Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Disusun Oleh:

Alvina Cita Indriani D

0961050194

Pembimbing :

dr.Dina Siti Daliyanti, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 2 OKTOBER – 9 DESEMBER 2017
RSUD KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul “Ketoasidosis Diabetik” ini diajukan

untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti dam menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi

Periode `2 Oktober 2017-9 Desember 2017

Disusun Oleh :

Alvina Cita Indriani Djoedir

0961050194

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

Bekasi, November 2017

dr. Dina Siti Daliyanti, SpA (K)


BAB I

PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak
ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di
sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.1 Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat
dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik.

Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan
berat, yang dibedakan menurut pH serum.2 Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien
per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya
pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan
gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status
sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan).

Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3

Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5
tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat
lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan
pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit,
tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).2,

BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa :Alvina Cita Indriani D. Pembimbing : dr.Dina Siti Daliyanti, Sp.A (K)
NIM : 0961050194 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 09.85.xx.xx
Nama : An. M
Jenis Kelamin :laki-laki
Umur : 8 tahun 2 bulan
Berat Badan : 28 kg
Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi / Agustus 2001
Alamat :-
Suku Bangsa :-
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 10/10/2017 ,RS Hermina Bekasi

II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan lemas kurang lebih 1 minggu
B. KELUHAN TAMBAHAN
Buang Air Kecil meningkat saat malam, nyeri ulu hati, Berat badan menurun dan nafsu
makan menurun

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Anak A, usia 8 tahun 2 bulan dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan
lemas 1 minggu SMRS, rujukam dari RS Anna Pekayon. Keluhan disertai BAK
meningkat terutama pada malam hari dosertai penurunan berat badan dan nafsu makan
menurun.
Pasien juga mengaku merasakan nyeri ulu hati.
Orang tua pasien, kebiruan pada bibir dan ekstremitas (-), mudah lelah (-),
jantung berdebar-debar (-), demam (-).

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DI DERITA : Riwayat Diabetes


Melitus Tipe I

III. FOLLOW UP

1. 10/10/2017
S : rujukan dari RS Anna Pekayon dengan DM tipe I, BAB sering 1 minggu ini, nyeri ulu
hati +, mual -, muntah –
O : KES : CM, KU : tampak sakit berat
TD : 136/69
N : 98x/menit
RR : 20x/menit, SpO2 : 100% dengan O2 2 lpm
Kepala :normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : BND vesikuler, Rh -/-, wh -/-, m-, gallop –
Abdomen : supel, BU +
Ekstremitas : akral hangat +, CRT < 2, edema -
GDS : pukul 08.00 : 384 mg/dl
Pukul 10.00 : 375 mg/dl

Laboratorium dari RS Anna 10/10/2017


 Hb 15,1
 Ht 44,3
 Leukosit : 16.600
 Trombosit 433.000
 Keton urin : +2
 Na : 129
 K : 2,97
 Cl : 101

A : DM tipe I
Hipokalemia
P : saran :
AGD, cek ulang ,
CEK GDS per 2 jam
Pasang long line
Pemberian antibiotik

11/10/2017
 Konsul dr.Bambang Tri, SpA (K)
 Cek ulang elektrolit, AGD
 Asidosis dapat teratasi
 Cek keton urine
 Terapi sementara lanjut

13/10/2017
S : demam -, mual +
O : KES : CM, KU : tampak sakit berat
TD : 130/69
N : 98x/menit
RR : 20x/menit, SpO2 : 100% dengan O2 2 lpm
Kepala :normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : BND vesikuler, Rh -/-, wh -/-, m-, gallop –
Abdomen : supel, BU +
Ekstremitas : akral hangat +, CRT < 2, edema -

14/10/2017
 S : GCS 3, diuresis, balance 1000 ml, asidosis teratasi, Gula Darah 126-200
 :
KU : sakit berat
Kes : sopor coma, CRT <2, akral hangat, TD 120/72
BND vesikuler,RH-/-, wh -/- terpasang NGT
 A : kesadaran menurun, hipokalemi
 P : atasi penurunan kesadaran
Atasi hipokalemi
Terapi :
Insulin Levenien/9 unit : 5 jam kmudian cek GDS
CT scan
Epineprin 0,05 mg bila baik-stop
Terapi oral diberikan bila NGT jernih
Cek GDS/3 jam

15/10/2017

S : masih demam
O KU: GCS, kes : sopor

TD : 107/58. akral hangat, CRT <2

Paru : BND vesikuler, BJ I dan II reguler, ,RH-/-, wh -/- terpasang NGT

 A: ketoasidosis dengan hipokalemi , Perdarahan NGT, Penurunan kesadaran


 P : mengatasi penurunan kesadaran

Mengatasi hipokalemi

Mengatasi hipo Ca

Mengstabilkan keadaan syok

 Diagnosa Kerja:

Ketoasidosis Diabetikum
 Diagnosa Banding :
Koma Hiperosmolar

Penatalaksanaan :
1. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan
2. Menurunkan kadar glukosa darah
3. Memperbaiki asam keto di serum dan urin dalam keadaan normal
4. Mengoreksi gangguan elektrolit

REHIDRASI CAIRAN
Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati dengan cairan secepatnya.
Pilihannya antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya
hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium.
Padaumumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Rehidrasi tahap
selanjutnya sesuai kebutuhan , sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15
jam sekitar 5 liter.
Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah dan
pemantauan keseimbangan cairan.

PEMBERIAN INSULIN
Insulin diberikan pada sesaat setelah diagnose KAD dan rehidrasi yang
memadai.Pemberian insulin dengan infuse intravena dosis rendah adalah terapi
pilihan KAD.Jika teidak terdapat hipokalemia, diberikan insulin regular 0,15
u/kgBB, diikuti infuse kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5-7 jam).
Jika kadar kalium < 3,3 meq /l, maka harus koreksi terlebih dahulu.
Jika status hidrasi mencukupi, infus insulin dinaikan 2 kali lipat setiap jam
sampai terdapat penurunan gula darah konstan 50-75 mg/dl/jam. Ketika gula
darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infuse insulin mencapai 0,05-0,1
u/kgBB/jam (3-6 jam) dan tambahkan infuse dextrose 5-10%.

ANALISA KASUS
Pada pasien An. M Alvito, usia 8 tahun 2 bulan dengan berat badan 28 kg ,
dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan lemas 1 minggu SMRS, rujukam dari
RS Anna Pekayon. Keluhan disertai BAK meningkat terutama pada malam hari
dosertai penurunan berat badan dan nafsu makan menurun.Riwayat DM tipe I.Pasien
mendapatkan perawatan selama 5 hari dengan diagnose Ketoasidosis Diabetik.
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila
hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan
rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi
perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya
sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian
otot jantung, stroke, dan sebagainya

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan


hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan
menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan
dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan
ketonuria.

Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi
terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).5

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan


air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari
siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu
pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran, dan bahkan


koma tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan
penurunan turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda klinis lain adalah napas cepat dan
dalam (Kussmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis
metabolik, disertai bau aseton pada napasnya

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai
insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan
bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu keadaan
darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat,
mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.1

Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa”
dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.

Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh


defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM
(atau DM tipe II)1

Anamnesis

pada kejadian ketoacidosis diabeikum dapat ditanyakan beberapa gejala khas yang mungkin
timbul dalam perjalanan penyakit, diantaranya adalah4

•Poliuria

•Polidipsia

•Pe•Nyeri perut

•Lemas/lemah

•Muntah-muntah

•Pusing
Etiologi

Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin disebabkan
oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin dependen
diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan
relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.1

Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :

1. Infeksi

2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan
proses katabolik . Menolak terapi insulin

Epidemologi
Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang menderita DM tipe
1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun nantinya. Insiden DM tipe 1
pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga
41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat bervariasi, terutama tergantung pada
lingkungan tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari khatulistiwa, angka
kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka nurunan BB kejadian IDDM di
Indonesia, namun angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara eropa.1,2

Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya IDDM, namun berbagai ras dalam satu
lingkungan belum tentu memiliki perbedaan. Orang-orang kulit putih cenderung memiliki
insiden paling tinggi, sedangkan orang-orang cina paling rendah. Orang-orang yang berasal dari
daerah dengan insiden rendah cenderung akan lebih berisiko terkena IDDM jika bermigrasi ke
daerah penduduk dengan insiden yang lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih banyak pada daerah
dengan insiden yang tinggi, sedangkan perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan
insiden yang rendah.

Secara umum insiden IDDM akan meningkat sejak bayi hingga mendekati pubertas, namun
semakin kecil setelah pubertas. Terdapat dua puncak masa kejadian IDDM yang paling tinggi,
yakni usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Kadang-kadang IDDM juga dapat terjadi pada
tahun-tahun pertama kehidupan, meskipun kejadiannya sangat langka. Diagnosis yang telat
tentunya akan menimbulkan kematian dini. Gejala bayi dengan IDDM ialah napkin rash, malaise
yang tidak jelas penyebabnya, penurunan berat badan, senantiasa haus, muntah, dan dehidrasi.2

Insulin merupakan komponen vital dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin
menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel,
terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) sebagai cadangan
energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar (glikogenolisis) dan
memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu,
insulin juga menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa
(glukoneogenesis) di hepar dan ginjal. Bisa dibayangkan betapa vitalnya peran insulin dalam
metabolisme.2
Defisiensi insulin yang dibiarkan akan menyebabkan tertumpuknya glukosa di darah dan
terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar gula darah sewaktu
(GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah dikategorikan sebagai diabetes mellitus
ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang dari itu dikategorikan normal, sedangkan angka yang
lebih dari itu dites dulu dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk menentukan benar-
benar IDDM atau kategori yang tidak toleran terhadap glukosa oral.2

Patofisiologi

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak
untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita
koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri
suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit
berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.4

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD)
adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan


hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat,
akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi
(peranfasan Kussmaul).5

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit.
Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious
yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan
lipid normal.4,5

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga .
Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selama periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan
asidosis metabolik. 4,5

Gejala Klinis dan Diagnosis

Gejala klinis KAD biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD,
dan seringkali disertai gejala mual, muntah dan nyeri perut.Adanya nyeri perut sering
disalahartikan sebagai 'acute abdomen', dan dilaporkan dijumpai pada 40-75% kasus KAD.
Walaupun penyebabnya belum diketahui secara pasti, asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeriabdomen , gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah
asidosisnya teratasi.1,6,7.

Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran, dan bahkan koma (10% kasus),
tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor,
hipotensi dan takikardi). Tanda klinis lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang
merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada
napasnya.Walaupun amat jarang terjadi, pada anak yang lebih besar (remaja) keadaan klinis di
atas harus dibedakan dengan status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) atau yang dahulu disebut
sebagai hiperglikemi-hiperosmolar non-ketotik .Pada SHH sering didapatkan tanda klinis antara
lain: hiperglikemia (sering melebihi 600 mg/dL), tanpa ketosis atau hanya ringan, asidosis non-
ketotik, dehidrasi yang berat, gangguan kesadaran yang berat, kejang, hemiparesis, refleks
Babinski positif, hipertemia, dan sering disertai napas Kussmaul (asidosis laktat). Osmolaritas
serum sering melebihi 350 mOsm/kg.1,4

KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, dan koma yang lain termasuk:
hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi
salisilat, ensefalitis, dan lesi intrakranial.1

Diagnosis KAD didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni: hiperglikemia,

ketonemia, dan asidosis..

Kriteria diagnosis yang telah disepakati luas adalah

sebagai berikut :4

· Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).

· Asidosis, bila pH darah < 7,3,

· kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut:

· Ringan : bila pH darah 7,25 – 7,3, bikarbonat 10 – 15 mmol/L.

· Sedang : bila pH darah 7,1 – 7,24, bikarbonat 5 – 10 mmol/L.

· Berat : bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.


Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Diagnostik meliputi :5

1. Glukosa darah : meningkat 200 – 100 mg/dl atau lebih

2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat

4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]

5. Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun

6. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya akan menurun

7. Fosfor : lebih sering menurun

8. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir

9. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
10. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi

11. Ureum/kreatinin: Mungkn meningkaatt atau normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)

12. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab DKA

13. Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat

14. Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada
luka

Komplikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:4,5

1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.

2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.

3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan
(syok), stroke, dll.

4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD.

Tatalaksana4-6

Semua kasus KAD sebaiknya dikelola di rumah sakit, di ruang perawatan intensif untuk dapat
melakukan monitoring klinik dan laboratorium yang ketat serta dengan melihat respon penderita
secara individual yang sangat penting untuk dapat memberikan penanganan yang optimal.

Tujuan penatalaksanaan KAD adalah sebagai berikut:1

1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi).


2) Menghentikan ketogenesis (insulin).

3) Koreksi gangguan elektrolit.

4) Mencegah komplikasi.

5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana

· Penilaian klinik awal

a. Riwayat polidipsi, poliuri (biasanya tidak didapatkan pada anak < 5 tahun).

b. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis

(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.

· 5% : turgor kulit menurun, mukosa kering.

· 10% : capillary refill > 3 detik, mata cowong.

· >10% : syok, nadi lembut, hipotensi.

Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar

glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.5

· Resusitasi

a. Pertahankan jalan napas.

b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c. Jika syok berikan segera larutan isotonik (saline 0,9%) 20 cc/KgBB secara

bolus, dan bisa diulang bila diperlukan.

d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatric tube untuk


menghindari aspirasi lambung.

Pada kebanyakan protokol, perhitungan cairan resusitasi tidak dimasukkan kedalam perhitungan
cairan rehidrasi defisit dari dehidrasinya.6

· Pemeriksaan Dasar

a. Kadar glukosa darah.

b. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.

c. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.

d. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c,

urinalisis (dan kultur urin bila ada indikasi).

e. Foto polos dada.

f. Keton urin (dan atau keton darah).

· Observasi Klinik

Penanganan yang aman dari KAD pada anak-anak bergantung pada observasi

klinik yang cermat dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dan pencatatan harus

dilakukan atas:

a. Frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah setiap jam.

b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.

c. Pengukuran balans cairan setiap jam (pemasangan kateter urine mutlak

diperlukan pada kasus-kasus yang berat).

d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam (kurang akurat pada perfusi perifer

yang jelek dan asidosis, perlu dikonfirmasi dengan darah vena setiap 2-4
jam).

e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri:

· Sakit kepala.

· Penurunan frekwensi denyut jantung.

· Perubahan status neurologis (gelisah, iritabel, drowsiness, kejang

inkontinensia urine/alvi, reflek cahaya menurun, palsi nervus kranial)

· Peningkatan tekanan darah.

· Penurunan saturasi oksigen.

Potensi terjadinya edema serebri terutama pada anak < 5 tahun, penderita

baru (new onset), kadar urea darah yang tinggi, dan pCO2 yang rendah.

f. EKG: pada kasus-kasus berat akan sangat membantu untuk menilai gelombang T, menentukan
tanda hipo/hiperkalemia.

g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (saat ini lebih dianjurkan).

· Rehidrasi4,5

Walaupun patogenesis terjadinya edema serebri pada KAD masih belumjelas, namun penurunan
osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapatmeningkatkan resiko terjadinya edema
serebri. Telah disepakati bahwa rehidrasipada anak dengan KAD harus diberikan lebih lambat
daripada rehidrasi oleh karena penyebab lain.

Tujuan rehidrasi pada KAD adalah:

1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi

jaringan,

2) Mengganti cairan dan elektrolit dalam 36-48 jam,


3) Memulihkan GFR

dan meningkatkan klirens glukosa dan keton di dalam darah,

4) Menghindariedema serebri akibat pindahnya cairan ekstrasel kedalam intrasel.2,5

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.

b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

Interpretasi kadar keton darah:

· Normal : < 0,5 mmol/L.

· Hiperketonemia : > 1 mmol/L.

· KAD : > 3 mmol/L.

Jumlah cairan yang dibutuhkan = defisit + rumatan (48 jam)

· Prakiraan defisit: % dehidrasi x 10 x berat badan (kg) = ml

· Prakiraan cairan rumatan per hari = 1500 ml/m2 atau dapat juga

menggunakan formula Holliday-Segar.

· Luas permukaan tubuh (m2)

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)

rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

d. 50 - 60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

f. Bila kadar gula darah mencapai < 250 mg/dL, ganti dengan D5 ½ salin.

· Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan secara individual tergantung pengukuran serum

elektrolit.

b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4 – 6 jam.

c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia

yang terjadi

d. Artinya adalah sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6

mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100

mg/dL.

e. Bila corrected Na > 150 mmol/L (hipernatremia), rehidrasi dilakukan dalam >

48 jam.

f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dg

NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

g. Kondisi hiponatremia merupakan indikasi overhidrasi dan meningkatkan

resiko edema serebri.5

· Penggantian Kalium

Pada saat asidosis akan terjadi kehilangan kalium dari dalam tubuh walaupun

konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya

kalium intrasel ke ekstrasel. Konsentrasi kalium serum akan segera turun dengan

pemberian insulin dan asidosis teratasi.5


a. Pemberian kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairanresusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.

b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian kalium harus ditunda.

· Penggantian Bikarbonat

Asidosis yang berat pada KAD akan membaik dengan pemberian cairan dan

insulin. Pemberian insulin akan mencegah produksi dan meningkatkan

metabolisme keton. Metabolisme anion keton akan memicu pembentukan

bikarbonat yang dapat mengoreksi asidosis. Di samping itu terapi hipovolemi

akan memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi ginjal, sehingga meningkatkan

ekskresi asam organik dan mengurangi asidosis laktat. 4

a. Tidak terdapat cukup bukti bahwa terapi bikarbonat diperlukan dan aman

pada anak dengan KAD.

b. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

c. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:

a. Terjadinya asidosis cerebral.

b. Hipokalemia.

c. Excessive osmolar load.

d. Hipoksia jaringan.

d. Terapi bikarbonat hanya diindikasikan pada asidossis berat (pH < 6,9 dengan

bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada
syok yang persisten.

e. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam

waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB), cukup diberikan

¼ dari kebutuhan.

· Pemberian Insulin3-6

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

b. Insulin yang digunakan adalah jenis short acting/rapid insulin (RI).

c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah

walaupun insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam

pada anak < 2 tahun.

e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1

unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet

(50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100

mg/dL/jam.

g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.

h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).

i. Bila KGD <150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan

D10 ½ Salin.

j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.


k. Jangan menghentikan insulin atau menurunkannya sampai <0,05 unit/kg

BB/jam.

l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk

menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang

kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan

respon pemberian insulin (infeksi, dosis pengenceran insulin yang tidak tepat,

adhesi insulin dengan tabung infus).

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler

atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema

serebri dibuat, meliputi: 2,5

a. Kurangi kecepatan infus.

b. Manitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan

pemberian akan kurang efektif).

c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

· Fase Pemulihan
Setelah berhasil mengatasi keadaan KAD, maka dalam fase pemulihan penderita

dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet per oral setelah sebelumnya ‘nill by mouth’.

2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

a. Memulai diet per oral.

1. Diet per oral dapat diberikan bila anak sudah stabil secara metabolik (KGD

<250 mg/dL, pH >7,3, bikarbonat >15 mmol/L), sadar dan tidakmual/muntah.

2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.

3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat
menghabiskan makanan utama.

2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan
sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.

3. Diberikan short acting insuline setiap 6 jam, dengan dosis individual

tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1

unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.

c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7
sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan pada timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak adekuat
dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan memberikan
hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang
efektif antara petugas kesehatan dengan penderita dan keluarganya di saat sakit, serta edukasi.1,8

Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe-1 agar tidak
terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan penatalaksanaan yang
tepat.7 Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:1,6

1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).
2. Menghindari stres.
3. Menghindari puasa yang berkepanjangan.
4. Mencegah dehidrasi.
5. Mengobati infeksi secara adekuat.
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

Prognosis

Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian
terkait diabetes.
DAFTAR PUSTAKA

1. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran


Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14

2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for Paediatric Endocrinology /
Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in
Children and Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40.

3. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children. Pediatrics
2001;108:735-40.

4. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and adolescent:
A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes Care 2006;29(5):1050-9.

5. Harris GD, Fiordalisi I. Physiologic management of diabetic ketoacidemia: A 5-year


prospective pediatric experience in 231 episodes. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1046-52.

6. Jose RLB. Buku ajar endokrinologi anak. Jakarta: Sagung Seto;2010;hal. 124-161

Anda mungkin juga menyukai