PENDAHULUAN
negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini
sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh
melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat
bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan
demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh
spesies Salmonella enteriditis. Sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam
TINJAUAN PUSTAKA
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endocardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam
enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid
namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteridis
sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.
1.2 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
yang sedang berkembang. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis)
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Salmonella typhi
yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di
dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S. typhi
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
1.3 Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai
antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin.1,2
1.4 Patogenesis
yaitu :1,3
retikuloendotelial
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan
limfe.1,2,3
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka Salmonella typhi akan ke
luar dari habitatnya dan melalui ductus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan
cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh
Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin
dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vascular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga
Respon Imunologik
Pada demam tifoid terjadi respons imun humoral maupun seluler baik di tingkat local
(gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi bagaimana mekanisme imunologik ini dalam
menimbulkan kekebalan maupun eliminasi terhadap Salmonella typhi tidak diketahui dengan
pasti. Diperkirakan bahwa imunitas seluler lebih berperan. Penurunan jumlah limfosit T
ditemukan pada pasien sakit berat dengan demam tifoid. Karier memperlihatkan gangguan
reaktivitas selular terhadap antigen Salmonella ser. typhi pada uji hambatan migrasi leukosit.
Pada karier, sejumlah besar basil virulen melewati usus tiap harinya dan dikeluarkan dalam
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-
14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak
memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala
ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit
di rumahnya.1,4,5
pemakaian atibiotik belum seperti saat ini, penampilan demam pada kasus demam tifoid
mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam
timbul insidious, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi
pada minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam
turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses
jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid
melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi
harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem
syaraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang
berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan
dapat juga dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai
akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid
sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, konstipasi atau konstipasi kemudian disusul
episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi
Rose spot, suatu ruam maculopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm,
sering kali dijumpai pada daerah abdomen, thoraks, ekstremitas dan punggung. Ruam ini
1.6 Diagnosis
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini
Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua minggu
pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S. typhi dari dalam darah pasien lebih besar dari
pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan
keberhasilan lebih kecil. Biakan specimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang
mempunyai sensitivitas yang tertinggi, hasil positif didapat pada 90%. Akan tetapi prosedur
ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu
dapat dilakukan specimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang
cukup baik.1,4,5
Uji serologi Widal suatu metode serologic yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatic (O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam
tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji Widal
normal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid,
akan tetapi apabila negative tidak menyingkirkan. Banyak studi yang lain menyebutkan
apabila titer O agglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4
kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Agglutinin H banyak dikaitkan dengan
pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi agglutinin dipakai pada deteksi
pembawa kuman S.typhi (karier). Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologic Widal
kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada daeraj endemis, dan sebaliknya
dapat timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.1,4,5
pada sumsum tulang. Jumlah leukosit rendah, namun jarang dibawah 3.000/µl3. Apabila
terjadi abses piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000/µl3.
1.7 Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotic.
Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit
serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama
10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus malnutrisi atau
penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6 minggu untuk ostemielitis akut,
dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka
dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10
Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson 100 mg/kg/hari dibagi dalam 1
atau 2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari
Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral
10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternative, terutama apabila
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma dan shock,
pemberian deksametason intravena (3 mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis awal,
dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotic yang memadai,
dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid dengan
diduga terjadi perforasi, adanya cairan dalam peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen
dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparotomi harus segera dilakukan pada perforasi
cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hidup. Transfuse
trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat sehingga
menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan
dengan probecenid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu
memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bila
Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam
1.8 Pencegahan
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi. Salmonella
typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57◦C untuk beberapa menit atau dengan
proses iodinasi/klorinasi.1,2
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57◦C beberapa menit dan secara merata juga
tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah
serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
II. Anamnesis
Anamnesis pertama dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 2 Agustus 2017
pukul 17.45 WIB.
Riwayat kehamilan :
Bayi lahir secara spontan ditolong oleh duku terlatih. Usia kehamilan kurang
bulan (ibu pasien lupa HPHT), ketuban pecah dini (-). Bayi lahir langsung
menangis, dengan berat badan 2800 gram, panjang lahir ibu pasien tidak
mengingatnya, lingkar kepala ibu pasien tidak ingat. Riwayat biru setelah lahir
disangkal.
Riwayat Makan :
Status Gizi :
A. Pemeriksaan Sistem :
Pemeriksaan antropometri :
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 154 cm
1. Kepala :
Bentuk : Normocephali (Lingkar Kepala 52 cm)
Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam, pertumbuhan
Merata.
Mata : Mata cekung - / - , Conjungtiva anemis - /-,
Sklera ikterik - / -
Telinga : Liang telinga lapang / lapang, Sekret - /
-Serumen -/-
Kiri Kanan
Atas Akral hangat, sianosis (-), Akral hangat, sianosis (-),
CapillaryRefill Time <2 detik CapillaryRefill Time<2 detik
Bawah Akral hangat, sianosis (-), Akral hangat, sianosis (-),
Capillary Refill Time < 2 Capillary Refill time < 2
detik detik
B. Pemeriksaan Neurologis :
Nervus Cranialis : Tidak dilakukan
Pemeriksaan Reflek :
o Refleks Fisiologis : Tidak dilakukan
o Refleks patologis : Tidak dilakukan
VI. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
FOLLOW UP PASIEN
Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba
P : Batas jantung kiri-kanan
normal
A : Bunyi jantung I & II
regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Perut tampak datar
A : BU (+) 5 x/menit
P : Timpani, Nyeri ketuk (-)
P : Supel, Nyeri tekan (+)
pada regio epigastrika
Ekstremitas :
Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba
P : Batas jantung kiri-kanan
normal
A : Bunyi jantung I & II
regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Perut tampak datar
A : BU (+) 5 x/menit
P : Timpani, Nyeri ketuk (-)
Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba
P : Batas jantung kiri-kanan
normal
A : Bunyi jantung I & II
regular, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas :
CRT < 2, Edema (-)
Akral Hangat
Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba
Abdomen :
I : Perut tampak datar
A : BU (+) 5 x/menit
P : Timpani, Nyeri ketuk (-)
P : Supel, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
CRT < 2, Edema (-)
Akral Hangat
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah di rawat pasien An. S usia 12 tahun 7 bulan jenis kelamin perempuan pada
tanggal 2 Agustus 2017 di bangsal Anggrek RSU UKI. Pada hari pertama datang ke IGD
RSU UKI pasien didiagnosa dengan demam typhoid. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang ditemukan pada tanggal 2 Agustus 2017 :
Penularan bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi terjadi melalui makanan
dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.1,2
Diagnosa dapat ditegakkan dengan pasti pada pemeriksaan laboratorium demam
tifoid, yaitu pemeriksaan Widal dikatakan positif apabila terjadi peningkatan titer O ≥ 1/ 320.
Pemeriksaan biakan empedu pada minggu pertama kuman ditemukan dalam darah, pada
minggu kedua kuman ditemukan di urin dan pada minggu ketiga kuman ditemukan di dalam
tinja.1
Pada hari yang sama, pasien telah melakukan pemeriksaan darah Hb, Ht, leukosit dan
trombosit dengan hasil kadar Hb 11,2 g/dl, Ht 36,2 %, leukosit 8200/µL, trombosit
391.000/µL. Berdasarakan buku ajar infeksi dan pediatrik tropis serta buku demam tifoid,
pada pemeriksaan laboratorium demam tifoid ditemukan jumlah leukosit yang rendah
(leukopenia) atau jumlah leukosit yang normal.1
Pada pemeriksaan Widal didapatkan hasil :
S. Typhose H (+) 1/320 S. Paratyphi A H (-)
S. Typhose O (+) 1/320 S. Paratyphi B H (-)
S. Paratyphi A O (+) 1/160 S. Paratyphi C H (-)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedormo SPS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatrik
Tropis. Edisi kedua. Cetakan ketiga. Badan Penerbit IDAI. Jakarta 2012. 338 – 46.
Hal:338-345.
Hal:99-108