PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan baik zat kimia, hewani, maupun nabati dalam
dosis yang layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit
dan gejalanya, baik badaniah maupun rokhaniah pada manusia atau hewan
(Tjay dan Rahardja, 2002). Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling
banyak digunakan, di mana bahan obatnya berbentuk sediaan padat, dan
biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai
(Ansel dkk,2005).
Salah satu jenis obat adalah obat untuk melawan penyakit infeksi yaitu
antibiotik. Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik
sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam
organisme, terutama fungi, yang menghambat pertumbuhan atau membunuh
organisme yang lain (Mitrea,2008).
Penggunaan antibiotik yang irasional akan memberikan dampak
negatif, salah satunya adalah meningkatnya kejadian resistensi bakteri
terhadap antibiotik. Untuk itu penggunaan antibiotik yang rasional diharapkan
dapat memberikan dampak positif antara lain mengurangi morbiditas,
Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu juga ada persyaratan untuk obat yang
disebut uji Bioavailabilitas / Bioekivalensi (BA/BE). Pada obat generik
dilakukan penekanan biaya produksi untuk penurunan harga produk. Akan
tetapi dengan adanya uji Bioavailabilitas/Bioekivalensi (BA/BE) ini obat
generik akan memberikan jaminan keamanan dan khasiat pengobatan
walaupun kemungkinan adanya perbedaan sifat fisiko kimia zat aktif yang
digunakan baik itu berbentuk kristal maupun ukuran partikel pada obat
generik dan obat bermerk tersebut (Yuslinadia, 2013).
Salah satu obat dalam bentuk sediaan tablet adalah griseofulvin,
sebagai antifungal. Sediaan griseofulvin dalam bentuk tablet selain generik
juga tersedia dengan merk dagang. Beberapa industri farmasi yang
memproduksi merk dagang griseofulvin antara lain Fulcin, Fungistop,
Grivin, Mycostop, dan lain-lain. Sedangkan produk generiknya
menggunakan nama zat yang berkasiat dan mencantumkan logo perusahaan
yang memproduksi. Untuk memasyarakatkan obat generik diperlukan
informasi tentang mutu obat yang bersangkutan. Masyarakat mengira bahwa
mutu obat generik kurang baik dibandingkan obat bermerk dagang, karena
dengan harga yang sangat murah, obat generik sering dipertanyakan apakah
obat generik sama kualitasnya dengan obat bermerk dagang (Idris dan
Widjajarta,2006).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peranan Griseofulvin sebagai obat antibiotik yang bersifat
fungistatik terhadap infeksi dermatofitosis dalam bidang farmasi?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui secara umum peranan Griseofulvin sebagai obat antibiotik
yang bersifat fungistatik terhadap infeksi dermatofitosis dalam bidang
farmasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui sifat fisikokomia dan rumus kimia obat Griseofulvin.
b. Mengetahui farmakologi umum obat Griseofulvin.
c. Mengetahui farmakodinamik obat Griseofulvin.
d. Mengetahui farmakokinetik obat Griseofulvin.
e. Mengetahui toksisitas obat Griseofulvin.
f. Mengetahui secara umum infeksi dermatofitosis.
D. Manfaat
1. Manfaat Akademik
Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang farmasi, serta
mengetahui
sediaan,
mekanisme
kerja,
farmakodinamik
dan
BAB II
FARMASI - FARMAKOLOGI
A. Sifat Fisikokimia
Griseofulvin mempunyai struktur kimia 7-Kloro-2',4,6-trimetoksi-6'
metilspiro[benzofuran-2(3H), 1'-[2]sikloheksena]3,4'-dion[126-07-8] dengan
BM 352,77, mempunyai potensi tidak kurang dari 900 g C17H17ClO6 per mg.
Griseofulvin ini merupakan serbuk putih sampai kuning gading pucat, tidak
berbau dan tidak berasa. Griseofulvin mempunyai kelarutan sangat sukar larut
dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P dan metanol P, mudah larut dalam
tetrakloretana P, dan larut dalam kloroform P (Depkes RI, 1995).
Biopharmaceutics Classification System (BCS) griseofulvin ini masuk dalam
kelas II yaitu obat yang mempunyai kelarutan rendah serta permeabilitas
tinggi.
Gambar II.1: Struktur Kimia Griseofulvin
10
12
2. Khasiat
Griseovulfin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit
seperti Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel
muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini
tidak efektif terhadap bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan
Nocardia (Syarif, 2012).
3. Kontraindikasi
Terapi farmakologik dengan griseofulvin tidak boleh pada pasien
dengan porfiria, kegagalan hepatoseluler, dan pada pasien dengan riwayat
13
14
D. Farmakokinetik
Farmakokinetik merupakan perubahan perubahan yang terjadi pada
konsentrasi obat dalam berbagai cairan tubuh dan jaringan dalam sistem
dinamis, pembebasan obat dari bentuk sediannya, absorbsi, distribusi,
penyimpanan dalam tubuh, ikatan ikatan, metabolisme, dan ekskresi.
Berikut akan dijelaskan mengenai farmakokinetik dari obat griseofulvin.
1. Pola ADME, Waktu Paruh dan Ikatan Protein
Absorpsi griseofulvin sangat bergantung pada keadaan fisik obat ini
dan absorpsinya dibantu oleh makanan yang banyak mengandung lemak.
Senyawa dalam bentuk partikel yang lebih kecil (microsized) diabsorpsi 2
kali lebih baik daripada partikel yang lebih besar. Griseofulvin berukuran
mikro dengan dosis 1 gram hari akan menghasilkan kadar dalam darah
0,5-15 mcg/ml. Griseofulvin berukuran ultramikro diabsorpsi 2 kali lebih
baik dari senyawa berukuran mikro Metabolisme terjadi di hati. Metabolit
utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu paruhnya kira-kira 24 jam.
16
Jumlah yang diekskresikan melalui urine adalah 50% dari dosis oral yang
diberikan dalam bentuk metabolit dan berlangsung selama 5 hari. Kulit
yang sakit mempunyai afinitas lebih besar ter hadap obat ini, ditimbun
dalam sel pembentuk keratin, terikat kuat dengan keratin dan akan
muncul bersama yang baru berdiferensiasi sehingga sel baru ini akan
resisten terhadap serangan jamur. Keratin yang mengandung jamur akan
terkelupas dan digantikan oleh sel baru yang normal ini dapat ditemukan
dalam sel tanduk 4-8 jam setelah pemberian per oral (Syarif, 2012).
Crounse (1961) menemukan bahwa konsumsi makanan tinggi lemak
meningkatkan penyerapan sistemik zat antijamur griseofulvin. Hal ini
membuat suatu teori bahwa kadar serum griseofulvin lebih tinggi setelah
pemberian makanan tinggi lemak bias dan baik untuk meningkatkan
penyerapan obat atau mungkin untuk tingkat penurunan clearance obat
dari serum. Namun, ketika digunakan suatu emulsi lemak intravena
(lipomul) ternyata tidak berpengaruh pada tingkat griseofulvin dalam
darah. Dalam studi oleh Kabasakalian dkk. (1970) ekskresi urin 6demethyl griseofulvin digunakan sebagai indeks penyerapan griseofulvin
dalam subjek penelitian manusia tunggal. Pengaruh waktu pemberian obat.
asupan lemak, modifikasi diet, tingkat dosis, dan ukuran partikel obat pada
ekskresi metabolit diikuti. Penyerapan terendah di pagi hari menyusul
cepat pada malam hari. Penyerapan maksimal terjadi ketika obat diberikan
17
pada siang hari. Pada saat sarapan penyerapan obat ditingkatkan dengan
konsumsi makanan berlemak. Selain itu dari makanan yang digoreng dan
kacang-kacangan untuk diet juga meningkatan penyerapan obat (Nutrition
and Drug Interrelations, 1978).
2. Bioavailabilitas
Griseofulvin mengalami first past effect karena obat ini diberikan per
oral. Hal ini menyebabkan perbandingan kadar obat dengan waktu
menunjukan kurva yang rendah sehingga mempengaruhi onset kerja
griseofulvin. Walaupun semua obat terabsorpsi dari saluran pencernaan
tetapi dimetabolisasi di hepar sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Griseofulvin dapat ditingkatkan penyerapannya dengan makanan
berlemak (Syarif,2012).
E. Toksisitas
1. Toksisitas dan Efek Samping
Efek samping yang berat jarang timbul akibat pemakaian griseofulvin.
Leukopenia dan granulositopenia dapat terjadi dalam pemakaian dosis
besar dalam waktu lama, karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan
darah yang teratur selama pemakaian obat ini. Sakit kepala merupakan
keluhan utama, terjadi kira kira pada 15% pasien, yang akan hilang
18
F. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah salah satu kelompok dermatomikosis
superfisialis yang disebabkan oleh jamur dermatofit, terjadi sebagai reaksi
pejamu terhadap produk metabolit jamur dan akibat invasi oleh suatu
organisme pada jaringan hidup. Dermatofitosis secara klinis didefinisikan
penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang
jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit, rambut dan
kuku pada manusia dan hewan. Dermatofitosis juga didefinisikan setiap
infeksi fungal superfisial yang disebabkan dan mengenai stratum korneum
kulit, rambut dan kuku termasuk onikomikosis dan berbagai macam bentuk
tinea. Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis (Budimulya
dkk,2004).
Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton, yang dikelompokkan dalam kelas
Deuteromycetes. Dari ketiga genus tersebut telah ditemukan 41 spesies, terdiri
dari 17 spesies Microsporum, 22 spesies Trichophyton, 2 spesies
Epidermophyton. Dari 41 spesies yang telah dikenal, 17 spesies diisolasi dari
20
21
infeksi tinea. Alas kaki yang tertutup, berjalan, adanya tekanan temperatur,
kebiasaan penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang berkeringat
meningkatkan kejadian tinea pedis dan onikomikosis (Ervianti, 2002).
Penegakan diagnosis dermatofitosis pada umumnya dilakukan secara
klinis, dapat diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopis, kultur, dan
pemeriksaan dengan lampu wood pada spesies tertentu. Pada pemeriksaan
dengan emeriksaan KOH 1020%, tampak dermatofit yang memiliki septa
dan percabangan hifa. Pemeriksaan kultur dilakukan untuk menentukan
spesies jamur penyebab dermatofitosis (Djuanda, 2007).
G. Cara Penulisan Resep
Kasus 1 :
Seorang anak laki laki bernama Luke Skywalker berusia 6 tahun
dengan berat badan 20kg datang ke tempat praktek anda diantar ibunya
dengan keluhan gatal pada daerah selangkangan sejak 2 minggu yang lalu.
Gatal semakin lama semakin meluas ke bawah perut dan ke belakang meluas
sampai ke bokong. Gatal akan semakin hebat setelah beraktivitas dan
berkeringat. Pemeriksaan fisik menunjukan lesi kulit berbatas tegas dengan
peradangan pada daerah inguinal dekstra dan sinistra, tampak patch
eritematosa, hiperpigmentasi, skuama dan papul papul dengan sifat lesi lebih
aktif di bagian tepi.
22
23
R/ Sirup Griseofulvin
S. 1. d.d. c.
125 mg
5 ml
112ml
1
. p.c.
2
Pro
: An. Luke Skywalker
Umur : 6 tahun
Alamat : Dukuh Kupang Timur
Kasus 2 :
Seorang wanita 30 tahun bernama Leia datang ke praktek anda dengan
keluhan gatal pada sela jari kaki dan telapak kakinya. Gatal makin berat
setelah mencuci pakaian. Pada pemeriksaan lokalis tampak vesikel pada sela
jari kaki kanan dan kiri. Pemeriksaan penunjang didapatkan hypa bersepta (+).
a.
b.
24
Jawaban Kasus 2 :
a. Tinea pedis
b. Sebelum menuliskan resep obat griseofulvin sebaiknya tanyakan
dahulu apakah ada alergi dengan obat tersebut, jika iya maka
digunakan antifungi yang lain.
Dosis dewasa
: 500 1000mg/hari
Lama pemberian
: 4 Minggu
iter. 1x
R/ Tablet Griseofulvin
S. 3.d.d. Tab. I .p.c.
250 mg
Pro
: Ny.Leia
Umur : 30 tahun
Alamat : Dukuh Kupang Barat
25
No.XLII
BAB III
PEMBAHASAN
Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseovulvumdierckx. Pada tahun 1946,
susut dan mengecilnya hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian ternyata
diketahui bahwa bahan yang mereka isolasi dari Penicillium jancezewski adalah
griseofulvin. Grisoefulvin merupakan suatu antibiotik yang bersifat fungistatik,
secara in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit. Berdasarkan
Biopharmaceutics Classification System (BCS) griseofulvin masuk dalam kelas II
yaitu merupakan obat yang mempunyai kelarutan rendah dan permeabilitas tinngi.
Obat yang mempunyai kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi maka kecepatan
absorbsi obat tersebut ditentukan oleh tahapan kecepatan disolusi obat tersebut dalam
cairan di tempat obat diabsorbsi (Syarif, 2012).
Mekanisme kerja griseofulvin telah diduga melibatkan inhibitor selektif
mitosis sel jamur yang berasosiasi dengan akumulasi dalam lapisan keratin dari
epidermis. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa griseofulvin menghambat
mitosis pada jamur yang sensitif dengan menyerupai mekanisme kerja kolkisin dan
obat antimitosis lain dalam sel mamalia dengan cara merusak fungsi benang spindel
mikrotubulus (MT) dalam pembelahan sel jamur. Efek antiproliferatif dan antimitosis
dari griseofulvin dalam sel mamalia masih sangat lemah sehingga untuk menghambat
pertumbuhan jamur membutuhkan konsentrasi mikromolar yang tinggi (Dulal P et
all,2005).
26
28
penyembuhan sempurna baru terjadi setelah beberapa minggu. Biakan jamur menjadi
negatif dalam 1 2 minggu tetapi pengobatan sebaiknya dilanjutkan sampai 3 4
minggu. Infeksi pada telapak tangan dan telapak kaki lebih lambatbereaksi, biakan
disini baru negatif setelah 2 4 minggu dan pengobatan membutuhkan waktu sekitar
4 8 minggu (Syarif, 2012).
29
BAB IV
KESIMPULAN
1. Griseofulvin diisolasi pada tahun 1946, susut dan mengecilnya hifa yang
disebut sebagai curling factor kemudian ternyata diketahui bahwa bahan yang
mereka isolasi dari Penicillium jancezewski adalah griseofulvin. Griseovulfin
in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Trichophyton,
Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel muda yang sedang
berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini tidak efektif terhadap
bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan Nocardia. Efek fungistatik obat
ini belum sepenuhnya dapat dijelaskan.
2. Perananan griseofilvin dalam bidang farmasi dikhususkan untuk mengobati
infeksi jamur dermatofitosis, sebaliknya griseofulvin tidak dapat digunakan
untuk mengobati jamur lain seperti kandidiasis, Actinomyces dan Nocardia.
Dermatofitosis
diketahui
terdiri
dari
genus
yaitu
Trichophyton,
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Idris, F., dan Widjajarta, M., 2006, Obat Generik Harga Murah Tapi Mutu Tidak
Kalah, (http://www.medicastore.com, diakses tanggal 23 Desember 2015).
Magellan Medicaid Administration.2014. Antifungals, Oral Therapeutic Class
Review
(TCR).
Provider
Synergies,
L.L.C.
Magellan
Medicaid
Administration,Inc.
Mitrea, LS. Pharmacology. Canada: Natural Medicine Books. 2008. h. 53.
Nutrition and Drug Interrelation, 1978.International Symposium on Nutrition and
Drug Interrelations Lowa State University.United Kingdom.Academic
Press,Inc.
Ozkurt Z, Erol S, Kadanali A, Ertek M, Ozden K, Tasyaran MA. Changes in
antibiotic use, cost and consumption after an antibiotic restriction policy
applied by infectious disease specialists. Jpn J Infect Dis. 2005; 58:338-43.
Royal Pharmaceutical Society of Great Britain (2000) Martindale, The Extra
Pharmacopoeia, 13th Ed., London, The Pharmaceutical Press [MicroMedex
Online]
Syarif, Amir dr.SKM,SpFK, Dr.dr.Purwantyastudi A,MSc,SpFK, Prof.DR.drRianto
Setiabudy,SpFK dkk.2012.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta.Badan
Penerbit FKUI,Jakarta. Halaman 579,580.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima Cetakan Pertama. Penerbit PT Elex
Media : Jakarta
33
34