Anda di halaman 1dari 36

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana

terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran

timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang

hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah

dan berlangsung lebih dari 2 bulan.

Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran

timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan

seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut

Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan

mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan

terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel2

II. Epidemiologi

OMSK termasuk penyakit yang paling sering terjadi pada anak-anak

dan banyak menyebabkan komplikasi ketulian, bahkan kematian. Di dunia,

OMSK diketahui menjadi salah satu penyakit yang paling banyak terjadi di

negara- negara berkembang, salah satunya Indonesia. Berdasarkan survey

epidemiologi di seluruh dunia, terdapat 65-330 juta orang menderita OMSK

dengan otore dan 60% (39-200 juta) diantaranya mengalami gangguan


pendengaran signifikan.

Data epidemiologi OMSK dengan prevalensi tertinggi didapatkan pada

anak-anak Eskimo Alaska, Indian Amerika, Greenland dan Aborigin Australia

dengan prevalensi berkisar 7-40%. Negara industri seperti Amerika Serikat

dan Ingris prevalensinya kurang dari 1% (Roland et al., 2002; Lee et al., 2009;

Ajalloueyan, 2006; Ganie, 2008; WHO, 2014).

Pada survei epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1994-1996, di

tujuh provinsi di Indonesia, diketahui 25% pasien yang berobat ke poliklinik

THT merupakan pasien penderita OMSK, dengan angka prevalensi kasus di

Indonesia secara umum sekitar 3,8%. Pada tahun 2012 diperkirakan prevalensi

OMSK di Indonesia berkisar 5,4% pada semua umur dibandingkan dengan

negara-negara tetangga, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia dengan

prevalensi OMSK rata- rata sebesar 2,4% (Suwento, 2001; Ganie, 2008;

Mahadevan et al., 2012).

Data prevalensi OMSK di provinsi Bali sebesar 3,9% dari rata-rata

seluruh kabupaten. Pada penelitian Anggraeni (2012) di desa Abang,

Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, dilaporkan bahwa OMSK

ditemukan lebih banyak pada daerah pedesaan daripada perkotaan. Usia

terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun dan sekitar

20% penderita OMSK di Indonesia adalah anak sekolah. (Depkes, 2010).


III. Anatomi dan fisiologi

2.1. Anatomi Telinga

Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu

diketahui dan dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran.

Telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah dan telinga dalam

(Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J, 2011).

2.1.1 Anatomi telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai

membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan

kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan

pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam

rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3 cm (Soetirto

I, Hendarmin H, Bashiruddin J, 2011).

2.1.2. Anatomi telinga tengah

Telinga tengah merupakan ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis

temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Di ruang ini memiliki

beberapa tulang tulang pendengaran yang memiliki peran sebagai penerus

getaran ke perilympha telinga dalam , getaran tersebut berasal dari

membran timpani.
Telinga tengah terdiri dari :

• Batas luar : membran timpani

• Batas depan : tuba eustachii

• Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

• Batas belakang : aditus et antrum , kanalis fasialis pars vertikalis

• Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

• Batas dalam : berurutan dari atas kebawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap

bundah (round window) dan promontorium.

2.1.2.1.

Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum

timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.

Ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran timpani tidak tegak


lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari

belakang lu ar kemuka dalam dan membuat sudut 45 o dari dataran

sagital dan horizontal. Membran timpani merupakan kerucut, dimana

bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak

ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks

cahaya ( cone of ligt) (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :

1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

3. Stratum fibrosum (lamina proparia) yang letaknya antara stratum

kutaneum dan mukosum (Paparella MM, Adams GL, Levine

SC.,1997)

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa

2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas

muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi

oleh 2 lipatan yaitu :

a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

b.Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang) (Paparella

MM, Adams GL, Levine SC.,1997)


2.1.2.2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang

temporal, bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal

15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani

mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral,

dinding medial, dinding anterior, dinding posteri or (Berman S,2006).

Atap kavum timpani.

Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa

kranial dan lobus temporalis dari otak. B agian ini juga dibentuk oleh

pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis

sutura petroskuama (Berman S,2006).

Lantai kavum timpani

Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum

timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga

infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis

(Berman S,2006).

Dinding medial.

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga

dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam

(Berman S,2006).
2.1.2.3. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak

mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding

medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid

terletak dibawah duramater pada daerah ini (Miura MS,2005).

Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :

1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), dimana tidak

ditemui sel- sel.

2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel -sel kecil saja.

3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang lu as, dimana sel-

sel disini besar (Loy AHC, Tan AL, Lu PKS,2002).

2.1.2.4. Tuba Eustachius

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba

faringotimpani. Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang

tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga

tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar,

Helmi, & Restuti, 2007).

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan


panjang (2/3 bagian) (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2007).

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa

dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis

semisirkularis. Ujung atau puncak kokhlea disebut helikrotema,

menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli

(Soetirto I,Hendarmin H,Bashiruddin J ,2011)

2.2. Fisiologi pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang

ke kokhlea. Getaran tersebut menggetarkan mem bran timpani diteruskan ke

telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan

mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule

bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulka n gerak relative antara membran

basilaris dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel -sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan

proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke

dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis ( Soetirto I,Hendarmin

H,Bashiruddin J ,2011).

IV. Etiologi

OMSK hampir selalu diawali dengan otitis media yang berulang pada

anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari

nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga

tengah melalui tuba eustachius. Fungsi 4 tuba eustachius yang abnormal

merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft

palate dan Down Sindrome.

Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi

adalah defisiensi imun sistemik. kelainan humoral (seperti

hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV).

Penyebab OMSK antara lain:

a. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,

tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan

sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang


lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan

kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.

b. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor

genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi

belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

c. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis

media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa

yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi

kronis.

d. Infeksi

Jenis bakteri yang diisolasi dari mukosa telinga tengah hampir sama pada

otitis media kronis yang aktif. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri

gram-negatif, mikroflora pada usus, dan beberapa organisme lainnya.

e. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran

nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah

menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara

normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.


f. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis.

g. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian

penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-

toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

h. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema

tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum

diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk

mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak

mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal (Kumar S, 1996).

V. Patogenesis

OMSK berawal dari infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK

yaitu karena adanya iritas idan inflamasi mukosa telinga tengah yang disebabkan

oleh multifactorial, diantaranya infeksi karena virus atau bakteri , gangguan fungsi

tuba, alergi, sistem imun tubuh turun, lingkungan dan social ekonomi.
Kemungkinan penyebab tersebut mengakibatkan terjadinya Otitis Media Akut

(OMA).

Respon inflamasi yang ditimbulkan berupa udem mukosa. Jika proses

inflamasi tetap berjalan, maka menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.

Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi dapat

menyebabkan adanya jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi polip di

ruang telinga tengah. Jika proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya

jaringan granulasi terus berlanjut maka akan merusak jaringan sekitarnya,

termasuk akan menyebabkan perforasi gendang telinga yaitu disebut Otitis Media

Supuratif Kronik (OMSK)

Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorokan

dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius sehingga kavum timpani

mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengann otorea terus-menerus

atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses

kongesti vaskuler, mengakibatkan terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya

terjadi titik nekrotik yang berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat

penumpukan discharge dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya

perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga

timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari

kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke

dalam kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani
menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-

menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan penggolongan

stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman

gambaran patologi disebabkan oleh proses yang bersifat eksaserbasi atau persisten,

efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan sikatrik

Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa

sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau

mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama

menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau


polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi

drainase. Keadaan seperti ini menyebabkan OMSK menjadi penyakit persisten.

Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupannya

dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi

proses deskuamasi normal yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid,

selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan

media yang cukup sesuai bagi pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk.

Kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga mampu menghancurkan tulang di

sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim

osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan

ikat subepitel.18 Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi

pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran

bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif

VI. Gejala Klinis

a. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Sekret

yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan

mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopurulen yang tidak

berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi inflamasi mukosa telinga tengah

oleh perforasi membran timpani. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.

Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.

OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang

sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan

produk degenerasi kolesteatoma yang terlihat keping-keping kecil, berwarna

putih, mengkilap. Pada OMSK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga

tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret

yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip

telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatoma. Sekret yang encer berair tanpa

nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

b. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang

pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun ada juga bersifat tuli

campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi

sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat menghambat

bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatoma, tuli

konduktif kurang dari 20 dB ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih

baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang-tulang pendengaran menghasilkan

penurunan pendengaran lebih dari 30 dB. Berat ringan ketulian tergantung dari

besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem

pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat

tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran


Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya

infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistula labirin

tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan

terjadi tuli sensorineural berat

c. Otalgia ( nyeri telinga)

Pada OMSK, keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase sekret.

Nyeri dapat menandakan adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran

sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman

pembentukan abses otak. Nyeri telinga dapat juga berupa manifestasi dari otitis

eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK

seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

d. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius. Keluhan vertigo

merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh

kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang

mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya

karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih

mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga

akan meyebabkan keluhan vertigo. Fistula merupakan temuan yang serius pada

OMSK, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid

ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan bisa berlanjut menjadi meningitis.
e. Kurang Pendengaran

Kurang pendengaran dibedakan menjadi 3 jenis sesuai dengan letak kelainan,

yaitu kurang pendengaran tipe konduktif, kurang pendengaran tipe sensorineural,

dan kurang pendengaran tipe campuran ( Mixed Hearing Loss / MHL)

Conductive Hearing Loss (CHL) terjadi akibat adanya gangguan hantaran

suara yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar dan atau di

telinga tengah. Bersifat correctable, umumnya mengenai nada atau frekuensi

rendah. Derajat keparahan adalah ringan sampai sedang, dan membaik jika

menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Gejala klinis CHL umumnya

suaranya pelan karena penderita mendengar suaranya sendiri terdengar keras. Di

tempat keramaian lebih jelas mendengar (parakusis willissis). Penyakit yang

menyebabkan kurang pendengaran tipe konduktif adalah otitis media dan

otosklerosis.

Sensorineural Hearing Loss (SNHL) diakibatkan adanya kelainan pada telinga

dalam/koklea, nervus VIII, atau di pusat pendengaran. Bersifat uncorrectable,

umumnya mengenai nada tinggi. Derajat keparahan mulai dari ringan sampai

berat, dan tidak ada perbaikan jika menggunakan alat bantu dengar. Gejala klinis

berupa pasien kesulitan mendengar percakapan terutama di tempat keramaian dan

suara bicara penderita umumnya keras. Penyakit yang dapat menyebabkan SNHL

antara lain Meniere’s disease, trauma akustik, presbikusis, ototoksisitas, dan

neuroma akustik.
Mixed Hearing Loss (MHL) merupakan kombinasi dari CHL dan SNHL.

f. Presbikusis

Presbikusis merupakan kurang pendengaran sensorineural pada usia lanjut

oleh karena proses degeneratif pada organ pendengaran. Proses ini berjalan

perlahan-lahan dan simetris (terjadi pada kedua sisi telinga). Lanjut usia

dikatakan sebagai tahap akhir pada perkembangan pada daur kehidupan manusia.

Berdasarkan UndangUndang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat

2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun ke atas”. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut

dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59

tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90

tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun

Tipe Otitis Media Supuratif Kronik

OMSK terbagi atas 2 bagian berdasarkan ada tidaknya kolesteatom :

1. OMSK benigna (Tubotimpani) ialah proses peradangan yang terbatas pada

mukosa, tidak mengenai tulang. Perforasi letak di sentral. Umunya OMSK tipe

benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe

benigna ini tidak terdapat kolesteatom.

 Tipe aktif (wet perforation) : Mukosa mengalami inflamasi dan terdapat

discharge mukopurulen.
 Tipe inaktif (dry perforation) : Tidak terdapat inflamasi pada mukosa dan

tidak ditemukan discharge mukopurulen.

 Perforasi permanen : Perforasi sentral tipe dry yang tidak sembuh dalam

waktu lama mengindikasikan epitel skuamus eksternal dan mukosa internal

mengalami fusi pada daerah tepi perforasi.

 Otitis media kronik fase perbaikan : Perforasi akan tertutup oleh membran

tipis . Berkaitan juga dengan timpanosklerosis dan kurang pendengaran tipe

konduktif.

2. OMSK maligna (Atticoantral) ialah peradangan yang disertai kolesteatom yang

menyebabkan erosi pada tulang dan perforasi membran timpani, biasanya terletak

di marginal atau atik di kuadran posterosuperior pars tensa. Pada banyak kasus

terdapat granulasi dan osteitis.

 Inaktif : Kantung di bagian posterosuperior pars tensa atau regio atik

berpontensi terbentuknya kolesteatom.

 Aktif : Kolesteatom secara aktif mengikis tulang,membentuk jaringan

granulasi dan keluar discharge berbau busuk terus menerus dari telinga.
Gambar 1. Tipe perforasi pada kasus OMSK

Keterangan gambar :

Gambar A : Perforasi kecil pada kuadran anterosuperior.

Gambar B : Perforasi sentral berbentuk seperti ginjal berukuran sedang.

Gambar C : Perforasi sentral subtotal.

Gambar D : Perforasi total dengan annulus fibrosus mengalami destruksi.

Gambar E : Perforasi atik pars flaccida.

Gambar F : Perforasi marginal di regio posterosuperior.

Perforasi pada gambar A,B,C terdapat pada OMSK tipe benigna atau tubotimpani

sedangkan gambar perforasi D,E,F terjadi pada OMSK dengan kolesteatom.


Perbedaan OMSK tipe Tubotimpani dan Atticoantral

Pemeriksaan Fisik

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinis sebagai

berikut:
1. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli

konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian

tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan

mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah.

Paparella, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK

ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke

dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan

penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase

awal terbatas pada lengkung basal koklea tapi dapat meluas kebagian apek

koklea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,

sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri

atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata

kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO

1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969.


Derajat Ketulian dan Nilai Ambang Pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969

Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi

koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang

serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat

diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk

perbaikan pendengaran. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh

penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barany. Audiometri
tutur dengan masking dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli

campur (Boesoirie S, 2007).

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai

diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.

Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,

lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya

atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan

kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:

a) Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari

arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena

memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang

sklerotik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk

menghindari dura atau sinus lateral.

b) Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.

Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat

diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

c) Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan

yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan

kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan


melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat

kolesteatom.

d) Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga

dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan

CT-scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom,

ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula

pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi

jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu

seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya

penyakit mastoid

VII. Diagnosis

Diagnosis OMSK didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan telinga

(pemeriksaan otoskopik) dengan atau tanpa pemeriksaan kultur bakteri. Anamnesis

meliputi riwayat nyeri pada telinga, sekret yang keluar dari telinga atau rasa sakit saat

telinga disentuh atau ditekan. Suspek OMSK juga pada pasien dengan riwayat sakit

tenggorokan, batuk dan gejala infeksi saluran pernafasan atas.

Otitis media supuratif kronis ditandai dengan keluarnya cairan dari telinga

yang bersifat persisten lebih dari 2-6 minggu akibat ada perforasinya membran

timpani. Temuan khas lainnya yaitu berupa penebalan granular mukosa telinga

tengah, polip mukosa dan kolesteatoma dalam telinga tengah. Otitis media supuratif

kronis dibedakan dari otitis media kronis dengan otitis media efusi, dimana otitis
media efusi membran timpani tampak utuh dengan cairan di telinga tengah tetapi

tidak ada infeksi aktif.

Pemeriksaan garpu tala juga penting dilakukan. OMSK dapat menyebabkan

conductive hearing loss (CHL) serta gangguan sensory neural hearing loss

(SNHL).OMSK ditandai dengan adanya perforasi membran timpani, yang dapat

menghambat konduksi suara ke telinga bagian dalam. Tingkat terganggu fungsi

pendengaran juga telah dibuktikan berbanding lurus dengan kerusakan yang

disebabkan pada struktur telinga tengah. Dalam beberapa kasus OMSK, bisa ada

gangguan pendengaran permanen yang dapat dikaitkan dengan perubahan jaringan

ireversibel dalam pendengaran. Infeksi kronis telinga tengah menyebabkan edema

pada lapisan telinga tengah, perforasi membran timpani dan gangguan tulang

pendengaran, sehingga terjadi CHL.

Selain itu, mediator inflamasi yang dihasilkan selama OMSK dapat

menembus ke telinga bagian dalam melalui jendela bulat. Hal ini dapat menyebabkan

hilangnya sel-sel rambut di koklea, yang menyebabkan gangguan pendengaran

sensorineural (SNHL).
VIII. Tatalaksana

Pada OMSK benigna diusahakan epitelisasi tepi perforasi melalui tindakan

poliklinik dengan melukai pinggir perforasi secara tajam atau dengan mengoleskan

zat kaustik seperti nitras argenti 25%, asam trichlor asetat 12%, alkohol absolut, dll.

Bila terdapat tuli konduktif dan bila perforasi menetap maka idealnya dilakukan

timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi. Terapi konservatif dengan

medikamentosa hanyalah bersifat sementara dan diberikan sebelum dilakukan

pembedahan.

Indikasi timpanoplasti:

 Penderita dengan tuli konduksi karena perforasi membran timpani atau disfungsi

ossikular.

 Otitis media kronik atau rekuren sekunder terhadapkontaminasi.


 Tuli konduksi progresif karena patologi telinga tengah.

 Perforasi atau tuli persisten lebih dari 3 bulan karena trauma,infeksi atau

pembedahan.

 Ketidakmampuan untuk mandi atau berpartisipasi dalam olahraga air dengan aman

Pada tatalaksana OMSK terbaru dimana kombinasi antibiotik topikal dan sistemik

merupakan pilihan pertama dalam tatalaksana OMSK. Pada tatalaksana terbaru

menunjukkan angka kesembuhan sebesar 93% pada 100.000 kasus di Amerika

Serikat pada tahun 2015.Dalam pemilihan antibiotik harus diingat: pada OMSK telah

terjadi perubahan yang menetap, resolusi spontan sangat sulit terjadi dan biasanya ada

gangguan vaskularisasi di telinga tengah sehingga antibiotik sistemik sukar mencapai

sasaran dengan optimal, kronisitas dengan fase aktif dan fase tenang yang bergantian

dapat terjadi sepanjang umur maka diperlukan antibiotika pada setiap fase aktif,

pemberian jangka panjang menimbulkan resistensi dan efek samping selain masalah

cost effective dari obat yang dipakai.

Berdasarkan hasil uji kepekaan kuman yang diisolasi dari sekret telinga pasien

OMSK menurut sensitivitasnya: Ciprofloxacin 48,50%, Fosfomycin 30,30%,

Moxifloxacin 30,30%, Dibekacin 28,79% dan Gentamycin 25,76%. Keuntungannya

adalah memberi dosis adekuat, tetapi dapat menyebabkan ototoksik bila masuk ke

telinga dalam, karena itu tidak dianjurkan pemakaian lebih dari dua minggu. Obat

tetes telinga jenis ofloxacin terbukti aman, tidak toksik terhadap labirin, efektif
sebagai obat tunggal, sehingga direkomendasikan sebagai obat lini pertama untuk

dewasa dan anak-anak, namun obat tetes telinga tidak dipakai sebagai profilaksis.

Terapi antibiotik sistemik diperlukan pada pasien OMSK untuk mencapai

jaringan yang terinfeksi. Amoksisilin/clavulanat merupakan obat pilihan pertama

pada pasien OMSK sedangkan obat golongan kuinolon merupakan obat pilihan

kedua. Amoksiklav merupakan obat golongan β-laktam dan βlaktamase inhibitor

yang sensitif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus yang

merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada pasien OMSK. Pada usia <18

tahun, kuinolon dapat menyebabusi gangguan pertumbuhan pada tulang, sendi dan

tendon.

Antibiotik dapat diberikan pada setiap fase aktif dan disesuaikan dengan kuman

penyebab. Patogen OMSK terutama kuman gram negatif, yaitu Pseudomonas

aeruginosa yang tidak sensitif lagi terhadap antibiotik klasik seperti penisilin G,

amoksilin, eritromisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Kotrimoksasol juga kurang

poten tetapi masih lebih baik. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung dipilih

yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat

pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas sebagai

kuman penyebab, sekret kuning pekat sering kali disebabkan oleh Staphylococcus,

sekret berbau busuk sering kali mengandung golongan anaerob. Kotrimoksasol atau

ampisilin sulbaktam dapat dipakai bila tidak ada kecurigaan terhadap Pseudomonas

sebagai kuman penyebab.


Dari penelitian sebelumnya kebanyakan kuman tersebut masih sensitif terhadap

fluoroquinolon (ofloksasin atau siprofloksasin), sehingga dapat dipakai pada orang

dewasa bila tidak ada kecurigaan terhadap kuman anaerob sebagai penyebab. Bila

diduga ada kuman anaerob dapat dipilih metronidazol, klindamisin, atau

kloramfenikol. Bila sukar menentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran

trimetoprim sulfametoksasol atau amoksilin klavulanat. Pada penderita berusia lebih

dari 18 tahun dapat dipilih siprofloksasin atau ofloksasin.

Irigasi aural dengan larutan NaCl 0,9% dilakukan pada OMSK- aktif. Irigasi aural

adalah suatu proses pembersihan telinga dari kotoran telinga, benda asing, cairan

telinga dengan menggunakan cairan irigasi berupa NaCl 0,9%, H2O2, asam asetat.

Sejumlah larutan dialiri melalui kanalis auditori eksterna menggunakan jarum suntik

irigasi dan dibiarkan mengalir keluar selama 5-10 menit sebelum pemberian

antibiotik topikal. Akhir-akhir ini, larutan campuran asam asetat 50% dan air steril

50% digunakan sebagai larutan irigasi dikarenakan lebih tidak menimbulkan nyeri

dan lebih efektif membersihkan telinga.

Selain itu, dilakukan aural toilet dengan menggunakan suction dan cotton bud.

Aural toilet merupakan proses penting dalam pengobatan OMSK. Kanalis auditoris

eksterna dan jaringan lateral telinga tengah yang terinfeksi sering ditutupi dengan

eksudat berlendir atau jaringan epitel. Tujuan dilakukan aural toilet adalah untuk

membersihkan telinga tengah sehingga obat topikal dapat menembus jaringan.

Perkembangan aural toilet terkini dengan menggunakan mikroskop.


Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronis

Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada

faktorfaktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada

waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit

menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta

mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis

kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, terapi obat-obatan dapat

digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. Prinsip pengobatan tergantung

dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas

konservatif dan operatif.

1) Penatalaksanaan OMSK Tipe Tubotimpani

a) OMSK Tipe Tubotimpani Aktif

Keadaan ini harus dilakukan pembersihan liang telinga dan kavum

timpani (toilet telinga). Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan

yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret

telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

b) OMSK Tipe Tubotimpani Tenang (Tidak Aktif)

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk

jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,

dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas

atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi


rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi

berulang serta gangguan pendengaran (Soepardi et all, 2007).

2) Penatalaksanaan OMSK Tipe Atikoantral

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan

konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara

sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi

abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan

mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang

dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe tubotimpani

atau tipe atikoantral, antara lain :

1. Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe tubotimpani yang tidak sembuh

dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan

pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan

agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.

2. Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau

kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan

kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding

batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga

mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi


satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua

jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,

tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid

dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan

operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga

mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

4. Miringoplasti

Dilakukan pada OMSK tipe tubotimpani yang sudah tenang

dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi

membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang

paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1.

Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi

adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK

tipe tubotimpani dengan perforasi yang menetap.

5. Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMSK tipe tubotimpani dengan kerusakan yang lebih

berat atau OMSK tipe tubotimpani yang tidak bisa diatasi dengan

pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan

penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain


rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga

rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi

tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III,

IV dan V.

6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach

Tympanoplasty).

Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe

tubotimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi

untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa

melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding

posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di

sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di

kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga

mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik

operasi ini pada OMSK tipe atikoantral belum disepakati oleh para

ahli karena sering timbul kembali kolesteatom (Soepardi et all, 2007).

IX. Komplikasi

Otitis media supuratif , baik yang akut maupun yang kronis, mempunyai

potensi menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan

menyebabkan kematian. Terjadinya komplikasi tergantung pada kelainan patologik


penyebab otorea. Umumnya komplikasi terjadi pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi

suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK

tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.

Komplikasi dibagi menjadi komplikasi intra temporal dan komplikasi

intracranial. Komplikasi intratemporal yaitu abses subperiosteal, labirinitis, paresis

fasial, dan komplikasi intracranial yaitu abses ekstradural, abses perisinus,

tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, dan meningitis otikus.


DAFTAR PUSTAKA

1. Gupta C, Anjana A, Narendra DG. Role of acetic acid irrigation in medical

management of chronic suppurative otitis media: A comparative study.

Indian J Otolaryngology Head Neck Surgery. 2015.

2. Monasta L, Ronfani L, Marchetti F, Montico M, Brumatti LV, Bavcar A,

et al. Burden of disease caused by otitis media: systematic review and

global estimates. PLoS One. 2012.

3. Qureishi A, Lee Y, Belfield K, Birchall JP, Daniel M. Update on otitis

media-prevention and treatment. Infect Drug Resist. 2014.

4. Roland PS. Chronic suppurative otitis media treatment & management.

New York. 2016

5. Sattar A, Alamgir A, Hussain Z, Sarfraz S, Nasir J , Alam B. Bacterial

spectrum and their sensitivity pattern in patients of chronic suppurative

otitis media. J Coll Physicians Surgery.2012.

6. Skandalakis, Jon E. Skandalakiis’ Surgical anatomy.

7. Maisel HR, MD. Trakeostomi. Boeis Buku ajar penyakit THT.

1997;6;473-485

Anda mungkin juga menyukai