Anda di halaman 1dari 53

Sindrom Nefrotik dan

Glomerulonephritis Akut Pasca


Streptococcus
Preseptor :

dr.Gustomo., SP.A

Presentan:

Muhammad Riki Hidayat 12100119116

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA 2020
0
1
Sindroma Nefrotik
Sindroma
Nefrotik
Sindrom Nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala, yaitu:
- Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+),
- Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL,
- Edema, dan
- Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
Epidemiologi

• Kasus Sindroma Nefrotik Amerika dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per
100.000 anak per tahun, dengan prevalensi, dengan prevalensi berkisar
12 – 16 kasus per 100.000 anak.

• Kasus Sindroma Nefrotik Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun


pada anak berusia kurang dari 14 tahun.

• Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1


Etiologi
Etiologi SN dibagi 3 yaitu;
 Sindrom Nefrotik Primer/Idiopatik
- penyakit glomerulus primer tanpa dapat diidentifikasi penyebab
- paling umum pada anak

 Sindrom Nefrotik Sekunder


- dikarenakan penyakit sistemik

 Sindrom Nefrotik Kongenital


- mutasi pada gen yang mengkode protein penting dari glomerular filtration apparatus
- NpH51, NPH52, WT1, LAMB2
Klasifikasi
Histopatolo
Etiologi
gi
1.Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) 1. Kongenital
2.Sindrom Nefrotik Kelainan Nonminimal (SNKNM) 2. Primer/Idiopatik
a. Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) 3. Sekunder
􀀱􀁃􀁈􀀾􀁌􀁉􀁇􀀁􀁈􀀿􀁀
b. Glomerulonefritis Proliferatif Mesangial (GNPM) 􀁌􀁉􀁎􀁃􀁅􀀁􀁅􀀿􀁆
􀀻􀁃􀁈􀀻􀁈􀀁􀁇􀁃􀁈
c. Glomerulonefritis Membrano Proliferatif (GNMP)
􀁃􀁇􀀻􀁆􀀁􀀆􀀱􀀬􀀩
d. Glomerulopati Membranosa (GM). 􀀫􀀇
􀀱􀁃􀁈􀀾􀁌􀁉􀁇􀀁􀁈􀀿􀁀
􀁌􀁉􀁎􀁃􀁅􀀁􀁅􀀿􀁆
􀀻􀁃􀁈􀀻􀁈􀀁􀁈􀁉􀁈
Patogenesis
Sindroma
Nefrotik
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan
 edema di kedua kelopak mata
 edema di skrotum atau labia
 edema di tungkai
 asites

Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif
dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
 trombosit, hematokrit, LED) Albumin dan kolesterol serum
 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwartz
 Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
 pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
Manifestasi klinis
 Proteinuria massif
- protein urin > 40 mg/m2LPB/jam atau >50mg/kgBB/24 jam
- rasio protein kreatinin urin >2,5
- pemeriksaan Esbach kadar protein dalam urin 24 jam >2 g
- secara semikuantitatif dengan pemeriksaan Bang atau Dipstick menunjukkan proteinurin ≥+2
 Hipoalbuminemia
- kadar albumin dalam serum ↓ hingga mencapai <2,5 g/dL
 Edema
 Hiperlipidemia
- kolesterol total darah ↑ (>200 mg/dL)
 Hipertensi
 Hematuria
 Disfungsi renal
 Extrarenal symptoms
- rash
- arthralgia
- fever
 Depressed serum complement levels
Batasan
Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamat

Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun

Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah
pengobatan dihentikan

Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.

Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu
Diagnosis Banding
 protein losing enteropathy
 hepatic failure
 protein malnutrition
 heart failure
 acute glomerulonephritis
 chronic glomerulonephritis
Manajemen
 Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali → dirawat
Tujuan :
- mempercepat pemeriksaan
- evaluasi pengaturan diit
- penanggulangan edema
- memulai pengobatan steroid
- edukasi orangtua

Pemeriksaan sebelum pengobatan steroid :

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan


2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu
sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan bersama steroid, dan
bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Tatalaksana
Sindroma
Nefrotik
Tatalaksana
1. Diitetik
 Diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances)
→ 1,5 – 2g/kgbb/hari
 Diit rendah garam (hanya diperlukan selama anak menderita edema)
→ 1-2 g/hari
2.Diuretik
• Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat
• Diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton 2-3
mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah
Tatalaksana
3. Imunisasi
Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela
 Pasien yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid ≥ 2mg/kgbb/hari atau total ≥ 20mg/hari, selama lebih dari 14
hari, merupakan pasien imunokompromais. 6 minggu setelah obat dihentikan
→ virus mati seperti
→ IPV (inactivated polio vaccine)

 Setelah pengehentian prednison selama 6 minggu


→ vaksin virus hidup
→ polio oral, campak, MMR, varisela

4. Pengobatan dengan KortikoSteroid


a. Terapi Inisial
 sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid
 Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari)
 Prednison 40 mg/m2 LPB atau 1,5 mg/kgbb/hari (1 x sehari setelah makan pagi)
 Bila setelah 4 minggu, tidak terjadi remisi → resisten steroid
Tatalaksana
b. Pengobatan SN Relaps
pasien SN remisi yg mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednisone, dicari
terlebih dahulu pemicu. jika infeksi → antibiotik 5-7 har
jika kemudian proteinuria menghilang → tidak perlu pengobatan relaps
pasien SN remisi yg mengalami proteinuria kembali ≥ ++ disertai edema → relaps

c. Pengobatan SN Relaps Sering atau Dependen Steroid


4 opsi :
a. pemberian steroid jangka panjang
b. Pemberian levamisol
c. Pengobatan dengan sitostatik
d. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
Tatalaksana
4. Pengobatan SN dengan Kontraindikasi Steroid
 CPA oral
- dosis 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal
- diberikan selama 8 minggu
 CPA puls
- intravena
- 500-700 mg/m2 LPB yang dilarutkan dalam
250 mL larutan NaCL 0,9%
- diberikan selama 2 jam
- 7 dosis dengan interval 1 bulan

5. Pengobatan SN Resisten Steroid


 Siklofosfamid (CPA)
 Siklosporin (CyA)
 metilprednisolon puls
Tatalaksana Komplikasi Sindroma
1. Infeksi
Nefrotik
Penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10 – 14 hari
infeksi varisela → asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari dibagi 3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari d
dosis selama 7-10 hari

2. Trombosis
heparin secara subkutan
dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih

3. Hiperlipidemia
pengurangan diit lemak
mempertahankan berat badan normal
obat penurun lipid inhibitor HMGCoA reductase (statin)

4. Hipokalsemia
Suplementasi kalsium 250 – 500 mg/hari
Vitamin D (125 – 250 IU)
Tatalaksana Komplikasi Sindroma
Nefrotik
5. Hipovolemia
Infus NaCl fisiologis 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit
Disusul albumin 1 g/kgbb atau
Plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit)
Jika hypovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemide 1-2 mg/kgbb intravena

6. Hipertensi
• Inhibitor ACE,
• ARB,
• CCB,
• Antagonis B adrenergic

7. Efek Samping Steroid


Pemantauan gejala-gejala cushingoid
Pengukuran tekanan darah
Pengukuran berat badan dan tinggi badan tiap 6 bulan sekali
Evaluasi timbulnya katarak setiap setahun sekali
Indikasi Biopsi Ginjal
1.Pada Presentasi Awal
 Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
 Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar komplemen C3 serum yang rendah
 Hipertensi menetap
 Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hypovolemia
 Tersangka sindrom nefrotik sekunder

2.Setelah Pengobatan Inisial


 SN resisten steroid
 Sebelum memulai terapi siklosporin
Indikasi Melakukan Rujukan
Kepada Ahli Nefrologi Anak
 Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik di dalam keluarga

 Sindrom nefrotik dengan dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau disertai

eksternal, seperti artritis, serositis, atau lesi di kulit

 Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, thrombosis, infeksi berat, toksik steroid

 Sindrom nefrotik resisten steroid

 Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid


Komplikasi
 Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosit
 perubahan hormon dan mineral
 pertumbuhan abnormal dan nutrisi
 infeksi
 peritonitis
 infeksi kulit
 anemia
 gangguan tubulus renal
Prognosis

 Bergantung pada etiologi

 SN sensitive steroid → prognosis baik

 60-70% mengalami kambuh yang setengah di antaranya berbentuk kambuh sering atau ketergantungan steroid

 SN resisten steroid
Prognosis

 Bergantung pada etiologi

 SN sensitive steroid → prognosis baik

 60-70% mengalami kambuh yang setengah di antaranya berbentuk kambuh sering atau ketergantungan steroid

 SN resisten steroid
2
Glomerulonephritis
Akut
Pasca Streptococcus
Definisi
GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi
menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi
group A β-hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik
seperti :
- hematuria
- edema
- hipertensi
- oliguria
Yang terjadi secara akut
Epidemiologi
 Paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun
 Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia
tertinggi 8,46
 Jarang pada usia di bawah 2 tahun
 Laki-laki : perempuan = 1, 34 : 1.
 Di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.
 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah,
masing – masing 68,9% & 66,9%.
Etiologi

 infeksi group A β-hemolytic streptococci (GABHS)


Tenggorokan  serotipe M1, M4, M25, M12
Kulit  serotipe M49
Faktor Resiko

 Lingkungan (higienitas)
 Sosial ekonomi
 cuaca
- streptococcal pharyngitis  cold-weather months
- pyoderma  warm-weather months
Tonsilitis/faringiti
piodermi
s

Penyebaran GABHS serotipe Penyebaran GABHS


M1, M3, M4, M12, M25, serotipe M2, M49, M55,
M49 M57, M 60

Proses imunologik

Antigen NAPlr berikatan NAPlr berikatan Antigen SPEB (antigen Infiltrasi sel-sel
dengan antibody anti NAPlr dengan plasmin nefritogenik) bersama limfosit & makrofag
(soluble antigen-antbody dengan IgG
complex)
Meningkatkan proses Membentuk electron Mengeluarkan sitokin
inflamasi dense deposit
Larut dalam darah
subepithelial
Meningkatkan proses (HUMPS) Merusak membran
Mengendap pada inflamasi basalis glomerulus
glomerulus
Reaksi radang glomerulus

Filtrasi glomerulus
berkurang

Reabsorpsi di tubulus
proksimal berkurang

Tubulus distalis
meningkatkan reabsorpsi

Retensi Na dan air

Edema Hipertensi
Manifestasi Klinis
Simptomatik
 Periode Laten
- periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik
- ISPA (1-2 minggu), piodermi (3 minggu)
 Edema
- umumnya pertama kali timbul, menghilang pada akhir minggu pertama
- paling sering di daerah periorbital (edema palpebra)
- disusul daerah tungkai
- retensi cairan hebat → daerah perut (asites) & genitalia eksterna (edema skrotum/vulva)
- edema bersifat pitting
 Hematuria
- urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian d daging atau berwarna
seperti cola
 Hipertensi
- 60-70% kasus GNAPS
Manifestasi Klinis

Oliguria
- 5-10% kasus GNAPS
produksi urin < 350 ml/m2 LPB/hari
Gejala Kardiovaskular
bendungan sirkulasi
- 20-70% kasus GNAPS
- Edema paru (batuk, sesak napas, sianosis)
Pucat
Malaise
Letargi
Anoreksia
Diagnosis
Kriteria :
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan gejala-gejala
hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO (meningkat) & C3
(menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.
GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria
dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.

Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
 Proteinuria
- Kualitatif → negative sampai ++
- Kuantitatif → kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam
 Hematuria Mikroskopik
- adanya eritrosit dalam urin
Diagnosis
2. Darah
 Reaksi Serologis
- Titer ASO ↑
- dimulai pada hari ke-10 – 14 sesudah infeksi streptokokus
 Aktivitas Komplemen
- kadar C3 menurun
 Laju Endap Darah
- Meningkat
Diagnois Banding
1. Penyakit Ginjal
 Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
 Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
- glomerulonephritis fokal
- nefritis herediter (sindrom Alport)
- IgA-IgG nefropati
- benign recurrent hematuria
 Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)
2. Penyakit-penyakit Sistemik
 purpura Henoch-Schoenlein
 eritematosus
 Endokarditis bacterial subakut
3. Penyakit-penyakit Infeksi
 varicella
 morbili
 parotitis
Tatalaksana
1. Istirahat
 istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi

2. Diet
 Edema berat  makanan tanpa garam
 Edema ringan  garam 0,5-1 g/hari
 protein dibatasi bila kadar ureum meninggi  0,5-1 g/kgbb/hari
 oliguria/anuria  jumlah cairan yg masuk harus seimbang dengan pengeluaran
Asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap
kenaikan suhu dari normal (10ml/kgbb/hari)

3. Antibiotik
 Golongan penisilin untuk eradikasi kuman
- Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari
 jika alergi golongan penisilin
- eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari
Tatalaksana
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
- pembatasan cairan
- edema paru akut  diuretik (furosemide)
- jika tidak berhasil  dialisis peritoneal
b. Gangguan ginjal akut
- asidosis  natrium bikarbonat
-hiperkalemia  Ca glukonas / Kayexalate

5. Hipertensi
 hipertensi sedang/berat tanpa tanda-tanda serebral
- kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari)
- furosemid
- nifedipin sublingual (0,25-0,5 mg/kgbb/hari)

 hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi)


- klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb)
- diazoxide 5 mg/kgbb/hari IV
- dapat digabung dengan furosemid (1-3 mg/kgbb)
Rujukan kepada Konsultan
Ginjal Anak
1. Gejala-gejala tidak khas untuk GNAPS :
- Periode laten pendek
- Adanya penyakit ginjal dalam keluarga
- Pernah mendapat penyakit ginjal sebelumnya
- Usia di bawah 2 tahun atau di atas 12 tahun
2. Adanya kelainan-kelainan laboratorik yang tidak khas untuk GNAPS :
- Hematuria makroskopik > 3 bulan
- Hematuria mikroskopik > 12 bulan
- Proteinuria > 6 bulan
- Kadar komplemen C3 tetap rendah > 3 bulan
- Laju Filtrasi Glomerulus < 50% menetap > 4 bulan
- Kadar komplemen C4 rendah, ANCA (+), ANA (+), anti ds DNA (+) atau anti GBM (+)
Kompli
kasi
 Ensefalopati hipertensi

 Gangguan ginjal akut (Acute kindey injury)

 Edema paru

 Posterior leukoencephalopathy syndrome


Progno
sis
 Dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi

 Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna

 5-10% kasus menjadi glomerulonephritis kronik


Terima Kasih
Daftar
1.

2.
Pustaka
Rheault M, Wenderfer S. Evolving Epidemiology of Pediatric Glomerular Disease. Clinical Journal of the American
Society of Nephrology. Vol 13: 2018. 1-2.
Alatas H, Tambunan T, Trihono PP. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Badan Penerbit IDAI, Jakarta: 2002. 381-
422.
3. Zitelli, Davis. Atlas of Pediatric Physical Diagnosis. Elsevier. 7th Edition. 2018; 510-20.
4. Alatas H, Tambunan T. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Edisi 2. Badan Penerbit
IDAI, Jakarta: 2012. 1-20.
5. Geme Joseph St, Kliegman Robert M. Nelson Essential of Pediatrics. Elsevier. 21th Edition. 2019; 10826-50.
6. Marcdante Karen J, Kliegman Robert M. Nelson Essential of Pediatrics. Elsevier. 20th Edition. 2016; 2521-28.

7. Garna H, Nataprawira MH. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 5th ed. Garna H, Nataprawira
MH, editors. Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/RSUP Dr.
Hasan Sadikin; 2012. 812-21.
8. Nilawati GAP. Profil Sindrom Nefrotik Pada Ruang Perawatan Anak. Sari Pediatri, 2012;14(4): 269-72
9. Todd A Florin, Stephen Ludwig. Netter’s Pediatrics. Elsevier. 1st Edition. 2011; 385-9
10. Rauf Syarifuddin, Albar Husein, Aras Jusli. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta:2012;3-15.
11. Pardede Sudung O. Sindrom Nefrotik Kongenital Sari Pediatri. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Jakarta: 2005;7(3):114-24
12. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Vol.5, Sari Pediatri. 2016;5(2):58.
13. Arsid R, Praja A, Sabir M, Program MP. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus. Jurnla Med Prof.
2019;1(2):98–104.

Anda mungkin juga menyukai