PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama : Ny.B
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 65 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak ada
Alamat : jl.Nelayan
Tanggal masuk : 04 maret 2022
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Terdapat Luka yang tidak sembuh-sembuh di kaki sebelah kiri
Riwayat Kebiasaan :
- Kepala :
Normocephali, rambut hitam dan tidak mudah rontok, sudut nasolabialis
simetris.
a. Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
b. Hidung : sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
c. Mulut dan Tenggorokkan : mukosa bibir anemis (-), sianosis (-), lidah
kotor (-), tonsil T1/T1, faring hipermis (-)
d. Telinga : nyeri tekan tragus (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
- Leher :
Inspeksi : simetris, massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
JVP : 5-2 cmH2O
- Thorax :
Simetris, gerak napas tertinggal (-/-)
Pulmo :
a. Inspeksi : sela iga melebar (-/-), otot bantuan napas (-/-)
b. Palpasi : vokal fremitus hemitoraks dextra = sinistra
c. Perkusi : sonor, batas paru-hepar ICS VI
d. Auskutasi : vesikuler (+/+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
a. Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
b. Palpasi : iktus kordis teraba di ICS VI linea mid clavicula sinistra
c. Perkusi : batas atas : ICS II
batas kanan : linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS VI linea mid aksilaris anterior sinistra
d. Auskultasi : S1/S2 (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, massa (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba massa (-), hepar-lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Ekstremitas
a. Superior : akral hangat, edema (-/-) sianosis (-/-), CRT < 2 detik
b. Inferior : akral hangat, edema (-/-), pitting edema (-/-), sianosis (-/-),
CRT < 2 detik, sinistra: terdapat gangrene di daerah pedis
- Genitalia
Tidak diperiksa
- Status Lokalis
Region pedis sinistra
I : Warna kulit kehitaman pada seluruh jari kaki dan ½ distal pedis,
terdapat pus
P: Konsistensi lembut
2.7 Penatalaksanaan
a. Operasi : Amputasi
b. Instruksi Post Operasi
1. Pengobatan umum
- Bed rest total
- IVFD RL gtt xx x/menit
- Transfuse PRC 1 kolf
2. Medikamentosa
- Inj Ketorolac 1 amp
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
3.1 Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob. 1,2
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil).
3. Nyeri saat istirahat.
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).
3.2 Patogenesis
Kaki diabetes merupakan kombinasi antara arteriosklerosis ke-2 tersering
setelah arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah
tungkai bawah. Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular
Disease). Ada 3 faktor yang dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan
pada kaki diabetes, yaitu neuropati, PVD, dan infeksi. Jarang sekali infeksi
sebagai faktor tunggal, tetapi seringkali merupakan komplikasi iskemia maupun
neuropati. Dari segi praktis maka kaki diabetic dapat dipandang sebagai kaki
iskemia ataupun kaki neuropatik.3
Pada kaki neuropatik, somatic dan otonom rusak, namun sirkulasi masih
intak sehingga nadi teraba jelas, secara klinis kaki teraba hangat, sensasi terhadap
rabaan berkurang, dan kering. Komplikasi kaki neuropatik ini ada 3 macam :
ulkus neuropatik, sendi neuropatik (sendi Charcot) dan edema neuropatik.
3.2.1 Patogenesis Neuropati
Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara
patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat
dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes
mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan (misalnya alkohol) akan lewat
ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik : kenaikan poliol,
sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak tertimbun
pada sel tubuh penderita DM), fruktosa, kurangnya kontrol gula darah, dan
penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP menyebabkan demielinasi artrofi akson;
otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan
vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial
yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain
seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etiologi sel darah merah dan
hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum di sirkulasi
berpengaruh terhadap neuropati ini. 4,6
3.4. Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-
gejala neuropati diabetik yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di
telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati
menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga
mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah
berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang
(klaudikasio intermiten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri
kaki di waktu malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan..
Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga
menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Ketika melakukan skrining untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko
kaki diabetes, ada tiga pertanyaan yang dapat membantu mengidentifikasi resiko
terjadinya ulkus.2
1. Apakah pasien mempunyai riwayat amputasi kaki, ulkus, atau artropati
Charcot?
2. Apakah terjadi hilangnya sensasi perlindungan?
3. Apakah ada deformitas atau mobilitas sendi yang terbatas?
Seorang klinisi harus menanyakan faktor-faktor yang diketahui
berhubungan dengan ulkus kaki seperti riwayat terjadinya ulkus kaki sebelumnya,
2
riwayat amputasi ekstremitas bawah, atau adanya fraktur neuropatik. Segmen
populasi ini telah menunjukkan bahwa mereka mempunyai resiko tertinggi
mengalami ulkus kaki berikutnya. Mereka adalah kelompok resiko yang paling
mudah untuk diidentifikasi, dan kelompok yang paling membutuhkan penilaian
kaki yang rutin, edukasi yang intensif, sepatu terapeutik, bantalan stocking, dan
kontrol glukosa darah yang tepat. Ulkus yang baru saja didapat, riwayat memiliki
ulkus, atau amputasi meningkatkan resiko terjadinya ulkus yang lebih lanjut,
infeksi, dan amputasi.3,4
Secara umum, hal ini bisa menjadi tambahan bagi tiga faktor kunci.
Pertama, ulkus yang terjadi berikutnya, kulit plantar pada daerah tersebut bisa jadi
kurang kenyal dan kuat untuk menerima tekanan yang berulang dan selanjutnya
lebih cenderung untuk mengalami kerusakan berikutnya. Yang kedua, orang-
orang dengan amputasi kaki parsial sering berkembang menjadi deformitas
sekunder lokal pada kaki sampai ketidakseimbangan biomekanikal yang dapat
mengembangkan pusat tekanan lebih lanjut. Tentu saja orang-orang dengan
amputasi tingkat tinggi seperti di bawah atau atas lutut cenderung untuk lebih
bergantung pada tungkai yang tersisa untuk bergerak atau berjalan dan kemudian
meningkatkan resiko kerusakan jaringan. Yang terakhir, dan mungkin yang paling
penting, orang-orang dengan riwayat ulkus atau amputasi, secara umum
mempunyai semua faktor resiko untuk terjadinya ulkus berulang. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya fakta bahwa 6-10 orang dengan riwayat ulkus akan
membentuk ulkus yang lain dalam kurun waktu 1 tahun pada saat penyembuhan
luka.5,6
Neuropati adalah komponen mayor untuk hamper seluruh ulkus diabetes. 7
Tanpa kehilangan sensasi protektif, pasien tidak akan mengalami ulkus. Hal ini
dijelaskan sebagai sebuah tingkatan dimana kehilangan sensorik membiarkan
pasien untuk melukai diri mereka sendiri tanpa menyadari adanya luka.
Kerentanan terhadap trauma fisik dan termal meningkatkan resiko terjadinya
ulkus kaki tujuh kali lipat. 8 Pencegahan terhadap ulkus kaki diabetes diawali
dengan skrining terhadap hilangnya sensasi protektif dan adanya bukti-bukti yang
kuat dapat menyaring semua pasien diabetes untuk menemukan orang-orang yang
3
.
4
8
beresiko terjadinya ulkus kaki. Hilangnya sensasi protektif dapat dinilai dengan
menggunakan tuning fork, nilon 5.07/10-g Semmes–Weinstein monofilament
(SWM), Vibration Perception Threshold (VPT) meter yang telah disesuaikan, atau
dengan pemeriksaan fisik yang menyeluruh.9 Skrining untuk sensorik neuropati
paling baik ditentukan dengan pemeriksaan klinik dan [enggunaan beberapa alat
skrining. Instrumen seperti tuning fork, SWM, dan VPT bersifat noninvasive dan
sangat cepat digunakan. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian
SWM yaitu nilon monofilamen 10 gauge. Tes positif apabila pasien tidak mampu
merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau
monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari
sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta sensitifitas 83%.
Gambar 3.3
10
Inspeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangmya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur
kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus
pada daerah daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek
kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada
daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum
karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien.
Tergantung dari derajatnya saat kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya
suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang
secara klinis tidak menunjukkan tanda–tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak
adanya pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman
yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.11,13
Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang
sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi
pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang
tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi
prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka
penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada
tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta
jaringan bawah kulit, otot, tendon serta tulang yang terlibat.
Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa
dengan test vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus,
ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic presure. ABI didapat
dengan cara membagi tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.
Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi
perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri.
3.6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dibedakan :
1. Neuropathic Foot yang terdiri dari:
Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati Charcot ), Edema
neuropatik
A. Ulkus Neuropatik
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibreneuropathy yang
berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya
sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik
mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi
aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi
arteri perifer. Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari
perfusi jaringan yang memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati merusak
serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada
kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran gas.
Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan
Bacteroides sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini
digunakan alat sederhana untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential
Discriminator) pada hallux yang korelasinya dengan menggunakan filament dan
ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam menilai ulkus perlu dipastikan dalam
serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita anggap enteng, padahal lesi
ini merupakan puncak dari gunung es.
Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap
berbaring. Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada
ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample
untuk biakan bakteri.
B. Artropati Neuropatik
Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan
terjadinya atropati Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom
yang berakibat terjadi perfusi yang abnormal pada tulang-tulang kaki,
sehingga terjadi fragmentasi tulang dan kolaps arkus. Atropati Charcot atau
dengan nama lain “Rocker-bottom foot” ini rentan terhadap kerusakan
jaringan dan ulserasi. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler
(aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular
menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi
penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes
cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang
berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput
metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk
yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya fraktur
dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi diduga akibat
neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan aliran
darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita
diabetes densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga
pasien masih aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya
ada fraktur, kolaps sendi, dan deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut:
panas, merah, dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di DD
dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan infeksi dan
gangren yang dapat berakibat amputasi
C. Edema Neuropatik
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema
(pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi
(kesampingkan dulu sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat
edema dan venous pooling yang abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada
sikap berdiri.
2. Neuro-ischemic foot
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis
yang dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan
klaudikasio intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi
dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada
sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus
neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran
eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial
metatarsal I, atau tepilateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa
pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi.
3.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kaki diabetes dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer
sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetes
yang sudah terjadi).5,8
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulcus/gangrene diabetic
adalah :
1. Evaluasi tukak yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy
vaskularisasi (non invasive).
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetic
3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
4. Debridement luka yang adekuat, radikal
5. Biakan kuman (aerobic dan anaerobic)
6. Antibiotic oral-parental
7. Perawatan luka yang baik
8. Mengurangi edema
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular
11. Nutrisi
12. Rehabilitasi
13. Debridement dan Pembalutan
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada
luka lain,yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang
tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat
terjadi. Kita mengenalnya dengan istilah preparasi bed luka. Debridement
merupakan tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang
jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat drainase yang baik,
dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa
setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus
diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan
debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses
penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement
seperti pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan
scar dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk.
Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan
nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi
dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi
yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan
dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk
mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis debridement, yaitu:
Autolytic debridement; Enzym ayic debridement; Mechanical
debridement; biological debridement; surgical debridement.
Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan.
Hasil eksperimen menunjukkan jumlah antara 105-106 organisme/gram di
bed luka akan mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat
merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk
melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah dengan
menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct
maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan
pencucian dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect,
prosedur ini ditujukan untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni
bakteri yang ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus
diperhatikan adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2
g/dl, serum albumin>3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan
kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari
jaringan yang dalam. Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak
jaringan yang sehat dengan cara membuang semua jaringan nekrotik.
Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal
yang sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan
mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau
sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka
luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang buruk dengan kuman
pathogen sebenarnya.
Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. Tradisionil
masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan
infeksi sekunder. Selainitu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka
bakar akibat penderita bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata
yang digunakan adalah air panas.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat,
kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu
dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat
membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga
bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat
penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik
topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan
waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
Antibiotika
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
1) Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri
ditempat yang dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
2) Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-
bakteri tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi baik,
memungkinkan pemberian dosis yang kecil khususnya pada infeksi
yang ringan - sedang.
3) Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa
biasanya penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik
yang melawan aerob gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob.
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan
difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang
berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob). Antibiotika harus
bersifat broad spectrum dan diberikan secara injeksi.
Kriteria Terapi Pembedahan pada Kaki Diabetik
Kriteria terapi konservatif
Klinis : - Pulsasi arteri tungkai dan pedis teraba
- Nutirisi kulit cukup
- Tidak ada deformitas
- Nekrosis atau jaringan infeksi dapat dikendalikan
Radiologis : tidak ada tanda-tanda osteomielitis
Criteria amputasi lokal / trans-metatarsal
Klinis : - Gangrene pada jari kaki atau meluas hanya ke distal kaki
penderita
- Nutrisi kulit cukup
- Infeksi dapat dikendalikan
- Pulsasi arteri poplitea dapat teraba
Radiologis : ada tanda-tanda osteomielitis
BAB IV
ANALISIS KASUS
6. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2006.
10. Goldner MG. The fate of the second leg in the diabetic amputee. Diabetes
1960;9:100–103.
11. Helm PA, Walker SC, Pulliam GF. Recurrence of neuropathic ulcerations
following healing in a total contact cast. Arch Phys Med Rehabil
1991;72(12):967–970.