Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

TB PERITONITIS

Pembimbing :

dr.Dina Siti Daliyanti, Sp.A (K)

Disusun Oleh:
AlvinaCitaIndriani D
0961050194
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 2 OKTOBER – 9 DESEMBER 2017
RSUD KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Presentase kasus dengan judul “ TB peritonitis” ini diajukan untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti dam menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi

Periode `1 Oktober 2017-9 Desember 2017

Disusun Oleh :

Alvina Cita Indriani Djoedir

0961050194

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

Bekasi, November 2017

dr. Dina Siti Daliyanti, SpA (K)


BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral

yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering

mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan organ

genetalia interna.1Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses

tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada

waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa

terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan

penyebaran masih berlangsung di tempat lain2.

Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai

termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah

jarang ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran.

Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan

atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan 3 .Tidak

jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau

neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.2


BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa :Alvina Cita Indriani D. Pembimbing : dr.Dina, Sp.A (K)


NIM : 0961050194 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 09.84.xx.xx
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 13 tahun
Berat badan : 38 kg
Tanggal lahir : 11 November 2004
Alamat : Perum Margahayu Blok C No.72
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 3 Oktober 2017
Tanggal keluar RS : 9 Oktober 2017

II. IDENTITAS ORANG TUA /WALI


A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan perut terasa membesar dan tegang sejak 1
minggu SMRS

.
B. KELUHAN TAMBAHAN :
Mual , muntah, disertai penurunan nafsu makan

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Anak A, usia 13 tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke poli RSUD Kota
Bekasi dengan keluhan perut terasa membesar dan tegang sejak 1 minggu SMRS..
Keluhan disertai mual dan muntah >4x/hari dan penurunan nafsu makan.
Riwayat pernah mengalami TB paru diakui oleh pasien dan pernah diobati.
Pasien jugha sering merasakan sesak dan keringat pada malam hari.
Orang tua pasien menyangkal adanya sesak (-), kebiruan pada bibir dan
ekstremitas (-), mudah lelah (-), jantung berdebar-debar (-)..

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DI DERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi (-) Difteria (-)
Cacingan (-) Diare (-)

Demam Berdarah (-) Kejang (-_


Demam Tifoid (-) Kecelakaan (-)
Otitis (-) Morbili (-)
Parotitis (-) Operasi (-)
ISPA (+). Ikterus (-)
Penyakit Jantung (-) Penyakit (-)
Ginjal
Penyakit Darah (-) Radang (-)
Paru
Tuberkulosis (+)

Kesimpulan penyakit yang pernah diderita: Pasien pernah mengalami tuberculosis


paru sejak usia 12 tahun

D. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN


KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-),
Anemia (-), Penyakit Jantung (-),
Penyakit Paru (-), Infeksi Saat
Kehamilan (-), Keputihan (-).

Perawatan Antenatal ANC rutin ke bidan , ibu pasien


menerima vitamin , dan melakukan
imunisasi TT 2x

KELAHIRAN Tempat Kelahiran Rumah bersalin

Penolong Persalinan Bidan

Cara Persalinan Partus pervaginam

Masa Gestasi 39 minggu ( cukup bulan )

Keadaan Bayi Berat lahir : 2700 gram

Panjang lahir : 49 cm

Lingkar kepala : Ibu pasien tidak tahu

Langsung menangis (+)

Merah (+)

Pucat (-)

Biru (-)

Kuning (-)

Nilai APGAR : Ibu pasien tidak tahu

Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Selama mengandung pasien , ibu


pasien sehat dan tidak terdapat penyulit proses kelahiran, pasien lahir secara spontan
dan cukup bulan.

E. RIWAYAT PERKEMBANGAN
 Pertumbuhan gigi :6 bulan (Normal: 5–9 bulan)
 Psikomotor :
Tengkurap :3 bulan (Normal: 3–4 bulan)
Duduk :6 bulan (Normal: 6–9 bulan)
Berdiri :11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan :14 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara :11 bulan (Normal: 9–12 bulan)
Membaca dan menulis :6 tahun (Normal: 6–7 tahun)
 Gangguan perkembangan mental / emosi: -
Kesimpulan riwayat perkembangan: Pada pasien tidak didapatkan keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan termasuk gangguan perkembangan mental.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG 2 bulan - - - - -

DPT / DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -

Campak - - 9 bulan - - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesimpulan riwayat imunisasi: Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan
sesuai jadwal yang ada.

G. RIWAYAT KELUARGA
a. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali Ibu / Wali
Nama Tn. D Ny. R
Perkawinan ke- 1 1
Pendidikan terakhir (tamat → SMA SMA
kelas/tingkat)
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Penyakit , bila ada - -

b. Riwayat keluarga orang tua pasien: Tidak ada


c. Riwayat anggota keluarga lain yang serumah : Tidak ada
Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak terdapat riwayat keluarga yang pernah
mengalami TB

RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN


Pasien tinggal bersama ayah dan ibu. Status rumah milik pribadi . Di rumah
pasien terdapat 1 lantai. Ibu pasien mengatakan ventilasi di rumah cukup baik,
pencahayaannya baik, sumber air bersih berasal dari air PAM dan sumber air minum
berasal dari air galon, setiap hari sampah rumah tangga diangkut oleh petugas
pembuangan sampah. Kondisi lingkungan sekitar cukup padat, rumah pasien di kelilingi
oleh bangunan – bangunan sekolah..
Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan rumah cukup baik, pasien tinggal di
lingkungan yang cukup padat penduduk.

I. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis :
Poli RSUD BEKASI (3/10/2017)
Keadaan Umum :
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan lain : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-), dyspnoe (-)

Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi :90x/ menit, irama teratur, kuat, isi cukup, ekual kanan kiri.
Pernapasan :20 x /menit , tipe torako-abdominal
Suhu Tubuh :39,9 0C, suhu axilla

Kepala : Normosefali, ubun-ubun besar sudah menutup.


Rambut : Warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, tampak pembengkakan pada mata, luka dan jaringan parut
serta kelainan dismorfik
Mata :
Visus : Baik Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophthalmus : -/- Oedem palpebra: +/+
Kornea Jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Pupil : Bulat, isokor, d=2 mm
Refleks cahaya : Langsung +/+ , Tidak langsung +/+

Telinga :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : Lapang +/+ Membran timpani : Sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : Sulit dinilai
Cairan : -/-
Hidung :
Bentuk : Simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/-, jernih Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- Hipertrofi konka : +/-
Bibir : Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-).
Mulut : Trismus (-), oral hygiene cukup baik, i, mukosa gusi berwarna
merah muda , mukosa pipi berwarna merah muda, arkus palatum
simetris dengan mukosa palatum berwarna merah muda.
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-) ,
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Tenggorokan :Tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, uvula
terletak di tengah.
Leher : Bentuk tidak tampak adanya kelainan, edema (-), massa (-), tidak
tampak dan tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB tidak
tampak deviasi trakea.
Thoraks :Bentuk thoraks simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas
(-), retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
subkostal (-).
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas atas jantung ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri jantung ICS V linea midklavikula sinistra
Batas kanan jantung ICS III-IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, tidak ada pernafasan yang
tertinggal , pernafasan tipe torako-abdomial, deformitas (-),
retraksi suprasternal (-), retraksi interkostal (-), retraksi subkostal
(-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak nafas simetris kanan dan
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, regular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : asites +
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 6 x / menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan+ epigastrium , turgor kulit kembali cepat, hepar
tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar.
Perkusi : hipertimpani
Kelenjar Getah Bening :
Preaurikuler : Tidak teraba membesar
Postaurikuler : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Axilla : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
Anggota Gerak :
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-/-), oedem
kaki (+/+)
Tangan Kanan Kiri
Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Kaki Kanan Kiri
Tonus otot Normotonus Normotonus
Sendi Aktif Aktif
Oedem - -
Kulit : Warna kulit kuning langsat, merata diseluruh tubuh, pucat
(-) , sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, lembab , pengisian
kapiler 2 detik.
Tulang Belakang :Bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
II. DIAGNOSA BANDING
Peritonitis TB

III.DIAGNOSA KERJA
Appendicitis
IV. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
CT scan
USG Abdomen
Terapi :
 Pro Rawat Inap
 IVFD KaEn 3A 20 tetes per menit
 Lab : Albumin
 Cek ureum, kreatinin
 Urin lengkap
 Foto Abdomen 3 posisi

V. Follow up

• 5/10/2017

• Perawatan hari ke 2

S : perut terasa membesar dan kembung

O :KU ; tampak sakit sedang, kesadaran : composmentis,

TD : 110/80, N : 80x/menit, S :36,7, RR : 18x/menit

Kepala : normocephali

Mata : CA (-/-), SI (-/-)


Thorax : BJ I dan II reguler , rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : distensi +, hipertimpani,

nyeri ketok -, nyerti tekan +, ascites +

Ekstremitas : edema -, akral hangat, CRT<3

A : gangguan rasa nyaman dan nyeri

P : lanjut Infus kaen 3A 20 tpm

• Terapi Prof Agus : metronidazole 3x250 mg

• Domperidone 3x 10 mg

6/10/2017

Perawatan hari ke 3

S : mual dan muntah

O :KU ; tampak sakit sedang, kesadaran : composmentis,

TD : 110/80, N : 80x/menit, S :37,4, RR : 18x/menit

Kepala : normocephali

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : BJ I dan II reguler , rhonki (-/-), wheezing (-/-)


Abdomen : distensi +, hipertimpani, nyeri ketok -, nyerti tekan +, ascites +

Ekstremitas : edema -, akral hangat, CRT<3

A : gangguan rasa nyaman dan nyeri

P : lanjut Infus kaen 3A 20 tpm

 Lanjut Terapi Prof Agus : metronidazole 3x250 mg

 Domperidone 3x 10 mg

7/10/2017

Perawatan hari ke 4

S : Mual dan muntah

O :KU ; tampak sakit sedang, kesadaran : composmentis,

TD : 110/80, N : 80x/menit, S :37,4, RR : 18x/menit

Kepala : normocephali

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : BJ I dan II reguler , rhonki


(-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : distensi +, hipertimpani,

nyeri ketok -, nyerti tekan +, ascites +

Ekstremitas : edema -, akral hangat, CRT<3

A : gangguan rasa nyaman dan nyeri

P : lanjut Infus kaen 3A 20 tpm

• Lanjut Terapi Prof Agus :

• metronidazole 3x250 mg

• Domperidone 3x 10 mg

 8/10/2017

 Perawatan hari ke 5

S : mual dan muntah

O :KU ; tampak sakit sedang, kesadaran : composmentis,

TD : 110/80, N : 80x/menit, S :37,4, RR : 18x/menit

Kepala : normocephali

Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : BJ I dan II reguler , rhonki (-/-), wheezing (-/-)


Abdomen : distensi +, hipertimpani,

nyeri ketok -, nyerti tekan +, ascites +

Ekstremitas : edema -, akral hangat, CRT<3

A : gangguan rasa nyaman dan nyeri

P : lanjut Infus kaen 3A 20 tpm

 Lanjut Terapi Prof Agus : metronidazole 3x250 mg

 Domperidone 3x 10 mg

• 9/10/2017

Perawatan hari ke 6

S : keluhan -

O :KU ; tampak sakit sedang, kesadaran : composmentis,

TD : 110/80, N : 80x/menit, S :37,4,

RR : 18x/menit

Kepala : normocephali
Mata : CA (-/-), SI (-/-)

Thorax : BJ I dan II reguler , rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : distensi +, hipertimpani,

nyeri ketok -, nyerti tekan +, ascites +

Ekstremitas : edema -, akral hangat, CRT<3

A : gangguan rasa nyaman dan nyeri

PPD > 2

TB Intraperitoneal

P : Acc pulang

• Lanjut Terapi Prof Agus : metronidazole 3x250 mg

• Domperidone 3x 10 mg

ANALISA KASUS

Distensi abdominal →merupakan proses peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan

peningkatan tekanan dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi dapat terjadi ringan ataupun berat

tergantung dari tekanan yang dihasilakan. Distensi abdominal dapat terjadi local atau menyeluruh dan

dapat secara bertahap atau secara tiba-tiba. Distensi abdominal akut mungkin merupakan tanda dari

peritonitis atau tanda akut obtruksi pada perut.

Asites →terdapat 3 teori tentang terbentuknya asites ini, seperti : underfilling, overflow dan
vasodilatasi arteri perifer.
1. Teori underfiling, menunjukkan bahwa abnormalitas primer berkaitan dengan sequestrasi
cairan pada pembuluh splangnic, yang memicu hipertensi portal dan konsekuensinya,
menurunkan efektifitas volume darah yang bersirkulasi. Kondisi ini mengaktifasi renin
plasma, aldosteron, nervus simpatis yang memicu retensi natrium dan air di ginjal.
2. Teori Overflow, pada terodi ini abdnormalitas primer disebabkan gangguan retensi ginjal
terhadap natrium dan air akibat tidak adanya deplesi volume. Teori ini berkembang
berdasarkan observvasi pasien sirosis yang terjadi hipervolumia intravaskuler tibanding
hipovolumia.
3. Teori yang sekarang digunakan adalah adanya hipotesa vasodilatasi arteri perifer. Adanya
hipertensi portal memicu vasodilatasi yang menyebabkan penurunan efektifitas volume
darah arteri. Eksitasi neurohormonal meningkat, retensi natrium ginjal meningkat dan
volume plasma terekspansi. Kondisi ini akan memicu overflow cairan ke cavum
peritoneal abdomen. Teori vasodilatasi ini, juga menunjukkan bahwa undefiling adalah
fase awal dan overflo adalah fase akhir pada sirosis.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Tuberkulosis peritoneal adalah situs jarang infeksi paru yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis (TBC). Risiko meningkat pada pasien dengan sirosis, infeksi
HIV, diabetes melitus, keganasan, setelah pengobatan dengan anti-tumor necrosis factor

(TNF) agen, dan pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal rawat jalan rutin.

2. Insidensi

Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan
(4,5)
perbandingan 1,5:1 dan lebih sering dekade ke 3 dan 4 Tuberkulosis peritoneal

dijumpai 2 % dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal. 5 Di

Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru

sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal

yang mempunyai TB paru yang aktif 6,7

Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin

meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara

maju1. Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis

peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah

Sakit King Edward III Durban Afrika selatan menemukan 145 kasus tuberculosis

peritoneal selamaperiode 5 tahun (1984-1988) sedangkan dengan cara peritonoskopi. 5

Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979

menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk

melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk

periode 1975-1977.(7) sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama


periode 1993-1995

Anatomi Fisiologi

a. Peritoneum
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.

Peritoneum terdiri artas dua bagianutama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi

dinding rongga abdominal, dan peritoneum visceral, yang melapisi semua organ yang

berada di dalam rongga abdomen.

Ruang yang berada diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial atau

kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong terdapat di dalam peritoneum;

sebuah lipatan besar atau omentum mayor yang kaya akan lemak, bergantungan di

sebelah depan lambung, lipatan kecil (omentum minor) berjalan dari porta hepatica

setelah menyelaputi hati ke bawah, ke kurvatura minor lambung dan disini bercabang

untuk menyelaputi lambung ini. Kolon juga terbungkus oleh peritoneum ini,

kemudian berjalan ke atas dan berbelok ke belakang sebagai meso-kolon kea rah

dinding posterior abdomen. Sebagian dari dari peritoneum ini membentuk

mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mesentrium usus halus dan

mesokolon, semua memuat penyaluran darah vaskuler dan limfe dari organ-organ

yang diselaputinya.

Fungsi peritoneum adalah menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen

dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling

bergeseran tanpa ada pergesekan. Organ-organ digabungkan bersama dan menjaga

kedudukan organ-organ tersebut tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan

organ-organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan

pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap

infeksi.
b. Rongga abdomen

Abdomen ialah rongga terbesar di dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan

meluas dari atas diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dibagi menjadi

dua bagian, yaitu rongga sebelah atas yang lebih besar, dan pelvis yaitu rongga

sebelah bawah dan lebih kecil.

Batas-batas abdomen diatas diafragma. Di bawah pintu rongga masuk

panggul, dari panggul besar di depan dan di kedua sisi, otot-otot abdominae, tulang-

tulang aliaka da iga-iga sebelah bawah. Di belakang tulang punggung dan otot psoas

dan kuadratus lumborum.

Isi abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan yaitu lambung, usus halus

dan usus besar.

Pembuluh limfe dan kelenjar, urat saraf, peritoneum dan lemak juga di jumpai

di dalam rongga ini.

1) Lambung

Fungsi lambung adalah :

a) menerima makanan dan bekerja sebagai sebagai penampung untuk jangka

waktu pendek

b) semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida. Dan

dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus

c) protein diubah menjadi peptone


d) susu dibekukan dan kasein dikeluarkan

e) pencernaan lemak dimulai di dalam lambung

f) khime, yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum.

2) Usus halus

Usus halus adalah bagian saluran pencernaan diantara lambung dan usus

besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang memenuhi sebagian besar

rongga abdomen. Usus halus terdiri dari : duodenum, yeyunum dan ileum.

a) Duodenum

Duodenum adalah tube yang berbentuk C, dengan panjang kira-kira 25 cm,

pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.

b) Yeyunum dan ileum

Yeyunum merupakan bagian pertama dan illem merupakan bagian kedua dari

saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang yang

bervariasi mulai dari 300 cm sampai dengan 900 cm.

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi

bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari dalam mulut dan

lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang

masuk. Proses dilanjutkan dalam duodenum terutama oleh enzim-enzim pancreas

yang menghidrolisis karbohidrat meliputi glukosa, maltosa dan galaktosa, lemak

menjadi asam dan gliserol (dengan bantuan garam empedu pada keluaran empedu

ke dalam duodenum oleh kontraksi kelenjar empedu) serta protein menjadi asam

amino.
Proses pencernaan disempurnakan oleh beberapa enzim dalam getah usus

(sukus enterikus). Enzim-enzim ini terdapat pada brush bovaer vili dan

mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

2. Etiologi

Penyebab dari Peritonitis Tuberculosis adalah mycobacterium tuberculosis. Pada

umumnya peritonitis tuberculosis merupakan keadaan akibat adanya proses tuberculosis

di tempat lain, terutama paru-paru. Namun demikian, sering juga dilaporkan bahwa

sewaktu diagnosis peritonitis tuberculosis ditegakkan ternyata proses tuberculosis di paru

sudah menyembuh atau tidak ada lagi. Hal ini mungkin terjadi oleh karena proses

tuberculosis di paru dapat menyembuh dengan sendirinya walaupun sebenarnya di tempat

lain masih terdapat penyebaran.

Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberculosis, penyebarannya tidak secara

langsung berlanjut (kontinu) dari alat sekitarnya, tetapi lebih sering disebabkan karena

reaktivitas proses laten yang terdapat di peritoneum yang diperoleh sewaktu terjadi

penyebaran hematogen dari proses primer terdahulu. Oleh karena itu pulalah banyak

kasus peritonitis tuberculosis tanpa ditemui ada kelainan di paru-paru

Sebaliknya bisa juga terjadi peritonitis tuberculosis pada kejadian penyebaran

hematogen atau proses tuberculosis milier.

Pada sebagian kecil selain terjadi melalui penyebaran hematogen dapat juga

melalui penyebaran langsung tuberculosis usus, tuberculosis alat genitalia interna atau

akibat pecahnya kelenjar linfe mesentrium yang mengalami perkejuan.

3. Tanda dan gejala


Gejala klinis bervariasi. Pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-

lahan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada lebih 70% kasus ditemukan

keluhan yang berlangsung lebih dari empat bulan. Keluhan yang paling sering adalah

adanya nyeri pada perut, pembengkakan perut, tidak nafsu makan, batuk, demam,

kelemahan, berat badan menurun dan distensi abdomen.

Sedangkan dari hasil penelitian terhadap 30 kasus penderita peritonitis

tuberculosis yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, antara tahun

1975 sampai dengan tahun 1979 ditemukan keluhan sebagai berikut: sakit perut 57 %,

pembengkakan perut 50 %, batuk 40 %, demam 30 %, anoreksia 30 % keringat malam 26

%, kelelahan 23 %, berat badan menurun 23 %, mencret 20 %.

Keluhan yang berasal dari saluran cerna seperti sakit perut, mencret dan lain-lain

berhubungan dengan ada tidaknya proses dalam usus atau adanya perlengketan antara

usus dengan peritoneum atau usus dengan usus. Jika perlengketan begitu hebat dapat

terjadi penggumpalan sehingga jalan makanan terganggu dan terjadi gejala illeus

obstruktif.

Patogenesis

Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara : 9

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi

3. Dari kelenjar limfe mesenterium

4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi


Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran

perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum

yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten

“Dorman infection”)2. Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan

menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup

namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism

intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.2

Patologi :

Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa. 2,3

1. Bentuk eksudatif

Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala

menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan

tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-

kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di

rongga peritoneum.Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang

lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan

peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak,

menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang,

Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga

mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi

penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.

2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk

Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan

peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang terbentuk fistel.

Hal ini disebabkan karena adanya perlengketanperlengketan.Kadang-kadang terbentuk

fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel

kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus

obstruksi. Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar.

3. Bentuk campuran

Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses

eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong

perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat

untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan

kemudian bentuk adhesive.2 Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan

memperlihatkanjaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia

langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan. 2,9

Gejala Klinis

Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahanlahan sampai

berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada penelitian yang

dilakukan di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu

s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu 1,2,10. Keluhan terjadi secaraa perlahan-
lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan perut, disusul tidak

nafsu makan, batuk dan demam1,2,7-13. Pada yang tipe plastik sakit perut lebih terasa dan

muncul manisfestasi seperti subobstruksi.2

4. Patofisiologi

Ketika kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam

udara yang dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada

tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Bila partikel infeksi ini

terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang

tracheo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya.


Bila kuman tetap menempel pada alveoli kemudian baksil berkembang. Reaksi

permukaan yang disebabkan oleh baksil tersebut adalah reaksi inflamasi, leukosit

polimorfonuklear berusaha memfagositosis bakteri tersebut, tetapi organisme tersebut

tidak dapat dimatikan. Sesudah hari-hari pertama terjadi perubahan yaitu leukosit diganti

oleh makrofag, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.

Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang

tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer

ini dapat terjadi di bagian jaringan paru mana saja. Dari sarang primer timbul peradangan

saluran getah bening menjadi hilus, dan juga diikuti peradangan getah bening (KGB)

hilus hingga menjadi kompleks primer, kompleks primer ini dapat langsung

berkomplikasi dan menyebar secara limfogen dan hematogen ke organ tubuh lainnya,

atau bersifat dormant. Kuman yang dormant dapat muncul bertahun-tahun kemudian

sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa. Tuberculosis ini dapat dimulai

dengan sarang dini di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior atau

inferior).

Invasi pada daerah parenkim paru-paru sarang dini mula-mula berbentuk sarang

pneumonia kecil. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yaitu suatu

granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-langhans (sel besar dengan

banyak luti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.

Sarang dini ini kemudian meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan

jaringan di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan lembek membentuk

jaringan keju, bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas yang berdinding tipis,

lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik. Kavitas ini meluas kembali dan menimbulkan sarang

pneumonia. Karena timbulnya peradangan saluran getah bening dan limfadenitis

(pembesaran kelenjar getah bening). Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening

akan mencapai aliran darah yang disebut dengan penyebaran limphohematogen.

Penyebaran secara hematogen merupakan suatu pneumonia akut yang menyebabkan

tuberculosis milier. Karena pada peritoneum banyak mengandung pembuluh-pembuluh

darah maka tuberculosis dapat berkembang di daerah ini.

Tuberkel pada daerah peritoneum sering ditemukan, kecil-kecil berwarna putih

kekuning-kuningan tampak menyebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang

berada di dalam rongga peritoneum. Selain tuberkel yang kecil terdapat juga tuberkel

yang besar. Di sekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti

pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum

sehingga merubah dinding perut menjadi tegang.

Kuman mycobacterium menjadi droplet nuclei

Terisap oleh host

Menempel pada jalan napas dan paru-paru


Difagositosis oleh leukosit

Difagositosis oleh leukosit polimorfonuklear (namun tidak mati)

Makrofag, tumbuh berkembang biak dalam sitoplasma makrofag

Di paru akan membentuk sarang primer atau apek primer

Peradangan saluran getah bening, pembesaran kelenjar getah bening lulus

Komplek primer

Bersifat dormant Penyebaran infeksi secara langsung


Dengan kondisi yang menunjang dari Kurangnya pengetahuan tentang
tuberculosis primer berkembang menjadi penyakitnya
tuberculosis post primer (dewasa)

Cemas
Sarang dari daerah parenkim paru

Berubah menjadi tuberkel (granuloma


yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel-
sel Datia-langhans) dikelilingi oleh sel-
sel limfosit dan bermacam-macam
jaringan ikat

Meluas, granuloma berkembang dan


menghancurkan jaringan sekitar, bagian
tengah mengalami nekrosis

Perkejuan, bila dibatukkan menjadi pecah

Kavitas yang berdinding tipis lama


kelamaan menjadi tebal dan menjadi
kavitas sklerotik

Meluas dan membentuk sarang


pneumonia baru

Secara hematogen, limfogen menyebar


pada daerah peritoneum

Reaksi jaringan peritoneum = kongesti


pembuluh darah

Peradangan Menghasilkan eksudat yang


membungkus tuberkel dan
peritoneum

Peradangan

Menghasilkan eksudat yang


membungkus tuberkel dan
peritoneum

Meningkatkan/menurunka Perpindahan cairan


n peristaltic usus dari ekstraseluler,
intravaskuler dan Dinding perut tegang
area interstitial
kedalam usus
dan/atau peritoneal
Reflek balik pada lambung
Merangsang syaraf-syaraf
perifer

Ascites
Merangsang vomiting
center

Merangsang pengeluaran
neurotransmitter, bradikinin,
Kekurangan histamine dan prostaglandin
volume cairan
Mual/nafsu makan
menurun

Nociceptor menyebrangi sum-


sum belakang pada interneuron-
Intake nutrisi kurang dari interneuron yang bersambung
kebutuhan dengan jalur spinalis ascenden

Tidak kuat
Spinotalamic track (STT)
Metabolisme glukosa pertahanan
terganggu sekunder

Thalamus
Pembentukan ATP<, Resiko infeksi
energi<

Cortex cerebri

Kelemahan

Nyeri akut

Kerusakan mobilitas fisik

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas;

1) Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000/UL;

2) Thrombosit meningkat, menunjukkan hemikonsentrasi;

3) Laju Endap Darah (LED) pada umumnya meninggi, jarang ditemukan yang

normal;

4) Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan.

b. Pemeriksaan penunjang diagnosis.

Ultrasonografi :

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga

peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama &

Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang

bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa

didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limferetroperitoneal, adanya penebalan

mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat

dan harus diperiksa dengan seksama Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai

alat Bantu biopsy secara tertutup dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.

CT Scan :

Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran

yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan

untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari

tuberculosis peritoneal (25). Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian yang
membandingkan tuberculosis peritoneal dengankarsinoma peritoneal dan karsinoma

peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis. Adanya

peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang jelas

menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan

penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma

Peritonoskopi (Laparoskopi)

Peritonoskopi / laparoskopi merupakan cara yang relatif aman, mudah dan terbaik untuk

mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama bila ada cairan asites dan sangat berguna

untuk mendapat diagnosa pasien-pasien muda dengan simtom sakit perut yang tak jelas

penyebabnya (27,28) dan cara ini dapat mendiagnosa tuberculosis peritoneal 85% sampai

95% dan dengan biopsy yang terarah dapat dilakukukan pemeriksaan histology dan bisa

menemukan adanya gambaran granuloma sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus

dan bila dilakukan kultur bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histology yang lebih

penting lagi adalah bila didapat granuloma yang lebih spesifik yaitu jika didapati

granuloma dengan pengkejuan.3

Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal : (9)

1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar

luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau

alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.

2. Perlengketan yang dapat berpariasi dari ahanya sederhana sampai hebat(luas) diantara

alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi yang
normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk

dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.

3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang

kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.

4. Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak

jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat

dijumpai.

Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan

lain yang tersangka mengalami kelainan dengan menggunakanalat biopsy khusus

sekaligus cairan dapat dikeluarkan.Walupun pada umumnya gambaran peritonoskopi

peritonitis tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambaran gambarannya bisa

menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsy harus

selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi

anatomi menyokongsuatu peritonitis tuberkulosa.

Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak

dilakukan peritonoskopi karena secara tehnis dianggap mengandung bahaya dan sukar

dikerjakan.

Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam

memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga

menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu

rongga yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran

anatomi alat-alat yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan

laparotomi diagnostic
Laparatomi

Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yangs erring dilakukan,

namunsaat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan

cara yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi

yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.2

Pengobatan :

Pada dasarnya pebngobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat seperti

Streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan Pirazinamid memberikan hasil yang baik,

dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya

mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. Beberapa penulis berpendapat
bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi

terjadinya asites.

Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan

kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana

terjadi resistensi terhadap Mycobacterium tuberculosis . Alrajhi dkk yang mengadakan

penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan tuberculosis peritoneal

mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat

mengurangi insidensi sdakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang

dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun

di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan.1

Prognosis :

Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat

Pengobatan yang tepat akan memberikan hasil cukup baik

Kesimpulan :

1. Tuberkulosis peritoneal biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa ditempat

lain

2. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering

diagnosa terlambat baru diketahui.

3. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya

dapat membantu menegakkan diagnosa

4. Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan sembuh.
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD KOTA BEKASI
STATUS PASIEN KASUS I

Nama Mahasiswa :Alvina Cita Indriani D. Pembimbing : dr.Dina, Sp.A (K)


NIM : 0961050194 Tanda tangan :

III. IDENTITAS PASIEN


No. RM : 09.84.xx.xx
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 13 tahun
Tanggal lahir : 11 November 2004
Alamat : Perum Margahayu Blok C No.72
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 3 Oktober 2017
Tanggal keluar RS : 9 Oktober 2017

IV. IDENTITAS ORANG TUA /WALI

Anda mungkin juga menyukai