KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Disusun Oleh:
0961050194
Pembimbing :
Disusun Oleh :
0961050194
PENDAHULUAN
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak
ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di
sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.1 Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat
dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik.
Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan
berat, yang dibedakan menurut pH serum.2 Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien
per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya
pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan
gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status
sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan).
Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5
tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat
lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan
pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit,
tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).2,
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD KOTA BEKASI
Nama Mahasiswa :Alvina Cita Indriani D. Pembimbing : dr.Dina Siti Daliyanti, Sp.A (K)
NIM : 0961050194 Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 09.85.xx.xx
Nama : An. M
Jenis Kelamin :laki-laki
Umur : 8 tahun 2 bulan
Berat Badan : 28 kg
Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi / Agustus 2001
Alamat :-
Suku Bangsa :-
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 10/10/2017 ,RS Hermina Bekasi
II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan lemas kurang lebih 1 minggu
B. KELUHAN TAMBAHAN
Buang Air Kecil meningkat saat malam, nyeri ulu hati, Berat badan menurun dan nafsu
makan menurun
III. FOLLOW UP
1. 10/10/2017
S : rujukan dari RS Anna Pekayon dengan DM tipe I, BAB sering 1 minggu ini, nyeri ulu
hati +, mual -, muntah –
O : KES : CM, KU : tampak sakit berat
TD : 136/69
N : 98x/menit
RR : 20x/menit, SpO2 : 100% dengan O2 2 lpm
Kepala :normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : BND vesikuler, Rh -/-, wh -/-, m-, gallop –
Abdomen : supel, BU +
Ekstremitas : akral hangat +, CRT < 2, edema -
GDS : pukul 08.00 : 384 mg/dl
Pukul 10.00 : 375 mg/dl
A : DM tipe I
Hipokalemia
P : saran :
AGD, cek ulang ,
CEK GDS per 2 jam
Pasang long line
Pemberian antibiotik
11/10/2017
Konsul dr.Bambang Tri, SpA (K)
Cek ulang elektrolit, AGD
Asidosis dapat teratasi
Cek keton urine
Terapi sementara lanjut
13/10/2017
S : demam -, mual +
O : KES : CM, KU : tampak sakit berat
TD : 130/69
N : 98x/menit
RR : 20x/menit, SpO2 : 100% dengan O2 2 lpm
Kepala :normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : BND vesikuler, Rh -/-, wh -/-, m-, gallop –
Abdomen : supel, BU +
Ekstremitas : akral hangat +, CRT < 2, edema -
14/10/2017
S : GCS 3, diuresis, balance 1000 ml, asidosis teratasi, Gula Darah 126-200
:
KU : sakit berat
Kes : sopor coma, CRT <2, akral hangat, TD 120/72
BND vesikuler,RH-/-, wh -/- terpasang NGT
A : kesadaran menurun, hipokalemi
P : atasi penurunan kesadaran
Atasi hipokalemi
Terapi :
Insulin Levenien/9 unit : 5 jam kmudian cek GDS
CT scan
Epineprin 0,05 mg bila baik-stop
Terapi oral diberikan bila NGT jernih
Cek GDS/3 jam
15/10/2017
S : masih demam
O KU: GCS, kes : sopor
Mengatasi hipokalemi
Mengatasi hipo Ca
Diagnosa Kerja:
Ketoasidosis Diabetikum
Diagnosa Banding :
Koma Hiperosmolar
Penatalaksanaan :
1. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan
2. Menurunkan kadar glukosa darah
3. Memperbaiki asam keto di serum dan urin dalam keadaan normal
4. Mengoreksi gangguan elektrolit
REHIDRASI CAIRAN
Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati dengan cairan secepatnya.
Pilihannya antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya
hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium.
Padaumumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Rehidrasi tahap
selanjutnya sesuai kebutuhan , sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15
jam sekitar 5 liter.
Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah dan
pemantauan keseimbangan cairan.
PEMBERIAN INSULIN
Insulin diberikan pada sesaat setelah diagnose KAD dan rehidrasi yang
memadai.Pemberian insulin dengan infuse intravena dosis rendah adalah terapi
pilihan KAD.Jika teidak terdapat hipokalemia, diberikan insulin regular 0,15
u/kgBB, diikuti infuse kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5-7 jam).
Jika kadar kalium < 3,3 meq /l, maka harus koreksi terlebih dahulu.
Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dinaikan 2 kali lipat setiap jam
sampai terdapat penurunan gula darah konstan 50-75 mg/dl/jam. Ketika gula
darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infuse insulin mencapai 0,05-0,1
u/kgBB/jam (3-6 jam) dan tambahkan infuse dextrose 5-10%.
ANALISA KASUS
Pada pasien An. M Alvito, usia 8 tahun 2 bulan dengan berat badan 28 kg ,
dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan lemas 1 minggu SMRS, rujukam dari
RS Anna Pekayon. Keluhan disertai BAK meningkat terutama pada malam hari
dosertai penurunan berat badan dan nafsu makan menurun.Riwayat DM tipe I.Pasien
mendapatkan perawatan selama 5 hari dengan diagnose Ketoasidosis Diabetik.
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila
hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan
rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi
perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya
sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian
otot jantung, stroke, dan sebagainya
Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi
terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai
insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan
bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan
darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat,
mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.1
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa”
dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Anamnesis
pada kejadian ketoacidosis diabeikum dapat ditanyakan beberapa gejala khas yang mungkin
timbul dalam perjalanan penyakit, diantaranya adalah4
•Poliuria
•Polidipsia
•Pe•Nyeri perut
•Lemas/lemah
•Muntah-muntah
•Pusing
Etiologi
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin disebabkan
oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin dependen
diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan
relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.1
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik . Menolak terapi insulin
Epidemologi
Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang menderita DM tipe
1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun nantinya. Insiden DM tipe 1
pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga
41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat bervariasi, terutama tergantung pada
lingkungan tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari khatulistiwa, angka
kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka nurunan BB kejadian IDDM di
Indonesia, namun angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara eropa.1,2
Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya IDDM, namun berbagai ras dalam satu
lingkungan belum tentu memiliki perbedaan. Orang-orang kulit putih cenderung memiliki
insiden paling tinggi, sedangkan orang-orang cina paling rendah. Orang-orang yang berasal dari
daerah dengan insiden rendah cenderung akan lebih berisiko terkena IDDM jika bermigrasi ke
daerah penduduk dengan insiden yang lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih banyak pada daerah
dengan insiden yang tinggi, sedangkan perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan
insiden yang rendah.
Secara umum insiden IDDM akan meningkat sejak bayi hingga mendekati pubertas, namun
semakin kecil setelah pubertas. Terdapat dua puncak masa kejadian IDDM yang paling tinggi,
yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Kadang-kadang IDDM juga dapat terjadi pada
tahun-tahun pertama kehidupan, meskipun kejadiannya sangat langka. Diagnosis yang telat
tentunya akan menimbulkan kematian dini. Gejala bayi dengan IDDM ialah napkin rash, malaise
yang tidak jelas penyebabnya, penurunan berat badan, senantiasa haus, muntah, dan dehidrasi.2
Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin
menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel,
terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan
energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar (glikogenolisis) dan
memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu,
insulin juga menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa
(glukoneogenesis) di hepar dan ginjal. Bisa dibayangkan betapa vitalnya peran insulin dalam
metabolisme.2
Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di darah dan
terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar gula darah sewaktu
(GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah dikategorikan sebagai diabetes mellitus
ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu dikategorikan normal, sedangkan angka yang
lebih dari itu dites dulu dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk menentukan benar-
benar IDDM atau kategori yang tidak toleran terhadap glukosa oral.2
Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak
untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit
berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.4
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit.
Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious
yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan
lipid normal.4,5
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga .
Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan
asidosis metabolik. 4,5
Gejala klinis KAD biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD,
dan seringkali disertai gejala mual, muntah dan nyeri perut.Adanya nyeri perut sering
disalahartikan sebagai 'acute abdomen', dan dilaporkan dijumpai pada 40-75% kasus KAD.
Walaupun penyebabnya belum diketahui secara pasti, asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeriabdomen , gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah
asidosisnya teratasi.1,6,7.
Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran, dan bahkan koma (10% kasus),
tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor,
hipotensi dan takikardi). Tanda klinis lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada
napasnya.Walaupun amat jarang terjadi, pada anak yang lebih besar (remaja) keadaan klinis di
atas harus dibedakan dengan status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) atau yang dahulu disebut
sebagai hiperglikemi-hiperosmolar non-ketotik .Pada SHH sering didapatkan tanda klinis antara
lain: hiperglikemia (sering melebihi 600 mg/dL), tanpa ketosis atau hanya ringan, asidosis non-
ketotik, dehidrasi yang berat, gangguan kesadaran yang berat, kejang, hemiparesis, refleks
Babinski positif, hipertemia, dan sering disertai napas Kussmaul (asidosis laktat). Osmolaritas
serum sering melebihi 350 mOsm/kg.1,4
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, dan koma yang lain termasuk:
hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi
salisilat, ensefalitis, dan lesi intrakranial.1
sebagai berikut :4
· Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
6. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya akan menurun
8. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
9. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
10. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi
12. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab DKA
13. Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat
14. Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada
luka
Komplikasi
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan
(syok), stroke, dll.
Tatalaksana4-6
Semua kasus KAD sebaiknya dikelola di rumah sakit, di ruang perawatan intensif untuk dapat
melakukan monitoring klinik dan laboratorium yang ketat serta dengan melihat respon penderita
secara individual yang sangat penting untuk dapat memberikan penanganan yang optimal.
4) Mencegah komplikasi.
a. Riwayat polidipsi, poliuri (biasanya tidak didapatkan pada anak < 5 tahun).
· Resusitasi
c. Jika syok berikan segera larutan isotonik (saline 0,9%) 20 cc/KgBB secara
Pada kebanyakan protokol, perhitungan cairan resusitasi tidak dimasukkan kedalam perhitungan
cairan rehidrasi defisit dari dehidrasinya.6
· Pemeriksaan Dasar
· Observasi Klinik
Penanganan yang aman dari KAD pada anak-anak bergantung pada observasi
klinik yang cermat dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dan pencatatan harus
dilakukan atas:
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam (kurang akurat pada perfusi perifer
yang jelek dan asidosis, perlu dikonfirmasi dengan darah vena setiap 2-4
jam).
· Sakit kepala.
Potensi terjadinya edema serebri terutama pada anak < 5 tahun, penderita
baru (new onset), kadar urea darah yang tinggi, dan pCO2 yang rendah.
f. EKG: pada kasus-kasus berat akan sangat membantu untuk menilai gelombang T, menentukan
tanda hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (saat ini lebih dianjurkan).
· Rehidrasi4,5
Walaupun patogenesis terjadinya edema serebri pada KAD masih belumjelas, namun penurunan
osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapatmeningkatkan resiko terjadinya edema
serebri. Telah disepakati bahwa rehidrasipada anak dengan KAD harus diberikan lebih lambat
daripada rehidrasi oleh karena penyebab lain.
jaringan,
· Prakiraan cairan rumatan per hari = 1500 ml/m2 atau dapat juga
f. Bila kadar gula darah mencapai < 250 mg/dL, ganti dengan D5 ½ salin.
· Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan secara individual tergantung pengukuran serum
elektrolit.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia
yang terjadi
mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100
mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L (hipernatremia), rehidrasi dilakukan dalam >
48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dg
· Penggantian Kalium
Pada saat asidosis akan terjadi kehilangan kalium dari dalam tubuh walaupun
kalium intrasel ke ekstrasel. Konsentrasi kalium serum akan segera turun dengan
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian kalium harus ditunda.
· Penggantian Bikarbonat
Asidosis yang berat pada KAD akan membaik dengan pemberian cairan dan
a. Tidak terdapat cukup bukti bahwa terapi bikarbonat diperlukan dan aman
b. Hipokalemia.
d. Hipoksia jaringan.
d. Terapi bikarbonat hanya diindikasikan pada asidossis berat (pH < 6,9 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada
syok yang persisten.
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB), cukup diberikan
¼ dari kebutuhan.
· Pemberian Insulin3-6
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet
mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
i. Bila KGD <150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan
D10 ½ Salin.
BB/jam.
respon pemberian insulin (infeksi, dosis pengenceran insulin yang tidak tepat,
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler
atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
· Fase Pemulihan
Setelah berhasil mengatasi keadaan KAD, maka dalam fase pemulihan penderita
dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet per oral setelah sebelumnya ‘nill by mouth’.
1. Diet per oral dapat diberikan bila anak sudah stabil secara metabolik (KGD
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat
menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan
sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7
sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan pada timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak adekuat
dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan
hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang
efektif antara petugas kesehatan dengan penderita dan keluarganya di saat sakit, serta edukasi.1,8
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe-1 agar tidak
terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan penatalaksanaan yang
tepat.7 Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:1,6
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).
2. Menghindari stres.
3. Menghindari puasa yang berkepanjangan.
4. Mencegah dehidrasi.
5. Mengobati infeksi secara adekuat.
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
Prognosis
Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian
terkait diabetes.
DAFTAR PUSTAKA
2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for Paediatric Endocrinology /
Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in
Children and Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40.
3. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children. Pediatrics
2001;108:735-40.
4. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and adolescent:
A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes Care 2006;29(5):1050-9.
6. Jose RLB. Buku ajar endokrinologi anak. Jakarta: Sagung Seto;2010;hal. 124-161