallop(-)
Abdomen: Soepel,
BU(+) N,
Acites (-)
Ekstremitas: akral
hangat,
edema
(-/-)

AF NVR
Dyspepsia
Hipokalemia
Hipokalsemi
a

CHF Fc II-III
ec CAD,
HHD
HHD dengan
HT terkontrol
AF NVR
Dyspepsia
Hipokalemia
Hipokalsemi
a

jam
Lansoprazole 1x30 mg
Cardioaspirin 1 x 100mg
Simvastatin 1x20 mg
ISDN 5 mg (K/P)
Concor 1x2,5 mg
Clobazam 1 x 10 mg
KSR 1x600 mg

Bed rest
O 2-4 L/I NK
IVFD NaCl 0.9% 10gtt/I
mikro
Inj. Furosemide 20mg/24
jam
Lansoprazole 1x30 mg
Cardioaspirin 1 x 100mg
Simvastatin 1x20 mg
ISDN 5 mg (K/P)
Concor 1x2,5 mg
Clobazam 1 x 10 mg
KSR 1x600 mg

27

BAB 4
DISKUSI KASUS
TEORI
Etiologi CHF

KASUS
Pada pasien disebabkan karena

Dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) gangguan relaksasi dan pengisian
gangguan kontraktilitas ventrikel

ventrikel (Kardiomegali)

(2) peningkatan afterload


(3) gangguan relaksasi dan pengisian
ventrikel
Tanda dan Gejala

Pada kasus, didapatkan pasien memiliki


tanda dan gejala, yaitu :

Sesak ketika beraktivitas


Berkurangnya toleransi terhadap

1. Sesak saat beraktivitas ringan

olahraga
Orthopnea
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Mudah lelah
Edema
Sakit perut atau distensi
Palpitasi

2. Orthopnea
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
4. Riwayat edema

Diagnosis

Pada kasus:

Diagnosis CHF ditegakkan berdasarkan

Kriteria Mayor:

kriteria Framingham: bila terdapat

- paroxysmal nocturnal dyspnea

paling sedikit satu kriteria mayor dan

- Kardiomegali

28

dua kriteria minor.

Kriteria mayor: paroxysmal


nocturnal dyspnea, penurunan

Kriteria Minor:

berat badan 4,5 kg dalam 5

- DOE

hari dalam respon pengobatan,

- Edema ekstremitas

distensi vena leher, ronki basah,

- batuk malam hari

edema paru akut, refluks

- sesak pada aktivitas ringan

hepatojugular, gallop bunyi


jantung III, peningkatan tekanan
vena jugularis, kardiomegali.

Kriteria minor: edema pretibial,


batuk malam, sesak pada
aktivitas, hepatomegali, efusi
pleura, kapasitas vital berkurang
1/3 dari normal, takikardia (>
120 kali/menit).

Tatalaksana

Pada kasus diberikan :

ACE Inhibitor

- Oksigen 2-4 L/I via nasal canul


- IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/i
- Injeksi Furosemide 20 mg/12 jam
- Lansoprazole 1x30 mg
- Cardioaspirin 1 x 100mg
- Simvastatin 1x20 mg
- ISDN 5 mg (K/P)
- Concor 1x2,5 mg
- Clobazam 1 x 10 mg
- KSR 1x600 mg

Konsep dasar pemakaian inhibitor ACE


sebagai vasodilator dalam pengobatan
gagal jantung adalah karena
kemampuannya untuk:
(a) Menurunkan retensi vaskular perifer
yang tinggi akibat tingginya tonus arteriol
dan venul (peripheral vascularresistance).
(b) Menurunkan beban tekanan pengisian
ventrikel yang tinggi(ventricular filling
pressure).

29

Antagonis Aldosteron
Obat golongan antagonis aldosterone bila
digunakan dalam kombinasi dengan tiazid
atau diuretika Ansa Henle akan efektif
dalam mempertahankan kadar kalium yang
normal dalam serum.
Beta Blocker
Pemberian - bloker pada gagal jantung
sistolik akan mengurangi kejadian iskemia
miokard, mengurangi stimulasi sel-sel
automatik jantung dan efek antiaritmia
lainnya, sehingga mengurangi resiko
terjadinya aritmia jantung, dan dengan
demikian mengurangi resiko terjadinya
kematian mendadak (kematian
kardiovaskular).
Diuretik
Kerja diuretik untuk mengurangi volume
cairan ekstrasel dan tekanan pengisian
ventrikel tetapi biasanya tidak
menyebabkan pengurangan curah jantung
yang penting secara klinis, terutama pada
pasien gagal jantung lanjut yang
mengalami peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri.

30

Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi
preload dan afterload yang
berlebihan.Dilatasi vena mengurangi
preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial menurunkan
resistensi arteriol sistemik dan
menurunkan afterload.

Prognosis

Dubia ad Bonam

Secara umum, angka mortalitas setelah


masuk rumah sakit pasien dengan gagal
jantung sebesar 10,4% untuk 30 hari ke
depan, 22% untuk 1 tahun ke depan, dan
42,3%

untuk

tahun.

Setiap

kali

rehospitalisasi meningkatkan mortalitas


sebesar 20-22%. Mortalitas > 50% pada
pasien dengan NYHA fc IV. Gagal jantung
yang

berhubungan

dengan

MI

akut

mempunyai angka mortalitas sebesar 2040%. Mortalitas mendekati 80% pada


pasien dengan hipotensi.

31

BAB 5
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Seorang pasien, M, 75 tahun, perempuan, berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang telah didiagnosis dengan CHF Fc IIIII e.c CAD, HHD. Pasien diberi terapi berupa:
-Tirah baring
-Oksigen 2-4 L/I via nasal canul
-IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/i
-Injeksi Furosemide 20 mg/12 jam
- Lansoprazole 1x30 mg
- Cardioaspirin 1 x 100mg
- Simvastatin 1x20 mg
- ISDN 5 mg (K/P)
- Concor 1x2,5 mg
- Clobazam 1 x 10 mg
- KSR 1x600 mg

DAFTAR PUSTAKA
1. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and
epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

32

2. Anh L. Bui, Tamara B. Horwich, Gregg c. Fonarow. Epidemiology and risk


profile of heart failure. NCBI. 2011.
3. Crawford MH, ed. Current Diagnosis & Treatment in Cardiology. 2 nd ed.
Scottsdale: McGraw-Hill. 2002.
4. Lilly LS, ed. Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Massachusetts:
Lippincolt Williams & Wilkins. 2011.
5. Dumitru I. Heart Failure.
Medscape.http://reference.medscape.com/article/163062-overview#a1
[Accessed 11 May 2016].
6. Mariyono HH, Santoso Anwar. Gagal Jantung. SMF Kardiologi FK Unud.
2007.
7. Rodeheffer RJ, Redfield MM. Heart Failure: Diagnosis and Evaluation. In:
Murphy JG, Lloyd MA. Mayo Clinic Cardiology. Canada: Mayo Clinic
Scientific Press. 2007.
8. King M, Kingery J, Casey B. Diagnosis and Evalution of Heart Failure.
NCBI. http://ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/22962896/ [Accessed 11 May 2016]
9. Perhimpunan

Dokter

Spesialis

Kardiovaskular

Indonesia.

Pedoman

Tatalaksana Gagal Jantung. 2015.


10. Hapsari P. Kajian Interaksi Obat pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di
Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Tahun 2008.
http://eprints.ums.ac.id/7983/2/K100050207.pdf [Accessed 11 May 2016].
11. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Available from: www.litbang.depkes.go.id.download [Accessed 11 May
2016].

Anda mungkin juga menyukai