MENINGITIS BAKTERIAL
Disusun Oleh:
Alvina Cita Indriani D
0961050194
Pembimbing :
dr.Dina Siti Daliyanti, Sp.A (K)
JAKARTA
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
0961050194
2
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi akut sistem saraf pusat merupakan penyebab tersering dari demam yang disertai dengan
tanda dan gejala-gejala penyakit sistem saraf pusat itu sendiri pada anak. Infeksi dapat
tersebut dapat dipengaruhi oleh usia, faktor kekebalan tubuh dan epidemiologi daripada
berkembang biak dalam tubuh dan melalui proses perlawanan dari seluruh sistem pertahanan
tubuh. Yang kemudian dapat mencapai sistem saraf pusat yang kemudian menimbulkan gejala
prodormal seperti nyeri kepala, insomnia, iritasi mental, delirium sampai koma. 2 Apapun
mikroorganisme penyebab dari infeksi sistem saraf pusat, manifestasi yang terjadi umumnya
dapat sama yaitu seperti demam, fotofobia, nyeri dan kekakuan pada leher, kesadaran menurun,
stupor, koma, kejang dan defisit neurologis. Penyebaran infeksi sistem saraf pusat secara
Meningitis sendiri adalah merupakan inflamasi yang terjadi pada meningen yang meliputi
piamater, arachnoid, subarachnoid, dan cairan cerebrospinal. 2 Peradangan yang terjadi adalah
merupakan respon pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme yang patogen. dan hingga saat ini
masih menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas pada neonatus dan anak-anak.1Ensefalitis
adalah adalah infeksi jaringan parenkim otak yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, protozoa) dan mengarah pada tidak berfungsinya
3
Angka kematian tinggi disertai dengan gejala sisa yang juga tinggi. Gejala klinis dari ensefalitis
meliputi demam, penurunan kesadaran, kejang, dan kaku kuduk. Selain itu harus ditelaah dari
Ensefalitis yang sedang marak disebabkan oleh herpes virus dan Japanese ensefalitis. Pada
penyakit ensefalitis prognosis akan menjadi baik bila diobati dengan cepat. Oleh karena itu
4
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD KOTA BEKASI
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 09.85.xx.xx
Nama : An. A
Jenis Kelamin :Perempuan
Umur : 1 tahun 6 bulan
Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi / 2 April 2016
Alamat : Kp. Kapling Baru RT 001 Kelurahan Setia Makmur
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 3 November 2017
5
II.IDENTITAS ORANG TUA / WALI
Ayah Ibu
Nama : Tn. RP Nama : Ny. DD
Umur : 30 Tahun Umur : 28 tahun
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang makanan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : Rp. 2.000.000,- Penghasilan :-
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Alamat : Kp. Kapling Baru RT 001 Alamat : Kp. Kapling Baru RT 001
Kelurahan Setia Makmur. Kelurahan Setia Makmur.
III. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien
Lokasi : Bangsal Anggrek, kamar no. 14
Tanggal / pukul :4 November 2017 / 08.00 WIB
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan demam tinggi dan kejang sejak 5 hari SMRS
B. KELUHAN TAMBAHAN
BAB encer disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan.
6
Anak A, usia 1 tahun 6 bulan dibawa oleh kedua orang tuanya ke IGD RSUD
Kota Bekasi dengan keluhan demam tinggi (39*) dan kejang sejak ± 5 hari SMRS.
Keluhan disertai BAB encer > 3x/hari disertai muntah >4x/hari dan penurunan nafsu
makan. Riwayat kejang disertai penurunan kesadaran dialami pasien 2 hari
SMRS.Keluhan kejang berlangsung < 5 menit,2x dalam sahari disertai penurunan
kesadaran dan mata mendelik ke atas.
Orang tua pasien mengatakan sebelumnya pasien mengatakan sebelum ke
RSUD Bekasi , pasien sudah mendapatkan perawatan di RS Kartika Husada namun
tidak ada perbaikan dan disarankan untuk ke RSUD Bekasi.
Orang tua pasien menyangkal adanya sesak (-), kebiruan pada bibir dan
ekstremitas (-), mudah lelah (-), jantung berdebar-debar (-)..
Kesimpulan penyakit yang pernah diderita: Pasien pernah mengalami kejang pada
usia 8 bulan dan 1 tahun
7
Anemia (-), Penyakit Jantung (-),
Penyakit Paru (-), Infeksi Saat
Kehamilan (-), Keputihan (-).
Panjang lahir : 49 cm
Merah (+)
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
E. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi :6 bulan (Normal: 5–9 bulan)
Psikomotor :
8
Tengkurap :3 bulan (Normal: 3–4 bulan)
Duduk :6 bulan (Normal: 6–9 bulan)
Berdiri :11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan :belum bisa (Normal: 13 bulan)
Bicara :11 bulan, 2 kata (Normal: 9–12 bulan)
Membaca dan menulis :belum bisa (Normal: 6–7 tahun)
Gangguan perkembangan mental / emosi: -
Kesimpulan riwayat perkembangan: Pada pasien tidak didapatkan keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan termasuk gangguan perkembangan mental.
F. RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
4-6 ASI - - -
6-8 ASI + + -
8-10 ASI + + +
10-12 ASI + + +
9
Daging Kadang-kadang , 1x/minggu
Tahu -
Tempe -
Lain – Lain :
G. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bulan - - - - -
Campak - - 9 bulan - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi: Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan
sesuai jadwal yang ada.
H. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No. Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
Lahir Kelamin Mati (Sebab) Kesehatan
(Umur)
1. 8 tahun Perempuan √ - - - Kaka
10
pasien
(Sehat)
b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. RP Ny. DD
Perkawinan ke- 1 1
Pendidikan terakhir (tamat → SMA SMP
kelas/tingkat)
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit , bila ada - -
11
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis :
Keadaan Umum :
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan lain : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat badan : 8,9 kg Lingkar kepala : 48 cm
Panjang badan : 81 cm
Tanda Vital
Nadi :90x/ menit, irama teratur, kuat, isi cukup, ekual kanan kiri.
Pernapasan :20 x /menit , tipe torako-abdominal
Suhu Tubuh :39,90C, suhu axilla
12
Telinga :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : Lapang +/+ Membran timpani : Sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : Sulit dinilai
Cairan : -/-
Hidung :
Bentuk : Simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/-, jernih Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Hipertrofi konka : +/-
Bibir : Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-).
Mulut : Trismus (-), oral hygiene cukup baik, i, mukosa gusi berwarna
merah muda , mukosa pipi berwarna merah muda, arkus palatum
simetris dengan mukosa palatum berwarna merah muda.
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-) ,
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Tenggorokan :Tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, uvula
terletak di tengah.
Leher : Bentuk tidak tampak adanya kelainan, edema (-), massa (-),tidak
tampak dan tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB tidak
tampak deviasi trakea.
Thoraks :Bentuk thoraks simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas
(-), retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
subkostal (-).
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas atas jantung ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri jantung ICS V linea midklavikula sinistra
Batas kanan jantung ICS III-IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
13
Paru :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, tidak ada pernafasan yang
tertinggal , pernafasan tipe torako-abdomial, deformitas (-),
retraksi suprasternal (-), retraksi interkostal (-), retraksi subkostal
(-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak nafas simetris kanan dan
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, regular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak datar, warna kulit kuning langsat, tidak dijumpai
adanya efloresensi pada kulit perut, kulit keriput (-), umbilikus
normal, gerak dinding perut saat pernafasan simetris , tidak
tampak bagian yang tertinggal, gerakan peristaltik (-).
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 6 x / menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) di 9 kuadran abdomen, turgor kulitkembali
cepat, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar.
Perkusi : hipertimpani
Kelenjar Getah Bening :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
Anggota Gerak :
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-/-), oedem
kaki (+/+)
Tangan Kanan Kiri
14
Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Oedem - -
Kulit : Warna kulit kuning langsat, merata diseluruh tubuh, pucat
(-) ,sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, lembab , pengisian
kapiler 1 detik.
Tulang Belakang :Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
Status Neurologis :
Refleks fisiologis Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Patella + +
Achilles + +
Saraf Kranialis :
-N. I (Olfaktorius)
15
Tidak dilakukan pemeriksaan
-N. II dan III (Optikus dan Okulomotorius)
Pupil bulat isokor 2 mm / 2 mm , RCL +/+ , RCTL +/+
-N. IV dan VI (Troklearis dan Abdusen)
Tidak dilakukan pemeriksaaan
-N. V ( Trigeminus )
Tidak ada gangguan sensibilitas wajah
N. VII ( Fasialis )
Wajah simetris
Motorik : dapat menutup mata sempurna dan dapat tersenyum dengan
baik
Sensorik : tidak dilakukan pemeriksaan
N. VIII ( Vestibulo-koklearis )
Bisa mendengar suara bisikan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium Tanggal 4 November 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
HEMATOLOGI
Leukosit 9.4 Ribu/ul 5.5-10
Eritrosit 3.88 g/dl 4-5
Hemoglobin 8.5 % 11-14.5
Hematrokit 27.9 Ribu/ul 37-47
Index Eritrosit
16
MCV 72.0 fl 75-87
MCH 21.8 pg 24-30
MCHC 30.3 g/dl 31-37
Trombosit 464 ribu /UL 150-400
IMUNOSEROLOGI
PRP Kualitatif non reaktif Non Reaktif
KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa darah Sewaktu 116 mg/dL 60-110
Elektrolit
Natrium (Na) 136 mmol/L 135-145
Kalium (K) 4.1 mmol/L 3.5-5.0
Clorida (Cl) 96 mmol/L 94-111
VI. RESUME
Anak A, usia 1 tahun 6 bulan dibawa oleh kedua orang tuanya ke IGD RSUD
Kota Bekasi dengan keluhan demam dan kejang sejak ± 5 hari SMRS. Keluhan
disertai BAB encer > 3x/hari disertai muntah dan penurunan nafsu makan. Riwayat
kejang disertai penurunan kesadaran dialami pasien 2 hari SMRS.
17
Orang tua pasien mengatakan sebelumnya pasien mengatakan sebelum ke
RSUD Bekasi , pasien sudah mendapatkan perawatan di RS Kartika Husada namun
tidak ada perbaikan dan disarankan untuk ke RSUD Bekasi.
Orang tua pasien menyangkal adanya sesak (-), kebiruan pada bibir dan
ekstremitas (-), mudah lelah (-), jantung berdebar-debar (-)..
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang ,
compos mentis , kesan gizi baik. Tanda vital didapatkan g , Nadi: 80 x/menit , Suhu:
38.80C , Frekuensi pernafasan: 20 x / menit.
Pada pemeriksaan status neurologis, ditemukan kaku kuduk + dan babinski +.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan eritrosit,
Hemoglobin, Hematokrit.
Ditemukan peningkatan dari MCV, penurunan dari MCH, MCHC dan
peningkatanb nilai trombosit.Ditemukan peningkatan dari Glukosa darah sewaktu
X. PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa
Anti Piretik :
Parasetamol 10-15mg/kgBB/kali
Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali
18
Anti Konvulsan
Diazepam Oral 0,3-0,5 mg/kgBB
Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB
BB < 10 kg : 5 mg
BB > 10 kg : 10 mg
pada keadaan tertentu dapat diberikan kortikosteroid jika terdapat indikasi khusus.untuk
mencegah kejang berulang,
biasanya dapat diberikan:
fenitoin (rumatan 5-8 mg/kgBB)
fenobarbital ( rumatan 4-5 mg/kgBB)
Sementara untuk terapi pengendalian tekanan intrakranial dapat diberikan diuretik
osmotik manitol dengan dosis 0,5-1 mg/kgbb/kali atau bisa dengan pemberian furosemid
1mg/kgbb/kali.
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
19
XII. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
5/11/2017 KU : CM, TSS Ensefalitis -Kaen 3A/15 tpm
Thoraks:
C : BJ I-II regular , M
20
(-), G (-)
Abdomen: tampak
datar, BU 6x/menit,
hipertimpani
Extremitas :Akral
hangat
+ +
+ +
Tanggal S O A P
6/11 /2017 Panas, kembung KU: CM, TSS Ensefalitis -Kaen 3A/15 tpm
Kepala: Suspek
Normosefali Encephalitis di
lobus Frontal kiri
Mata: CA-/-, SI
-/-, cekung
-/-,oedem
palpebra +/+,
RCL +/+, RCTL
+/+
Thoraks :
21
C: BJ I-II regular,
M (-), G (-)
P:SN
vesikuler ,Wh -/- ,
Rh -/-
Abdomen :
Shifting dullness
(+), pembesaran
organ (-), bising
usus 4x/menit .
Genitalia: edema
skrotum (-/-)
Extremitas :
Akral hangat
+ +
+ +
Tanggal S O A P
Mata: CA-/-, SI
-/- , cekung -/-, Rencana pulang
oedem palpebra
-/-, RCL +/+,
RCTL +/+
Mulut : Kering
(-), Sianosis (-)
,Faring hiperemis
(-)
22
Thoraks :
C:BJI-II regular,
M (-) , G (-)
P:SN vesikuler ,
Wh -/- , Rh -/-.
Abdomen:
supel,datar,
BU(+)4x/menit
Extremitas Akral
hangat
+ +
+ +
Oedem kaki:
-/-
GEJALA PATOGENESIS
demam Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir
penyebab demam yang paling sering adalah
adanya pirogen, yang kemudian secara
langsung mengubah set-point di
hipotalamus, menghasilkan pembentukan
panas dan konversi panas.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan
demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu
pirogen eksogen dan pirogen endogen.
Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh
seperti toksin, produk-produk bakteri dan
bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan
untuk merangsang pelepasan pirogen
endogen yang disebut dengan sitokin yang
23
diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1),
Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon
(INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-
11 (IL-11).
Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh
makrofag yang merupakan akibat reaksi
terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-
sitokin ini merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan sekresi prostaglandin, yang
kemudian dapat menyebabkan peningkatan
suhu tubuh.
24
pengaktifan
Neuron-neuron hipersensitif
dengan ambang untuk
melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan
melepaskan muatan secara
berlebihan
Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat
(GABA)
o Ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yang mengganggu
homeostasis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan pada depolarisasi
neuron.
o Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter eksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik
25
kesadaran. Bila sama sekali tidak ada input, maka
timbul koma.
Terjadi lepas muatan listrik dari intralaminar
thalami secara berlebihan. Perangsangan
talamokortikol yang berlebihan ini menghasilkan
kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus
menghalangi neuron-neuron kesadaran menerima
impuls afferent dari dunia luar sehingga kesadaran
hilang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan meningen yang meliputi
sebagai respon terhadap bakteri, virus, atau penyebab lainnya. Proses inflamasi terjadi
danmenyebar melalui ruangan subaraknoid di sekeliling otak dan medula spinalis serta
menyebabkan disfungsi serebral. Ensefalitis biasanya merupakan proses yang akut tetapi
dapat pula merupakan penyakit kronik degeneratif ataupun infeksi virus yang berjalan
lambat.3
26
2.2. Epidemiologi
Insidens meningitis tertinggi terjadi pada anak-anak dibawah usia 1 tahun. Risiko
terbesarnya terjadi pada bayi antara usia 1 hingga 12 bulan. Sebanyak 95% kasus terjadi
antara usia 1 bulan hingga usia 5 tahun. Namun sebenarnya meningitis dapat terjadi pada
setiap golongan usia. Risiko tambahan yang dapat mencetuskan terjadinya meningitis
adalah kontak erat dengan individu yang menderita penyakit infeksi, kemiskinan, jenis
kelamin, ras, dan riwayat pemberian ASI.3 Insidensi tertinggi kasus meningitis terjadi
pada suku asli amerika. Pada data WHO di negara Amerika serikat terdapat 6000 kasus
anak <18 tahun. Untuk kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri infeksi bakteri
Neisseria terjadi sebanyak 4 kasus dari 100.000 kasus pada anak dengan rentang waktu
usia 1 hingga 23 bulan, untuk bakteri yang disebabkan oleh S.Pneumoniae terjadi
sebanyak 6,5 kasus dari 100.000 kasus meningitis pada anak. Sementara kasusEnsefalitis
terjadi sebanyak 3,5 – 7,4 per 100.000 pasien dalam setahun dimana populasi terbanyak
pada anak-anak.4
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi menurut yang terbagi menurut organ yang terkena proses peradangan,
meskipun tidak memberikan gejala yang spesifik pada setiap organ yang terkena. Radang
pada meningen disebut meningitis, pada jaringan medula spinalis dinamakan mielitis dan
pada otak dikenal sebagai ensefalitis.2 Pembagian dapat pula diklasifikasikan berdasarkan
27
1. Infeksi Virus
2. Infeksi Bakteri
3. Infeksi Spiroketa
4. Infeksi Fungus
5. Infeksi Protozoa
6. Infeksi Metazoa
terseringnya yaitu 1 :
tenggorok atau nasofaring hingga 80% anak dan orang dewasa. 2-5% mengidap H.
Influenza tipe B. Terutama anak usia 1 bulan-4 tahun.angka kolonisasi terbesar pasca
kontak erat dengan anak lain yang menderita infeksi H. Influenza. sementara pada anak
yang belum diberikan vaksin usia umum terjadinya infeksi ini adalah usia 2 bulan hingga
2 tahun.
b. Streptococcus Pneumoniae1
Risiko sepsis dan meningitis akibat S.pneumoniae bergantung pada serotipe penginfeksi.
Tenggorokan dan nasofaring yang terinfeksi S.pneumoniae dapat diakibatkan dari kontak
keluarga sesudah lahir yang bersifat sementara yaitu usia 2-4 bulan, sering disertai produksi
28
antibodi yang homotip, dan jika baru atau kurang dari 1 bulan merupakan faktor resiko
untuk infeksi serius. Faktor resiko meningitis pneumokokus adalah didahului dengan
terjadinya infeksi di tempat lain seperti otitis media, sinusitis, pneumonia, otorrhea atau
rhinorrea.
c. Meningitis Neisseria1
karena grup B. Sementara epidemi disebabkan oleh grup A dan C. Penderita infeksi N
meningitidis padanasofaring terjadi pada 1-15 % orang dewasa. Kolonisasi bakteri ini
berakhir dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Dan Resiko terbesar terjadinya
d. Meningitis Tuberkulosis
yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah
satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 5 angka
kejadian jarang terjadi pada anak usia kurang dari 3 bulan. Namun mencapai puncak pada
usia 5 tahun pertama. Dengan kejadian tertinggi pada usia 6 bulan hingga 2 tahun.
29
- Stadium I (inisial)
Pada stadium ini pasien dapat mengalami keadaan apatis, iritabel, keluhan
gejala neurologis.
- Stadium II
hemibalismus).
- Stadium III
pada penderita yang progresive semakin menurun hingga koma. Dapat pula
2.4. Etiologi
Saat usia bulan awal kelahiran, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi
normal merefleksikan flora pada sang ibu atau lingkungan sekitar bayi tersebut yaitu,
30
Meningitis pada usia ini dapat juga disebabkan Haemophilus influenza dan patogen lain
pada usia yang lebih tua. Berikut daftar bakteri penyebab meningitis.3
tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul
pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar
secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Mycobacterium tuberkulosis
mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan
kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan
salah satu jenis bakteri yang bersifat intraselular patogen pada hewan dan manusia.5
negatif
Citrobacter diversus
Salmonella
Pseudomonas aeruginosa
HaemophilusInfluenza tipe
a,b,c,d,e,f
31
>1bulan Streptococcus pneumonia H.influenzae tipe B
L monocytogenes
virus enterovirus, termasuk coxsackie virus, echovirus, dan pada pasien yang tidak
mendapatkan vaksinasi virus polio. Virus enterovirus dan arbovirus merupakan penyebab
meningitis adalah virus herpes simplek, virus Epstein Barr, sitomegalovirus, virus
salah satu penyebab meningitis yang umum terjadi pada anak yang belum vaksinasi. 3
sementara meningitis bakteri pada usia 2 bulan sampai 12 tahun biasanya karena H
ensefalitis akut. Berikut jenis virus yang paling sering menyebabkan ensefalitis 3 :
Acute Frekuensi
Adenovirus Jarang
Arbovirus Sering
32
Enterovirus Jarang
Herpesvirus
- Epstein-Barr
Jarang
- Sitomegalovirus
Sangat jarang
- Virus Varisela-zoster
- Human herpesvirus-7
Jarang
Sangat jarang
Pada peradangan pada selaput meningen atau Meningitis, biasanya terdapat gejala
saluran nafas atas yang mendahuluinya. Namun, Awitan yang cepat adalah merupakan
salah satu ciri dari S. Pneumonia dan N. Meningitidis. Indikasi gejala terjadinya inflamasi
pada selaput otak adalah timbulnya gejala sakit pada kepala, iritabilitas, rasa mual,
33
terjadinya kaku kuduk, penurunan kesadaran atau letargi, fotofobia, muntah dan pada
Pada pemeriksaan fisik, dapat Ditemukan tanda postif pada pemeriksaan kernig
dan Brudzinsi pada anak berusia lebih dari 12 bulan. Hal ini membuktikan terjadinya
iritasi pada selaput otak atau iritasi meningen yang menyebabkan hasil positif pada
meningeal umumnya tidak spesifik, misalnya bayi dapat mengalami iritabilitas, gelisah,
penurunan kesadaran dan asupan makanan yang menjadi buruk. Kemudian dapat terdapat
tanda neurologis fokal yang ditemukan misalnya saja terdapatnya kejang. Gejala lain
yang timbul adalah gejala yang bersifat umum yaitu : artralgia, mialgia, petekie ataupun
lesi purpura , sepsis, syok dan dapat terjadi koma. Tanda peningkatan tekanan
intrakranial juga dapat ditemukan dengan keluhan seperti sakit kepala, diplopia, dan
muntah. Sementara untuk melihat tanda peningkatan tekanan intrakranial pada bayi dapat
dilihat dari ubun-ubun yang membonjol. Sementara, pada peningkatan intrakranial yang
disertai dengan herniasi otak dapat menimbulkan manifestasi seperti terjadinya ptosis,
kelumpuhan nervus VI, anisokor, bradikardi dengan hipertensi dan apneu. Pada oklusi
pada sinus venosus, empiema subdural, atau adanya abses otak dapat terjadi papiledema.3
Pada peradangan yang tejadi pada parenkim otak atau Ensefalitis, Manifestasi
klinis dari ensefalitis selalu didahului dengan gejala prodormal terlebih dahulu, gejala
prodormal itu sendiri sangat tidak spesifik, misalnya saja batuk, nyeri pada tenggorokan,
demam, sakit kepala, dan dapat disertai keluhan abdominal. Gejala yang lebih khas
adalah letargia yang progresif, perubahan perilaku dan dapat diikuti defisit neurologis. 3
manifestasi kejang adalah keadaan yang sering terjadi pada anak-anak. Gejala yang juga
34
sering terjadi pada anak adalah ruam makulopapular. Pada keadaan berat manifestasi
yang dapat terjadi misalnya adalah koma, mielitis transversa, penyakit kornu anterior dan
atau neuropati perifer.3 Sementara pada ensefalitis West Nile manifestasi klinis yang
meningkat seiring dengan pertambahan usia dari penderita. Pada anak manifestasinya
dapat asimptomatis namun juga dapat timbul gejala yang khas yaitu demam, ruam,
2.6. Patogenesis
Infeksi akut sistem saraf sentral merupakan penyebab demam yang paling sering yang
disertai dengan tanda dan gejala-gejala penyakit sistem saraf sentral pada anak itu sendiri.
Infeksi disebabkan oleh mikroba apapun, patogen spesifik tersebut dipengaruhi oleh
umur hospes, imunitas hospes dan epidemiologi daripada patogen. Infeksi ialah invasi
dengan kuman adalah bakteri, protozoa, dan virus. Invasi atau penetrasi berarti
penembusan. Halangan kuman dalam memasuki tubuh terjadi oleh berbagai macam
mekanisme atau barrier tubuh. Setelah masuk kedalam tubuh kuman bertumbuh dan
berkembang biak dalam tubuh dan melalui proses perlawanan dari seluruh sistem
pertahanan tubuh. Hasil dari mekanisme perlawanan tubuh terhadap kuman dapat
menyisakan zat sisa yang berupa toksin dan menyebabkan toksemia yang dapat
menimbulkan gejala umum sperti demam, rasa tidak enak badan dan anoreksia yang
35
dikenal sebagai gejala prodormal.dan pada sistem saraf pusat menimbulkan nyeri kepala,
insomnia, iritasi mental, delirium sampai koma. Selanjutnya jika mekanisme pertahanan
tubuh tidak dapat melawan kuman yang masuk maka kuman akan terus bermultiplikasi
dan menyebar dalam darah yang disebut fasebakterimia. Dan apabila kuman menetap dan
bermultiplikasi didalam darah fase ini disebut fase septikemia. Pada fase ini kuman dapat
menyebar ke seluruh tubuh dan kepada organ-organ dan menimbulkan kerusakan juga
disfungsi pada organ yang menjadi target infeksi kuman. Gejala yang merupakan
manifestasi infeksi pada suatu organ dinamakan gejala lokalisatorik. Infeksi pada tubuh
pada akhirnya dapat mencapai sistem saraf pusat misalnya melalui invasi hematogenik
yaitu melalui arteri intraserebral yang merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Dari arteritis itu kuman dapat tiba di likuor serebro spinal dan invasi ke dalam otak dapat
terjadi melelui penerobosan pia mater. Akhirnya saraf tepi digunakan sebagai jembatan
bagi kuman yang tiba di susunan saraf pusat. Walaupun sebenarnya otak memiliki
penjagaan khusus terhadap bahaya yang masuk melalui hematogen yang dikenal sebagai
sawar darah otak atau “blood brain barrier”. Pada fase toksemia dan septikemia “blood
brain barrier” mengalami kerusakan. Kuman hanya dapat menginfeksi susunan saraf
pusat jika kuman berjumlah sangat banyak dan sudah terjadi nekrosis intraserebral
terlebih dahulu. “blood brain barrier” selain mencegah invasi kuman juga menghambat
penetrasi fagosit dan antibiotik. Dan lagi jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif
dan tidak memiliki lintasan limfatik untuk pemberantasan infeksi. Maka saat terjadi
infeksi di otak, infeksi tersebut akan bersifat virulan dan sangat destruktif. 2 penyebaran
infeksi secara antomis dapat difus dan setempat, meningitis dan meningoensefalitis
36
sedangkan ensefalitis melibatkan parenkim otak. Sementara keterlibatan antara meningen
tempat infeksi yang jauh. Mungkin terdapat pengidap organisme yang berkolonisasi lama
tanpa penyakit atau invasi cepat pasca kolonisasi baru.sebelum atau bersama infeksi virus
ekstraserebral dan sela subarakhnoid dan dengan cepat bermultiplikasi karena kadar
komplemen dan antibodi likuor serebrospinal tidak cukup untuk menahan proliferasi
bakteri. Faktor kemotaktik merangsang respon radang lokal yang ditandai dengan
bakteri gram negatif dan komponen dinding sel pneumokokus akan merangsang respon
radang yang mencolok dengan produksi lokal faktor nekrosis tumor , interleukin-1 ,
prostaglandin E dan mediator radang sitokin lain. Dilanjutkan dengan infiltrasi neutrofil,
kenaikan permeabilitas vaskuler, perubahan sawar darah otak, dan trombosis vaskuler. 1
ekstraneural muncul.3
37
2.7. Diagnosis
Meningitis
kadar protein dan penurunan kadar glukosa. Berikut merupakan beberapa cara
1.Pungsi lumbal
Harus segera dilakukan untuk pasien dengan gejala yang mengarah pada
lumbal segera. Sementara indikasi dari pada pungsi lumbal segera adalah : Bukti
38
Gambar 1 Hasil temuan cairan serebrospinal pada infeksi sistem saraf pusat
Sistem deteksi antigen yang paling luas digunakan didasarkan pada aglutinasi
partikel lateks. Bila pada meningitis maka antigen paling baik terdeteksi pada likuor
serebro spinal.walaupun antigenuria juga dapat terjadi. Namun serum bukan media yang
baik untuk mendeteksi antigen karena sering terjadi positif palsu.antigen lebih baik
39
dideteksi pasca pmberian antibiotik karena antigen masih dapat dideteksi pada beberapa
3. Biakan darah
Biakan darah seharusnya dilakukan pada setiap penderita yang diduga meningitis,
terutama mereka yang diobati secara empiris sebelum pemeriksaan likuor serebrospinal.
Biakan darah dapat menampakan bakteri yang menyebabkannya pada >80% meningitis
pada anak.3
Digunakan untuk mendeteksi infeksi enterovirus dan herpes simpleks. Pemeriksaan PCR
5. Pewarnaan gram
Pewarnaan gram dapat positif pada kebanyakan penderita meningitis sekitar 70%-
90%. Walaupun identifikasi diplokokus atau kobasili pleomorfik gram positif atau gram
negatif. Namun pengobatan tidak dapat diubah hanya berdasarkan pada pewarnaa gram
Ensefalitis
40
kadr glukosa normal.namun pada pemeriksaan. Pada infeksi tuberkulosis, infeksi
kriptokokal, dan karsinomatosis meningeal dapat terjadi peningkatan ektrim dari protein
gelombang yang lambat dan biasanya bersifat difus. meskipun pada beberapa kasus
dapat ditemukan kelainan yang bersifat fokal. Pada Pemeriksaan pencitraan dapat pula
menunjukan hasil yang normal, atau dapat pula pembekakan otak difus, atau pun
abnormalitas yang dapat bersifat fokal lainnya. Adanya fokus lesi di lobus temporal
pada EEG atau pencitraan, yang menunjukan kekhasan pada penyakit infeksi pada
otak.3
2. Pemeriksaan serologis
perjalanan penyakit, statu sosial, ataupun terdapatnya riwayat medis tertentu. Selain
pemeriksaan seorologis pemeriksaan kultur terhadap virus yang diisolasi pada likuor
serebro spinal, tinja serta swab nasofaring juga dapat dilakukan terutama pada penyakit
ensefalitis virus.3
41
Pemeriksaan PCR dilakukan jika penyebab spesifik tidak diketahui, virus yang
dapat di identifikasi dari pemeriksaan PCR adalah virus herpes simplek, enterovirus,
virus west nile, dan virus lainnya. Namun pada kenyataannya meski sudah dilakukan
pemeriksaan PCR dan ekstensif lainnya namun jarang dapat ditemukan etiologi dari
ensefalitis.3
2.8 Tatalaksana
Meningitis
Pemberian antibiotik awal pada peradangan sistem saraf pusat didasari dengan
melihat manifestasi klinis awal pada pasien.misalnya saja anak dengan kondisi yang
memburuk secara progresif dalam kurun waktu kurang dari 24jam jika tidak
menunjukan gejala kenaikan intrakranial dapat langsung diberikan antibiotik segera
setelah melakukan pungsi lumbal. Namun pada pasien yang menunjukan keadaan
terdapat peningkatan tekanan intrakranial dan terdapat gejala neurologis fokal
antibiotik dapat segera diberikan tanpa menunggu pungsi lumbal dan ct scan terlebih
dahulu disertai dengan tatalaksana terhadap peningkatan tekanan intrakranial.1
Pilihan terapi awal (empiris) untuk bayi dan anak yang memiliki keadaan
imunokompeten harus didasarkan pada kerentanan terhadap bakteri tertentu. Yang
paling penting adalah bahwa antibiotik harus mencapai kadar bakterisid yang optimal
pada likuor serebrospinal. Sefalosporin generasi ketiga, atau sefotaksin masi menjadi
standart baku terapi pada meningitis bakterial.1
42
Tabel 3. Antibiotik empirik
Jika infeksi dicurigai infeksi L.cytomonogenes misalnya pada bayi 1-2 bulan atau
defisiensi limfosit T ampisilin harus diberikan bersama dengan seftriakson atau
sefotaksim karena semua sefalosporin tidak aktif melawan L.cytomonogenes pilihan
keduanya dapat diberikan trimetropim-sulfametoksazol.1
43
dewasa
Meningitis tuberkulosis
Pengobatan sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics 1994, yaitu
Ensefalitis
44
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik sebagai terapi simptomati terhadap
hiperpireksia yang dapat terjadi, dan pada keadaan tertentu dapat diberikan kortikosteroid
jika terdapat indikasi khusus.untuk mencegah kejang berulang biasanya dapat diberikan
fenitoin dan fenobarbital sesuai standart terapi. Sementara untuk terapi pengendalian
tekanan intrakranial dapat diberikan diuretik osmotik manitol dengan dosis 0,5-1
mg/kgbb/kali atau bisa dengan pemberian furosemid 1mg/kgbb/kali.6
45
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Bulletin of the World Health Organization : Typhoid. 2015. Diunduh
dari : http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/. Diakses pada tanggal 12 Agustus
2017.
2. Purba IE, Wandra T, Nugrahini N, et al. 2016. Program Pengendalian Demam Tifoid di
Indonesia: tantangan dan peluang. Diunduh dari:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/5447/4483. Diakses pada tanggal
12 Agustus 2017.
3. Badan Litbang Kesehatan. Riset Keseha-tan Dasar 2007. Jakarta; 2008. Diunduh
di: https:// www.k4health.org/sites/defa ult/files/laporan Nasional Riskesdas 2007.
pdf. Diakses pada 12 Agustus 2017.
4. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta;2010.Hal 201-3.
5. Soedarmo S.S, Garna H, Hadinegoro S.R, Satari H.I. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis;
Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. Hal 338-346.
6. Pedriatric Infectious Diseases. Patogenesis of Typhoid Fever. 2013. Diunduh dari:
https://twitter.com/peds_id/status/368058311981027330. Diakses pada 13 Agustus 2017.
7. Hadinegoro SR. Kadim M. Davaera Y et al. Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointetinal Disorders. 2012. Diunduh dari: http://fk.ui.ac.id/wp-
content/uploads/2016/01/Buku-PKB-63.pdf. Diakses pada 13 Agustus 2017.
8. Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2010. Hal 2797-806.
9. Malik AS. Complications of Bacteriologically Confirmed Typhoid Fever in Children. Journal of
Tropical Pediatrics. 2002 Apr;48:102-8.
10. Sidabutar S. Satari HI. Pilihan terapi empiris demam tifoid pada anak : kloramfenikol atau
seftriakson?. Sari Pediatri 2010;11(6):434-9.
11. Allan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid. Dalam pediatrics update.
Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2003.
46