Anda di halaman 1dari 20

Clinical Science Session

KISTA DAN ABSES BARTOLINI

Oleh:
Ryan Aditya 0910313213

Preseptor:
Dr. Firman Abdullah, Sp.OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah Clinical
Science Session (CSS) ini dengan judul Kista dan Abses Bartolini sebagai salah
satu syarat untuk dapat menyelesaikan kepaniteraan klinik di Bagian Kebidanan
dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUD Dr.
Achmad Moechtar Bukittinggi. Semoga shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari naskah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak yang membaca demi
kesempurnaan naskah ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan
seluruh pihak yang turut membantu. Semoga naskah ini dapat memberikan
sumbangan dan manfaat kepada ilmu pengetahuan, masyarakat, dan pembaca
nantinya.

Padang, Agustus 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kista barhtolini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli anatomi


Belanda pada tahun 1677 bernama Casper Bartolini. Kelenjar ini merupakan
kelenjar vestibuler terbesar menyerupai kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral)
pada laki-laki, yang letaknya tertutup dan berpasangan. Kelenjar ini berfungsi
untuk mensekresi cairan pembersih, mukus yang alkalis kedalam duktus yang
bagian dalamnyatersusun atas sel kolumner dan bagian luar tersusun atas epitel
transisional.1
Kista barhtolini adalah tersumbatnya saluran lubrikasi pada vagina atau
membesarnya muara saluran lubrikasi, yang berakibat tidak keluarnya cairan
lubrikasi yang mestinya keluar. Kista bartolini merupakan masalah yang sering
didapatkan pada wanita usia reproduksi, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20
sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini
atau abses, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Hal
ini berhubungan dengan aktifitas kelenjar bartolini yang berkurang pada masa
menopause. 2,3
Kista bartolini terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar minyak dibibir
kemaluan bagian dalam akibat adanya infeksi. Selama kista ini tidak terinfeksi
oleh virus, bakteri, jamur kista ini tidak menimbulkan masalah, pasien tidak akan
merasa sakit hanya saja akan ada rasa benjolon di labia mayoravagina(bibir bagian
luar vagina). Tapi seandainya kista ini terinfeksi maka disebutdengan abses
bartolini. Kelenjar Bartolini berkembang dari epithelium pada area posterior dari
vestibula. Kelenjar bartolini terletak bilateral pada sepertiga bawah labia minora
dan mempunyai saluran kelenjar bartolini panjangnya 2 cm- 2,5 cm dengan posisi
pada jam 4 dan jam 8, bermuara pada vestibula. Kelenjar tersebut biasanya hanya
berukuran sebesar kacang polong dan jarang melebihi ukuran 1 cm.2-5

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dari makalah ini meliputi definisi, epidemiologi, etiologi,
gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaandari kista dan abses bartolini.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini adalah dengan tinjauan pustaka yang
merujuk pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelenjar Bartolini

Glandula vestibularis mayor atau yang dikenal dengan kelenjar bartolini

merupakan salah satu organ genitalia eksterna pada wanita. Kelenjar ini berjumlah

dua buah, berbentuk bundar, dan terletak pada 1/3 posterior dari setiap labium

mayus. Muara kelenjar bartolini berada tepat diantara labium minus pudendi dan

tepi hymen pada posisi jam 4 dan jam 8. 1,2

Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Bartolini 3

Kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibule, dipersarafi oleh

nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior. Kelenjar bartolini sebagian

tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, dimana jaringan ini akan menjadi

sensitif selama rangsangan seksual dan akan mensekresi sekret mukoid yang

bertindak sebagai lubrikan. Normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada

pemeriksaan palpasi.1

2.2 Definisi Kista dan Abses Bartolini


Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang

terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Suatu abses terjadi

bila kista menjadi terinfeksi. Kista kelenjar Bartolini terbentukapabila kelenjar ini

menjadi tersumbatkarena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi

jangka panjang.Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran

kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan.

Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan

kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. 4

2.3 Epidemiologi Kista dan Abses Bartolini

Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista..

Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap

dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30

tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan

abses selama usia reproduksi.Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami abses

Bartolini. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun.

Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau

lebih muda.4

2.4 Etiologi Kisra dan Abses Bartolini

Pembesaran kista bartolini bisa terjadi akibat parut setelah infeksi

(terutama yang disebabkan oleh nisereria gonorea dan kadangkadang streptokok

dan stafilokok) atau trauma yang kemudian menyebabkan sumbatan pada saluran

ekskresi kelenjar Bartolini.Obstruksi distal saluran bartolini bisa mengakibatkan

retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista.
Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini

tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar.2

Infeksi pada abses bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri,

termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti

Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran

pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari

satu jenis organism. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme

aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling

umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.

Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai

bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal

adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. 2,5

Tabel 2.1 Bakteri Penyebab Kista dan Abses Bartolini.5

2.5 Patofisiologi Kista dan Abses Bartolini

Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartolini dapat menyebabkan

retensi dari sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan

kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam

kelenjar. Kelenjar BartholiIn sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista
atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartolini seringkali

dibedakan secara klinis.6

Kista Bartolini terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga

menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini

biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma.

Kista bartolini dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan

kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia.

Abses Bartolini merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista

yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartolini umumnya mengeluhkan nyeri

vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar

Bartolini disebakan oleh polymicrobial.2,5,6

Peradangan pada kista yang terbentuk akibat sumbatan duktus sekretorius

dan kelenjar Bartolini dapat juga terjadi secara kronis dan berlangsung hingga

bertahun-tahun. Untuk jenis ini, biasanya diameter indurasi kista, tidak mencapai

ukuran yang besar sehingga penderita juga tidak menyadari adanya kelainan

ini.Bila pembesaran kelenjar Bartolini terjadi pada usia pascamenopause,

sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara saksama terkait dengan risiko tinggi

terhadap keganasan.2

2.6 Manifestasi Klinis Kista dan Abses Bartolini

Jika kista kelenjarBartolini masih kecil dan belum terjadi inflamasi,

penyakit ini bisa menjadi asimptomatik. Kista biasanya nampak sebagai massa

yang menonjol secara medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya

berakhir di dalam vestibula. Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses

pada kelenjar. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti
berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri

pada vulva.

Kista duktus Bartolini dan abses glandular harus dibedakan dari massa

vulva lainnya. Karena kelenjar Bartolini biasanya mengecil saat menopause,

pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk

kemungkinan terjadinya keganasan , khususnya jika massa irregular, nodular dan

indurasi persisten.

Kista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang

dirasakan sebagai benda padat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika

kista bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umumnya asimtomatik. Tetapi bila

berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau

duduk. Tanda kista Bartolini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak

nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada

daerah vulva.

Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia.

Penyakit ini cukup sering rekurens. Bartolinitis sering kali timbul pada gonorrea,

akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain, misalnya treptokokus. Pada

Bartolinitis akuta kelenjar membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah

sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau

jika duktusnya tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang

kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses,

keadaan bisa di atasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah harus dikeluarkan

dengan sayatan.
Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut:

Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.


Dispareunia
Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge

( sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)4

Gambar 2.2 Kista Bartolini

Gambar 2.3 Abses Kelenjar Bartolini 3

2.7 Diagnosa
2.7.1 Anamnesa

Pada anamnesa abses kelenjar bartolini biasanya ditemukan gejala klinis,

berupa :

- Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral.


- Dispareunia
- Nyeri pada waktu berjalan dan duduk
- Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge

( sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)5


2.7.2 Pemeriksaan fisik4,6,7

Pemeriksaan fisik yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap abses

Bartolini sebagai berikut:

Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah sekitar yang

eritema dan edema.


Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses.
Demam, meskipun tidak khas pada pasien sehat, dapat terjadi
Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang purulen

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes laboratorium darah tidak

diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Pemeriksaan

gram dankultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan

pengobatan yang tepat bagi abses Bartolini.5

2.8 Diagnosa Banding


Tabel 2.2 Diagnosis banding kistik dan lesi padat vulva

Lesion Location Characteristics


Cystic lesions
Bartolini's duct Vestibule Usually unilateral; asymptomatic if
cyst remains small
Epidermal Labia majora Benign, mobile, nontender; caused by
inclusion cyst (usually) trauma or obstruction of pilosebaceous
ducts
Mucous cyst of Labia minora, Soft, less than 2 cm in diameter,
the vestibule vestibule, smooth surface, superficial location;
periclitoral area solitary or multiple; usually
asymptomatic
Hidradenoma Between labia Benign, slow-growing, small nodule (2
papilliferum majora and labia mm to 3 cm); arises from apocrine
minora sweat glands
Cyst of the canal Labia majora, Soft, compressible; peritoneum
of Nuck mons pubis entrapped within round ligament; may
mimic inguinal hernia
Skene's duct cyst Adjacent to Benign, asymptomatic; if large, may
urethral meatus in cause urethral obstruction and urinary
vestibule retention
Solid lesions
Fibroma Labia majora, Firm, asymptomatic; may develop
perineal body, pedicle; may undergo myxomatous
introitus degeneration; potential for malignancy
Lipoma Labia majora, Benign, slow-growing; sessile or
clitoris pedunculated

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Tindakan Operatif

Beberapa prosedur yang dapat digunakan:7,8,9

1. Insisi dan Drainase

Insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan

serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur iniharus

diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.Ada studi

yang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.9

2. Word Catheter

Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan

sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada

ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartolinii.

Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French
Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4

mL larutan saline.9

Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau

abses dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untuk membuat

insisi sepanjang 5mm pada permukaan kista atau abses.Penting untuk menjepit

dinding kista sebelum dilakukan insisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan

dapat terjadi insisi pada tempat yang salah.Insisi harus dibuat dalam

introitusexternal hingga ke cincin hymenal pada area sekitar orifice dari

duktus.Apabila insisi dibuat terlalu besar, Word catheter dapat lepas.5,7,9

Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon

dikembangkan dengan 2 ml hingga3 ml larutan saline. Balon yang mengembang

ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas

dari kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina.Agar terjadi epitelisasi pada

daerah bekaspembedahan, Word catheter dibiarkan di tempat selama empat

sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi mungkin terjadi lebih

cepat,sekitar tiga sampai empat minggu.Jika Kista Bartolini atau abses terlalu

dalam, pemasangan Wordcatheter tidak praktis, dan pilihan lain harus

dipertimbangkan.6
Gambar 2.5 Word Catheter

3. Marsupialisasi6,7,9

Alternatif pengobatan selain penempatan Wordcatheter adalah

marsupialisasi dari kista Bartolini . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika

terdapat tanda- tanda abses akut.

Gambar 2.6. Marsupialisasi Kista Bartolini (kiri)

Suatu insisi vertikal disebut pada bagian tengah kista, lalu pisahkan

mukosa sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi dan ditempelkan pada tepi mukosa

vestibular dengan jahitan interrupted. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan

pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu

dibuat insisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar
dari hymenal ring.Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada

besarnya kista.

Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi

dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista

ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan

jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18. Kekambuhan kista

Bartolini setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

Cara:

Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.

Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai

diantara jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar

dengan dasar selaput himen.

Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4

sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi

dengan cairan salin.

Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika

memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan),

dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan

dalam waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan

muara saluran kelenjar bartolini sesungguhnya.

4. Eksisi (Bartoliniectomy)9,10

Eksisi dari kelenjar Bartolini dapat dipertimbangkan pada pasien yang

tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak
ada infeksi aktif. Eksisi kista bartolini karena memiliki risiko perdarahan, maka

sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum.

Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit

berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung

medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati

hati saat melakukan insisikulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur

vaskuler terbesar yang memberi suplai pada kista terletak pada

bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian

bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan

secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat

dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular

bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.

Gambar 2.7 Diseksi Kista

Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama

dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan

diligasi dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-0.


Gambar 2.8 Ligasi Pembuluh Darah

Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,

pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz

bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan kebersihan

luka.

2.9.2 Pengobatan Medikamentosa10,11

Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular

seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia.

Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase.

Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan abses bartolini:

Infeksi Neisseria gonorrhoe:

Ciprofloxacin 500 mg single dose

Ofloxacin 400 mg single dose

Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil)

Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)

Infeksi Chlamidia trachomatis:

Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po

Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po

Infeksi Escherichia coli:


Ciprofoxacin 500 mg oral single dose

Ofloxacin 400 mg oral single dose

Cefixime 400 mg single dose

Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :

Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari

Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.

Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

2.9.3 Komplikasi11

Komplikasi yang paling umum dari abses bartolini adalah kekambuhan.

Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase

abses.
Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati.
Timbul jaringan parut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kista Bartolini merupakan tumor kistik jinak dan ditimbulkan akibat


saluran Bartolini yang mengalami sumbatan. Sumbatan biasanya disebabkan oleh
infeksi. Kuman yang sering menginfeksi kelenjar Bartolini adalah Neisseria
gonorrhoeae. Kista kelenjar bartolini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat.
Kelenjar bartolini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,
peradangan atau iritasi jangka panjang. Selain itu dapat disebabkan kuman
Streptococcus dan Escherichia coli.Kista Bartolini seringkali bersifat
asimptomatis, tidak ada tanda-tanda infeksi, sehingga pemberian antibiotik tidak
diperlukan. Jika terdapat infeksi sekunder, maka dapat diberikan antibiotik
spektrum luas. Diberikan antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap Klamidia,
Gonokokus, Bakteroides, dan Escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika
sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan menggunakan kateter Word,
teknik marsupialisasi, maupun eksisi.
Metode penanganan kista bartolini yaitu insersi word catheter untuk kista
dan abses kelenjar bartolini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartolini.
Insisidan drainase adalah prosedur yang paling mudah dan relatif cepat dalam
kesembuhan pasien,namun prosedur ini mempunyai kecenderungan kista berulang
kembali. Marsupialisasi lebihefektif dibandingkan dengan terapi pembedahan
kista Bartolini lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. 2014. Obstetri Williams. Ed 24 Jakarta:


EGC.
2. Prawirohardjo S. 2011. Ilmu Kandungan. Ed 3. Jakarta: Bina Pustaka Sar.
3. Omole, F., Simmons BJ., Hacker Y. 2003. Management of Bartolinis Duct
Cyst and Gland Abscess. Morehouse School of Medicine: Georgia
4. Blumstein, A Howard. 2005. Bartolini Gland Diseases.
http://www.emedicine.com/emerg/topic54.
5. Lee Min Y., Dalpiaz A., Schwamb R., Miao Y., Waltzer W., Ali Khan. Clinical
Pathology of Bartolinis Glands: A Review of the Literature
6. Hill Ashley, M.D. 2002. Office Management of Bartolini Gland Cyst and
Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm
7. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartolini's Duct Cyst and Gland
Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.
8. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
9. Bunker CB, Neill SM. The Genital, Perianal and Umbilical Regions in : Burn
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology.
Massachusetts:Blackwell Science; 2004. p.68.67
10. S Parvathi, et all. Bartolinitis caused by Streptococcus pneumoniae : Case
report and review of literature. Indian journal of pathology and microbiology.
2009. 52(2): 265-266
11. Tanaka, et all. Microbiology of Bartolinis Gland Abscess in Japan. Journal of
Clinical Microbiology. 2005 August 43(8): 4258-4261
12. Amiruddin DM, Anggreni D, Madjid A, Bartolinitis dan Kista Bartolini in:
Amiruddin DM, ed. Penyakit Menular Seksual. Makassar: Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;
2004. P.163-175.

Anda mungkin juga menyukai