Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

MASTOIDITIS

Referat ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
RSU. Haji Medan

Pembimbing:
dr. Dewi

Disusun Oleh:
Rakha Muhammad Buchori 20360153
Muhamad Rizki Arahman

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN TELINGA


HIDUNG TENGGOROK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan referat ini dengan judul “Mastoiditis”. Penyelesaian referat ini banyak
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Dewi selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tentu tidak lepas dari
kekurangan karena kebatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka
sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat.

Medan, Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHU
LUAN
1.1 Latar Belakang

Mastoiditis akut (MA) merupakan salah satu komplikasi


intratemporal Otitis media (OM) yang tidak tertangani dengan baik.
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang
terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah
sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang melekat di tulang
temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang
sebelumnya telah menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-
gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga
tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi
pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi
telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).
Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis
merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya
pendengaran pada orang dewasa. Jika tidak di obati, infeksi bisa
menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di antaranya
otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi
antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah sebelum
berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan
kematian.

1.2. Batasan Masalah

Referat ini akan membahas tentang mastoiditis beserta


komplikasinya khususnya dari segi gambaran radiologis
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang mastoiditis dari definisi, epidemiologi, etiologi,
gejala klinis, penegakan diagnosa, dan pengobatannya
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran radiologis pada mastoiditis

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan referat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi


pada telinga tengah, dan jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis
adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang
temporal. Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke
dalam pneumatic system selulae mastoid melalui antrum mastoid.

2.2. Anatomi System Pendengaran

Gambar 1. Anatomi System Pendengaran


Gambar 2. Anatomi Tulang Temporal

Mastoid berkembang dari kantong sempit di epitympanum posterior


bernama aditus ad antrum. Pneumatisasi terjadi tak lama setelah kelahiran,
setelah terjadi aerasi telinga tengah. Proses ini selesai pada saat seseorang
berumur 10 tahun. Sel udara mastoid terbentuk oleh invasi kantung berlapis
epitel antara spikula tulang baru dan oleh degenerasi dan redifferensiasi ruang
sumsum tulang yang ada. Bagian tulang temporal lainnya, termasuk apeks
petrosus dan akar zygomaticus, mengalami pneumatisasi yang sama. Antrum,
mirip dengan sel-sel udara mastoid, dilapisi dengan epitel respiratorius yang akan
membengkak bila terjadi infeksi. Penyumbatan antrum oleh mukosa yang
mengalami inflamasi memerangkap infeksi di sel udara dengan menghambat
drainase dan menghalangi aerasi kembali dari sisi tengah telinga.
Mastoid dikelilingi oleh fossa cranial posterior, fossa kranial tengah,
saluran nervus fasialis, sinus sigmoid dan lateral, dan ujung petrosus tulang
temporal. Mastoiditis bisa mengikis seluruh antrum dan meluas ke salah satu
daerah yang bersebelahan tersebut, menyebabkan morbiditas yang signifikan
secara klinis dan penyakit yang mengancam jiwa.
Coalescence /Pergabungan
Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan
osteitis, yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel
mastoid; oleh karena itu, istilah mastoiditis coalescent digunakan. Coalescent
mastoiditis pada dasarnya merupakan empiema tulang temporal yang akan
menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat,
baik dengan mengalir melalui antrum secara alami yang akan menyebabkan
resolusi spontan atau mengalir ke permukaan mastoideus secara tidak wajar,
apeks petrosus, atau ruang intracranial. Tulang temporal lain atau struktur di
dekatnya, seperti nervus fasialis, labirin, atau sinus venosus, dapat terlibat.
Mastoiditis dapat berhenti pada tahap manapun.
Hal ini berlangsung dalam 5 tahapan:

Tahap 1 - hiperemia dari lapisan mukosa dari sel udara mastoid

Tahap 2 - Transudation dan eksudasi cairan dan / atau nanah dalam sel-sel

Tahap 3 - Nekrosis tulang yang disebabkan oleh hilangnya vascularity dari


septa

Tahap 4 - Hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence)

menjadi rongga abses


Tahap 5 - Perluasan proses inflamasi ke daerah-daerah berdekatan

2.3. Epidemiologi

Masih belum diketahui secara pasti, tetapi biasanya terjadi pada pasien-
pasien muda dan pasien dengan gangguan sistem imun.

a. Di Amerika Serikat
Sebelum masa antimikroba, mastoidektomi dilakukan sebanyak 20% dari
pasien dengan AOM. Insiden mastoiditis telah menurun sejak berkembangnya
antimikroba dan telah menjadi langka. Pada tahun 1948, tingkat ini menurun
sampai kurang dari 3% dan saat ini diperkirakan kurang dari 5 kasus per
100.000 orang di Amerika Serikat atau negara-negara maju lainnya. Insiden
mastoiditis lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di tempat lain,
terutama sebagai konsekuensi dari otitis media yang tidak diobati. Walaupun
insiden penyakit ini telah menurun secara substansial di Amerika Serikat, namun
masih merupakan infeksi yang signifikan secara klinis dengan potensi
komplikasi yang mengancam jiwa.
Yang menjadi perhatian besar adalah dilaporkannya peningkatan tajam
insiden mastoiditis akut pada dekade terakhir di beberapa lokasi. Peningkatan ini
mungkin karena meningkatnya tingkat infeksi yang disebabkan oleh organisme
yang tahan antibiotic, virulensi patogen yang meningkat dan penurunan
penggunaan antibiotika untuk mengobati otitis media akut. Kejadian ini
kemungkinan besar menurun dengan ketersediaan dan pemberian vaksin
pneumokokus terkonjugasi, yang telah diizinkan untuk penggunaan klinis pada
tahun 2000.

b. Internasional
Negara-negara berkembang dan negara-negara di mana AOM tidak
diobati dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis, mungkin
dihasilkan dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh, insiden
mastoiditis akut di Belanda, yang memiliki tingkat peresepan antibiotik rendah
untuk AOM, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per tahun. Di
semua negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh
lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun.
2.4. Patofisiologi / Etiologi
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus.
Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air
ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat
menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan
menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus
respiratorius.
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah,
bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang
didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negatif dan St. aureus adalah
beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah
disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari
sistem imun dari seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis.
Pada beberapa penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang
menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga tengah
sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S.
Pnemonieae
Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat
dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu
sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di
bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya
seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya
penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada
dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotik dan kekuatan penetrasi bakteri
terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya
penyakit.2

2.5. Gejala Klinis

Gambar 3. Mastoiditis dengan abses subperiosteum.

Pasien memiliki gejala unik dari mastoiditis akut dan kronis. Mastoiditis
akut umumnya timbul setelah episode baru atau terjadi bersamaan dengan
otitis media akut (AOM) dan sering menyebabkan demam.
Presentasinya bervariasi menurut usia dan tahap infeksi.
1. Penyakit kronis, yang dapat subklinis, sering terjadi sekunder pada
pengobatan sebagian AOM dengan antibiotik.
2. Otorrhea yang berlangsung lebih dari 3 minggu adalah tanda yang
paling konsisten yang menunjukkan bahwa proses kronis yang
melibatkan mastoideus telah terjadi.
Demam bisa ditemukan. Suhu pasien dapat tinggi.

1. Demam dapat tak henti-hentinya pada mastoiditis akut dan


mungkin berhubungan dengan AOM terkait.
2. Demam yang menetap, terutama jika pasien mendapatkan
antimikroba yang memadai dan tepat, adalah umum pada
mastoiditis akut.
Nyeri dapat dilaporkan.

1. Nyeri terlokalisir jauh di dalam atau di belakang telinga dan


biasanya lebih buruk pada malam hari.
2. Nyeri yang menetap adalah tanda peringatan penyakit
mastoideus. Temuan ini mungkin sulit untuk mengevaluasi
pada pasien muda.
Kehilangan pendengaran dapat terjadi.

1. Hal ini biasa terjadi dengan semua proses melibatkan celah-


tengah telinga.

2. Lebih dari 80% pasien tidak memiliki riwayat otitis media yang
berulang.

Gejala nonspesifik (paling umum diamati pada bayi) termasuk kehilangan


nafsu makan dan iritabilitas.
Pemeriksaan Fisik
Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan
periosteal, abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti
puting) dari membran timpani pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal
memerlukan perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi
dari daun telinga ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak-anak <2
tahun) atau ke atas dan ke luar (pada anak-anak <2 tahun) dapat ditemukan.
Abses subperiosteal merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan
lipatan kulit postauricular. Jika lipatan tetap ada, proses ini terjadi di lateral
periosteum. Otitis media terlihat pada pemeriksaan dengan otoskop.
Tonjolan nipplelike dari membran timpani sentral mungkin ada, ini
biasanya disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten (mastoiditis
tersembunyi) dapat terjadi pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi
telinga persisten. Kondisi ini dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan
komplikasi lain.

Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:


1. Bulging membran timpani yang erythematous

2. Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid

3. Fluktuasi postauricular

4. Tonjolan dari aurikula

5. Pengenduran dinding kanalis posterosuperior

6. Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun)

7. Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2


tahun)
Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi
ekstensi ke luar prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya
atau dengan komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah.
Tanda-tanda meliputi:
1. Membran timpani terinfeksi atau normal

2. Demam berulang atau persisten

3. Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus


Pemeriksaan neurologis umumnya menghasilkan temuan nonfocal.
Namun, keterlibatan saraf kranialis dapat terjadi pada penyakit lanjut.
Tanda-tanda meliputi:
1. Palsy dari saraf abducens (saraf kranial VI)

2. Palsy dari saraf wajah (saraf kranial VII)

3. Rasa nyeri dari keterlibatan cabang oftalmik dari saraf trigeminal.


2.6. Diagnosis
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto
polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa dilihat
bahwa air cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan
normal terisi oleh udara) dan melebar.
Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur
mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan
adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya
penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah CT-
scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala.

Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan
myringotomy, ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan
anaerobik, jamur, mikobakteri dan basil tahan asam.
1. Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat
dibersihkan, dan sampel cairan drainase segar diambil.
2. Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari
telinga tengah dan bukan saluran eksternal.
3. Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat
membantu dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik.
4. Hasil kultur yang dikumpulkan dengan benar untuk bakteri
aerobik dan anaerobik sangat membantu untuk pilihan terapi
definitif.

2.7. Tatalaksana
Biasanya gejala umum berhasil, diatasi dengan pemberian antibiotik,
kadang diperlukan miringotomi. Jika terdapat kekambuhan akibat nyeri tekan
persisten, demam, sakit kepala, dan telinga mungkin perlu dilakukan
mastoidektomi. Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri,
anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan
mastoiditis. Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan hasil test
kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan
pada mastoid. Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan
jika dengan pengobatan tidak dapat membantu mengembalikan ke fungsi yang
normal.
Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi.
Meliputi dua hal penting:
1. Pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)

2. Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman


empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya
berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman (mujarab),
resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga. Pengetahuan dasar tentang
pola mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan antibiotikanya
sangat penting

2.8. Komplikasi Mortalitas dan Morbiditas

Mastoiditis, ketika berlanjut di luar 2 tahap pertama dianggap sebagai


komplikasi otitis media. Komplikasi dari mastoiditis adalah perluasan lebih
lanjut di dalam atau di luar mastoideus itu sendiri. Komplikasi yang umum
terjadi termasuk kehilangan pendengaran dan perluasan dari proses infeksi di
luar sistem mastoideus, mengakibatkan komplikasi intrakranial atau
ekstrakranial.

Komplikasi lainnya termasuk berikut ini :


1. Perluasan posterior ke sinus sigmoid, menyebabkan trombosis

2. Perluasan ke tulang oksipital, yang mengakibatkan osteomyelitis


calvaria atau abses Citelli
3. Perluasan superior ke fosa kranial posterior, ruang subdural, dan
meninges
4. Perluasan anterior ke akar zygomatic
5. Perluasan lateral membentuk abses subperiosteal
6. Perluasan inferior membentuk abses Bezold
7. Perluasan medial ke apex petrous

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang
terletak pada tulang temporal. Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan
infeksi telinga tengah ke dalam pneumatic system selulae mastoid melalui
antrum mastoid.
Pembuatan foto radiologik untuk mastoiditis akut biasanya dipakai
posisi Schuller atau Owen, sedangkan posisi Chausse III dipakai untuk
melihat ruang telinga tengah.

Pada akut otitis media & mastoiditis akan ditemukan hilangnya


radiolusen dari tuba eustachi dan meatus acusticus media, gambaran
radioopak antrum mastoid dgn perkaburan batas luar dinding mastoid.
Sedangkan pada proses kronik ditemukan sclerosis dari mastoid air cell,
merupakan komplikasi dari abscess & sequester dgn sclerosis dari mastoid
(sulit membedakan dengan cholesteatoma), abscess dinding batas tegas,
dapat menyebabkan extradural& intra cerebral sepsis. Komplikasi yang
serius diantaranya cholesteatoma. Gambaran cholesteatoma secara Ro sulit
dibedakan kecuali ada riwayat post operasi, perubahan-perubahan post
operasi mastoidectomi pelebaran aditus parsial atau complex, bergesernya air
cell, mastoid system.
Pemeriksaan CT Scan menggambarkan dimanapun di intracranial
adanya suspek komplikasi atau perluasan. Bukti dari mastoiditis adalah
menggambarkan destruksi mastoid dan kehilangan ketajaman sel udara
mastoid. Pada kasus-kasus tertentu, dengan menggunakan CT Scan
gambaran air cells yang kabur dapat diungkap, scan tulang dengan
technetium-99 dapat menolong mendeteksi perubahan osteolitic.
MRI tidak rutin digunakan untuk evaluasi mastoid. MRI adalah
standar untuk mengevaluasi jaringan lunak yang berdampingan, lebih
spesifik, intra cranial struktur dan untuk mendeteksi cairan yang terkumpul
extra axial dan yang berhubungan dengan masalah vascular. MRI membantu
dlaam merencanakan pengobatan operasi yang efektif.
MRI adalah lebih sensitive daripada radiografi konvensional, tetapi
kurang sensitive dibandingkan CT scan resolusi tinggi, karena keterbatasan
untuk menggambarkan tulang pada MRI.
DAFTAR PUSTAKA

Aboet, A. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Universitas Sumatra Utara: Medan

Adams, G., 2012. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. EGC: Jakarta

Djaafar, Z,. 2007. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta

Farida. 2009. Alergi Sebagai Faktor Risiko terhadap Kejadian Otitis Media Supuratif
Kronik Tipe Benigna. Fakultas Kedokteran Hasanuddin

Rasad, S. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi ke 2. Jakarta: FKUI

Richard, S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi VI. EGC: Jakarta

Shafiqul, I., dkk. 2010. Pattern and Degree of Hearing Loss in Chronic Suppurative Otitis
Media. Journal of Bangladesh J Otorhinolaryngol

Soepardi, A,. dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Vol VI(6). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Widodo, P., dkk. 2005. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret
Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akutdi RS Dr Kariadi Semarang.
Semarang

Anda mungkin juga menyukai