DISUSUN OLEH :
Gordon
1061050038
PEMBIMBING :
FAKULTAS KEDOKTERAN
Pendahuluan
Diare merupakan buang air besar dengan yang pada umumnya paling sedikit 3 kali dalam
periode 24 jam dengan konsistensi lembek maupun cair. Diare sering terjadi pada anak-anak
terutama diantara umur 6 bulan 2 tahun. Hal ini juga sering terjadi pada bayi usia kurang dari 6
Menurut World Health Organization (WHO), Setiap tahunnya diperkirakan 2,5 miliar
kasus diare terjadi pada anak-anak kurang dari 5 tahun. Kasus diare pada anak berumur kurang
dari 5 tahun di Asia sebesar 1,218 Milyar kasus (51%) dikuti dengan Afrika sebesar 696 juta kasus
(29%).
Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31.4%) diikuti dengan pneumonia
(23.8%) dan juga penyebab kematian balita terbanyak adalah diare (25.2%) diikuti dengan
pneumonia (15.5%).
Prevalensi diare berdasarkan umur tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan (20.7%)
diikuti umur 6-11 bulan (17.6%) dan umur 23-45 bulan (15.3%). Prevalensi diare menurut jenis
kelamin lebih tinggi pada anak laki-laki (14.8%) daripada pada anak perempuan (12.8%).
Sedangkan prevalensi diare menurut lokasi tinggal lebih tinggi pada perdesaan (14.9%)
Pembahasan
Definisi Diare
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air
saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI
2011).
Menurut World Health Organization, Diare merupakan buang air besar dengan yang pada
umumnya paling sedikit 3 kali dalam periode 24 jam dengan konsistensi lembek maupun cair.
Frekuensi buang air besar yang sering tetapi berbentuk bukanlah diare. Bayi yang disusuin dengan
ASI sering mengeluarkan kotoran berbentuk pasta, ini juga bukan merupakan diare.
Diare sering terjadi pada anak-anak terutama diantara umur 6 bulan 2 tahun. Hal ini juga
sering terjadi pada bayi usia kurang dari 6 bulan bila bayi minum susu formula maupun susu sapi.
Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), Setiap tahunnya diperkirakan 2,5 miliar
kasus diare terjadi pada anak-anak kurang dari 5 tahun. Kasus diare pada anak berumur kurang
dari 5 tahun di Asia sebesar 1,218 Milyar kasus (51%) dikuti dengan Afrika sebesar 696 juta kasus
(29%).
Menurut Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, angka kesakitan diare pada balita tahun
2010 sebesar 1310 per 1000 penduduk, angka kesakitan ini turun dari tahun 2006 sebesar 1330 per
1000 penduduk.
Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31.4%) diikuti dengan pneumonia
(23.8%) dan juga penyebab kematian balita terbanyak adalah diare (25.2%) diikuti dengan
pneumonia (15.5%).
Prevalensi diare berdasarkan umur tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan (20.7%)
diikuti umur 6-11 bulan (17.6%) dan umur 23-45 bulan (15.3%). Prevalensi diare menurut jenis
kelamin lebih tinggi pada anak laki-laki (14.8%) daripada pada anak perempuan (12.8%).
Sedangkan prevalensi diare menurut lokasi tinggal lebih tinggi pada perdesaan (14.9%)
Klasifikasi Diare
3. Diare Persisten
Etiologi
2. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain.
7. Imunodefisiensi : AIDS
Patogenesis
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan
ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotic dan sulit diserap. Bahan tersebut
berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya
akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan
hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler kedalam lumen usus sampai
osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,sehingga terjadi pula diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat
peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin,
menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel
berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit
kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan mengakibatkan
Pada diare akut, mikroorganisme masuk ke dalam saluran cerna, kemudian mikroorganisme
membentuk toksin (endotoksin), lalu terjadi rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik dan sekresi cairan tubuh yang mengakibatkan terjadinya diare
(Suraatmaja, 2007).
Patofisiologi
bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme
pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel- sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin
Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan
air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan
sirkulasi.
(a) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan
(b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran
bertambah).
(c) Hipoglikemia,
Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya adalah :
1. Gejala Umum
4. Gejala dehidrasi,
2. Gejala Spesifik
1. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila
penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak.
Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang
1. Letargis/Tidak Sadar
Dehidrasi Berat 2. Mata Cekung
3. Tidak Bisa Minum / Malas Minum
4. Cubitan Kulit Perut kembali sangat lambat (>2 detik)
Cara Penularan
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan
1. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama
Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang
tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang
memakannya
1. tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan
Penatalaksaan
Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE) yaitu:
Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri atas Natrium klorida (NaCl),
Kalium Klorida (KCl), sitrat dan glukosa Oralit diberikan untuk mencegah dan
mengobati dehidrasi
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc diberikan untuk mengurangi resiko diare berikutnya 2-3 bulan, menurunkan
Memberikan makanan dan ASI pada balita membantu anak tetap kuat dan mencegah
penurunan berat badan. Anak yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan
Antibiotic hanya diberikan pada diare berdarah dan kolera. Pemberian antibiotic yang
tidak tepat akan menyebabkan flora usus terganggu sehingga akan memperlama diare
Nasihat diberikan untuk tata cara pemberian obat, makanan dan tanda bahaya yang
harus diperhatikan
Untuk penatalaksanaan dehidrasi dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami oleh
pasien:
a. Pemeriksaan tinja Makroskopis dan mikroskopis pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas
cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah.
e. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara
Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam
komplikasi seperti:
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan
pada elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
MR No. : 11122146
Nama : An. E
Tanggal lahir : 28 Februari 2017
Usia : 7 bulan 25 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Cilangkap Depok Jawa Barat RT 01/ RW 03
Tanggal datang : 22 10 - 2017
II. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Cibinong dengan keluhan BAB Cair 4 5x/ hari 1 minggu
SMRS. BAB cair berwarna kuning muda, dengan ampas sedikit, lendir (-), darah (-), berbau asam.
Sekali BAB banyaknya gelas aqua. BAB cair dirasakan secara tiba-tiba dan selalu BAB cair
setiap kali pasien diberikan makan ataupun minum. Pasien sudah dibawa berobat ke puskesmas
dan diberikan obat namun keluhan tidak membaik sehingga puskesmas merujuk pasien ke RSUD
Cibinong. Ibu pasien juga mengeluh bahwa anaknya tampak lemas dan menangis terus tetapi tidak
tampak keluar air mata. Pasien juga selalu muntah ketika diberikan minum dan makan, sehingga
pasien sering tidak dapat makan ataupun minum. Yang dimuntahkan adalah makanan dan
minuman yang diberikan. Selain itu pasien juga mengeluh demam naik turun selama 1 minggu
tetapi suhunya tidak diukur. Pasien juga mengeluh batuk pilek selama 1 minggu. Ibu pasien juga
mengeluh BAK nya menjadi sedikit dan jarang. Ibu pasien sudah memberikan susu formula untuk
anaknya, tetapi ibu pasien hanya memiliki 2 botol susu dan jarang untuk mencuci dan
membersihkan botol susu tersebut. Pasien sudah mendapatkan asupan susu formula sejak pasien
berusia 1 bulan.
-Riwayat kelahiran:
BCG Bulan 1
DPT / DT
POLIO Bulan 1
Campak -
Hepatitis B Lahir
MMR -
TIPA -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, sesuai dengan jadwal program imunisasi depkes
-Riwayat makanan
Keadaan Umum : Tampak sakit berat (anak rewel menangis, merintih, tampak lemas)
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah :-
Frekuensi nadi : 136 x/menit, kuat angkat, isi cukup, teratur
Respiratory Rate : 40 x/menit
Suhu : 37,9 C
Data Antropometri
Kepala
Kepala : Normochepali (lingkar kepala : 42.5 cm) ubun ubun teraba cekung
Mata : Kelopak mata tampak cekung +/+, Sklera ikterik -/-,
konjungtiva anemis -/-, air mata -/-
Telinga : normotia, lapang+/+, Serumen -/-, sekret -/-
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), cavum nasi lapang-/-, epistaksis (-),
sekret +/+
Mulut : Sianosis orofasial (-)
Thoraks
-Auskultasi : BU + 10x/menit
-Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kembali
melambat
Anus dan rektum : tidak tampak perianal rash
Ekstremitas Kiri Kanan
-Atas : akral hangat akral hangat
crt < 3 crt < 3
-Bawah : akral hangat akral hangat
crt < 3 crt < 3
Hematologi
Hb : 11.8 g/dl
Leukosit : 14.520/uL
Ht : 34.7 %
Trombosit : 317000/uL
GDS : 93 mg/dl
Elektrolit
Natrium : 142 mmol/L
Kalium : 3.6 mmol/L
Clorida : 114 mmol/L
Feses lengkap
Warna : kuning
Konsistensi : lembek
Lendir :+
Darah :-
Pus :-
Eritrosit :35
Leukosit :13
Epitel : +1
Amilum :-
Lemak :+
Serat tumbuhan :-
Telur cacing :-
Yeast cell :-
Amuba : E. histolytica +
Darah samar :+
Gula :-
Pewarnaan gram : ditemukan bakteri gram negatif batang (+)
Ph : 6.0
Analisa gas darah
PhO2 : 21
Ph : 7.32
PCO2 : 37 mmHg
PO2 : 129 mmHg
BE : -7 mmol/L
HCO3 : 18 mmol/L
SO2 : 98%
V. Diagnosis Banding
IX. Prognosis
S/ BAB Cair 3x ampas (+), batuk (+) anak sudah mau dan bisa minum tetapi sedikit
Tanda-tanda vital:
RR: 40x/menit
Suhu: 37,5 C
Bronkopneumonia
Metronidazole 3 x cth
Follow up hari ke-2 (24/10/17)
S/ BAB cair -, sudah ada ampas, batuk (+), demam (-), sudah mau makan minum tetapi masih
sedikit
Tanda-tanda vital:
RR: 36x/menit
Suhu: 36,5 C
A/ Bronkopneumonia
Metronidazole 3 x cth
Follow up hari ke-3 (25/10/17)
S/ batuk (+), pasien sudah mau makan minum dan menghabiskan makanannya
Tanda-tanda vital:
RR: 32x/menit
Suhu: 37,1 C
A/ Bronkopneumonia
Metronidazole 3 x cth
Ambroxol 2 x 2.5ml
ANALISA KASUS
Pasien An. E didiagnosis Diare akut dehidrasi berat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dating dari IGD RSUD Cibinong dengan
keluhan BAB cair 4 5x dalam sehari selama seminggu disertai muntah dan tanda tanda
dehidrasi seperti anak menjadi lemas, demam, BAK sedikit, dan air mata yang tidak keluar saat
menangis.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit berat, pasien rewel tetapi
tidak aktif, tampak lemas, menangis merintih tetapi air mata tidak keluar, nadi 136x/menit, RR
40x/menit, suhu 37.8oC, ubun ubun teraba cekung, mata tampak cekung dan air mata kering,
mukosa bibir kering, turgor diperut sangat melambat, BU 10x/menit. Dari pemeriksaan lab pada
feses lengkap, ditemukan secara makroskopis bahwa feses lembek, dengan ampas sedikit, tidak
ditemukan darah. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya
Dengan adanya gejala diatas, maka pasien dapat didiagnosis Diare akut dehidrasi berat.
Tatalaksana yang dilakukan di IGD adalah pemberian rehidrasi secara intravena dengan
RL 30ml/kgBB untuk 1 jam pertama, dilanjutkan dengan 70ml/kgBB untuk 5 jam berikutnya,
kemudian diberikan Kaen 3B untuk maintenance diruangan. Pemasangan kateter urin sangat
diperlukan untuk pemantauan diuresis dan pemantauan apakah rehidrasi yang kita berikan baik
atau tidak. Dari pemasangan kateter urin juga kita bisa menilai bagaimana fungsi ginjal pasien.
Pemeriksaan lab seperti elektrolit, analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mengetahui apa
rencana terapi yang akan kita berikan kepada pasien ini, dimana dehidrasi berat dapat membuat
ketidak seimbangan elektrolit dan asidosis metabolik. Untuk mengetahui fungsi ginjal kita dapat
memeriksa ureum kreatinin pasien, tetapi pada kasus ini pasien tidak diperiksa. Pemeriksaan feses
lengkap juga perlu untuk mengetahui apa penyebab dari diare pada pasien ini.
Pemberian antibiotik metronidazole sebenarnya belum diperlukan karena umumnya pada
anak usia seperti pasien ini penyebab diarenya adalah rotavirus, dan pemberian antibiotik pada
diare harus dilakukan kultur feses sebelumnya, dan harus memiliki gejala gejala khas seperti
BAB berdarah atau BAB berwarna seperti air cucian beras.
Dapat disimpulkan bahwa penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah dilakukan
berdasarkan teori yang ada, meskipun penatalaksanaannya tidak semuanya diberikan berdasarkan
teori, seperti pemberian metronidazole.
Daftar Pustaka
1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: IDAI. 2009:47-50.
2. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008.
3. World Health Organization. Diarrhoea treatment guidelines including new
recommendations for the use of ORS and zinc supplementation for clinic-based
healthcare workers. Version current January. 2005.
4. World Health Organization. A manual for the treatment of acute diarrhea for use by
physicians and other senior health workers. World Health Organization, Geneva.
1984:72.
5. Unicef. Diarrhoea: why children are still dying and what can be done.
6. Widoyono M. Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan.
7. Pane md. Kesesuaian penatalaksanaan penyakit diare pada balita dengan pedoman
penatalaksanaan diare pada balita menurut kemenkes ri di puskesmas kota karang kota
bandar lampung tahun 2013.
8. Suma sa. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare akut pada balita di
wilayah kerja puskesmas bulango utara kecamatan bulango utara kabupaten bone
bolango tahun 2013 (doctoral dissertation, universitas negeri gorontalo).