PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas
dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika
disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.1 Prevalensi dari gagal jantung sendiri
semakin meningkat karena pasien yang mengalami kerusakan jantung yang bersifat akut
dapat berlanjut menjadi gagal jantung kronik. World Health Organization (WHO)
Asia diakibatkan oleh meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan
diabetes. Angka kejadian gagal jantung meningkat juga seiring dengan bertambahnya usia.
(PERKI, 2020)
Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat kompleks, dapat berakibat
dari gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan diastolik), penyakit katup ataupun
perikard, atau hal-hal yang dapat membuat gangguan pada aliran darah dengan adanya
retensi cairan, biasanya tampak sebagai kongesti paru, edema perifer, dispnu, dan cepat
lelah. Siklus ini dipicu oleh meningkatnya regulasi neurohumoral yang awalnya berfungsi
2020)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih
dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global
telah meningkat setiap tahunnya. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit
gagal ginjal kronis telah menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka
tersebut menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke-12
tertinggi sebagai penyebab angka kematian dunia. Prevalensi gagal ginjal di dunia menurut
ESRD Patients (End-Stage Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang,
tahun 2012 sebanyak 3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.000 orang. Dari data
tersebut disimpulkan adanya peningkatan angka kesakitan pasien gagal ginjal tiap tahunnya
sebesar sebesar 6 %. Sekitar 78,8% dari pasien gagal ginjal kronik di dunia menggunakan
menunjukkan bahwa hipertensi sistolik, peningkatan IMT (index masa tubuh) hiperurikemia,
kelamin pria, hipertensi merupakan faktor risiko di Jepang. Usia tua, riwayat keluarga, etnis,
jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik, status hiperfiltrasi (tekanan darah >
125/75 mmHg, obesitas, diet tinggi protein, anemia), dislipidemia, nefrotoxin, penyakit
ginjal primer, kelainan urologis (obstruksi dan infeksi saluran kencing berulang) dan
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi struktural jantung
atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan oksigen sesuai dengan yang
dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal atau adanya
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau
seluruh tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks
dimana seseorang memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung; tanda khas gagal jantung
dan adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat
(PERKI,2020)
(PERKI,2020):
1. Gejala khas gagal jantung: Sesak nafas saat istirahat atau aktivitas, kelelahan,
edema
2. Tanda khas gagal jantung: takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
Tabel 1. Manifestasi Klinis Gagal Jantung Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis
GEJALA TANDA
Tipikal Spesifik
•Sesak nafas • Peningkatan JVP
• Ortopneu • Refluks hepatojugular
•Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe • Suara jantung S3 (gallop)
•Toleransi aktivitas yang •Apex jantung bergeser ke lateral
berkurang • Murmur jantung
•Cepat lelah
• Bengkak pada pergelangan kaki
Kurang Tipikal Kurang Tipikal
•Batuk di malam hari/dini hari • Edema erifer
•Mengi • Krepitasi pulmonal
• Berat badan bertambah > 2 kg/ •Suara pekak di basal paru pada saat
minggu perkusi
•Berat badan turun •Takikardia
(gagal jantung stadium lanjut) • Nadi ireguler
•Kembung/begah • Nafas cepat
•Nafsu makan menurun • Hepatomegali
•Perasaan bingung •Asites
(terutama pasien usia lanjut) • Kaheksia
•Depresi
•Berdebar
•Pingsan
b. Epidemiologi
Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar
tetapi tetap stabil selama beberapa dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus baru
setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan, sekitar
50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang mutlak
c. Faktor Resiko
1. Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada LV,
d. Etiologi
1. Meningkatnya beban awal karena regurgitasi aorta dan adanya cacat septum
ventrikel.
kardiomiopati.
Gagal jantung dan adanya faktor eksaserbasi ataupun beberapa penyakit lainnya,
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penanganannya dan seharusnya dilakukan
e. Patofisiologi
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga
keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh
(Berkowitz, 2013).
Pada saat terjadinya aliran balik darah kembali menuju ventrikular pulmonaris,
tekanan kapiler paru akan meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler
ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua
sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi yang
ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal
jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di
b) Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada gagal
jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin (Mann,
2012). Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan
sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf
simpatik.
juga dapat menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon
inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam
tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya edema cairan pada gagal
d) Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun
cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).
a. Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari gagal
Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum
ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala
(symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A
umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus,
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya kerusakan
struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung
tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi
Stage C
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang
timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
Stage D
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien
yang perlu dimonitoring secara ketat. The New York Heart Association (Yancy et al., 2013)
a. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
b. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal menyebabkan
c. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
d. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe CHF).
Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA memiliki
perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus pada faktor resiko dan
pembatasan aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam
klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.
b. Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung harus mencakup evaluasi awal
pada jumlah darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum (termasuk pemeriksaan kalsium,
magnesium), blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, glukosa, profil lipid puasa, tes
fungsi ginjal dan hati, x-ray dada, elektrokardiogram (EKG) dan thyroid-stimulating
hormone (Yancy et al., 2013). Pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung, dapat pula
e) TATALAKSANA
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk
kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Manajemen perawatan
mandiri mempunyai peran penting dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat
memberi dampak bermakna untuk perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
Ketaatan pasien untuk berobat dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi farmakologi
maupun non-farmakologi
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2
kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter (kelas
d) Asupan cairan
Restriksi cairan 900 ml–1,2 liter/hari (sesuai berat badan) dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas
Pengurangan berat badan pasien obesitas dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk
mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat. Kaheksia jantung
(cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka mortalitas. Jika selama 6 bulan
terakhir terjadi kehilangan berat badan >6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa
disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus
g) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program
latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah
tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang dapat mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian remodeling
b. Beta bloker
semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi
ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β-
vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan
dengan stage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I. Food and Drug Approval
(FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan valsartan baik secara tunggal maupun
kombinasi dengan ACE I sebagai pilihan terapi pada pasien gagal jantung kongestif.
d. Diuretik
retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru.
Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung kongestif ditujukan untuk meringankan
gejala dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006). Diuretik
yang banyak digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid (HCT)
dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal seperti
furosemid.
e. Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi Na
dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinik yang bersifat mayor.
f. Digoksin
kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang berarti dalam penggunaan
dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian
pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi
toksik.
Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat mengurangi resisten
pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan cardiac output.
pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan ion kalsium intraseluler
dan terjadi penurunan ion kalsium intraseluler. Nitrat sebagai venodilator utama (dilatasi
pembuluh darah) dan menurunkan preload (menurunkan beban awal jantung) dengan
ion kalsium intraseluler (Yancy et al. (2013) juga memaparkan mengenai algoritma terapi
dari penggolongan obat-obat CHF berdasarkan klasifikasi AHA (Tabel 2) dan NYHA
(Gambar 3). Algoritma dari kedua klasifikasi tersebut dapat disesuaikan dengan keluhan
a. Defenisi
Gagal ginjal kronis adalah kondisi ketika fungsi ginjal menurun secara bertahap
akibat kerusakan jaringan ginjal. Secara medis, gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai
Fungsi utama ginjal adalah menyaring limbah (zat sisa metabolisme tubuh) dan
kelebihan cairan dari darah untuk dibuang melalui urine. Setiap hari, kedua ginjal menyaring
sekitar 120-150 liter darah dan menghasilkan sekitar 1-2 liter urine.
Di dalam ginjal, terdapat unit penyaring bernama nefron yang terdiri dari glomerulus
dan tubulus. Glomerulus menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan, tetapi mencegah
sel darah dan protein darah keluar dari tubuh. Selanjutnya, mineral yang dibutuhkan tubuh
Selain menyaring limbah dan kelebihan cairan, ginjal juga berfungsi untuk:
kesehatan tulang
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal kronis (PGK) menyebabkan cairan,
elektrolit, dan limbah menumpuk di dalam tubuh dan menimbulkan banyak gangguan.
Gejala dapat lebih terasa ketika fungsi ginjal sudah semakin menurun. Pada tahap lanjut,
GGK dapat membahayakan jika tidak ditangani, salah satunya dengan cuci darah.
b. Epidemiologi
Gagal ginjal kronis merupakan masalah kesehatan global yang jumlahnya terus
meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 oleh Kementerian
Kesehatan RI, sebanyak 0,2% dari seluruh penduduk Indonesia menderita gagal ginjal
kronis.
kebanyakan gagal ginjal kronis di Indonesia terjadi akibat hipertensi dan diabetes (nefropati
Biasanya, gejala gagal ginjal kronis baru terasa ketika sudah mencapai stadium 4 dan 5
Gagal ginjal kronis disebabkan oleh kerusakan jaringan ginjal yang dipicu oleh
penyakit jangka panjang. Beberapa penyakit yang bisa menjadi penyebab gagal ginjal adalah
Gejala gagal ginjal kronis disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal. Karena terjadi
secara perlahan, penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala di tahap awal.
Penurunan fungsi ginjal di tahap awal juga masih bisa ditoleransi oleh tubuh.
Gejala GGK biasanya akan lebih jelas jika penurunan fungsi ginjal sudah memasuki
tahap lanjut. Berikut ini adalah gejala yang bisa muncul ketika fungsi ginjal sudah turun
cukup signifikan:
Mual dan muntah
Buang air kecil semakin sedikit (tanda sudah memasuki gagal ginjal tahap akhir)
Pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki yang dapat memburuk, bahkan
Gagal ginjal kronis umumnya terjadi akibat penyakit yang menyebabkan kerusakan
pada ginjal. Kerusakan ini biasanya akan terus memburuk dengan kecepatan yang berbeda-
beda bagi setiap orang. Jika penyakit penyebab gagal ginjal kronis ini tidak diatasi dengan
Diabetes, karena kadar gula dalam darah yang terlalu tinggi dapat merusak penyaring
dalam ginjal
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, karena kondisi ini seiring waktu akan
menambah tekanan pada pembuluh darah kecil di ginjal dan menghambat ginjal
Nefritis intersititial, yaitu peradangan pada tubulus ginjal dan jaringan sekitarnya.
Penyakit ginjal polikistik, yaitu pertumbuhan kista dalam jumlah yang banyak pada
ginjal
pembesaran prostat, kanker serviks, atau kelainan bentuk saluran kemih sejak lahir
Gagal ginjal akut yang tidak sembuh
Penggunaan obat-obatan yang berpotensi merusak ginjal, seperti lithium dan obat
(stenosis arteri ginjal) atau gumpalan darah di pembuluh vena ginjal (trombosis vena
ginjal).
Lupus nefritis
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal
kronis:
Merokok
Berusia lanjut
e. Patofisiologi
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksa
klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kreatinin akan menurun,
kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
glumeri yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang
secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium, meningkatkan resiko terjadinya
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, difisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik,
jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun,. Dengan menurunya GFR (Glomelulaar
Filtration Rate), maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi peratormon, namun dalam
kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathornom,
akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.
melihat penyebab awal, glomeruloskerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah cirri
khas GGK dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copsted & Banasik, 2010) dalam
(Nuari &Widayati, 2017). Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat
nefron hilang, nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler
glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat larut
disaring untuk mengkompensasi massa ginjal zat yang hilang. Kebutuhan yang meningkat
ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus,
diduga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangya fungsi nefron yang kontinu ini
dapat terus berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal teratasi (Faunci et al, 2008)
Perjalanan GGK beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan. Pada tahap
awal, seringkali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena
mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik
disertasi BUN dan kadar kreatinin serum normal. Ketika penyakit berkembang dan GFR
(Glomelulaar Filtration Rate) turun lebih lanjut, hipertensi dan beberapa manifestasi
insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal ditahap ini (misalnya
infeksi, dehidrasi, atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan memicu
awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kreatinin dan BUN naik
secara tajam, pasien menjadi oguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada (ESRD), tahap
akhir GGK, GFR kurang dari 10% normal dan tetapi penggantian ginjal diperlukan untuk
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan
keseimbangan cairan, penanganan gram, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi
yang bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25%
normal, manifestasi kinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron- nefron yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi (Muttaqin & Sari,
2011).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nerfon yang ada untuk meningkatkan
jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan rennin akan meningkat
bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi
akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi
protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk
jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal
seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang
memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh (Muttaqin & Sari, 2011).
Table 2. Stadium GGK (Black & Hawks, 2005) dalam (Bayhakki, 2012).
GFR adalah untuk laki-laki : (140-umur) x BB(kg) / 72 x serum kreatinin, dan untuk
Diagnosis GGK dilakukan dengan menanyakan gejala, serta riwayat penyakit pasien
dan keluarganya, diikuti dengan pemeriksaan fisik. Dokter juga akan melakukan
1. Tes darah
Tes darah dilakukan untuk mengetahui kerja ginjal dengan memeriksa kadar limbah dalam
2. Tes urine
Dalam tes ini, kadar albumin (protein darah), kreatinin, dan sel darah merah dalam urine
akan diperiksa. Hasil pemeriksaan tersebut bisa menunjukkan seberapa parah kerusakan
3. Pemindaian
Pemindaian ini bertujuan melihat struktur dan ukuran ginjal. Umumnya, pemeriksaan yang
dilakukan adalah USG ginjal, tetapi bisa juga menggunakan MRI atau CT scan.
4. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan ginjal. Sampel ini
selanjutnya akan dianalisis di laboratorium, agar penyebab kerusakan ginjal bisa diketahui.
Melalui hasil pemeriksaan di atas, dokter dapat menghitung perkiraan laju filtrasi
glomerulus (LFG). Perhitungan ini dapat menentukan stadium gagal ginjal kronis pasien dan
Perlu diketahui, nilai kisaran di atas tidak dapat digunakan untuk menentukan stadium gagal
ginjal kronis. Hal ini karena orang yang berusia lanjut bisa memiliki nilai LFG yang setara
Sebagai gambaran, berikut ini adalah nilai rata-rata LFG yang normal berdasarkan usia:
Penanganan GGK bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah penyakit ini
bertambah buruk akibat limbah yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh. Untuk itu, deteksi
Pemberian obat-obatan
Cuci darah
Transplantasi ginjal
GGK dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat dan mengontrol penyakit yang dapat
Penyakit ginjal tidak dapat disembuhkan dan kondisi ginjal yang rusak tidak dapat kembali
seperti semula. Penanganan GGK yang dilakukan oleh dokter bertujuan untuk:
Pemberian Obat-obatan
kronis dan gangguan yang muncul akibat kerusakan ginjal. Jenis obat yang diberikan antara
lain:
Obat hipertensi
Tekanan darah tinggi dapat menurunkan fungsi ginjal lebih parah dan mengubah
komposisi elektrolit dalam tubuh. Obat yang dapat diberikan untuk mencegah ini
adalah ACE inhibitor atau ARB.
Kedua suplemen ini diberikan untuk mengatasi kekurangan kalsium dan vitamin D
akibat kerusakan ginjal. Salah satu manfaatnya adalah untuk mencegah
Obat diuretik
Obat ini dapat mengurangi penumpukan cairan pada bagian tubuh. Contoh obat ini
adalah furosemide.
Obat kortikosteroid
Obat ini diberikan pada penderita GGK akibat glomerulonefritis atau penyakit lain
Di samping pemberian obat, penderita gagal ginjal kronis juga disarankan untuk melakukan
Menjalani diet khusus, yaitu dengan mengurangi konsumsi garam, serta membatasi
asupan protein dan kalium dari makanan untuk meringankan kerja ginjal
Berhenti merokok
dilakukan adalah mengganti tugas ginjal dalam tubuh dengan terapi pengganti ginjal. Terapi
1. Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan limbah dan cairan dalam tubuh. Terdapat dua jenis
dialisis, yakni:
Hemodialisis atau biasa dikenal dengan cuci darah, yakni prosedur dialisis yang
menggunakan mesin
2. Tranplantasi ginjal
Pada transplantasi ginjal, ginjal pasien diganti dengan ginjal sehat dari pendonor. Pasien
tidak perlu lagi menjalani cuci darah seumur hidup setelah transplantasi. Namun, pasien
Selama penanganan berlangsung, pasien perlu menjalani pemeriksaan secara rutin agar
Gagal ginjal kronis dapat memengaruhi hampir seluruh anggota tubuh. Komplikasi yang
Penumpukan cairan pada bagian tubuh (edema) atau organ dalam, termasuk di paru-
Anemia
Kerusakan sistem saraf pusat, yang dapat menimbulkan gangguan mulai dari sulit
TINJAUAN KASUS
Nama : Tn. H A
Umur : 57 Tahun
Alamat : Jl.xxx
3.2 Anamnesa
Seorang pasien laki-laki berinisial HA dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit Otak
DR.DRS.M. Hatta Bukittinggi dengan keluhan sesak nafas sejak 4 bulan yang lalu,mual,
- Susah berjalan
- makan, minum dimuntakan
- Batuk (+)
Pasien sebelum masuk kerumah sakit telah melakukan pengobatan ke Puskesmas dan
a. Pemeriksaan fisik
GCS : E : 4; M : 5; V: 6
Saturasi Oksigen : 98 %
Suhu : 36,5 oC
b. Pemeriksaan Umum
Respirasi : Dyspnea,
Takpnea
Jantung : Tackiardia
- Pemeriksaan Hematologi
Hematocrit 41 37-47 %
SGOT 7 <38u/l
3.5 Diagnosa
3.6 PENATALAKSANAAN
- ISDN
- Asam Folat
- NAC
- Ramipril
- Ceftriaxon
- Furosemid
- Spironolakton
- Simarc
- Digoxin
Terapi pulang
- Asam folat 1 x tab
- NAC 1X 1
- Ramipril 1x1
- Spironolactone 25 mg 1 x 1
- Simarc 1 x 1
- Furosemide 40 mg 1 x 1
- Digoxin 0.25 mg 1 x 1
3.7 Pemantauan
S : Sesak berkurang
O : BP : 139/90
AF RVR,
P : inj D 5 : EAS 1 : 1
SP furosemide
Inj digoxin
Inj ceftriaxone
Inj ranitidine
ISDN 3 x 5
NAC 1 X 1
O : GCS : E4V6M6
A : CHF, AF
F : Terapi lanjut
S : Sesak berkueang
A : CHF,AF RVR
P : Simarc 1 x 2 mg
S : Sesak berkurang
AF RVR
P : Terapi lanjut
CKD stage 1
AF RVR
NAC 1 X1
Ramipril 1 x 2,5 mg
Spironolacton 1 x 25 mg
Simarc 1 X 1
ACC BLBP
S : Sesak berkurang
O : TD : 100/70 mmHg
Aff infus
Furosemide tab 1 x 40 mg
DISKUSI
mengurangi gejala.
merupakan suplemen
jantung
inap.
pernafasan.
X.
perlukan -
terapi farmakologi
-
Farmakologi
Tidak terdapat duplikasi terapi
-
- Selama pemantauan efek samping obat,
ramipril.
mengurangi pembengkakan.
efek samping yang -
seharusnya dapat di
Cegah
2. Kesalahan Obat
Bentuk sedian sudah disesuaikan dengan
berkurang dan
Obat tidak diindikasi untuk Tidak ada obat yang tidak diindikasikan untuk
Terdapat obat lain yang efektif pengobatan pasien, dimana terapi obat yang
-
diberikan telah sesuai dengan kondisi pasien
selama 4 bulan.
cc/jam
sehari)
2 hari.
0,5 cc/jam
jam 1:1
-
- Simarc notisil (Warfarin) 1x1
malam
0,5 cc/jam
- Ramipril 1x2,5 mg (PO)
jam 1:1
malam
Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan obat sudah tepat, dimana
1. Digoxin - Furosemid
jantung parah.
Sedang
ramipril)
Menggunakan isosorbidedinitrat dan ra
lebih sering.
Sedang
3. Digoxin - ramipril
mengalami mual, muntah, diare,
berlebihan.
Sedang
4. cefTRIAXone furosemide
untuk mengurangi,
(preload).
jantung kongestif.
ginjal.
1:1
Pasien tidak bisa menelan obat atau Pasien mampu mengkonsumsi obat
-
Pasien tidak patuh atau memilih Pasien patuh dalam menggunakan obat,
profilaksis - profilaksis
4.2 Follow Up Pemakaian Obat
Hasil pemeriksaan
Frekuensi
Rekomendasi Parameter Nilai yang diinginkan 06-10- 08-10- 09-10-
Pemantauan 07-10-21 10-10-21
21 21 21
IVFD Dektrosa 5 %
Cairan tubuh dan Cairan tubuh dan nutrisi terpenuh terpenu terpenu Terpenuh
: EAS Pfrimmer 1 : Tiap hari terpenuhi
nutrisi terpenuhi i hi hi i
1
Mencegah strees
ulcer Keluhan Pasien tidak mengalami
Injeksi Ranitidin nyeri nyeri Tiap hari normal normal normla normal Normal
epigastrium,mual, epigastrium,mual,muntah
muntah
Menurunkan
Injeksi furosemide, Udem Udem Udem Udem Udem
preload ventikuler
furosemide oral, Udem berkurang Tiap hari pada pada pada pada pada
serta mengatasi
Spironolakton tungkai tungkai tungkai tungkai tungkai
udema
Digoxin Irama jantung Irama jantung normal Tiap hari
Ramipril Tekanan darah Tekanan darah normal Tiap hari Jam 8 : Jam 10 Jam 9 : Jam Jam 10 :
132/97 139/90 100/70 14 : 100/60
mmHg mmhg mmHg 110/60 mmHg
Jam 10 : Jam 13 : Jam mmHg
139/90 102/64 12 :
mmHg mmHg 160/10
Jam 21 :
0
109/64
mmHg
mmHg
Pemeriksaan fisik Sesak Sesak Sesak Sesak Sesak
nafas nafas nafas nafas nafas
ISDN Sesak napas berkurang Tiap hari
berkuran berkuran berkura berkura berkuran
g g ng ng g
Pemeriksaan fisik Tiap hari Batuk Batuk Batuk Batuk Batuk
Frekuensi batuk dan cairan
NAC berkuran berkuran berkura berkura berkuran
batuk
g g ng ng g
SIMARC Nilai INR Nilai INR normal Tiap hari - - - - -
Mengurangi gejala
Asam Folat Mencegah anemia Tiap hari normal normal normal normal Normal
timbul
Injeksi ceftriaxone Suhu tubuh pasien Suhu tubuh normal Tiap hari normal normal Normal Normal Normal
4.4 Pembahasan
DR.DRS.M.HATTA. Pasien baru masuk ICU jam 17.00 pada tanggal 05 oktober
2021 dari IGD dengan keluhan utama sesak nafas saat beraktifitas selama ± 3 bulan
ini dan bertambah berat 3 hari ini dan nafsu makan berkurang. Kemudian pasien di
pindahkan ke ruang rawat HCU pada tanggal 06 oktober 2021. Hasil pemeriksaan
fisik di IGD pada tanggal 05 Oktober 2021 didapatkan kondisi umum : Sedang, GCS :
Nafas: 46 kali/menit, Suhu : 36 0C, Tekanan Darah : 115/85 mmHg, saturasi : 98%,
Berat Badan : 70 kg, Udem kedua kaki, Dekubitus tidak ada. Hasil pemeriksaan
laboratorium di IGD tanggal 05 oktober 2021 didapatkan kadar leukosit 11, 57 ribu/uL
, Netrofil 84,6 %, Eosinofil 0,3 %, Limfosit 9,1 %, Ureum 130 mg/dl, Creatinine 1,7
Pasien di diagnosa utama oleh dokter adalah CHF (Congestive Heart Failure)
atau Gagal Jantung Kongestif, dan diagonsa sekunder adalah Atrial Fibrilasi (AF) atau
Fibrilasi Atrium dan CKD (Chronic Kidney Disease) atau Gagal Ginjal Kronis yang
Kondisi ini ditandai dengan gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung
dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel. Keluhan napas pendek, sesak napas
terkait dengan aktivitas, mudah lelah serta kaki membengkak merupakan gejala yang
sering dikeluhkan.
Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure terkait dengan
penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang berlebihan (Haji dan
Mohaved, 2000). Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada
kontraksi miokard atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot jantung seperti
pada kasus kardiomiopati atau viral karditis (Kasper et al., 2004). Gagal jantung
kebutuhan metabolisme jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan miokard bila
mekanisme kompensasi gagal. Penyebab kerusakan pada miokard antara lain infark
alkohol), infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya (Crawford,
2002). Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner, congenital, kelainan katub,
hipertensi atau pada kondisi jantung normal dan terjadi peningkatan beban melebihi
kapasitas, seperti pada krisis hipertensi, ruptur katub aorta dan pada endokarditis
dengan masif emboli pada paru. Dapat pula terjadi dengan fungsi sistolik yang
normal, biasanya pada kondisi kronik, misal mitral stenosis tanpa disertai kelainan
darah (vasodilator) agar aliran darah dapat mengalir lebih lancar ke otot jantung. Obat
ini juga dapat digunakan menjadi obat tambahan untuk pasien gagal jantung.
viskositas mukus, maka mukus dapat mudah dikeluarkan dari saluran napas.
Furosemid 40mg 1x1 (PO) pagi, Furosemid inj SP 200 mg kec 0,5 cc/jam :
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien
untuk menghindari dehidrasi atau retensi. Pada golongan diuretik penggunaan obat
furosemid ini untuk mengurangi udema pada pasien Gagal Jantung. Mekanisme kerja
obat furosemide dengan cara menghambat reabsorbpsi NaCl dalam ansa Henle
Na+/K+/Cl-. Na+ secara aktif ditranspor keluar sel ke dalam interstisium oleh pompa
(Guyon, 2008). obat diuretik utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu
disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang menyebabkan kongesti paru atau
retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, alir balik vena,
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. obat golongan ACE inhibitor yang bekerja
Angiotensin berperan dalam menyempitkan pembuluh darah. Cara kerja ini akan
membuat pembuluh darah melebar, aliran darah lebih lancar, dan tekanan darah pun
menurun. merupakan ACE-inhibitor pada gagal jantung kongestif mengurangi
mortalitas dan morbiditas pada semua pasien gagal jantung sistolik. Mekanisme kerja
AT2. ACE-inhibitor pada gagal jantung dapat mencegah terjadinya remodeling dan
merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan fungsi ventrikel yang menurun,
yaitu dengan fraksi ejeksi di bawah normal (<40-45%) dengan atau tanpa gejala. Pada
pasien dengan gejala gagal jantung tanpa retensi cairan, obat ini harus diberikan
bersama diuretik.
adalah dengan cara memblokade ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma sehingga
diperkuat oleh listrik (Guyon, 2008)(Kabo, 2012). Hal ini menyebabkan pengeluaran
hipokalemia (Kabo, 2012). Diberikan Pada pasien gagal jantung dan kadar plasma
menyebabkan retensi Na dan air serta mengekskresi K dan Mg. Retensi Na dan air
remodeling dan disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung
yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroplas . Ada dua antagonis
konduksi natrium seperti amilorin, triamteren yang menghilangkan sekresi kalium dan
ion hidrogen di ginjal. Obat-obat ini umumnya digunakan untuk mengimbangi efek
Digoxin 3x1/2 (IV) Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoxin
dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain
(seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Digoxin merupakan obat glikosida jantung
yang bekerja dengan cara memengaruhi beberapa jenis mineral yang penting dalam
kerja jantung, yaitu natrium dan kalium. Cara kerja ini akan membantu
mengembalikan irama jantung yang tidak normal dan memperkuat detak jantung.
Digoksin pada pengobatan gagal jantung yaitu inotropik positif, konotropik negatif
(mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardi atau fibrilasi atrium), dan
terapi gagal jantung standar (ACE inhibitor, β-bloker, dan diuretik) pada pasien
oleh patogen yang sensitif terhadap cetriaxon seperti infeksi ginjal, saluran kemih dan
saluran pernafasan.
Ranitidin inj SP 2x1 (IV), Injeksi Ranitidin untuk mengatasi gejala nyeri
didalam hati. Vitamin K (dalam bentuk reduksi) adalah kofaktor yang bertanggung
jawab dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, dan X. Warfarin adalah
antikoagulan oral yang kerap kali diberikan pada pasien atrial fibrilasi untuk
pencegahan stroke. Pada atrial fibrilasi, terjadi stasis darah, hipokontraktilitas atrial,
remodelling struktur atrial, serta aktivasi platelet dan kaskade koagulasi. Kondisi-
kondisi tersebut akan meningkatkan risiko terbentuknya trombus dan terjadinya gagal
jantung.
Asam folat 1x1 (PO) malam merupakan suplemen penambah darah. Asam
folat menstimulasi produksi sel darah putih, sel darah merah, dan platelet. Sel darah
merah dan hormon eritropoietin adalah dua komponen tubuh yang saling berkaitan dan
melengkapi satu sama lain. Hormon ini diproduksi oleh ginjal untuk dibawa menuju sumsum
tulang ketika jumlah oksigen atau sel darah merah di dalam darah berkurang. Hormon ini juga
diproduksi oleh hati, namun dalam jumlah sedikit. Produksi eritropoietin bisa berkurang
atau bahkan tidak dihasilkan sama sekali ketika ginjal mengalami gangguan, misalnya
akibat gagal ginjal kronis. Akibatnya, jumlah sel darah merah akan berkurang hingga
menyebabkan anemia.
Dextrosa 5% Eas primer/12 jam 1:1 Salah satu indikasi pemberian dextrosa
puncak pada menit ke 3-5 dan mulai reda dalam 10 menit. Apabila peningkatan
glukosa telah stabil, maka fase kedua sekresi insulin akan terjadi. Eas Pfrimmer
digunakan sebagai terapi nutrisi pada pasien CKD. Cairan ini mengandung asam
amino karena pada pasien CKD protein dipecah dengan cepat menjadi asam amino,
namun sel tidak dapat menggunakan asam amino dengan efisien sehingga kadar
ureum dalam darah meningkat. Pada pasien ini kadar ureum tinggi sehingga perlu
diberikan EAS pfrimmer untuk menurunkan kadar ureum dalam darah. EAS
pfrimmer mengandung larutan asam amino dengan asam amino total 69 g/L, nitrogen
melibatkan penurunan dan kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal
yang progersif. Total laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun,
Blood Urea Nitrogen dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami
hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal
Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri
berlebih. Oleh karena gagal ginjal berkembang dan jumlah nefron yang berfungsi
menurun, GFR total menurun lebih jauh. Dengan demikian tubuh menjadi tidak
mampu membebaskan diri dari kelebihan air, garam, dan produk sisa metabolisme
(Bayhakki, 2013).
mengalami penurunan fungsi ginjal, serta bagaimana regimen obat yang tepat untuk
( 140−57 ) x 70 kg
=
72 x 1,7 mg/dl
5810
=
122,4
Stage 3 penyakit ginjal kronis (CKD) terjadi ketika perkiraan laju filtrasi
glomerulus (eGFR) turun antara 30-59, menunjukkan kerusakan ginjal sedang dan kehilangan
fungsi ginjal yang nyata. Tahap ini dipisahkan menjadi 2 sub-tahap: gagal ginjal stage 3a
BAB V
EDUKASI
2. Lakukan diet dengan mengurangi makanan yang mengandung purin tinggi antara lain
3. Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa menyimpan obat pada tempat yang sejuk,
7. Hindari stress
BAB VI
KESIMPULAN
1. Dari hasil pemeriksaan fisik dimana pasien mengalami sesak nafas dan udem pada
aktifitas ringan, pasien didiagnosa menderita gagal jantung kongestif (Congestive Heart
2. Terdapat DRP pada terapi yang diberikan yaitu berupa interaksi obat antara digoksin dan
3. Pasien mengalami gagal ginjal kronis dengan hasil kreatinin klirens adalah 47,46