Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan


herediter, dengan tanda–tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan
protein.1
Pada penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan
semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata,
glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh
darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh
darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer
(tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap
infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru
dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren
diabetes. Diabetes mellitus adalah sebagai penyebab utama amputasi ekstremitas
bawah non traumatik di Amerika Serikat. Amputasi kaki karena diabetes
merupakan 50 % total amputasi di Amerika Serikat.
Pada laporan kasus ini akan membahas tentang kaki diabetes yang
merupakan salah satu jenis komplikasi DM yang dicetuskan oleh keadaan
hiperglikemi. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan
akibatnya terhadap saraf, vaskuler, imunologis,  protein jaringan, trauma serta
mikroorganisma saling berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi
Nama : Ny.B
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 65 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak ada
Alamat : jl.Nelayan
Tanggal masuk : 04 maret 2022

2.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Terdapat Luka yang tidak sembuh-sembuh di kaki sebelah kiri

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Kisaran lebih 2 bulan yang lalu penderita mengalami luka pada kaki
sebelah kiri karena terpeleset. Luka tersebut tidak sembuh-sembuh. Sehari
setelah itu pendertia mengalami bengkak pada daerah yang luka kemudian
penderita merendam kakinya dengan menggunakan air hangat yang
dicampur garam, namun bengkak tersebut tidak berkurang. Penderita sering
terbangun untuk kencing pada malam hari, mudah haus dan badan terasa
lemas. Penderita berobat ke dokter praktek umum, kemudian diperiksa gula
darahnya, penderita dinaytakan mengalami kencing manis lalu diberikan
tiga jenis obat makan yang penderita lupa nama obatnya namun penderita
tidak meminum obatnya, juga obat merah dan perban untuk lukanya,
penderita dirujuk ke RSUD Pratomo namun penderita tidak mau.
Kisaran 1 bulan yang lalu penderita merasakan luka tersebut tidak
kunjung sembuh, luka mulai menghitam dan mengeluarkan bau busuk,
semakin lama luka tersebut semakin meluas ke seluruh jari kaki kiri
penderita. Penderita juga merasakan nyeri yang terus menerus.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal oleh
penderita.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:


Dari keluarga tidak ada yang menderita Diabetes melitus (-),
Hipertensi (-), Jantung (-).

Riwayat Kebiasaan :

Merokok (-). Minum alkohol (-). Olahraga (-).

2.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan darah : 160/100 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,3 0C

- Kepala :
Normocephali, rambut hitam dan tidak mudah rontok, sudut nasolabialis
simetris.
a. Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
b. Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
c. Mulut dan Tenggorokkan : mukosa bibir anemis (-), sianosis (-), lidah
kotor (-), tonsil T1/T1, faring hipermis (-)
d. Telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
- Leher :
Inspeksi : simetris, massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
JVP : 5-2 cmH2O

- Thorax :
Simetris, gerak napas tertinggal (-/-)
Pulmo :
a. Inspeksi : sela iga melebar (-/-), otot bantuan napas (-/-)
b. Palpasi : vokal fremitus hemitoraks dextra = sinistra
c. Perkusi : sonor, batas paru-hepar ICS VI
d. Auskutasi : vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
a. Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : iktus kordis teraba di ICS VI linea mid clavicula sinistra
c. Perkusi : batas atas : ICS II
batas kanan : linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS VI linea mid aksilaris anterior sinistra
d. Auskultasi : S1/S2 (+) reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba massa (-), hepar-lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

- Ekstremitas
a. Superior : akral hangat, edema (-/-) sianosis (-/-), CRT < 2 detik
b. Inferior : akral hangat, edema (-/-), pitting edema (-/-), sianosis (-/-),
CRT < 2 detik, sinistra: terdapat gangrene di daerah pedis

- Genitalia
Tidak diperiksa
- Status Lokalis
Region pedis sinistra
I : Warna kulit kehitaman pada seluruh jari kaki dan ½ distal pedis,
terdapat pus
P: Konsistensi lembut

2.4. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi tanggal 5 april 2022
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 8,0 g/dl 12 – 14 g/dl
Leukosit 15.700 /µL 500 – 10000 /µL
Trombosit 502.000/µL 150.000 – 400.000 /µL
Hematokrit 25% 37 – 43%
Glukosa puasa 158 70-110 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 178 <140 mg/dl
Protein total 5,2 6,7-8,7 g/dl
albumin 2,2 3,8-5,1 g/dl
Globulin 3,0 1,5-3,0 g/dl
Ureum 16 20-40 mg/dl
Creatinin 0,62 0,6-1,1 mg/dl

2.5 Diagnosis Banding


- Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans)

2.6 Diagnosis Kerja


Gangrene pedis sinistra+hipertensi grade II+ Anemia

2.7 Penatalaksanaan
a. Operasi : Amputasi
b. Instruksi Post Operasi
1. Pengobatan umum
- Bed rest total
- IVFD RL gtt xx x/menit
- Transfuse PRC 1 kolf
2. Medikamentosa
- Inj Ketorolac 1 amp
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

FOLLOF UP POST OP H+1


Subjektif :
Nyeri di daerah bekas operasi
Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36,3 C
Nadi : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
Asessment
Gangrene pedis sinistra Post Op Amputasi hari pertama
Pengobatan
- Bed rest total
- IUFD RL gtt xx x/menit
- Transfuse PRC 1 kolf

FOLLOF UP POST OP H+2


Subjektif :
Tidak ada
Objektif
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,7 C
Nadi : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob. 1,2
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

3.2 Patogenesis
Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering
setelah arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah
tungkai bawah. Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular
Disease). Ada 3 faktor yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan
pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi
sebagai faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan komplikasi iskemia maupun
neuropati. Dari segi praktis maka kaki diabetic dapat dipandang sebagai kaki
iskemia ataupun kaki neuropatik.3
Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih
intak sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap
rabaan berkurang, dan kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam :
ulkus neuropatik, sendi neuropatik (sendi Charcot) dan edema neuropatik.
3.2.1 Patogenesis Neuropati
Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara
patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat
dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes
mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan (misalnya alkohol) akan lewat
ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik : kenaikan poliol,
sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak tertimbun
pada sel tubuh penderita DM), fruktosa, kurangnya kontrol gula darah, dan
penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP menyebabkan demielinasi artrofi akson;
otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan
vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial
yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain
seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah dan
hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum di sirkulasi
berpengaruh terhadap neuropati ini. 4,6

Gambar 3.1. Perubahan yang terjadi pada kaki DM

3.2.2 Patogenesis Angiopati


Penderita DM akan mengalami perubahan vaskuler berupa arteriosklerosis.
Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme karbohidrat
dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut
akan diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol.
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah
kapiler yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan
kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis
dan poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan
jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi
iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio intermitten dan
yang paling berat dapat mengakibatkan gangren.
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler,
menyebabkan ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau
sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi,
infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang
mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan
akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen arteri akan
menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau
besar. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat
tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat
makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat
mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki dan sebagainya) merupakan
faktor yang memulai terjadinya ulkus.6,7

3.2.3 Patogenesis Infeksi


Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi
daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi
serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:
a. faktor imunologi
-produksi antibodi menurun
-peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
-daya fagositosis granulosit menurun
b. faktor metabolik
- hiperglikemia
-benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
-glikogen hepar dan kulit menurun
c. faktor angiopati diabetika
d. faktor neuropati
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak
kaki, selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga
telapak kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa
ditemukan infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob.
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

Gambar 3.2. Mekanisme terjadinya ulkus kaki diabetik

3.3 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus
menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :6,7
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat

Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan


sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita
ulkus diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun. Penelitian
kasus kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus
diabetika pada usia tua ≥ 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia
tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan
sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di Amerika
Serikat dikutip oleh Rochmah W menunjukkan bahwa dari tahun 1996-1997 pada
lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua dengan DM
yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol normal, hipertensi 40%,
dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis, makroangiopati, yang faktor -
faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya
pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus
diabetika.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan
hasil bahwa lama menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya
ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI : 1,2 – 6,9).
Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali,
karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga
mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan
neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya
robekan/luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.

3.4. Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama.  Gejala-
gejala neuropati diabetik yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di
telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga
mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah
berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang
(klaudikasio intermiten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri
kaki di waktu malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan..
Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga
menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Ketika melakukan skrining untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko
kaki diabetes, ada tiga pertanyaan yang dapat membantu mengidentifikasi resiko
terjadinya ulkus.2
1. Apakah pasien mempunyai riwayat amputasi kaki, ulkus, atau artropati
Charcot?
2. Apakah terjadi hilangnya sensasi perlindungan?
3. Apakah ada deformitas atau mobilitas sendi yang terbatas?
Seorang klinisi harus menanyakan faktor-faktor yang diketahui
berhubungan dengan ulkus kaki seperti riwayat terjadinya ulkus kaki sebelumnya,
2
riwayat amputasi ekstremitas bawah, atau adanya fraktur neuropatik. Segmen
populasi ini telah menunjukkan bahwa mereka mempunyai resiko tertinggi
mengalami ulkus kaki berikutnya. Mereka adalah kelompok resiko yang paling
mudah untuk diidentifikasi, dan kelompok yang paling membutuhkan penilaian
kaki yang rutin, edukasi yang intensif, sepatu terapeutik, bantalan stocking, dan
kontrol glukosa darah yang tepat. Ulkus yang baru saja didapat, riwayat memiliki
ulkus, atau amputasi meningkatkan resiko terjadinya ulkus yang lebih lanjut,
infeksi, dan amputasi.3,4
Secara umum, hal ini bisa menjadi tambahan bagi tiga faktor kunci.
Pertama, ulkus yang terjadi berikutnya, kulit plantar pada daerah tersebut bisa jadi
kurang kenyal dan kuat untuk menerima tekanan yang berulang dan selanjutnya
lebih cenderung untuk mengalami kerusakan berikutnya. Yang kedua, orang-
orang dengan amputasi kaki parsial sering berkembang menjadi deformitas
sekunder lokal pada kaki sampai ketidakseimbangan biomekanikal yang dapat
mengembangkan pusat tekanan lebih lanjut. Tentu saja orang-orang dengan
amputasi tingkat tinggi seperti di bawah atau atas lutut cenderung untuk lebih
bergantung pada tungkai yang tersisa untuk bergerak atau berjalan dan kemudian
meningkatkan resiko kerusakan jaringan. Yang terakhir, dan mungkin yang paling
penting, orang-orang dengan riwayat ulkus atau amputasi, secara umum
mempunyai semua faktor resiko untuk terjadinya ulkus berulang. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya fakta bahwa 6-10 orang dengan riwayat ulkus akan
membentuk ulkus yang lain dalam kurun waktu 1 tahun pada saat penyembuhan
luka.5,6
Neuropati adalah komponen mayor untuk hamper seluruh ulkus diabetes. 7
Tanpa kehilangan sensasi protektif, pasien tidak akan mengalami ulkus. Hal ini
dijelaskan sebagai sebuah tingkatan dimana kehilangan sensorik membiarkan
pasien untuk melukai diri mereka sendiri tanpa menyadari adanya luka.
Kerentanan terhadap trauma fisik dan termal meningkatkan resiko terjadinya
ulkus kaki tujuh kali lipat. 8 Pencegahan terhadap ulkus kaki diabetes diawali
dengan skrining terhadap hilangnya sensasi protektif dan adanya bukti-bukti yang
kuat dapat menyaring semua pasien diabetes untuk menemukan orang-orang yang
3
.
4

8
beresiko terjadinya ulkus kaki. Hilangnya sensasi protektif dapat dinilai dengan
menggunakan tuning fork, nilon 5.07/10-g Semmes–Weinstein monofilament
(SWM), Vibration Perception Threshold (VPT) meter yang telah disesuaikan, atau
dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh.9 Skrining untuk sensorik neuropati
paling baik ditentukan dengan pemeriksaan klinik dan [enggunaan beberapa alat
skrining. Instrumen seperti tuning fork, SWM, dan VPT bersifat noninvasive dan
sangat cepat digunakan. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian
SWM yaitu nilon monofilamen 10 gauge. Tes positif apabila pasien tidak mampu
merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau
monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari
sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta sensitifitas 83%.

Gambar 3.3

Neuropati dan deformitas kaki, bila digabungkan dengan tekanan yang


beulang atau konstan, dapat menyebabkan kegagalan integumen protektif dan
ulkus. Dalam sebuah studi pada pasien-pasien dengan neuropati perifer, 28%
pasien dengan tekanan plantar yang tinggi dapat berkembang menjadi ulkus kaki
dalam kurun waktu follow-up 2,5 tahun dibandingkan dengan tidak sama sekali
pada pasien dengan tekanan yang normal.10

3.5. Pemeriksaan fisik

10
Inspeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangmya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur
kulit. Tampak pula hilangnya  rambut  kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus
pada daerah daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek
kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada
daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum
karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien.
Tergantung dari derajatnya saat kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya
suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang
secara klinis tidak menunjukkan tanda–tanda infeksi. Pada derajat 3  tampak
adanya pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman
yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.11,13
Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang
sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi
pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang
tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi
prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka
penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada
tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta
jaringan bawah kulit, otot, tendon serta tulang yang terlibat.
Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa
dengan  test vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus,
ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic presure. ABI  didapat
dengan cara membagi tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.
Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi
perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri.
3.6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dibedakan :
1. Neuropathic Foot yang terdiri dari:
Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati Charcot ), Edema
neuropatik
A. Ulkus Neuropatik
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibreneuropathy yang
berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya
sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik
mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi
aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi
arteri perifer. Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari
perfusi jaringan yang memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati merusak
serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada
kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran gas.
Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan
Bacteroides sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini
digunakan alat sederhana untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential
Discriminator) pada hallux yang korelasinya dengan menggunakan filament dan
ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam menilai ulkus perlu dipastikan dalam
serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita anggap enteng, padahal lesi
ini merupakan puncak dari gunung es.
Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap
berbaring. Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada
ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample
untuk biakan bakteri.

Gambar 3.4. Ulkus Neuropati

B. Artropati Neuropatik
Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan
terjadinya atropati Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom
yang berakibat terjadi perfusi yang abnormal pada tulang-tulang kaki,
sehingga terjadi fragmentasi tulang dan kolaps arkus. Atropati Charcot atau
dengan nama lain “Rocker-bottom foot” ini rentan terhadap kerusakan
jaringan dan ulserasi. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler
(aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular
menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi
penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes
cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang
berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput
metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk
yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya fraktur
dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi diduga akibat
neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan aliran
darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita
diabetes densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga
pasien masih aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya
ada fraktur, kolaps sendi, dan deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut:
panas, merah, dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di DD
dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan infeksi dan
gangren yang dapat berakibat amputasi

Gambar 3.5. Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM neuropati

C. Edema Neuropatik
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema
(pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi
(kesampingkan dulu sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat
edema dan venous pooling yang abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada
sikap berdiri.
2. Neuro-ischemic foot
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis
yang dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan
klaudikasio intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi
dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada
sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus
neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran
eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial
metatarsal I, atau tepilateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa
pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi.

3.7. Klasifikasi ulkus diabetik


Klasifikasi ulkus diabetik berguna untuk menyamaratakan bahasa dalam
deskripsi dan kondisi ulkus, serta untuk kepentingan manajemen/ terapi. Ada
beberapa sistem klasifikasi untuk menilai gradasi lesi, salah satunya yang banyak
digunakan adalah klasifikasi ulkus DM berdasarkan University of Texas
Classification System. Sistem klasifikasi ini menilai lesi bukan hanya faktor
dalamnya lesi, tetapi juga menilai ada tidaknya faktor infeksi dan iskemia. (tabel
1).
Tabel 3.1, Klasifikasi ulkus DM berdasarkan University of Texas Classification
System
Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren ,maka dibuat
klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner.

Tabel 3.2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetic


Tingkat Karakteristik kaki
Derajat 0 Tidak ada ulserasi, tetapi beresiko tinggi walaupun tidak ada
ulserasi, untuk menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini
perlu mendapat perhatian khusus.  Pengamatan berkala, perawatan
kaki yang baik dan penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi.
Derajat I Ulkus superfisial, tanpa infeksi disebut juga ulkus neuropatik, oleh
karena itu lebih  sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak
mengalami tekanan berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan
plantar. Sering terlihat adanya kallus.
Derajat II Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau kelainan tulang
Adanya ulkus dalam, sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya
kelainan tulang.
Derajat III Ulkus dalam disertai  kelainan kulit dan abses luas yang dalam.
Derajat IV Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit Penyebab
utama adalah iskemi, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemi  yang
terbatas pada daerah tertentu.
Derajat V Gangren seluruh kaki Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar,
tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.

3.8. Diagnosis Banding


Infeksi skeletal dan jaringan lunak kaki tidak terbatas hanya disebabkan
oleh diabetes mellitus. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan beberapa kondisi
yang dapat menjadi diagnosis banding, sehubungan dengan infeksi dan struktur
yang mengenainya.
- Buerger Disease (Thromboangiitis Obliterans)
3.9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan
non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen
tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif
seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance
angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy(CTA ).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak
gambarandestruksi tulang dan osteolitik.

3.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetes dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer
sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetes
yang sudah terjadi).5,8
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulcus/gangrene diabetic
adalah :
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi
13. Debridement dan Pembalutan
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada
luka lain,yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang
tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat
terjadi. Kita mengenalnya dengan istilah preparasi bed  luka. Debridement
merupakan tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang
jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat drainase yang baik,
dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa
setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus
diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan
debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses
penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement
seperti pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan
scar dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk.
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan
nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi
dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi
yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan
dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk
mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis debridement, yaitu: 
Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical
debridement; biological debridement; surgical debridement.
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan.
Hasil eksperimen menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di
bed  luka akan mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat
merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk
melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah dengan
menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct
maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan
pencucian dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect,
prosedur ini ditujukan untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni
bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus
diperhatikan adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2
g/dl, serum albumin>3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan
kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari
jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak
jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan nekrotik.
Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal
yang sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan
mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau
sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka
luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang buruk dengan kuman
pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil
masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan
infeksi sekunder. Selainitu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka
bakar akibat penderita bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata
yang digunakan adalah air panas.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,
kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu
dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat
membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga
bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat
penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik
topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan
waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.

Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri
ditempat yang dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-
bakteri tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi baik,
memungkinkan pemberian dosis yang kecil khususnya pada infeksi
yang ringan - sedang.
3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa
biasanya penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik
yang melawan aerob gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob.
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan
difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang
berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus
bersifat broad spectrum dan diberikan secara injeksi.
Kriteria Terapi Pembedahan pada Kaki Diabetik
 Kriteria terapi konservatif
Klinis : - Pulsasi arteri tungkai dan pedis teraba
- Nutirisi kulit cukup
- Tidak ada deformitas
- Nekrosis atau jaringan infeksi dapat dikendalikan
Radiologis : tidak ada tanda-tanda osteomielitis
 Criteria amputasi lokal / trans-metatarsal
Klinis : - Gangrene pada jari kaki atau meluas hanya ke distal kaki
penderita
- Nutrisi kulit cukup
- Infeksi dapat dikendalikan
- Pulsasi arteri poplitea dapat teraba
Radiologis : ada tanda-tanda osteomielitis

 Criteria amputasi bawah lutut


Klinis : - Gangrene dan edema pada kaki, menyebar sampai ke angkle
- Infeksi tidak dapat dikendalikan
- Pulsasi poplitea tidak teraba
Radiologi : ada tanda-tanda osteomielitis

 Criteria amputasi atas lutut


Klinis : - Gangrene menyebar ke atas pergelangan kaki sampai sepertiga
tungkai
- Infeksi tidak dapat dikendalikan
- Nutrisi kulit buruk
- Pulsasi poplitea tidak teraba
Radiologi : sirkulasi buruk, ada tanda-tanda osteomielitis, perubahan
neuropati pada sendi subtalar dan midtalar.

BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan 65 tahun datang ke RSUD. Pratomo dengan keluhan


kisaran lebih 2 bulan yang lalu penderita mengalami luka pada kaki sebelah kiri
karena terpeleset. Luka tersebut tidak sembuh-sembuh. Sehari setelah itu
pendertia mengalami bengkak pada daerah yang luka kemudian penderita
merendam kakinya dengan menggunakan air hangat yang dicampur garam, namun
bengkak tersebut tidak berkurang. Penderita sering terbangun untuk kencing pada
malam hari, mudah haus dan badan terasa lemas. Penderita berobat ke dokter
praktek umum, kemudian diperiksa gula darahnya, penderita dinaytakan
mengalami kencing manis lalu diberikan tiga jenis obat makan yang penderita
lupa nama obatnya namun penderita tidak meminum obatnya, juga obat merah
dan perban untuk lukanya, penderita dirujuk ke RSUD Pratomo namun penderita
tidak mau. Kisaran 1 bulan yang lalu penderita merasakan luka tersebut tidak
kunjung sembuh, luka mulai menghitam dan mengeluarkan bau busuk, semakin
lama luka tersebut semakin meluas ke seluruh jari kaki kiri penderita. Penderita
juga merasakan nyeri yang terus menerus.
Dari keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit ini dapat dipikirkan
diagnosis untuk keluhan seperti yang dirasakan oleh pasien ini, yaitu gangrene
diabetic karena luka tersebut tidak sembuh-sembuh dan penderita juga memiliki
penyakit diabetes mellitus yang tidak diketahui sebelumnya. Diagnosis banding
berupa buerger disease, pada penyakit ini bisa terjadi pada pembuluh darah
perifer ekstremitas superior dan inferior, terasa nyeri terutama pada saat
beristirahat, berhubungan dengan kebiasaan merokok dari usia muda dan
penderita lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, pada penderita ditemukan
gejala diabetes mellitus, tidak adanya riwayat merokok dan jenis kelamin
perempuan.
Dari hasil pemeriksaan status generalis TD : 160/100 mmHg, RR: 24 x/m,
HR:80 x/m, Temp: 36,3oC. dari hasil pemeriksaaan fisik didak didapatkan
kelainan. Status lokalis Pedis sinistra terdapat warna kulit keh titaman ½ distal
pedis, terdapat pus, permukaan rata dan teraba lembut,
Dari hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi tanggal 5 april 2022 di
dapatkan Hb 8,0 gr/dL, leukosit 15.700 ul, trombosit 502.000 ul, HT 25%, dif.
Count : 0/2/3/65/21/9, BSN 158 mg/dL, BSPP 178 mg/Dl, protein total 5,2 gr/dL,
albumin 2,2 gr/dL, ureum 16 mg/dl. Dari pemeriksaan rontgen thoraks dan tarsal
sinistra tidak ada kelainan.
Berdasarkan hasil temuan baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun
hasil pemeriksaan penunjang, maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami gangrene diabetic pedis sinistra+hipertensi derajat II+Anemia.
Penderita ini dilakukan Operasi amputasi. Instruksi post operasi penderita
diberikan pengobatan umum bed rest total, IvFD RL gtt XX/menit, serta
pengobatan medikamentosa berupa, inj. Cefotaxime 1 gr dan Inj, Ketorolac 1
amp. Penderita dianjurkan untuk melindungi diri agar tidak terjadi luka, dan
penderita juga dianjurkan untuk mengontrol gula darahnya dengan diet, olahraga
dan menkonsumsi obat anti diabetic secara teratur., juga obat anti hipertensi.
Prognosis pada pasien ini untuk quo ad vitam, yaitu bonam, dan quo ad
functionam, yaitu dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S , Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati


Diabetik dalam 1 Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan
Penatalaksanaan,Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,
1997; E1-16.

2. Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes


Mellitus dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V PersatuanDiabetes
Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah PerkumpulanEndokrinologi
Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit UniversitasDiponegoro, Semarang,
2002 ; 57 – 68.

3. Preventive Foot Date at June, 2002. Available from file


//www.diabetes.org/

4. Powers A C, Diabetes Mellitus in Horrison”s Principles ofInternal


Medicine –15 th Edition [monographin CD Room] , Mc GrawHill ; 2001.

5. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of


Foot problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094.
Available at http://w w w .nice.org.uk/nice medi a/pdf/footcare_s cope.pdf

6. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2006.

7. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of


diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes
Care 2004;27(5):1047–1053.

8. Meggitt B. Surgical management of the diabetic foot. Br J Hosp Med


1976;16:227–332.

9. International working group on the diabetic foot. International Consensus


on the Diabetic Foot. International Working Group on the Diabetic Foot,
Maastricht, 1999.

10. Goldner MG. The fate of the second leg in the diabetic amputee. Diabetes
1960;9:100–103.

11. Helm PA, Walker SC, Pulliam GF. Recurrence of neuropathic ulcerations
following healing in a total contact cast. Arch Phys Med Rehabil
1991;72(12):967–970.

Anda mungkin juga menyukai