Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO

Topik:
Ulkus Kornea
Tanggal (kasus): 9-12- 2019 Presenter: dr. Diana Ardila
Tanggal presentasi: Desember 2019 Narasumber: dr. Gita Mayani, Sp.M
Pendamping: dr. Neneng Tresna Imawati
dr. Agus Suprapto, SH, MH
Tempat presentasi: Aula RS. TK.IV Dr. Bratanata Jambi
Obyektif presentasi:
√ □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
Tn. Y, usia 40 tahun datang dengan mata kiri tampak merah sejak 3 minggu yang lalu.
□ Tujuan:
- Mampu mendiagnosis ulkus kornea
- Mengetahui gejala dan patogenesis ulkus kornea

- Tatalaksana awal ulkus kornea


Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara □ Diskusi √ Presentasi dan □ E‐mail □ Pos
membahas: diskusi
Data pasien: Nama: Tn. Y No Registrasi: 361068
Nama RS: Rumkit TK.IV Dr. Usia: 40 tahun Terdaftar pada:
Bratanata Jambi 9 Desember 2019
1. Gambaran Klinis:

Pasien datang ke Poli Mata RS. dr. Bratanata dengan keluhan mata kiri tampak merah,
berair dan terasa menusuk seperti benda asing yang mengganjal sejak 3 minggu yang lalu. Hal
ini terjadi setelah pasien mengalami kecelakaan kerja sawit 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien
membiarkan matanya memerah dan berair namun semakin hari penglihatan pasien semakin
kabur dan memerah. Pasien juga mengeluhkan terasa silau jika melihat cahaya dan sedikit
nyeri.
2. Riwayat Pengobatan mata : tidak ada
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:
- Riwayat sakit mata lain hingga berobat (-);
- Riwayat gangguan pengelihatan sejak lahir/kecil (-);
- Riwayat penggunaan kacamata (-);

1
- Riwayat memakai softlens (-)
- Riwayat meneteskan air daun-daunan (-)
- Riwayat trauma sebelumnya (-)
- Riwayat pandangan seperti tirai (-)
- Riwayat penggunaan obat jangka lama (-)
- Riwayat alergi (-);
- Riwayat DM (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
4. Riwayat keluarga/Masyarakat: Riwayat keluhan serupa di keluarga (-); Riwayat penyakit
mata lainnya di keluarga (-);
5. Riwayat Sosial Ekonomi : Kesan kondisi ekonomi menengah ke bawah
Daftar Pustaka
1. Byrd L.B. Corneal Ulcer. National Center for Biotechnology
Information. American:StatPearls. 2019:1-10.

2. Khaw PT, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4th ed. London. BMJ books. 2004. p;10-
11.
3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Microbial and Parasitic Infection of Cornea and Sclera.
In: Basic and Clinical Science Cource. External Disease and Cornea. Section 8. USA:
AAO;2011-2012:158-71.
4. Amatya R, Shrestha S, Khanal B, Gurung R, Poudyal N, Badu BP, et al. Etiological agents of
corneal ulcer: five years prospective study in eastern Nepal. Nepal Med Coll J. 2012
Sep;14(3):219-22.
5. Mills TJ. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis. Dalam:
http://www.emedicine.com/emerg/topic115.htm
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih bahasa: Tambajong J,
Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2012: 220
7. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006.
8. Farida Y. Corneal Ulcers Treatment. J Majority. Volume 4. Januari 2015.
9. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International (P).
Limited. Published. 2007. p 89-99
10. Garg P, Rao N. Corneal Ulcer : Diagnosis and Management. Review Article. Vol 12 no. 30
1999.
11. Kunwar M, Adhikari RK, Karki DB. Microbial flora of corneal ulcers and their drug
sensitivity. MSJBH.2013;12(2):14-16.
12. Edward J. H. Ocular Surface Disease: Cornea, Conjunctiva and Tear Film 1st Edition.
Elsevier. USA. 2013.
13. Yum, H.R., Kim, M.S., Kim, E.C. Retrocorneal membrane after Descemet endothelial

2
keratoplasty. Cornea. 2013 Sep;32(9):1288- 90.

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis ulkus kornea
2. Gejala dan patogenesis ulkus kornea
3. Tatalaksana awal ulkus kornea

Subyektif
Pasien datang ke Poli Mata RS. dr. Bratanata dengan keluhan mata kiri
tampak merah, berair dan terasa menusuk seperti benda asing yang mengganjal
sejak 3 minggu yang lalu. Hal ini terjadi setelah pasien mengalami kecelakaan
kerja sawit 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien membiarkan matanya memerah dan
berair namun semakin hari penglihatan pasien semakin kabur dan memerah.
Pasien juga mengeluhkan terasa silau jika melihat cahaya dan sedikit nyeri.
Obyektif
Status Generalis
Keadaan umum & kesadaran : Tampak sakit sedang; Compos Mentis GCS 15
Tanda vital
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 78 x/menit, reguler, isi cukup
RR : 20 x/menit, reguler, torako-abdominal
Suhu : 36.70C
BB/TB : 77 kg/162 cm

Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (bulat
3mm/3mm),
Refleks Cahaya (+/+)
Telinga: Sekret (-), deformitas (-)
Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), krepitasi (-), nyeri
tekan (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
- Paru

3
a) Inspeksi : Deformitas (-), bentuk dalam batas normal,
gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-), otot nafas bantu
(-).
b) Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-),
krepitasi (-)
c) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
d) Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
- Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : ictus cordis teraba ICS IV, thrill (-)
c) Perkusi : batas jantung dalam batas normal
d) Auskultasi : S1-S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen :
a) Inspeksi : Kontur datar, permukaan kulit dbn, abdomen
simetris, jejas(-)
b) Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal
c) Palpasi : Soepel, distensi abdomen (-), nyeri tekan(-),
organomegali(-).
d) Perkusi : Timpani (+), asites (-)
Ektremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time <2s, oedem tungkai (-/-), sianosis
(-/-)

Status Oftalmologi
Pemeriksaan Visus dan Refraksi

OD OS

Visus : 20/100 Visus : 5/60

Muscle Balance

Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

4
Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik

Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan OD OS
Eksternal

Lensa Bening Lensa Bening

Silia Trichiasis (-), madarosis (-) Trichiasis (-), madarosis (-)

Palpebra Superior edema (-), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)
Palpebra Inferior edema (-), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)

Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-), litiasis(-)
litiasis(-) hiperemis (-) hiperemis (-)

Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi konjungtiva


(+),hiperemis (+)

Kornea Bening Ulkus (+) di perifer lateral

Bilik Mata Depan Sedang Sedang

Iris Cokelat Cokelat

Pupil Bulat, Isokor; 3 mm, letak Bulat, Isokor; 3 mm, letak


sentral sentral
Diameter
RC direk (+)/ Indirek (+) RC direk (+)/ Indirek (+)

Lensa Bening Bening

Pemeriksaan TIO

Digital Fluktuasi (+), tidak teraba Fluktuasi (+), tidak teraba

5
keras; N (normal) keras; N (normal)

Schiotz TIDAK DILAKUKAN

Aplanasi TIDAK DILAKUKAN

Non kontak TIDAK DILAKUKAN

Visual Field

TIDAK DILAKUKAN

Slit Lamp

TIDAK DILAKUKAN

Funduskopi

TIDAK DILAKUKAN

GAMBAR

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

6
Darah Rutin
 Hemoglobin : 15.2 g/dl (11-16)
 Hematokrit : 45.1 % (35-50)
 Leukosit : 8.3 .109/L(4-10.0)
 Eritrosit : 5.00 .109/L(3.5-5.5)
 MCV : 91.5 fL (80 – 100)
 MCH : 30.7 pg (27-34)
 MCHC : 33.6 g/L (32-36)
 Trombosit : 306 .109/L(150-450)
 Clotting Time : 4 menit
 Bleeding Time: 2 menit
 GDS : 98 mg/dl
 SGOT/SGPT : 27/41 U/l

FOLLOW UP
Tanggal S O A P

9/12/2019 Pasien TD : 130/90 mmHg - Ekstirpasi corpus


masuk N : 62 x/menit, alineum OS
Ulkus kornea - IVFD RL + ketorolac
ruangan RR : 20 x/menit
OS ec susp. 1 ampul 20 gtt/i
dengan Suhu: 36.50 C
Jamur + corpus - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
keluhan VAS : 2
alineum OS - Levocin ed 6 x 1 gtt
mata kiri - Tropin ed 2 x 1 gtt
merah dan Status Oftalmologi - Natacen ed 6 x 1 gtt
nyeri OS kornea : ulkus (+) di perifer - Ketokonazol 2 x 1
lateral
Ulkus kornea
10/12/201 Pengelihatan TD : 120/90 mmHg OS ec susp - IVFD RL 20 gtt/i
9 mata kiri N : 78 x/menit, jamur - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
- Levocin ed 6 x 1 gtt

7
kabur (+), RR : 20 x/menit - Tropin ed 2 x 1 gtt
mata merah Suhu : 36.50 C - Natacen ed 6 x 1 gtt
(+), mata - Ketokonazol 2 x 1
berair (+),
nyeri (-), ,
demam (-)
Pengelihatan
11/12/201 mata kiri TD : 120/60 mmHg - IVFD RL 20 gtt/i
9 kabur (+), N : 70x/menit, - Inj ceftriaxone 1 x 2 gr
Ulkus kornea - Levocin ed 6 x 1 gtt
mata merah RR : 24 x/menit
OS ec susp. - Tropin ed 2 x 1 gtt
(+), mata Suhu:36,50 C - Natacen ed 6 x 1 gtt
Jamur
berair (+), - Ketokonazol 2 x 1
nyeri (-), ,

8
Assessment
Definisi
Ulkus kornea merupakan keadaan patologik hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Ulkus kornea ditandai dengan infiltrat supuratif yang disertai defek kornea bergaung
dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi pada epitel sampai stroma yang memiliki batas,
dinding dan dasar. Ulkus kornea merupakan salah satu keadaan yang berpotensi menyebabkan kebutaan
sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.5,6

Anatomi dan Fisiologi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan dan avaskular dengan diameter horizontal 11–12 mm dan
vertikal 10–11 mm. Kornea memiliki indeks refraktif 1,376. Kornea berfungsi sebagai membran
pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Untuk kebutuhan nutrisinya, kornea bergantung
pada difusi glukosa dari humor akuos dan oksigen yang berdifusi melalui air mata. Sebagai tambahan,
kornea perifer mendapat suplai oksigen dari sirkulasi limbus.3

Gambar 2.1 Anatomi mata3

9
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:4,5
1. Epitel

Terdiri atas 5 lapis sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel
polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal disampingnya dan sel poliglonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden,
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menyebabkan
erosi rekuren. Epitel berasal dari permukaan ektoderm.
2. Membran Bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea. Lapisan ini mengandung kolagen yang
brserat yang tersusun tidak teratur, dimana terjadi penggabungan pada lapisan stroma ,
membran bowman berada pada daerah transisi yaitu dari kolagen yang berserat
menyerupai oblik berubah menjadi bentuk kolagen menyerupai lamelar pada lapisan
stroma kornea bagian superfisialis. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma

Lapisan ini terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, pada permukaan epitel terlihat anyaman yang teratur sedang di
perifer serat bagian ini bercabang. Diantara lamelar tersebar . fibrosit (keratosit). Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma kornea.
4. Membran Descement

Merupakan membran aselular, merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan


sel endotel dan merupakan membran basalnya. Lapisan ini berasal dari endothelium,
membran ini tipis pada saat bayi, kemudian berkembang sesuai perkembangan usia.
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup.
5. Endotel
Bagian ini merupakan lapisan terbawah dari kornea. Berasal dari mesotelium, berlapis
satu, bentuk heksagonal. Sel endotel menghasilkan mitokondria, sel-sel saling bersatu
membentuk desmosom dan zonula okluden oklud dan menghasilkan cairan dari stroma
kornea. Endotel melekat pada membran dessemet melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.

10
Gambar 2.2 Lapisan Kornea 3

Epidemiologi Ulkus Kornea

Ulkus kornea sentral merupakan penyebab utama kebutaan monokuler di negara


berkembang. Hal ini dibuktiakn oleh penelitian di Afrika dan Asia , penelitian yang
dilakukan baru-baru ini tentang penyebab kebutaan di seluruh dunia secara konsisten
menyebutkan jaringan parut kornea merupakan penyebab kedua terbanyak kebutaan dan
kecacatan visual setelah katarak di banyak negara berkembang di Asia, Afrika , dan Timur
Tengah.7
Pola epidemiologi ulkus kornea bervariasi di seluruh dunia, berhubungan dengan
populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Di Indonesia, insiden ulkus kornea tahun 2013
adalah 5,5 persen dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta
(10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di
Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea pada laki-
laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan. Prevalensi
kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan pada kelompok responden yang
tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi kekeruhan kornea tertinggi
(9,7%) dibanding kelompok pekerja lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi
pada kelompok pekerjaan petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma
mekanik atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat

11
bekerja belum optimal dilaksanakan di Indonesia.

Klasifikasi Ulkus Kornea

Berdasarkan morfologi dan etiologinya ulkus kornea dapat diklasifikasikan sebagai


berikut :8
1. Morfologi
a. Lokasi, yaitu ulkus kornea sentral dan perifer
b. Purulensi, yaitu ulkus kornea purulen dan non-purulen
c. Hipopion, yaitu ulkus kornea sederhana dan hipopion
d. Kedalaman ulkus, yaitu ulkus kornea superfisial, profunda, impending perforation
dan perforasi
e. Pembentukan slough, yaitu ulkus kornea non-sloughing dan sloughing
2. Etiologi
a. Infeksi, yaitu disebabkan bakterial, viral, fungal, chlamydial, potozoal dan
spirochaetal
b. Non-infeksi, termasuk alergi, tropik, terkait penyakit kulit dan membran mukosa,
terkait kelainan sistemik kolagen vaskular, traumatik dan idiopatik.

Etilogi Ulkus Kornea


a. Infeksi
1. Ulkus kornea bakterialis
Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri. Pembentukan ulkus
kornea dipengaruhi oleh dua hal, yaitu adanya kerusakan epitel kornea (abrasi,
kering, nekrosis dan deskuamasi) dan infeksi bakteri patogen pada area kornea yang
mengalami kerusakan. Faktor predisposisi ulkus kornea bakterialis berupa pemakaian
lensa kontak, trauma, obat mata yang terkontaminasi, dan lainnya. Bakteri yang
sering menimbulkan ulkus kornea diantaranya adalah Staphylococcus aureus,
Staphylococcusepidermidis, Streptococcuspneumoniae, Pseudomonasaeruginosa,
Enterobacteriaceae, Neisseria spp dan Corynebacterium spp.8

2. Ulkus kornea viral


Virus yang sering menimbulkan ulkus kornea yaitu Herpes Simplex Virus, Varicella
Zoster Virus dan Adenovirus8
3. Ulkus kornea fungal
Aspergillus, Fusarium dan Candida merupakan jamur yang sering menyebabkan
12
ulkus kornea. Infeksi pada ulkus kornea dapat disebabkan oleh trauma material
vegetatif (daun, ranting dan jerami), sekunder akibat kondisi imunodefisiensi dan
penggunaan antibiotik dan steroid yang berlebihan. Faktor risiko lainnya berupa
pemakaian lensa kontak, operasi kornea dan keratitis kronik.

4. Ulkus kornea protozoa


Acanthamoeba, salah satu protozoa yang sering menyebabkan ulkus kornea,
merupakan protozoa yang hidup bebas dan terdapat dalam air tercemar yang
mengandung bakteri dan materi organik.Infeksi Acanthamoeba biasanya dihubungkan
dengan penggunaan lensa kontak lunak yang dipakai semalaman.Selain itu, infeksi
Acanthamoeba juga dapat ditemukan pada individu yang bukan pemakai lensa kontak
setelah terpapar air atau tanah yang tercemar.

b. Non infeksi
1. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia
asam. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan
basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat mengijinkan
mereka secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan,
bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein
permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak penetrasi
lebih dalam.
2. Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
3. Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air
mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang

13
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut
dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
4. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.

5. Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo 2


dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
6. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
7. Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan
dilindung oleh palpebra.
8. Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada keadaan
ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang. Benda asing pada
kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain daripada itu kuman dapat
berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan
stroma kornea sehingga menjadi ulkus kornea.

Patofisiologi Ulkus Kornea8


Apabila kerusakan atau cedera pada epithelium telah dimasuki oleh agen- agen
asing, terjadilah sekuel perubahan patologik yang muncul saat perkembangan ulkus kornea
dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat stadium, yaitu infiltrasi, ulkus aktif,
regresi, dan sikatrik.
1. Stadium infiltrasi progresif.

Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorphonuklear dan/atau


limfosit ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma jika jaringan ini
juga terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung pada virulensi agen dan
ketahanan daya tahan tubuh pasien.

14
7
Gambar 2.3 Stadium infiltrasi progresif
2. Stadium ulkus aktif.
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium.
Lapisan Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella
dengan menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman
dan stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi
ulkus. Pada stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan
pengelupasan. Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh
darah jaringan circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea.
Muncul juga kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat
iritis yang disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera
okuli anterior melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan
hipopion. Ulserasi mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang
ditunjukkan pada ulkus superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam
dan dapat menyebabkan pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan
perforasi. Bila agen infeksius sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun
maka dapat penetrasi ke tempat yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif.

Gambar 2.4 Stadium ulkus aktif 7

15
3. Stadium regresi.
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan
immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan
phagosit yang menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung
oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan
sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik dan epithelium mulai tumbuh
pada sekeliling ulkus.

Gambar 2.5 Stadium regresi 8

4. Stadium sikatrik.
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya
epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium,
jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada
kornea dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru.
Stroma yang menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong epithel
ke anterior. Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus
sangat superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa
ada kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan
Bowman dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut
dengan nebula. Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada
ulkus yang lebih dari 1/3 stroma kornea.

16
Gambar 2.6 Stadium sikatrik. 8
Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung kepada virulensi agen infektif, mekanisme
daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan. Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka
ulkus kornea dapat menjadi ulkus terlokalisir dan sembuh, penetrasi lebih dalam sampai
dapat terjadi perforasi, atau menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk
ulkus kornea.

a. Manifestasi Klinis9
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
i. Gejala Subjektif
1. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
2. Sekret mukopurulen
3. Merasa ada benda asing di mata
4. Pandangan kabur
5. Mata berair
6. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
7. Silau
8. Nyeri
9. Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan
lapisan epitel kornea.
ii. Gejala Objektif
1. Injeksi siliar
2. Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
3. Hipopion

Berdasarkan etiologi dan lokasinya ulkus kornea juga akan memberikan


gejala klinis yang berbeda dan khas. Berdasarkan lokasinya manifestai ulkus
kornea terbagi menjadi ulkus kornea sentral dan perifer.
17
1. Ulkus kornea sentral
a.Ulkus kornea bakterialis
- Ulkus Streptokokus: khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous).Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung.

Gambar Ulkus kornea streptokokus

- Ulkus Stafilokokus :pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih


kekuning-an disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.

Gambar Ulkus kornea Stafilokokus

- Ulkus Pseudomonas: lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea yang dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.Gambaran
berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan
berwarna kehijauan.Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam
bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak. Secara
histopatologi, khas pada ulkus ini ditemukan sel neutrofil yang dominan.

18
Gambar Ulkus kornea Pseudomonas

-Ulkus Neisseria gonorrhoeae: ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria


gonorrhoeae dan merupakan salah satu dari penyakit menular
seksual.Pada ulkus kornea terdapat sekret yang purulent dan bisa didapatkan
adanya kemosis.bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat
berarti pada struktur mata yang lebih dalam.

Gambar Ulkus kornea Neisseria gonorrhoeae

Ulkus kornea fungal


Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabuabuan yang
agak kering.Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat
penyebaran seperti bulu di bagian epitel.Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitar-nya.Pada
infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik dan dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang.

19
Gambar Ulkus kornea fungal

Ulkus kornea virus


- Ulkus kornea Herpes Zoster: biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu timbul 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.Pada
mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjung-tiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma.Lesi pada
ulkus kornea ini sering disebut dengan pseudodendrit. Namun pada lesi ini tidak
menunujukkan lesi arborisasi
- Ulkus kornea Herpes Simpleks: biasanya gejala dini dimulai dengan tanda
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan
epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit, gambaran lesi arborisasi.
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan
fluoresein.
Ulkus protozoa
Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh Acanthamoeba, saat awal
dirasakan gejala berupa rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar Ulkus kornea Acanthamoeba

20
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat
dengan limbus.

b. Ulkus mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea
berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan untuk
perforasi.Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan
sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini
berhenti jika seluuh permukaan kornea terkenai.

Gambar Ulkus kornea mooren

b. Diagnosis
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea
tergantung pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan
yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu
penegakan diagnosis adalah:
- Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang
dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan
kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali
ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa
kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.

- Pemeriksaan Oftamologi
a.Visus
21
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi
oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi
cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.
b. Slit lamp
Pada pemeriksaan slit lamp seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai
oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
- Pemeriksaan penunjang
a.Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea.
Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau
menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru
menunjukkan daerah yang intak).
- Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
- Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada
beberapa kasus.

c. Tatalakasana ulkus kornea


Tatalaksana pada ulkus kornea tergantung kepada kausa. Tatalaksana harus
diberikan sedini mungkin untuk mengelakkan terjadinya jaringan parut pada
kornea.
1. Tatalaksana medikamentosa
-Antibiotik
Terapi pada ulkus kornea harus dimulai sebelum diagnosis definitif
diperoleh untuk mengurangi bacterial load, dan meminimalkan penurunan visus.
Terapi inisial menggunakan terapi empirik, dengan menggunakan obat topikal
yang memiliki spektrum luas.Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya
atau yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata
karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi
kornea kembali.

22
Tabel Pilihan antibiotika pada ulkus kornea10

-Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
-Anti viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A,
PAA, interferon inducer.

23
- Anti acanthamoeba

Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau salep


klorheksidin glukonat 0,02%.
- Sulfas atropin sebagai salep atau larutan.
Efek kerja sulfas atropin:
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
-Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya
M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalam keadaan
istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang ada dapat terlepas dan dapat mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru.
- Analgetik
Analgetik diberikan ntuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain.
Respon terapi medikamentosa harus dipantau, yaitu secara klinis
manifestasi umum dari infeksi pada pasien harus membaik dan keluhan / gejala
harus berkurang. Ada beberapa tanda yang dapat digunakan sebagai petunjuk
bahwa terjadi kemajuan hasil pengobatan yaitu terjadi re-epitelisasi kornea dan
infiltrat berkurang,respon p.m.n pada stroma berkurang, edema kornea berkurang,
respon di bilik mata depan berkurang, dan ada kemajuan tajam penglihatan..9
2.Terapi Non-medikamentosa
-Flap Konjungtiva11
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan
sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah
mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi
tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk
penyakit permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan
kornea yang terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan mekanik

24
untuk penyembuhan kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis,
memberikan pasokan nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya.
Indikasi yang paling umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam
pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi
sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah
ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus, atau ulserasi
metaherpetik berikut HSK kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan
kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama kornea tidak
terlalu menipis.
-Keratoplasti12
Keratoplasti merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti diantaranya adalah dengan pengobatan tidak
sembuh,terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan, dan kedalaman
ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.
Ada dua jenis keratoplasti yaitu keratoplasti penetrans dan keratoplasti
lamelar.Keratoplasti penetrans berarti penggantian kornea seutuhnya. Karena sel
endotel sangat cepat mati, mata hendaknya diambil segera setelah donor meninggal
dan segera dibekukan. Mata donor harus dimanfaatkan <48 jam. Keratoplasti
lamelar, berarti penggantian sebagian dari kornea. Untuk keratoplasti lamelar,
kornea dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama
beberapa minggu.

Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.13

25
Komplikasi
Komplikasi ulkus kornea antara lain:
1. Iridosiklitis toksik : seringkali dikaitkan dengan ulkus kornea
yang purulen karena terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.
2. Glaukoma sekunder : timbul karena adanya blok dari eksudat
yang fibrinous pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).
3. Descemetocele : Beberapa ulkus disebabkan oleh agen virulen
yang menembus kornea dengan cepat menuju membran descemet, yang
dapat menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat tekanan
intraokuler, maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan yang
disebut dengan descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang
mengancam dan sering kali menimbulkan nyeri hebat.
4. Perforasi ulkus kornea : tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin
atau spasme otot orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam
menjadi perforasi yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri
berkurang dan pasien merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang
keluar dari mata.
Sekuel dari perforasi ulkus kornea, termasuk:
- Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.
- Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul
karena adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba.
- Anterior capsular katarak: terbentuk saat terjadi kontak antara
lensa dan ulkus pada saat perforasi pada area pupillary.
- Fistula kornea : terbentuk saat perforasi pada area pupillary
tidak diikuti oleh iris dan dibatasi oleh epithelium yang membuat jalan
secara cepat. Terjadinya kebocoran aqueous secara terus menerus
melalui fistula ini.
- Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang
berkembang karena penyebaran infeksi secara intraokular.
Perdarahan intraokuler dalam bentuk perdarahan vitreus atau perdarahanchoroid yang
muncul pada beberapa pasien karena terjadinya penurunan tekanan bola mata secara
mendadak.

26
Plan
Diagnosa
Diagnosa Masuk :
Ulkus Kornea OS ec susp. Jamur + Corpus Alineum OS
Diagnosa Pulang :
Ulkus Kornea OS

Anjuran pemeriksaan

1. Pewarnaan Gram dan pewarnaan Giemsa


2. Pemeriksaan dengan larutan KOH
3. Kultur

Terapi
Ekstirpasi corpus alineum
IVFD RL + 1 ampul ketorolac 20 tpm
Inj ceftriaxone 1 x 2 gram
Levocin ed 6 x 1 gtt
Tropin ed 6 x1 gtt
Natacen ed 6 x 1 gtt
Ketokonazol 2 x 1

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

27

Anda mungkin juga menyukai