Ulkus Aftosa
Oleh:
Muhamad Febry 1110311021
Diana Ardila 1210313077
Preseptor:
dr. Novialdi, Sp. THT-KL (K)
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul Ulkus Aftosa ini bisa kami selesaikan
dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
Ulkus Aftosa, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
bagian Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok RSUP Dr. M.Djamil Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Novialdi, Sp. THT-KL (K) sebagai
preseptor dan dokter-dokter residen THT yang telah bersedia meluangkan waktunya dan
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan kepada kami. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan sesama dokter muda dan semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini.
Dengan demikian, kami berharap semoga referat ini bisa menambah, wawasan,
pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Ulkus Aftosa.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau ulkus aftosa, merupakan keadaan terjadinya
peradangan mukosa rongga mulut dengan karakteristik ulserasi kambuh berulang dan masa
bebas ulkus selama beberapa hari hingga minggu. SAR merupakan suatu kondisi yang sangat
umum dengan prevalensi sebesar 25% dari populasi dunia, dan prevalensi pada kelompok
anak-anak sebesar 5-10%, dan di Amerika didapatkan sebanyak 4 %. Pada pasien dengan
ulkus aftosa sebanyak 80 % terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Etiologi SAR hingga saat
ini masih tidak diketahui dengan pasti1. Terdapat beberapa faktor yang dikatakan berperan
dalam pemunculan SAR, yaitu adanya factor trauma, genetik, defisiensi hematinik,
hipersensitivitas terhadap makanan, infeksi bakteri dan virus, perubahan hormonal, stress
psikologik.1,2
Pada umumnya pasien SAR tidak memerlukan terapi karena sifat penyakitnya yang
orang melakukan perawatan dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menggunakan pasta
gigi tanpa sodium lauryl sulfate yang bersifat iritatif, mencegah trauma lokal serta terapi
paliatif untuk mengatasi rasa sakit. Terapi SAR memiliki tujuan menghilangkan rasa sakit
standar kompetensi dengan level kemampuan 4, dimana lulusan dokter mampu membuat
diagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit secara mandiri dan tuntas. Oleh
karena itu, penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.
1.2 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman Stomatitis aftosa
rekuren (SAR)
Referat ini akan membahas teoritis mulai dari definisi sampai pada penatalaksanaan
Metode dalam penulisan referat ini adalah berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk
TINJAUAN PUSTAKA
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral
(dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut,
trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, alveolar ridge, dan gingiva. Tulang
mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut. Rongga
mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras,
palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari
rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih
berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi)
dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior
Ulkus aftosa atau Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah lesi yang sering
terjadi pada mukosa mulut, terjadi secara berulang, multipel, berukuran kecil atau
ulkus yang lebih besar, dan memiliki dasar kuning serta terdapat halo eritematos
disekeliling ulkus, biasanya pertama kali timbul pada saat anak-anak atau remaja.1
2.3 Epidemiologi
Angka kejadian ulkus aftosa dari seluruh populasi dunia sekitar 25% dan 5-
10% sering terjadi pada anak-anak. Kekambuhan terajadinya ulkus aftosa rata-rata
tiap tiga bulan terjadi sebanyak 50% dari total kasus. Ulkus aftosa lebih sering terjadi
pada wanita. Sekitar 1% anak pada negara berkembang mengalami ulkus aftosa dan
mulai terjadi sebelum usia 5 tahun dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Ulkus aftosa lebih sering terjadi pada anak-anak dengan status ekonomi tinggi
2.3 Etiopatogenesis
Etiologi utama terjadinya ulkus aftosa masih belum diketahui dengan pasti,
namun terdapat banyak faktor penyebab munculnya ulkus aftosa, antara lain :1,2
Perubahan Hormon
siklus menstruasi, kehamilan, dan dimenorea. RAS sering dilaporkan terjadi selama
Trauma
Pasien dengan RAS, timbulnya ulkus aftosa diawali dengan terjadinya trauma,
biasanya dikarenakan trauma saat menggosok gigi, injeksi local pada daerah mulut,
phenilacetic acid, dan diclofenac, dapat menstimulus pembentukan ulkus pada mulit
Makanan
keju, dan tomat, dapat menimbulkan terjadinta RAS pada pasien. Besu dkk,
melaporkan terdapat hubungan yang erat antara peningkatan kadar serum anti IgA
protein susu sapi, Antibodi IgG dan IgE pada ulkus aftosa berulang.
Status Nutrisi
Pada pasien anemia (Fe, serum ferritin) dapat meningkatkan kejadian RAS
dua kali lipat dibandingkan normal, dan meningkat sampai 20% pada pasien RAS
dengan status gizi kurang. Nolan dkk, menemukan pasien dengan RAS didapatkan
sebanyak 28,2% dengan defisiensi vitamin B1, B2, dan B6. Sehingga pada pasien ini
Stress
Gallo dkk, melaporkan bahwa pasien dengan stress psikologis lebih tinggi
timbulnya RAS dibandingkan dengan pasien control. Pada penelitian sekala besar
didapatkan bahwa status stress psikologis pada pasien berperan penting dalam
Rokok
Perokok merupakan salah satu faktor untuk terjadinya kanker mulut, lesi pada
mukosa mulut, dan penyakit pada periodontal. Inseiden terjadinya RAS ditemukan
lebih rendah pada perokok dibandingkan dengan tidak merokok dan berdasarkan
observasi klinis kejadian RAS meningkat pada perokok yang sudah berhenti. Pasien
yang berhenti merokok sering mengeluhkan terjadinya RAS, ini dikarenakan rokok
dapat meningkatkan keratinisasi dari mukosa mulut, sehingga mukosa mulut kurang
rentan untuk terjadinya ulkus. Hitt dkk, menjelaskan telah terjadi proses apoptosis
yang komlpeks, dimulai saat beberapa minggu setelah seseorang berhenti merokok,
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan ulkus aftosa.
Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan ulkus aftosa
harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan
evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan