Anda di halaman 1dari 9

Clinical Sains Session (CSS)

Ulkus Aftosa

Oleh:
Muhamad Febry 1110311021
Diana Ardila 1210313077

Preseptor:
dr. Novialdi, Sp. THT-KL (K)

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL
PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul Ulkus Aftosa ini bisa kami selesaikan
dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
Ulkus Aftosa, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
bagian Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok RSUP Dr. M.Djamil Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Novialdi, Sp. THT-KL (K) sebagai
preseptor dan dokter-dokter residen THT yang telah bersedia meluangkan waktunya dan
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan kepada kami. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan sesama dokter muda dan semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini.
Dengan demikian, kami berharap semoga referat ini bisa menambah, wawasan,
pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Ulkus Aftosa.

Padang, Desember 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau ulkus aftosa, merupakan keadaan terjadinya

peradangan mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi kambuh berulang dan masa

bebas ulkus selama beberapa hari hingga minggu. SAR merupakan suatu kondisi yang sangat

umum dengan prevalensi sebesar 25% dari populasi dunia, dan prevalensi pada kelompok

anak-anak sebesar 5-10%, dan di Amerika didapatkan sebanyak 4 %. Pada pasien dengan

ulkus aftosa sebanyak 80 % terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Etiologi SAR hingga saat

ini masih tidak diketahui dengan pasti1. Terdapat beberapa faktor yang dikatakan berperan

dalam pemunculan SAR, yaitu adanya factor trauma, genetik, defisiensi hematinik,

hipersensitivitas terhadap makanan, infeksi bakteri dan virus, perubahan hormonal, stress

psikologik.1,2

Pada umumnya pasien SAR tidak memerlukan terapi karena sifat penyakitnya yang

ringan. Kita perlu mengidentifikasi dan mengkoreksi faktor-faktor predisposisi. Beberapa

orang melakukan perawatan dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menggunakan pasta

gigi tanpa sodium lauryl sulfate yang bersifat iritatif, mencegah trauma lokal serta terapi

paliatif untuk mengatasi rasa sakit. Terapi SAR memiliki tujuan menghilangkan rasa sakit

sehingga memungkinkan asupan makanan yang adekuat, mengurangi infeksi sekunder,

memicu penyembuhan ulkus sehingga mengurangi durasi dan mencegah rekurensi.3

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), ulkus aftosa merupakan

standar kompetensi dengan level kemampuan 4, dimana lulusan dokter mampu membuat

diagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit secara mandiri dan tuntas. Oleh

karena itu, penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.
1.2 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman Stomatitis aftosa

rekuren (SAR)

1.3 Batasan Masalah

Referat ini akan membahas teoritis mulai dari definisi sampai pada penatalaksanaan

dari Stomatitis aftosa rekuren (SAR)

1.4 Metode Penulisan

Metode dalam penulisan referat ini adalah berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literature dan makalah ilmiah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rongga Mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral

(dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut,

trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva. Tulang

mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut. Rongga

mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras,

palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari

rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada

bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih

berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi)

dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior

dari pipi berakhir pada bagian bibir. 4

Gambar 2.1 Anatomi Rongga Mulut


2.2 Definisi

Ulkus aftosa atau Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah lesi yang sering

terjadi pada mukosa mulut, terjadi secara berulang, multipel, berukuran kecil atau

ulkus yang lebih besar, dan memiliki dasar kuning serta terdapat halo eritematos

disekeliling ulkus, biasanya pertama kali timbul pada saat anak-anak atau remaja.1

2.3 Epidemiologi

Angka kejadian ulkus aftosa dari seluruh populasi dunia sekitar 25% dan 5-

10% sering terjadi pada anak-anak. Kekambuhan terajadinya ulkus aftosa rata-rata

tiap tiga bulan terjadi sebanyak 50% dari total kasus. Ulkus aftosa lebih sering terjadi

pada wanita. Sekitar 1% anak pada negara berkembang mengalami ulkus aftosa dan

mulai terjadi sebelum usia 5 tahun dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Ulkus aftosa lebih sering terjadi pada anak-anak dengan status ekonomi tinggi

dibanding anak-anak dengan status ekonomi rendah.1

2.3 Etiopatogenesis

Etiologi utama terjadinya ulkus aftosa masih belum diketahui dengan pasti,

namun terdapat banyak faktor penyebab munculnya ulkus aftosa, antara lain :1,2

Perubahan Hormon

Pasien perempuan dengan RAS, onsetnya berhubungan dengan terjadinya

siklus menstruasi, kehamilan, dan dimenorea. RAS sering dilaporkan terjadi selama

kehamilan, ini dipengaruhi karena hormone sex steroid.

Trauma

Pasien dengan RAS, timbulnya ulkus aftosa diawali dengan terjadinya trauma,

biasanya dikarenakan trauma saat menggosok gigi, injeksi local pada daerah mulut,

atau pada saat pengobatan gigi.


Pengobatan

Terdapat juga hubungan antara penggunaan obat-obatan dengan terjadinya

RAS seperti Sodium hypochlorite, piroxicam, penobarbital, Penindion, Niflumic acid,

nicorandil, captopril. Penggunaan obat seperti NSAID seperti pro-propionic acid,

phenilacetic acid, dan diclofenac, dapat menstimulus pembentukan ulkus pada mulit

yang mirip dengan RAS.

Makanan

Beberapa makanan seperti coklat. Kopi, kacang, sereal, almond, strawberi,

keju, dan tomat, dapat menimbulkan terjadinta RAS pada pasien. Besu dkk,

melaporkan terdapat hubungan yang erat antara peningkatan kadar serum anti IgA

protein susu sapi, Antibodi IgG dan IgE pada ulkus aftosa berulang.

Status Nutrisi

Pada pasien anemia (Fe, serum ferritin) dapat meningkatkan kejadian RAS

dua kali lipat dibandingkan normal, dan meningkat sampai 20% pada pasien RAS

dengan status gizi kurang. Nolan dkk, menemukan pasien dengan RAS didapatkan

sebanyak 28,2% dengan defisiensi vitamin B1, B2, dan B6. Sehingga pada pasien ini

bermanfaat diberikan terapi pengganti vitamin.

Stress

Gallo dkk, melaporkan bahwa pasien dengan stress psikologis lebih tinggi

timbulnya RAS dibandingkan dengan pasien control. Pada penelitian sekala besar

didapatkan bahwa status stress psikologis pada pasien berperan penting dalam

timbulnya gejala SAR.

Rokok
Perokok merupakan salah satu faktor untuk terjadinya kanker mulut, lesi pada

mukosa mulut, dan penyakit pada periodontal. Inseiden terjadinya RAS ditemukan

lebih rendah pada perokok dibandingkan dengan tidak merokok dan berdasarkan

observasi klinis kejadian RAS meningkat pada perokok yang sudah berhenti. Pasien

yang berhenti merokok sering mengeluhkan terjadinya RAS, ini dikarenakan rokok

dapat meningkatkan keratinisasi dari mukosa mulut, sehingga mukosa mulut kurang

rentan untuk terjadinya ulkus. Hitt dkk, menjelaskan telah terjadi proses apoptosis

yang komlpeks, dimulai saat beberapa minggu setelah seseorang berhenti merokok,

sehingga mudah timbul terjadinya RAS.

Penyakit sistemik tertentu

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan ulkus aftosa.

Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan ulkus aftosa

harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan

evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan

keberadaan ulkus di rongga mulut adalah penyakit Behcets, penyakit disfungsi

neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.


1. Tarakji B, Giath G, Sadeq A.A.M. et.al. Guideline for the Diagnosis and Treatment of
Recurrent Aphthous Stomatitis for Dental Practitioners. Journal of International Oral
Health. 7(5):74-80. 2015
2. Crispian S, Meir G, Francina L.N. The Diagnosis and Management of recurrent
aphthous stomatitis. American Dental Associaton. JADA, vol.134. February. 2003
3. Wulandari E.A.T, Titiek S. Tata laksana sar minor untuk mengurangi rekurensi dan
keparahan (laporan kasus). Indonesian Journal of Dentistry; 15 (2): 147-154. 2008.
4. Tortora G.J, Bryan D. Principles of Anatomy and Physiology. 13th edition. 2012

Anda mungkin juga menyukai