Anda di halaman 1dari 33

Presentasi Kasus

PEB , KPD 20 JAM, PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM


BELUM DALAM PERSALINAN

Disusun Oleh :
Khrestyawan Lukmanto

G0006104

Achmad Gozali

G0006173

Dominikus Yudha A.

G0007059

Samuel Hotma Rotua

G0007152

Pembimbing :
DR. dr.Supriyadi Hari R, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2011

ABSTRAK
Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu. Wanita dengan preeklampsia harus diobservasi dengan pengawasan
kondisi kesejahteraan ibu dan janin secara ketat1.
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban pada saat belum dalam
persalinan. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan dan
lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang
bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan terjadi
sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Sebuah kasus seorang G1P0A0, 32 tahun, UK 38+4 minggu, riwayat fertilitas
baik, riwayat obstetri belum dapat dinilai, tekanan darah 180/100 mmHg, Protein
uri ++. Janin tunggal, hidup, intra uterin, TBJ : 2900 gram, His (-), DJJ (+)
reguler, Portio lunak, mendatar, - cm, effacement - %, air ketuban (+) jernih,
tidak berbau, nitrazin test (+), STLD (-).
Adanya PEB pada ibu merupakan ancaman terjadinya hipoksia pada janin,
dengan umur kehamilan yang aterm (> 35 minggu) merupakan indikasi untuk
dilakukannya terminasi kehamilan,.
____________________________________________________________________
Kata kunci : PEB, KPD, aterm

BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu1. Wanita dengan preeklampsia harus diobservasi dengan pengawasan
kondisi kesejahteraan ibu dan janin secara ketat1.
Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus,
Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody
syndrome, dan nefropati.4 Faktor-faktor resiko lain dihubungkan dengan
kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin. 1
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum
adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada
KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. Insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua kehamilan dan lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup
bulan daripada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan
tidak cukup bulan terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Pengelolaan KPD merupakan masalah yang masih kontroversial dalam
kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang
cukup tinggi.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang, berikutnya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif
ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE-EKLAMPSIA BERAT
Definisi
Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat
secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan
pertumbuhan janin) 1.
Etiologi
Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas.1 Hipotesa faktor-faktor
etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetic,
imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara factor-faktor tersebut. 4
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan The disease of
theory adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan
normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan
dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang
tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai
kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi
komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial

Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara


lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar
mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
Faktor Resiko
Faktor Risiko Preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misal, Diabetes Melitus,
Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody
syndrome, dan nefropati.4

Faktor-faktor resiko lain dihubungkan dengan

kehamilan itu sendiri atau lebih spesifik terhadap ibu dan ayah janin. 1
Faktor yang berhubungan
dengan kehamilan
Abnormalitas
kromosom

Faktor Resiko Preeklampsia


Faktor yang berhubungan Faktor yang berhubungan
dengan kondisi maternal
dengan pasangan
Usia > 35 tahun atau Partner lelaki yang
<20 tahun

pernah

menikahi

Mola hidatidosa

Ras kulit hitam

wanita yang kemudian

Hidrops fetalis

Riwayat Preeklampsia

hamil dan mengalami

Donor

inseminasi donor
kongenital
ISK

Pemaparan

atau Nullipara

oosit

Anomali

preeklampsia

pada keluarga

Kehamilan ganda

struktur

Preeklampsia

pada

kehamilan sebelumnya
Kondisi medis khusus :
DM,

HT

Obesitas,

Kronik,
Penyakit

Ginjal, trombofilia

terbatas

terhadap sperma
Primipaternity

Stress
Antibody
antifosfolipid syndrom
Patofisiologi
Walaupun penyebab pasti Preeklampsia tetap tidak jelas, banyak teori
memusatkan masalah pada impantasi plasenta dan level invasi trofoblas. Penting
diingat bahwa walaupun hipertensi dan proteinuria adalah kriteria diagnostik
Preeklampsia, kedua hal ini hanyalah symptom / gejala dari perubahan-perubahan
patofisiologi yang muncul pada kelainan ini. Salah satu perubakan patofisiologi
yang paling menonjol adalah vasospasme sistemik yang sangat nyata yang
bertanggung jawab terhadap penurunan perfusi semua system organ. Perfusi juga
berkurang karena hemokonsentrasi vaskuler dan pengeluaran cairan ke rongga
ketiga. Selain itu, Preeklampsia disertai oleh respon inflamasi berlebihan dan
aktivasi endotel yang tidak tepat. Aktivasi kaskade pembekuan dan resultan dari
pembentukan thrombin lebih lanjut menghalangi aliran darah organ.1
Tanda-tanda utama pada Preeklampsia adalah :
1.

Penurunan perfusi uteroplasental

2.

Peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator dengan akibat


vasokonstriksi local dan sistemik.

3.

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)


Hipotesa perubahan patofisiologis Preeklampsia sangat banyak antara

lain : kegagalan invasi trofoblas, stress oksidatif, disfungsi endotel, perubahan


hormone-hormon kalsiotrofik, pelepasan faktor-faktor pertumbuhan dan protein
antiangiogenik.4

Skema patofisiologi Preeklampsia

Faktor Predisposisi Preeklampsia


( imun, genetik, dll )

Perubahan plasentasi

Obstruksi mekanik dan fungsional dari arteri spiralis

Penurunan perfusi uteroplasental

PGE2/PGI2

Renin/angiotensin II

Vasokonstriksi arteri

Kerusakan endotel

Hipertensi sistemik

Klasifikasi

Tromboksan

Disfungsi endotel
endotelin, NO

Aktivasi intravascular koagulasi

DIC

Ginjal

SSP

Proteinuri
GFR

kejang
koma

Hati

LFT abnormal

Organ lainnya

iskemi
fibrin,
trombin

Preeklampsia

termasuk

kelainan

hipertensi

dalam

kehamilan.

Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain : hipertensi kronis,


Preeklampsia, superimposed eklampsia pada hipertensi kronis dan hipertensi

gestasional.
Hipertensi kronik adalah peningkatan tekanan darah yang timbul sebelum
kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau menetap setelah 12
minggu post partum. Sebaliknya, Preeklampsia didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah dan proteinuria yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu.
Eklampsia, komplikasi berat preeklampsia adalah munculnya kejang pada wanita
dengan preeklampsia. Kejang eklampsia relatif jarang dan muncul <1% wanita
dengan eklampsia.
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik ditandai dengan
proteinuria (atau dengan peningkatan tiba-tiba level protein jika sebelumnya
sudah ada proteinuria), peningkatan mendadak hipertensi ( dengan asumsi telah
ada proteinuria) atau terjadi HELLP Syndroma.
Hipertensi gestasional didiagnosa jika terjadi kenaikan tekanan darah
tanpa proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan darah kembali
normal dalam 12 minggu post partum. Seperempat wanita dengan hipertensi
gestasional mengalami proteinuria dan belakangan berkembang menjadi
preeklampsia.
Wanita hamil dengan tekanan darah
>140/90 mmHg
Sebelum usia kehamilan 20 minggu

Setelah usia kehamilan 20 minggu

Proteinuria (-) /
stabil

Proteinuria
(+) /

Proteinuria
(+) /
meningkat, TD
meningkat,
HELLP
Syndroma

Hipertensi
Preeklampsia
Preeklampsia /
kronik
superimposed
Pre eklampsia dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu :6
pada Hipertensi
kronik

Proteinuria (-) /

Hipertensi
Gestasional

a. Pre eklampsia ringan


Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik
15 mmHg.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan
1 kg per minggu.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau mid stream.
b.

Pre eklampsia berat


Tekanan darah 160/110 mmHg.
Proteinuria 5 gram/liter.
Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.
Terdapat oedem paru dan sianosis.
Thrombosytopenia berat
Kerusakan hepatoseluler
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :1,3

a. Genuine pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai
dengan oedem (pitting) dan kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg
sampai 160/90. Juga terdapat proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach)
b. Super imposed pre-eklampsia
Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari

20 minggu disertai

proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai oedem. Biasanya
disertai hipertensi kronis sebelumnya.

Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk preeklampsia :
Preeclampsia
Tekanan darah : sistolik > 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal.
Proteinuria : 0,3 gr atau lebih protein 24 jam
Preeklampsia berat
Tekanan darah : sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHg
Proteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam
Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan, edema
paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi liver,
trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.
Pencegahan
Tidak ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeclampsia. 1 walaupun
demikian, beberapa usaha untuk mencegah preeclampsia telah dilakukan, antara
lain :
A. Pencegahan non medical
1. Restiksi garam
Tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia
2. Suplementasi diet yang mengandung :
a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya
Omega-3 PUFA.
b. Antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl cysteine,
zinc, magnesium, calcium.
3. Tirah baring tidak terbukti :
a. Mencegah terjadinya preeclampsia
b. Mecegah persalinan preterm
Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang
mempunyai resiko tinggi terjadinya preeclampsia.

B. Pencegahan dengan Medikal


1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeclampsia bahkan
memperberat hipovolemia.
2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preekalmpsia
3. Kalsium : 1500-2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada
resiko

tinggi

terjadinya

preeclampsia,

meskipun

belum

terbuktibermanfaat untuk mencegah preeclampsia.


4. Zinc : 200 mg / hari
5. Magnesium 365 mg / hari
6. Obat anti hrombotic :
a. Aspirin dosis rendah : rata-rata dib awah 100 mg / hari, tidak
terbukti mencegah terjadinya preeclampsia.
b. Dipyridamol
7. Abat-obatan antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl
cysteine, asam lipoik-6.
Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah, banyak kematian akibat
kelainan ini dapat dicegah. Deteksi awal, monitoring ketat dan terapi preeclampsia
sangat penting dalam mencegah mortalitas akibat kelainan ini.1,7
Komplikasi
-

HELLP syndrom

Perdarahan otak

Gagal ginjal

Hipoalbuminemia

Ablatio retina

Edema paru

Solusio plasenta

Hipofibrinogenemia

Hemolisis

Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin

Penatalaksanaan Pre-eklampsia Berat 3


1.

Perawatan Aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).
1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
- Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
- Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan
desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejalagejala status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
- Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
- Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
- Adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).
Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
refleks
patella setiap jam.
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
4. Antasida

5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.


6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi
40mg/im.
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis
kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.
Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral.
9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
10. Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius
dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.
Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya

2 jam sebelum janin lahir.


Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat :
1. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1
gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit).
Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 %
dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM.(6)
2. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam
dimana pemberianMgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.(3)
3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :(4,7)
- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
- Refleks patella positif kuat
- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
4. MgSO4 dihentikan bila :
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan
dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otototot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat
adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan
lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
- Hentikan pemberian magnesium sulfat
- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV
dalam

waktu 3 menit.
- Berikan oksigen.
- Lakukan pernapasan buatan.
c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan
sudah terjadi perbaikan (normotensif).
Penanganan konservatif
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tandatanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous,
cukup

intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram

pada bokong kanan.


3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan
telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

B. KETUBAN PECAH DINI

Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang
obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam
mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena
panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi.
KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum
adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada
KPD, kantung ketuban pecah sebelum fase aktif. 5
KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebab yang jelas.5
Etiologi Dan Patogenesis
KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban,
peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian
menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban.
Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada
beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang
merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum
diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak
diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi
terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi
adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.4
Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan
KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun
sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
1
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4

Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : 4


a. Kehamilan multiple
b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene
buruk
d. Perdarahan pervaginam
e. Bakteriuria
f. pH vagina diatas 4,5
g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm
h. Flora vagina abnormal
i. Fibronectin > 50 ng/ml
j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi
Diagnosis
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara :2,4
a. Air ketuban yang keluar dari vagina
Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban
yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan ringan pada
uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban.
b. Nitrazine test
pH vagina normal adalah 4,5 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH
7,0 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru
bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi
vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil
nitrazine test positif palsu.
c. Fern test
Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air
ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis.
d. Evaporation test
e. Intraamniotic fluorescein
f. Amnioscopy

g. Diamine oxidase test


h. Fetal fibronectin
i. Alfa-fetoprotein test
Komplikasi
KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin, diantaranya :2,3,4
a. Infeksi
Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis
korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam
(37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu
maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau
busuk, maupun leukositosis.
b. Hyaline membrane disease
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline membrane disease
sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat
hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan
chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia
kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease
lebih banyak dibandingkan risiko infeksi.
c. Hipoplasi pulmoner
Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan
fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress
respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan
bantuan ventilator.
d. Abruptio placenta
Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang
mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah
perdarahan pervaginam.
e. Fetal distress

Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan


kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga
untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan
tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.
f. Cacat pada janin
g. Kelainan kongenital
Terapi
Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari
keadaan pasien. 2,3,4
a. Pasien yang sedang dalam persalinan
Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses
persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan
pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi
servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan
mengakibatkan oedem pulmo.
b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur
Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin,
phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin
diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban
pecah dini.
c. Pasien dengan cacat janin
Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan
bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin
dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai
janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat
penting.
d. Pasien dengan fetal distress
Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering
ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju
(engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan
pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika

janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan


amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam.
Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat
dilakukan adalh section cesaria.
e. Pasien dengan infeksi
Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada
kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum
dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam,
maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang
dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa
penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila
persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis
chorioamnionitis ditegakkan.
Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :3,4
a. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin
didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin
c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam, berikan antibiotik
d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari,
glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri
kehamilan
e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan
f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi
persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kuran

dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5,
section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score
kurang dari 5.
Terapi ketuban pecah dini adalah :2,3,4
a. Terapi konservatif
-

rawat di Rumah sakit

antibiotika jika ketuban pecah lebih dari 6 jam

pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu, dirawat selama air


ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi

Bila umur kehamilan sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada
usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan

Nilai tanda-tanda infeksi

Pada umur kahamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7 hari


untuk memacu kematangan paru janin dan bila memungkinkan
perikasa kadar lesitin dan spingomyelin tiap minggu

b. Terapi Aktif
-

kehamilan lebih dari 36 minggu, bila 6 jam belum terjadi


persalinan maka induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
section cesaria

pada keadaan DKP, letak lintang terminasi kehamilan dengan


section cesaria

bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan


terminasi persalinan
a. Bila bishop score kurang dari 5, akhiri persalinan dengan
section cesaria
b. Bila bishop score lebih dari 5, induksi persalinan dan partus
pervaginam
c. Bila ada infeksi berat maka lakukan section cesaria
BAB III

STATUS PENDERITA

A.

ANAMNESIS
Tanggal 24 November 2011
1. Identitas Penderita
Nama

: Ny. Ira

Umur

: 32 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Kebonan RT 4/1 Sriwedari Laweyan Surakarta

Status Perkawinan

: Kawin 1 kali

HPMT

: 28 Februari 2011

HPL

: 5 Desember 2011

UK

: 38+4 minggu

Tanggal Masuk

: 23 November 2011

No.CM

: 01098006

Berat badan

: 67 Kg

Tinggi Badan

: 158 cm

2. Keluhan Utama
Kepala pusing dan kaki bengkak
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G1P0A0, 39 tahun dengan keluhan kaki bengkak. Pasien
merasa hamil 7 bulan, kenceng-kenceng belum dirasakan, air kawah
dirasakan keluar sejak 20 jam SMRS, gerak janin masih dirasakan, lendir
darah (-). Pasien tidak merasakan sakit kepala yang terpusat di dahi, tidak
merasakan pandangan kabur, tidak merasakan nyeri pada ulu hati.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sesak nafas

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

Riwayat Minum Obat Selama Hamil

: Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Mondok

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
Belum dapat dinilai (I : Hamil ini)
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, pertama kali periksa ke puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan
dengan frekuensi 1x/bulan
9. Riwayat Haid
-

Menarche

: 12 tahun

Lama menstruasi

: 7 hari

Siklus menstruasi

: 28 hari

10. Riwayat Perkawinan


Menikah 1 kali, dengan suami sekarang 1,5 tahun.
11. Riwayat Keluarga Berencana
(-)
B.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi cukup
Tanda Vital

Tensi

: 180/100 mmHg

Nadi

: 88 x / menit

Respiratory Rate : 20 x/menit


Suhu

: 36,5 0C

Kepala

: Mesocephal

Mata

: Conjuctiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

THT

: Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax

: Normochest, retraksi (-)

Cor

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)


Pulmo :
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi

: Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)


Abdomen:
Inspeksi

: Dinding perut > dinding dada

Stria gravidarum (+)


Palpasi

: Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar

Perkusi

: Tympani pada bawah processus xiphoideus, redup pada


daerah uterus

Auskultasi : Peristaltik (+) normal


Genital

: Lendir darah (+), air ketuban (+)

Ekstremitas :

Oedema
+

Akral dingin
-

2. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala

: Mesocephal

Mata

: Conjungtiva Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Wajah

: Kloasma gravidarum (+)

Thorax

: Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae


hiperpigmentasi (+)

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)


Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), terapa janin tunggal, intra
uterin (kepala di bawah, punggung di atas).
TFU

: 30 cm

TBJ

: 2900 gram

HIS (-)
Pemeriksaan Leopold
I

: TFU setinggi 30 cm, Teraba bagian lunak memanjang, Kesan


perut janin tunggal

II

: Di sebelah kanan teraba bagian keras, rata, memanjang, kesan


punggung

III

: teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala

IV

: Divergen. Kesan kepala masuk panggul.


Perkusi

: Tympani pada bawah processus xipoideus,


redup pada daerah uterus

Auskultasi : DJJ (+) 144x/reguler


Genital eksterna

: Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (-),


peradangan (-), tumor (-)

Ekstremitas :

Oedema
+

akral dingin
-

Pemeriksaan Dalam :
VT

: vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,


portio lunak, mendatar, di depan, = -cm, effacement -%,
teraba kepala terbawah, kepala turun di Hodge I-II, air
ketuban (+) jernih tidak berbau, STLD (-), nitrazin test (+)

UPD

: promontorium tidak teraba


linea terminalis teraba < 1/3 bagian
spina ischiadica tidak menonjol
arcus pubis > 90
kesan : panggul ginekoid normal

C.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Laboratorium Darah tanggal 23 November 2011 :


Hemoglobin

: 13,5 gr/dl

Hematokrit

: 40 %

Antal Eritrosit

: 4,05 x 103/uL

Antal Leukosit

: 9,9 x 103/uL

2.

Antal Trombosit

: 179 x 103/uL

Golongan Darah

:A

GDS

: 93 mg/dL

Ureum

: 15 mg/dL

Creatinin

: 0,5 mg/dL

Na+

: 138 mmol/L

K+

: 3,2 mmol/L

Ion klorida

: 112 mmol/L

SGOT

: 16 u/l

SGPT

: 10 u/l

Albumin

: 3,5 g/dl

LDH

: 307 U/L

PT

: 15,8

APTT

: 30,0

HbS Ag

: non reaktif

Nitrazin Test

: (+) positif

Protein Urin

: (++) / positif

Ultrasonografi (USG) tanggal 23 November 2011 :


Tampak janin tunggal, intrauterin, preskep, DJJ (+), dengan fetal
biometri :
I. BPD

: 80

FL

: 70

AC

: 324

EFBW

: 2980

Plasenta berinsersi di fundus, Grade III


Air ketuban kesan cukup
Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor
Kesan : saat ini janin dalam keadaan baik
D.

KESIMPULAN

Seorang G1P0A0, 32 tahun, UK 38+4 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat


obstetri belum dapat dinilai, tekanan darah 180/100 mmHg, Protein uri ++.
Janin tunggal, hidup, intra uterin, TBJ : 2900 gram, His (-), DJJ (+) reguler,
Portio lunak, mendatar, - cm, effacemen - %, air ketuban (+) jernih, tidak
berbau, Nitrazin test (+), STLD (-).
E.

DIAGNOSIS AWAL
PEB pada KPD 20 jam pada primigravida hamil postdate belum dalam
persalinan

F.

PROGNOSIS
Jelek

G. TERAPI
Usul SCTP emergensi
Protab PEB:
o Infus RL 12 tpm
o O2 5 lpm
o Injeksi MgSO4 40% 8 gr, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri
dilanjutkan 4 gr / 6 jam / 24 jam post partum
o Nifedipin 3 x 10 mg
o Pasang DC
Injeksi Ceftriaxon 1 gram / 8 jam iv
Cek darah lengkap
Informed consent
Sedia darah WB
Konsul anestesi
Konsul jantung

BAB IV

ANALISIS KASUS
A.

Analisis Status

1. Pre-eklampsia Berat
Kriteria diagnostik untuk preeklampsia :
Preeclampsia
Tekanan darah : sistolik > 140 mmHg atau diastolic > 90 mmHg setelah
kehamilan 20 minggu yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal.
Proteinuria : 0,3 gr atau lebih dalam urin 24 jam
Preeklampsia berat
Tekanan darah : sistolik > 160 mmHg atau diastolic > 110 mmHg
Proteinuria : 5 gr atau lebih protein 24 jam
Gejala lain : oliguria ( < 500 ml urin dalam 24 jam), gangguan pandangan, edema
paru dan sianosis, nyeri epigastrik kuadran atas, gangguan fungsi liver,
trombositopenia, gangguan pertumbuhan janin.
Pada kasus ini kriteria yang mendukung ke arah pre-eklampsia berat
(PEB ) yaitu :
a)

Usia kehamilan 38+4 minggu

b)

Pemeriksaan fisik, vital sign Tensi : 180/100 mmHg

c)

Pemeriksaan laboratorium proteinuria ( Ewitz ) +2

Faktor Risiko Pre-eklampsia 1,2


Faktor yang berhubungan
dengan kehamilan
Abnormalitas
kromosom

Faktor Resiko Preeklampsia


Faktor yang berhubungan Faktor yang berhubungan
dengan kondisi maternal
dengan pasangan
Usia > 35 tahun atau Partner lelaki yang
<20 tahun

pernah

menikahi

Mola hidatidosa

Ras kulit hitam

wanita yang kemudian

Hidrops fetalis

Riwayat Preeklampsia

hamil dan mengalami

Kehamilan ganda
Donor

oosit

inseminasi donor

preeklampsia

pada keluarga

Pemaparan

atau Nullipara
Preeklampsia

pada

terbatas

terhadap sperma

Anomali

struktur

kongenital

kehamilan sebelumnya

Primipaternity

Kondisi medis khusus :

ISK

DM,

HT

Obesitas,

Kronik,
Penyakit

Ginjal, trombofilia
Stress
Antibody
antifosfolipid syndrom
Pada kasus ini faktor resiko terjadinya pre-eklampsia berat adalah
nullipara.
2. KPD
Diagnosis KPD 20 jam dapat ditegakkan dari :
a.

Anamnesis : pasien mengaku keluar air kawah sejak 20 jam yang lalu dari

jalan lahir.
b.

Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan VT didapatkan air ketuban (+),

STLD (-), Nitrasin test (+).


Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda
KPD sehingga pasien ini didiagnosis dengan ketuban pecah dini 20 jam.
Faktor predisposisi KPD diantaranya (8,13) :
1. Kehamilan multiple
2. Riwayat persalinan preterm
sebelumnya
3. Koitus, namun hal ini tidak
merupakan predisposisi
kecuali bila hygiene buruk
4. Perdarahan pervaginam
5. Bakteriuria
6. pH vagina diatas 4,5

7. Servix yang tipis/kurang dari


39 mm
8. Flora vagina abnormal
9. Fibronectin > 50 ng/ml
10. Kadar CRH (Corticotropin
Releasing Hormone)
maternal tinggi

Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD tidak jelas. Diagnosis
kehamilan aterm ditegakkan bila usia kehamilan berlangsung 37 sampai 40
minggu.
B.

Analisis Kasus Penatalaksanaan


Pada pasien ini umur kehamilan 38+4 minggu (aterm) dan belum didapatkan
adanya tanda-tanda impending eklampsi yaitu nyeri kepala frontal, nyeri ulu
hati ataupun pandangan kabur dan dari hasil pemeriksaan keadaan janin baik
diusulkan SCTPem dengan indikasi PEB dengan komplikasi.
Penatalaksanaan protab PEB adalah sesuai indikasi, yaitu pasien ini
mengalami PEB. Pasien ini diberikan antibiotik sbg terapi krn KPD telah
terjadi selama 20 jam & antibiotik disini berfungsi untuk mengatasi infeksi
pada ibu. SCTP emergency dilakukan karena terdapat beberapa penyulit
persalinan pada pasien ini yaitu PEB dan KPD, terlalu berisiko jika
dilakukan persalinan pervaginam

DAFTAR PUSTAKA

1. Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of


Preeklampsia. American Family Physician. Volume 70, Number 12
Pp : 2317-24.
http://www. Aafp.org
2. Agus abadi, 2004. Persalinan Preterm. Ilmu Kedokteran Fetomaternal.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia. Surabaya. Pp: 364-7
3. Anthonius Budi Marjono. 1999. Hipertensi pada Kehamilan PreEklampsia/Eklampsia. Kuliah Obstetri/Ginekologi FKUI.
http://www.geocities.com/yosemite/rapids/1744/cklobpt 2. html
4. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006.
Mapping the Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic
reviews of Mechanism of Disease. American Journal of Obstetrics and
Gynecology 194. Pp: 317-21
http://www.ajog.org
5. Ketut Sudhaberata. 2001 Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di
RSU Tarakan, Kaltim. Bagian Kebidanan dan Kandungan, RSU
Tarakan, Kaltim.
http://www.tempo.co.id/medica/arsip/022001/art-2.htm
6. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam
Kehamilan di Indonesia Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia.
Edisi Kedua.
7. Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi
Kehamilan (Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar.
8. Manoe, M, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas
Hasanudin
Makasar.
http://www.geocities.com/klinikobgin/kelainankehamilan/preeklamsiaeklampsia.htm

9. Hacker Moore, Essential Obstetries Dan Gynekolo54rgy, Edisi 2, W.B


Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.
10. Wiknyosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Ilmu Kebidanan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 1991. 281-301,
386-400,675-688.
11. Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric, Edisi 18, Appletion &
Lange, 1998 : 881-903.
12. Fernando Arias, Practicial Guide To Hight Risk Pregnancy And Delivery,
2 Nd Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 : 213-223.
13. Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Masalah Yang Berhubungan Dengan Lamanya Kehamilan. Yayasan BP
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001, 300-304.
14. Robert K Creasy, Preterm Labor And Delivery, Maternal Fetal Medicine
Principles And Practice, WB Saunder Company, Philadelpia, 1994 : 494515.
15. John C Morison MD, Continuos Subcutaneus Terbutalin Administration
Prolong Pregnancy After Recuren Preterm Labour, AM J Obstetry And
Gynecology, June 2003, 1460-1467.
16. Thomas F MC Elrat MD, Association Between Use Antenatal Magnesium
Sulfat In Preterm Labour And Adverse Health Outcomes In Infants, AM J
Obstetry And Gynecology, January, 2003 : 294-295.
17. Nancy D Berkman, John M Thord, Tokolitic Treatmen For The
Management Of Preterm Labour : A Review Of The Evidence, AM J
Obstetry And Gynecology, June 2003 : 1648-1657.

Anda mungkin juga menyukai